Ungki Prabowo Putra1*, Irham2, Lestari Rahayu Waluyati2 
1Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Agribisnis, Fakultas 
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 
2Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah 
Mada, Yogyakarta 
  
*) Email korespondensi: ungkiprabowo@gmail.com 

AGRARIS: Journal of Agribusiness and 
Rural Development Research 

Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2019 

Pengaruh Orientasi Ekonomi dan Kesadaran 
Lingkungan terhadap Produktivitas dan 
Rendemen Tebu Rakyat Pabrik Gula 
Wonolangan 

Effects of Economic Orientation and 
Environmental Awareness on Productivity and 
Yield of Smallholder Sugarcane in 
Wonolangan Sugar Factory 

 DOI: http://dx.doi.org/10.18196/agr.5285 

ABSTRACT 
The increasing of sugarcane productivity 
and yield is not only affected by factors 
of production such as seeds, fertilizer, 
labors, and herbicides. Other factors 
such as economic orientation and 
environmental awareness also show 
their effects on sugarcane productivity 
and yield. This research was conducted 
to determine the effect of economic 
orientation and environmental 
awareness both on productivity and 
yield of sugarcane community partners 
in the Wonolangan Sugar Factory. The 
study was conducted in Probolinggo 
and Lumajang Regency with 102 
samples of farmers selected using 
simple random sampling. The 
measurement of the level of economic 
orientation and environmental 
awareness was carried out using Likert 
scale and was categorized as low, 
medium and high. The influence of 
economic orientation and 
environmental awareness both on 
productivity and yield of sugar cane 
were analyzed using multiple regression 
with the Cobb Douglas production 
function. Based on the results, the 
economic orientation and 
environmental awareness of farmers 
were relatively high and could increase 
sugarcane productivity and yield. 
 
 

 
Keywords: Economic Orientation, Environmental Awareness, Productivity, 
Yield. 

 
INTISARI 
Peningkatan baik pada produktivitas dan rendemen tebu tidak hanya 
dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi seperti bibit, pupuk, tenaga kerja 
dan herbisida. Faktor-faktor lain seperti orientasi ekonomi dan kesadaran 
lingkungan juga menunjukkan pengaruhnya terhadap produktivitas dan 
rendemen tebu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh 
orientasi ekonomi dan kesadaran lingkungan baik pada produktivitas dan 
rendemen tebu rakyat mitra Pabrik Gula Wonolangan. Penelitian 
dilaksanakan di Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang dengan 
102 sampel petani yang dipilih menggunakan acak sederhana. Pengukuran 
tingkat orientasi ekonomi dan kesadaran lingkungan dilakukan dengan 
skala likert dan dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi. 
Pengaruh orientasi ekonomi dan kesadaran lingkungan baik pada 
produktivitas dan rendemen tebu dianalisis dengan regresi berganda 
menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas. Berdasarkan hasil analisis, 
orientasi ekonomi dan kesadaran lingkungan petani tergolong tinggi serta  
dapat meningkatkan produktivitas dan rendemen tebu.  
 
Kata kunci : Kesadaran Lingkungan, Orientasi Ekonomi, Produktivitas, 
Rendemen 

 



 
 

 

163 
Vol.5 No.2 Juli-Desember 2019 

PENDAHULUAN 

Berbagai upaya dilakukan untuk 
meningkatkan ekonomi petani, salah satunya 
dilakukan melalui peningkatan produksi komoditas 
yang diusahakan. Aspek ekonomi dinyatakan berhasil 
bila produksi pertanian tidak hanya mampu untuk 
mencukupi kebutuhan, tetapi juga dapat memberikan 
pendapatan yang cukup untuk petani (Mayrowani, 
2012). Peningkatan secara ekonomi dilakukan dengan 
meningkatkan modal untuk persiapan lahan, 
penyiangan dan penanaman sehingga menghasilkan 
peningkatan hasil tebu (Owino, Odondo, & Nelson, 
2018). Sifat petani saat ini yang cenderung subsisten, 
mengindikasikan bahwa masih banyak petani yang 
belum memiliki orientasi ekonomi dalam 
menjalankan usahataninya. Petani perlu dilatih dan 
diberikan motivasi oleh pemerintah dan penyuluh 
agar orientasi ekonomi dapat tumbuh. Penyediaan 
pelatihan keterampilan manajemen bisnis dan cara 
menangani masalah-masalah dirasa perlu diberikan 
kepada petani untuk membantu meningkatkan hasil 
panen (Masuku, 2011). Hal positif yang dihasilkan 
yakni petani yang memiliki orientasi ekonomi melihat 
pertanian sebagai sarana memperoleh pendapatan dan 
semua keputusan didasarkan ekonomi (Reimer, 
Thompson, & Prokopy, 2012). 

Beberapa fakta menunjukkan kekhawatiran 
terjadinya kerusakan lahan dan lingkungan pertanian 
yang berdampak pada ketidakberlanjutan produksi 
pertanian dikemukakan banyak kalangan. Upaya 
pengurangan bahan kimia dilakukan, agar dapat 
menjaga kondisi lingkungan pertanian tetap baik, 
karena selain menambah biaya produksi, penggunaan 
bahan kimia berlebihan mengakibatkan kerugian bagi 
kelestarian lahan dan lingkungan (Las, Subagyono, & 
Setiyanto, 2006) serta membahayakan kesehatan 
petani (Raza et al., 2019). Petani tebu sering 
menggunakan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan 
insektisida untuk meningkatkan produksi, sedangkan 
dampak negatif yang ditimbulkan berupa resistensi 
hama dan pencemaran lingkungan bertambah seiring 
penggunaan bahan–bahan tersebut secara berlebihan 
(Singh, Singh, Anwar, & Solomon, 2011). Oleh 
karena itu peningkatan produksi pertanian harus 
tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam 

dan lingkungan. Usahatani tebu tidak memerlukan 
bahan kimia berlebihan, namun sering ditemukan 
praktik penggunaan bahan kimia secara berlebih 
dengan alasan peningkatan produksi. Kurangnya 
lembaga untuk mengawasi penggunaan bahan kimia 
secara aman tanpa membahayakan kesehatan dan 
mencemari lingkungan saat ini menjadi permasalahan 
yang perlu dipertimbangkan (Butler-Dawson et al., 
2018) 

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, 
produktivitas usahatani tebu dipengaruhi berbagai 
macam faktor input yaitu varietas, pestisida, tebang 
muat angkut, dan tenaga kerja manusia karena 
masing-masing faktor memiliki pengaruh (Reza, Riazi, 
& Khan, 2016). Pemupukan dengan dosis yang sesuai 
dan diberikan pada tanaman di waktu yang tepat 
dapat meningkatkan produktivitas tebu (Mastur, 
Syafaruddin, & Syakir, 2015). Penambahan 
pemberian insektisida diharapkan dapat mengurangi 
resiko-resiko dalam upaya peningkatan produktivitas 
tebu (Upreti & Singh, 2017). Selain itu perbaikan 
kondisi lahan dan proses pemanenan juga 
mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas 
usahatani tebu mengingat lahan harus tetap terjaga 
kandungan unsurhara untuk mendapatkan hasil yang 
baik (Cholid, 2013; Hakim, 2010) 

Penelitian lain mengenai rendemen telah 
dilakukan beberapa peneliti di Indonesia. Beberapa 
penyebab rendahnya hasil rendemen tebu rakyat 
sangat kompleks mulai dari proses budidaya sampai 
pengangkutan. Pemilihan bibit yang baik yang sesuai 
dengan kondisi lahan akan berpengaruh terhadap 
rendemen yang dihasilkan, pemberian pestisida dapat 
mengurangi serangan hama dan penyakit pada tebu 
serta penggunaan tenaga kerja yang cukup serta 
terampil berdampak baik tehadap rendemen yang 
dihasilkan (Mazwan & Masyhuri, 2019; Sutrisno, 
2009). Untuk proses pemanenan tebu disarankan saat 
musim kering supaya kandungan air batang tebu 
menurun dan prinsip yang digunakan untuk panen 
tebu adalah MBS (Manis, Bersih dan Segar dan proses 
tebang angkut harus dilakukan dengan baik agar 
kotoran yang terangkut tidak melebihi batas maksimal 
(Apriawan, Irham, & Mulyo, 2015). 



 

164 
AGRARIS: Journal of Agribusiness 

and Rural Development Research 

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan 
belum ada yang mengaitkan produktivitas dan 
rendemen tebu dengan orientasi ekonomi serta 
kesadaran lingkungan. Orientasi ekonomi dapat 
dikatakan sebagai tujuan dan pandangan petani dalam 
melakukan usahatani khususnya dalam hal 
pendapatan, sedangkan kesadaran lingkungan 
diperlukan untuk menjaga lahan pertanian supaya 
memberikan produksi secara berkelanjutan dengan 
tetap menjaga kondisi dan kelestarian lahan.  
Sementara itu tanaman perkebunan lain seperti 
kelapa sawit sudah mengkaitkan faktor orientasi 
ekonomi dan kesadaran lingkungan terhadap hasil 
produksi dan memiliki pengaruh yang positif. 
Keberadaan faktor orientasi ekonomi dan kesadaran 
lingkungan diharapkan dapat meningkatkan 
pendapatan petani serta tetap menjaga kelestarian 
lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk 
mengetahui tingkat orientasi ekonomi dan kesadaran 
lingkungan petani dan (2) untuk mengetahui apakah 
orientasi ekonomi dan kesadaran lingkungan 
mempengaruhi produktivitas serta rendemen tebu 
rakyat Pabrik Gula Wonolangan. 

METODE PENELITIAN 

Penelitian dilaksanakan pada petani mitra 
Pabrik Gula Wonolangan dengan pertimbangan 
Pabrik Gula Wonolangan menjadi salah satu dari 
enam pabrik gula PTPN XI yang diupayakan dapat 
meningkatkan kapasitas produksi. Peningkatan 
kapasitas produksi memerlukan bahan baku tebu 
banyak dari petani. Metode pengambilan sampel 
petani tebu yang digunakan adalah metode acak 
sedehana dengan jumlah sampel 102 petani dari 700 
petani data diambil dengan wawancara dengan 
panduan kuisioner. Pengukuran skala likert dan 
analisis regresi berganda dengan model produksi 
Cobb Douglas digunakan dalam penelitian ini. 
Pengukuran skor dengan skala likert digunakan untuk 
mengetahui tingkat orientasi ekonomi dan kesadaran 
lingkungan petani sedangkan analisis regresi berganda 
digunakan untuk menganalisis orientasi ekonomi dan 
kesadaran lingkungan dalam mempengaruhi 
produktivitas dan rendemen tebu rakyat di Pabrik 
Gula Wonolangan. 

PENGUKURAN ORIENTASI EKONOMI 
Tingkat orientasi ekonomi petani diukur 

menggunakan skala likert satu sampai lima dengan 
menggunakan kuisioner yang terdiri dari dua belas 
pernyataan dan dibagi men jadi empat indikator 
utama yaitu perencanaan keuntungan, penggunaan 
modal, perencanaan produksi dan perluasan lahan. 
Skor 1 jika petani sangat tidak setuju dengan 
pernyataan, skor 2 jika petani kurang setuju dengan 
pernyataan, skor 3 jika petani netral dengan 
pernyataan, skor 4 jika petani setuju dengan 
pernyataan dan skor 5 jika petani sangat setuju 
dengan pernyataan. Total skor dari semua pernyataan 
kemudian dijumlahkan dan dikategorikan menjadi 
tiga kategori orientasi ekonomi yaitu : kategori 
“rendah” dengan skor 12 sampai 27, kategori 
“sedang” dengan skor 28 sampai 44 dan kategori 
“tinggi” dengan skor 45 sampai 60. 

PENGUKURAN KESADARAN LINGKUNGAN 
Pengukuran tingkat kesadaran lingkungan 

juga diukur menggunakan skala likert satu sampai 
lima dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari 
empat belas pernyataan dan dibagi menjadi empat 
indikator utama yaitu penggunaan pupuk kimia, 
penggunaan pestisida dan herbisida kimia, 
keselamatan tenaga kerja dan kerusakan tanah. Skor 1 
jika petani sangat tidak setuju dengan pernyataan, 
skor 2 jika petani kurang setuju dengan pernyataan, 
skor 3 jika petani netral dengan pernyataan, skor 4 
jika petani setuju dengan pernyataan dan skor 5 jika 
petani sangat setuju dengan pernyataan. Total skor 
dari semua pernyataan kemudian dijumlahkan dan 
dikategorikan menjadi tiga kategori kesadaran 
lingkungan yaitu : kategori “rendah” dengan skor 14 
sampai 33, kategori “sedang” dengan skor 34 sampai 
52 dan kategori “tinggi” dengan skor 53 sampai 70. 

PENGARUH ORIENTASI EKONOMI DAN 
KESADARAN LINGKUNGAN TERHADAP 
PRODUKTIVITAS 

Pengaruh orientasi ekonomi dan kesadaran 
lingkungan terhadap produktivitas dianalisis dengan 
regresi berganda menggunakan model fungsi produksi 
Cobb Douglas sebagai berikut : 



 
 

 

165 
Vol.5 No.2 Juli-Desember 2019 

Y = aX1b1X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 D1b6 D2b7 D3b8 D4b9e 
Kemudian dilinierkan menjadi : 
LnY = Ln a + b1 Ln X1+ b2 Ln X2+ b3 Ln X3 + b4 Ln X4 
+ b5 Ln X5  + b6D1 + b7D2 + b8D3 + b9D4 + e 
 
Y  = Produktivitas (kuintal/ha)  
A = Konstanta 
b1 – b9  = Koefisien regresi 
x1 = Skor orientasi ekonomi (12-60) 
x2 = Skor kesadaran lingkungan (14-70) 
x3 = Jumlah pupuk ZA (kg/ha) 
x4 = Jumlah pupuk phonska (kg/ha) 
x5 = Jumlah tenaga kerja (HKO) 
D1  = Dummy keprasan (1= ≤ 3 keprasan, 0= >3 

keprasan) 
D2 = Dummy varietas (1= bulu lawang), 0 = 

lainnya) 
D3 = Dummy lahan sewa (1= lahan sewa , 0 = 

lainnya) 
D4 = Dummy lahan sendiri (1= lahan sendiri, 0 = 

lainnya) 
e = Standar Eror 

PENGARUH ORIENTASI EKONOMI DAN 
KESADARAN LINGKUNGAN TERHADAP 
RENDEMEN 

Pengaruh orientasi ekonomi dan kesadaran 
lingkungan terhadap rendemen dianalisis dengan 
regresi berganda menggunakan model fungsi produksi 
Cobb Douglas sebagai berikut : 
Y = aX1b1X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 D1b7 D2b8 D3b9 
D4b10e 
Kemudian dilinierkan menjadi : 
LnY = Ln a + b1 Ln X1+ b2 Ln X2+ b3 Ln X3 + b4 Ln X4 
+ b5 Ln X5 + b6 Ln X6 + b7D1 + b8D2 + b9D3 + b10D4 + e 
 
Y  = Rendemen (%) 
A = Konstanta 
b1–b10 = Koefisien regresi 
x1 = Skor orientasi ekonomi (12-60) 
x2 = Skor kesadaran lingkungan (14-70) 
x3 = Jumlah pupuk ZA (kg/ha) 
x4 = Jumlah pupuk phonska (kg/ha) 
x5 = Jumlah tenaga kerja (HKO) 
x6 = Jarak lahan ke PG (km) 
D1  = Dummy keprasan (1= ≤ 3 keprasan, 0 = >3 

keprasan) 
D2 = Dummy varietas (1= bulu lawang) 0 = 

lainnya) 

D3 = Dummy lahan sewa (1= lahan sewa , 0 = 
lainnya) 

D4 = Dummy lahan sendiri (1= lahan sendiri, 0 = 
lainnya) 

e = Standar Eror 
Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, 

terlebih dahulu harus dilakukan uji asumsi klasik. Uji 
asumsi klasik yang digunakan diantaranya normalitas, 
multikolinearitas dan heteroskedasitas. Pengujian 
parameter yang digunakan adalah statistik uji F untuk 
uji secara serempak, adjusted R2 untuk mengetahui 
jumlah bagian dari variasi total yang dapat 
diterangkan oleh model, dan uji t untuk uji secara 
parsial. 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Tabel 1 menggambarkan kondisi usahatani 
tebu petani mitra Pabrik Gula Wonolangan. Dilihat 
dari nilai rata-rata produktivitas dan rendemen 
terakhir yang diperoleh, nilai tersebut berada lebih 
tinggi dari pada rata-rata produktivitas dan rendemen 
seluruh pabrik gula PTPN XI. Salah satu upaya petani 
untuk meningkatan produktivitas dan rendemen 
dengan menggunakan pupuk ZA dan phonska, tetapi 
ada sedikit petani yang tidak menggunakan pupuk 
phonska karena harganya yang tinggi. Sedangkan 
penggunaan tenaga kerja pada umumnya memerlukan 
jumlah yang besar pada saat tebang muat angkut. 
Rata-rata lokasi lahan petani mitra berada di 
Kabupaten Lumajang yang berbeda kabupaten dengan 
Pabrik Gula Wonolangan sehingga jarak lahan yang 
ditempuh relatif jauh.  

TABEL 1. KONDISI USAHATANI TEBU PETANI 
Keterangan Satuan Minimum Maksimum Rata-rata 

Produktivitas Kuintal/ha 550 950 760 
Rendemen Persen 6,5 9,2 8 
Pupuk Za Kg/ha 100 700 350 
Pupuk Phonska Kg/ha 0 350 160 
Jumlah Tenaga Kerja HOK 62 122 83 
Jarak Lahan Ke PG Km 19 45 30 

Sumber : Data Primer, 2019 (Diolah) 

Usahatani tebu petani mayoritas sudah 
mengalami keprasan lebih dari standar yaitu lebih dari 
tiga keprasan, penggunaan varietas di dominasi bulu 
lawang dengan persentase 92% dan hanya sedikit 



 

166 
AGRARIS: Journal of Agribusiness 

and Rural Development Research 

petani yang tidak memili lahan sewa dengan 
persentase 27%. 

TINGKAT ORIENTASI EKONOMI DAN 
KESADARAN LINGKUNGAN 

Tingkat orientasi ekonomi dan kesadaran 
lingkungan dibagi menjadi tiga kategori yaitu tinggi, 
sedang, dan rendah. Pada Tabel 2, mayoritas orientasi 
ekonomi petani berada pada kategori tinggi. Petani 
dikatakan termasuk dalam orientasi ekonomi kategori 
tinggi ketika mempunyai perencanaan keuntungan 
yang akan didapat dalam usahatani dan dilihat dari 
penggunaan modal yang digunakan serta luas lahan 
untuk usahatani tebu. Selanjutnya orientasi ekonomi 
kategori sedang menunjukkan petani yang umumnya 
masih kekurangan modal dan kurangnya pengetahuan 
bisnis mengenai usahatani tebu. Ketersediaan modal 
yang terdapat dalam ketiga kategori tersebut berkaitan 
dengan pembelian input-input produksi dan biaya 
tenaga kerja (Owino et al., 2018). Berdasarkan 
informasi dilapangan, mayoritas petani dengan 
orientasi ekonomi tinggi berpendapat bahwa, 
usahatani tebu memberikan keuntungan yang tinggi 
sehingga bersedia untuk mengeluarkankan modal 
yang besar dan berupaya memperluas usahatani tebu 
agar mendapatkan keuntungan yang lebih baik. 

TABEL 2. TINGKAT ORIENTASI EKONOMI DAN KESADARAN LINGKUNGAN 
PETANI DALAM USAHATANI TEBU 

Orientasi Ekonomi Persentase (%) Kesadaran Lingkungan Persentase (%) 

Rendah 0,00 Rendah 0,98 
Sedang 34,31 Sedang 49,02 
Tinggi 65,69 Tinggi 50,00 

Total 100  100 

Sumber: Data Primer, 2019 (Diolah) 

Hasil yang sama menunjukkan mayoritas 
petani juga memiliki kesadaran lingkungan yang tinggi 
(Tabel 2). Fakta dilapangan menunjukkan adanya 
pengurangan penggunaan bahan-bahan kimia 
pestisida dan herbisida yang dilakukan oleh petani. 
Pengurangan bahan-bahan kimia yang dilakukan 
petani bertujuan menjaga kesuburan tanah dan 
menjaga lingkungan. Menurut petani, lahan yang 
diberikan bahan kimia secara terus-menerus dapat 
mengakibatkan produksi usahatani tebu menurun dan 
mengurangi keuntungan. Penggunaan bahan kimia 
dalam jangka waktu lama dapat memberikan dampak 
buruk bagi usahatani yang dilakukan petani (Raza et 

al., 2019). Petani dengan kategori rendah dan sedang 
umumnya melakukan usahatani tebu dilahan sewa 
sehingga tidak terlalu mementingkan akibat yang 
terjadi pada lahan jika menggunakan bahan-bahan 
kimia secara berlebih dan dalam jangka waktu yang 
lama. Petani dengan kategori rendah dan sedang 
hanya bertujuan memaksimalkan produksi tanpa 
memperhatikan akibat yang terjadi pada lingkungan, 
oleh karena itu petani dalam kategori tersebut perlu 
mendapatkan penyuluhan supaya mengerti 
pentingnya kesadaran terhadap lingkungan dalam 
menjalankan kegiatan usahatani. 

PENGARUH ORIENTASI EKONOMI DAN 
KESADARAN LINGKUNGAN TERHADAP 
PRODUKTIVITAS 

Pengujian normalitas data dilakukan dengan 
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test didapatkan 
hasil signifikansi ≥ α, maka data tersebut berdistribusi 
normal. Nilai VIF semua variabel dibawah 10 dan 
nilai tolerance lebih besar dari 0,1 hal ini 
menunjukkan model terbebas multikolinearitas. Nilai 
chi-square hitung ≤ chi-square tabel menunjukkan 
data terbebas dari gangguan heteroskedasitas. 

Hasil analisis regresi berganda (tabel 3) 
menunjukkan uji F signifikan dengan F hitung 12,156 
yang berarti variabel terikat yaitu produktivitas tebu 
rakyat secara bersama-sama dipengaruhi oleh variabel 
bebasnya. Nilai adjusted R2 sebesar 0,436, 
menunjukkan sebesar 43,6% faktor-faktor yang 
mempengaruhi produktivitas dapat dijelaskan oleh 
variabel bebas di dalam model, sedangkan 56,4% 
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada pada 
model. Variabel lain yang mempengaruhi 
produktivitas yaitu insektisida, ketersediaan air dan 
sinar matahari (Tando, 2017; Upreti & Singh, 2017). 

Berdasarkan nilai koefisien diketahui 
orientasi ekonomi berpengaruh langsung dan positif 
terhadap produktivitas yang berarti setiap orientasi 
ekonomi meningkat 1% produktivitas meningkat 
0,193%. Mayoritas petani berada dikategori orientasi 
ekonomi tinggi, hal ini ditunjukkan dengan proses 
perencanaan dalam usahatani tebu. Untuk 
mendapatkan produktivitas tebu yang baik, petani 
berusaha semaksimal untuk melakukan perencanaan-
perencanaan yang terkait dengan penghitungan modal 



 
 

 

167 
Vol.5 No.2 Juli-Desember 2019 

yang digunakan, biaya yang dikeluarkan dan 
pendapatan yang diterima setelah tebu digiling.  

TABEL 3. HASIL ESTIMASI PENGARUH ORIENTASI EKONOMI DAN 
KESADARAN LINGKUNGAN TERHADAP PRODUKTIVITAS 

Variabel 
Koefisien 
Regresi 

t-hitung Sig 

Constanta 
Ln_Orientasi Ekonomi 
Ln_Kesadaran Lingkungan 
Ln_Pupuk ZA 
Ln_Pupuk Phonska 
Ln_Jumlah Tenaga Kerja 
Dummy Keprasan 
Dummy Varietas 
Dummy Lahan Sewa 
Dummy Lahan Sendiri 

4,256 *** 
0,193  ** 
0,144  ** 
0,046  ** 
0,020  ** 
0,180*** 
0,026   ns 

-0,060 ** 
0,040 ** 

-0,028 ** 

10,383 
2,025 
2,344 
2,571 
2,559 
2,826 
1,165 

-2,139 
2,302 
1,012 

0,000 
0,046 
0,021 
0,012 
0,012 
0,006 
0,247 
0,035 
0,040 
0,036 

Adjusted R2 0,436   

F hitung 12,156***   

Sumber: Data Primer, 2019 (Diolah) 
Keterangan : 
*** = Signifikan α = 1% 
**  = Signifikan α = 5% 
ns  = Tidak signifikan 

Petani bersedia menambah modal dan 
memperluas lahan mereka karena yakin usahatani 
tebu jika dilakukan dengan perencanaan usaha yang 
baik dapat memperoleh pendapatan yang tinggi. 
Penggunaan modal tinggi pada usahatani tebu 
berpotensi untuk meperoleh pendapatan yang lebih 
besar jika dibandingkan dengan penggunaan modal 
rendah (Owino et al., 2018).  

Kesadaran lingkungan berpengaruh terhadap 
produktivitas, artinya setiap kesadaran lingkungan 
mengalami peningkatan 1% produktivitas 
meningkatkan 0,144% Kerusakan lingkungan dapat 
terjadi karena penggunaan bahan kimia yang melebihi 
dosis sehingga memberikan efek buruk dan merusak 
lahan pertanian. Mayoritas petani sudah memahami 
pemberian bahan kimia secara besar tidak dapat 
memberikan produksi yang baik tetapi merusak tebu 
dan lingkungan. Akibat yang ditimbulkan dari 
penggunaan bahan kimia dalam jangka waktu lama 
mengakibatkan menurunnya kesuburan tanah (Rivai 
& Anugrah, 2011). Efek dari menurunnya kesuburan 
tanah berdampak pada rendahnya produktivitas tebu 
yang dihasilkan. Berbagai upaya sudah mulai 
dilakukan seperti pengurangan bahan kimia pestisida 
dan herbisida, tetapi untuk penggunaan pupuk kimia 
masih tetap digunakan pada dosis yang dianjurkan. 

Pupuk ZA berpengaruh dan bernilai positif 
sebesar 0,046, produktivitas dapat meningkat 0,046% 
dengan penambahan pupuk ZA 1%. Pupuk ZA 
diberikan pada tebu sesuai dengan dosis yang tepat, 
waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat supaya 
tidak merusak tebu. Pemberian pupuk ZA yang 
didalamnya terkandung unsur N pada dosis tepat 
dapat meningkatkan produktivitas tebu (Mastur et al., 
2015). Pemberian pupuk ZA sangat dianjurkan untuk 
menghasilkan tebu berkualitas karena mengandung 
unsur N yang dibutuhkan dalam usahatani tebu. Rata-
rata pemberian pupuk ZA sebesar 350 kg/hektar. 
Kekurangan unsur N dapat menyebabkan 
perkembangan batang tebu terganggu sehingga dapat 
menurunkan produktivitas tebu. 

Pengaruh pupuk phonska pada produktivitas 
sebesar 0,020, kenaikan penggunaan pupuk phonska 
1% dapat meningkatkan produktivitas 0,020%. 
Penggunaan pupuk dalam usahatani tebu diantaranya 
pupuk phonska dan pupuk ZA dilakukan sesuai 
aturan dan tidak melebihi dosis pemakaian. 
Pemberian pupuk phonska dapat meningkatkan 
produksi usahatani tebu karena memiliki kandungan 
unsur pelengkap yang tidak ada dalam pupuk ZA 
(Zaky, Pambudy, & Harianto, 2019). Pupuk phonska 
dikenal mengandung tiga unsur makro yang 
dibutuhkan oleh tebu dan rata-rata petani yang 
menggunakan pupuk phonska tidak pernah 
melakukan bongkar ratoon, sehingga dalam upaya 
memaksimalkan produktivitas tebu petani 
memberikan tambahan pupuk phonska. 
Perbandingan penggunaan pupuk phonska dengan 
pupuk ZA yaitu satu banding dua, karena harga 
pupuk phonska lebih mahal dari pada pupuk ZA.  

Koefisien regresi tenaga kerja menunjukkan 
besarnya produktivitas tebu dipengaruhi oleh 
penggunaan tenaga kerja. Penambahan tenaga kerja 
sebesar 1% meningkatkan produktivitas 0,180%. 
Produktivitas tebu identik dengan jumlah tenaga kerja 
yang dipekerjakan. Petani yang memiliki produktivitas 
diatas rata-rata umumnya menggunakan tenaga kerja 
lebih banyak dikarenakan setiap proses perawatan 
usahatani tebu membutuhkan tenaga yang banyak. 
Tenaga kerja tidak hanya dilihat dari jumlah tetapi 
dilihat dari kualitas pekerja. Pada proses tebang muat 



 

168 
AGRARIS: Journal of Agribusiness 

and Rural Development Research 

angkut kualitas dan kuantitas tenaga kerja sangat 
dibutuhkan agar produktivitas tebu dapat maksimal. 
Tenaga kerja pada lahan tegalan dapat mempengaruhi 
produksi tebu dikarenakan dalam proses panen 
membutuhkan tenaga kerja cukup besar, tetapi masih 
mengalami kesulitan untuk memenuhinya (Zainuddin 
& Wibowo, 2018). 

Jumlah keprasan tidak mempengaruhi 
produktivitas tebu dengan koefisien regresi sebesar 
0,026 sehingga tidak ada perbedaan produktivitas 
tebu petani yang sudah melakukan keprasan ≥ 3 dan 
yang kurang dari 3 kali keprasan. Hal ini dikarenakan 
petani rutin memberikan pupuk yang dapat memacu 
pertumbuhan tebu sehingga dapat menghasilkan 
produktivitas baik.  

Dummy varietas memiliki pengaruh terhadap 
produktivitas tebu yang berarti ada perbedaan 
produktivitas tebu antara petani yang menggunakan 
varietas lainnya dengan petani yang menggunakan 
varietas bulu lawang. Koefisien regresi sebesar -0,06 
menunjukkan produktivitas tebu petani yang 
menggunakan varietas bulu lawang 0,06% lebih 
rendah dari produktivitas tebu petani yang 
menggunakan varietas selain bulu lawang.  Tingginya 
produktivitas tebu yang menggunakan varietas selain 
bulu lawang dikarenakan varietas PS 862 dan PS 864 
termasuk varietas unggul. Namun dilapangan petani 
lebih memilih varietas bulu lawang dari pada PS 862 
dan 864 dikarenakan petani tidak berani untuk 
mengambil risiko gagal panen apabila menggunakan 
varietas yang berbeda dari petani lainnya. Petani 
cenderung mengikuti petani lainnya dalam 
penggunaan varietas agar hasil yang didapat tidak jauh 
berbeda (Mazwan & Masyhuri, 2019).  

Penggunaan lahan sewa memiliki pengaruh 
pada produktivitas tebu yang berarti terdapat 
perbedaan produktivitas antara petani yang 
berusahatani dilahan lainnya dengan petani yang 
melakukan sewa. Koefisien regresi sebesar 0,040 
menunjukkan produktivitas tebu petani pengguna 
lahan sewa 0,04% lebih besar dari produktivitas tebu 
petani lahan lainnya. Terjadinya perbedaan 
produktivitas dikarenakan petani yang menggunakan 
lahan sewa memiliki perencanaan usahatani yang baik 
dan memiliki modal besar untuk berusahatani tebu. 

Penggunaan modal yang besar untuk persiapan lahan, 
penyiangan dan penanaman supaya produktivitas tebu 
dapat meningkat (Owino et al., 2018).  

Dummy lahan sendiri berpengaruh terhadap 
produktivitas tebu dengan koefisien regresi sebesar -
0,028 yang artinya produktivitas tebu petani yang 
berusahatani dilahan lainnya dengan produktivitas 
tebu petani yang memiliki lahan sendiri berbeda. 
Produktivitas tebu lahan sendiri 0,028% lebih rendah 
dari produktivitas tebu lahan lainnya. Petani yang 
memiliki lahan sendiri umumnya mengalami 
kekurangan modal untuk pembelian input produksi 
usahatani tebu sehingga penggunaan input produksi 
tidak maksimal. Sedangkan petani yang melakukan 
sewa memiliki modal cukup dan berupaya untuk 
memaksimalkan produktivitas (Reimer et al., 2012). 

PENGARUH ORIENTASI EKONOMI DAN 
KESADARAN LINGKUNGAN TERHADAP 
RENDEMEN 

Pengujian normalitas data dilakukan dengan 
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test didapatkan 
hasil signifikansi ≥ α, maka data tersebut berdistribusi 
normal. Nilai VIF semua variabel dibawah 10 dan 
nilai tolerance lebih besar dari 0,1 hal ini 
menunjukkan model terbebas multikolinearitas. Nilai 
chi-square hitung ≤ chi-square tabel menunjukkan 
data terbebas dari gangguan heteroskedasitas.  

TABEL 4. HASIL ESTIMASI PENGARUH ORIENTASI EKONOMI DAN 
KESADARAN LINGKUNGAN TERHADAP RENDEMEN 

Variabel 
Koefisien 
Regresi 

t-hitung Sig 

Constanta 
Ln_Orientasi Ekonomi 
Ln_Kesadaran Lingkungan 
Ln_Pupuk ZA 
Ln_Pupuk Phonska 
Ln_Jumlah Tenaga Kerja 
Ln_Jarak Lahan Ke PG 
Dummy Keprasan 
Dummy Varietas 
Dummy Lahan Sewa 
Dummy Lahan Sendiri 

0,840  ** 
0,144  ** 
0,086  ** 
0,036*** 

-0,001   ns 
0,109*** 
-0,099 ** 
0,007   ns 

-0,003   ns 

0,032 ** 
0,019  ns 

2,397 
2,226 
2,114 
2,977 

-0,228 
2,586 

-2,264 
0,488 

-0,160 
2,465 
0,172 

0,019 
0,028 
0,037 
0,004 
0,820 
0,011 
0,002 
0,626 
0,873 
0,031 
0,542 

Adjusted R2 0,452   

F hitung 11,394***   

Sumber: Analisis Data Primer, 2019 
Keterangan : 
*** = Signifikan α = 1% 
**  = Signifikan α = 5% 
ns  = Tidak signifikan 



 
 

 

169 
Vol.5 No.2 Juli-Desember 2019 

Hasil analisis regresi berganda (tabel 4) 
menunjukkan uji F signifikan dengan F hitung 
11,394, berarti variabel terikat yaitu rendemen tebu 
secara bersama-sama dipengaruhi oleh variabel 

bebasnya. Nilai Adjusted R2 sebesar 0,452, 
menunjukkan sebesar 45,2% faktor-faktor yang 
mempengaruhi rendemen dijelaskan oleh variabel 
bebas di dalam model, sedangkan 54,8% dijelaskan 
variabel lain yang tidak ada pada model. Variabel lain 
yang mempengaruhi rendemen diantaranya waktu 
tebang, curah hujan, sinar matahari, kotoran yang 
terangkut, penyiangan, serangan hama penyakit dan 
waktu tanam (Mairiyansyah, 2018; Putra, 2012).  

Orientasi ekonomi berpengaruh terhadap 
rendemen tebu. Orientasi ekonomi ditingkatkan 
menjadi lebih baik dapat mewujudkan tingginya 
rendemen. Artinya setiap orientasi ekonomi 
ditingkatkan 1% rendemen meningkatkan 0,144%. 
Petani yang dimaksud sudah memiliki orientasi 
ekonomi dalam hal ini telah memperhitungkan biaya-
biaya dan aspek ekonomi dalam usahatani tebu. 
Usahatani tebu saat ini sudah memasuki dunia bisnis 
sehingga peran ekonomi sangat besar untuk 
pengambilan keputusan (Reimer et al., 2012). Petani 
bersedia menambah modal dan memperluas lahan 
garapan usahatani tebu karena yakin usahatani tebu 
dapat memberikan keuntungan tinggi selain itu upaya 
untuk memproduksi tebu semaksimal mungkin dapat 
dilakukan dengan cara memaksimalkan proses-proses 
perawatan supaya produksi tebu yang baik dapat 
tercapai karena dapat mempengaruhi pendapatan 
petani.  

Upaya yang dapat dilakukan untuk 
meningkatkan rendemen salah satunya dengan 
meningkatkan kesadaran lingkungan. Kesadaran 
lingkungan berpengaruh positif terhadap rendemen 
tebu. Artinya kesadaran terhadap lingkungan 
meningkat 1% rendemen meningkatkan 0,086%. 
Kesadaran lingkungan yang dimiliki petani tergolong 
tinggi dikarenakan petani sudah mengetahui bahaya 
penggunaan bahan kimia yang berlebih terhadap 
usahatani tebu dapat mengakibatkan rendemen tebu 
yang dihasilkan tidak maksimal. Selain itu 
penggunaan bahan kimia dapat menambah biaya 

oprasional, membahayakan kesehatan petani dan 
membunuh musuh alami (Raza et al., 2019). 

Penambahan pupuk ZA 1% dapat 
meningkatkan rendemen dengan tambahan 0,036% 
karena pupuk ZA memiliki pengaruh positif terhadap 
rendemen tebu petani. Pemberian pupuk ZA dapat 
mempengaruhi produksi tebu mengingat usahatani 
tebu memerlukan unsurhara makro yang terkandung 
pada pupuk ZA (Rohmah, Suryantini, & Hartono, 
2016). Petani menggunakan pupuk ZA dengan rata-
rata 350 kg/hektar. Penggunaan pupuk ZA dilakukan 
oleh petani setiap tahun karena berdasarkan 
pengalaman dan kondisi lahan yang ada pemberian 
pupuk ZA dapat meningkatkan rendemen tebu 
mengingat usahatani tebu memerlukan unsurhara 
yang tinggi diantaranya unsur nitrogen (N) yang dapat 
diperoleh dari pupuk ZA.  

Pupuk phonska memiliki koefisien regresi 
sebesar -0,001 dan nilai signifikan ≥ 5%. Hasil ini 
menunjukkan bahwa pupuk phonska tidak 
mempengaruhi rendemen tebu petani, dikarenakan 
untuk memenuhi kebutuhan unsurhara tebu dalam 
upaya meningkatkan rendemen, petani telah 
memaksimalkan pemberian pupuk ZA mengingat 
harga pupuk phonska tinggi. Hal ini tidak sejalan 
dengan hasil penelitian bahwa pemberian pupuk 
phonska dapat mempengaruhi produksi dalam hal ini 
rendemen tebu karena dengan penambahan phonska 
unsurhara pada usahatani tebu akan  semakin baik  
(Zaky et al., 2019). 

Tenaga kerja memiliki pengaruh positif 
terhadap rendemen tebu. Penambahan tenaga kerja 
1% dapat meningkatkan rendemen tebu dengan 
tambahan sebesar 0,109%. Tenaga kerja pada 
usahatani tebu berpengaruh terhadap produksi tebu 
dalam hal ini rendemen, penggunaan tenaga kerja 
dengan rata-rata terbesar pada proses panen 
mengingat proses panen harus segera diselesaikan agar 
rendemen tidak turun (Mazwan & Masyhuri, 2019). 
Tenaga kerja dibutuhkan dalam jumlah besar 
dikarenakan usahatani tebu memerlukan berbagai 
perawatan, biasanya penggunaan tenaga kerja dengan 
sistem borongan karena dianggap tidak terlalu 
merepotkan petani untuk mencari tenaga-tenaga 
untuk dipekerjakan. Jumlah tenaga kerja yang 



 

170 
AGRARIS: Journal of Agribusiness 

and Rural Development Research 

diperlukan dipengaruhi oleh frekuensi dalam 
perawatan usahatani tebu, sehingga frekuensi 
perawatan yang dilakukan semakin banyak tenaga 
kerja yang dibutuhkan akan bertambah. Selain itu 
proses klentek dan tebang angkut berkontribusi besar 
pada penggunaan tenaga kerja karena proses tersebut 
membutuhkan waktu pengerjaan lama dan 
membutuhkan beberapa hari pengerjaan.  

Jarak lahan ke pabrik gula ikut menentukan 
rendemen dalam usahatani tebu deengan koefisien 
regresi sebesar -0,099. Hal ini mengindikasikan jika 
terjadi peningkatan 1% pada jarak lahan ke pabrik 
gula dapat menurunkan rendemen tebu sebesar 
0,099%. Rendemen dapat turun bila jarak waktu 
antara tebu ditebang sampai tebu digiling lebih dari 
24 jam (Manalu, 2006). Rata-rata jarak lahan petani ke 
Pabrik Gula Wonolangan 30 kilometer dan pada 
musim giling umumnya tidak ada tebu petani yang 
tidak digiling pada hari yang sama. Hal yang 
membedakan terdapat pada lokasi lahan, semakin 
jauh lahan dari pabrik mengakibatkan waktu yang 
lebih untuk sampai digiling dan cenderung 
menurunkan rendemen, penurunan rendemen tidak 
terlalu jauh karena tebu tetap digiling pada hari yang 
sama. 

Jumlah keprasan tidak mempengaruhi 
rendemen tebu dengan koefisien regresi -0,007.  
Artinya tidak ada perbedaan rendemen antara petani 
yang sudah melakukan keprasan ≥ 3 dan yang kurang 
dari 3 keprasan. Petani beranggapan jika usahatani 
tebu masih tetap menghasilkan meskipun sudah 
mengalami keprasan lebih dari 3. Pengetahuan petani 
dalam manajemen ratoon tebu masih tergolong 
kurang baik yang mengakibatkan banyak petani tidak 
memperhatikan keprasan yang sudah dilakukan. 
Kurangnya pengetahuan petani diakibatkan karena 
hasil yang didapatkan dari usahatani tebu keprasan 
lebih dari 3 tidak jauh berbeda dengan yang belum 
mengalami keprasan lebih dari 3 (Patel & Vejapara, 
2016). 

Rendemen tidak dipengaruhi oleh varietas 
yang digunakan sehingga tidak ada perbedaan 
rendemen antara petani yang menggunakan varietas 
bulu lawang dan yang menggunakan varietas lainnya. 
Tidak adanya perbedaan rendemen terjadi karena 

dalam proses usahatani tebu, perlakuan yang 
diberikan pada setiap varietas umumnya sama dengan 
varietas lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian 
yang menyatakan bahwa rendemen usahatani tebu 
dapat dipengaruhi oleh varietas yang digunakan 
karena varietas yang digunakan dilahan yang sesuai 
dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan 
rendemen tinggi (Gulati et al., 2015).  

Dummy lahan sewa mampu meningkatkan 
rendemen tebu dengan peningkatan sebesar 0,032 
yang berarti terdapat perbedaan rendemen antara 
petani yang menggunakan lahan lainnya dengan 
petani yang menggunakan lahan sewa. Rendemen 
tebu petani lahan sewa 0,032% lebih tinggi dari 
rendemen petani lahan lainnya. Petani yang 
menggunakan lahan sewa mayoritas memiliki modal 
yang besar untuk usahatani tebu dan upaya 
peningkatan rendemen memerlukan modal yang 
besar, dengan modal yang besar hasil dari usahatani 
tebu dapat maksimal (Owino et al., 2018). 

Nilai koefisien dummy lahan sendiri sebesar 
0,019 tidak mempengaruhi rendemen tebu yang 
berarti tidak ada perbedaan rendemen antara petani 
yang berusahatani dilahan sendiri dengan petani 
petani dilahan lainnya. Hal ini terjadi karena lahan 
yang digunakan petani penyewa rata-rata masih dalam 
kondisi baik dan tidak tercemar bahan kimia sehingga 
rendemen yang dihasilakan sama dengan rendemen di 
lahan milik sendiri. Penggunaan bahan kimia dapat 
mengakibatkan kerusakan lahan dan menghambat 
pertumbuhan tebu (Las et al., 2006). 

KESIMPULAN 
Sebanyak 65,59% petani memiliki orientasi 

ekonomi tinggi dan 50% petani memiliki kesadaran 
terhadap lingkungan tinggi. Orientasi ekonomi, 
kesadaran lingkungan, pupuk Za, pupuk phonska, 
tenaga kerja, varietas, lahan sewa dapat meningkatkan 
produktivitas dan untuk lahan sendiri menurunkan 
produktivitas. Sedangkan orientasi ekonomi, 
kesadaran lingkungan, pupuk Za, tenaga kerja dan 
lahan sewa dapat meningkatkan rendemen tetapi 
untuk jarak lahan ke Pabrik Gula menurunkan 
rendemen. Upaya untuk meningkatkan produktivitas 
dan rendemen dapat dilakukan dengan cara 



 
 

 

171 
Vol.5 No.2 Juli-Desember 2019 

pemberian informasi dan pemahaman terkait 
pentingnya indikator-indikator pada orientasi 
ekonomi serta kesadaran lingkungan mengingat 
orientasi ekonomi dan kesadaran lingkungan 
berpengaruh positif terhadap produktivitas dan 
rendemen tebu. 

DAFTAR PUSTAKA 

Apriawan, D. C., Irham, I., & Mulyo, J. H. (2015). 
Analisis Produksi Tebu Dan Gula Di Pt. 
Perkebunan Nusantara Vii (Persero). Agro 
Ekonomi, 26(2), 159–167. https://doi.org/10 
.22146/agroekonomi.17268 

Butler-Dawson, J., Krisher, L., Asensio, C., Cruz, A., 
Tenney, L., Weitzenkamp, D., … Newman, L. 
S. (2018). Risk Factors for Declines in Kidney 
Function in Sugarcane Workers in 
Guatemala. Journal of Occupational and 
Environmental Medicine, 60(6), 548–558. 
https://doi.org/10.1097/JOM.000000000000
1284 

Cholid, M. (2013). Peningkatan Produktivitas dan 
Rendemen Tebu Melalui Pendekatan 
Hubungan Source-Sink. Info Teknologi 
Perkebunan, 5(12), 8–10. 

Gulati, J. M. L., Sunmarg, C., Kar, Behra, J., Jena, S. N., 
& Lenka, S. (2015). Effect of planting 
methods on growth pattern and productivity 
of sugarcane varieties. Indian Journal of 
Agricultural Research, 49(3), 222–228. https 
://doi.org/10.5958/0976-058X.2015.00034.7 

Hakim, M. (2010). Potensi Sumber Daya Lahan untuk 
Tanaman Tebu di Indonesia. Agrikultura, 
21(1), 5–12. https://doi.org/10.24198/agrik 
ultura.v21i1.967 

Las, I., Subagyono, K., & Setiyanto, A. P. (2006). ISU 
DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DALAM 
REVITALISASI PERTANIAN. Jurnal Penelitian 
Dan Pengembangan Pertanian, 25(3), 173–
193. 

Mairiyansyah. (2018). Peluang Peningkatan Produksi 
Gula dan Pendapatan Petani Melalui Program 
Konsolidasi Pengelolaan Tebu Rakyat (Irham, 
A. Nurhayati, M. Cholidi, & Daniyanto, Eds.). 
Yogyakarta: Phoenix. 

Manalu, L. (2006). Studi Kasus Penentuan Rendemen 
Tebu di Pabrik Gula BUMN. Jurnal Keteknikan 
Pertanian, 20(1), 1–8. 

Mastur, ., Syafaruddin, ., & Syakir, M. (2015). Peran 
dan Pengelolaan Hara Nitrogen pada 
Tanaman Tebu Untuk Peningkatan 
Produktivitas Tebu. Perspektif, 14(2), 73–86. 

https://doi.org/10.21082/p.v14n2.2015.73-
86 

Masuku, M. (2011). Determinants of sugarcane 
profitability: the case of smallholder cane 
growers in Swaziland. Asian Journal of 
Agricultural Sciences, 3(3), 210–214. 

Mayrowani, H. (2012). Pengembangan Pertanian 
Organik di Indonesia. Forum Penelitian Agro 
Ekonomi, 30(2), 91–108. https://doi.org/10. 
21082/fae.v30n2.2012.91-108 

Mazwan, M. Z., & Masyhuri, M. (2019). Alokasi 
Penggunaan Input Produksi Tebu Perkebunan 
Rakyat di Jawa Timur (Studi Kasus Petani 
Tebu Plasma PTPN XI). Jurnal Ekonomi 
Pertanian Dan Agribisnis, 3(1), 138–151. 
https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2019.003.0
1.14 

Owino, O. E., Odondo, A., & Nelson, O. (2018). Socio-
Economic Determinants of Sugarcane 
Production Among Small Scale Farmers in 
Nyando Sugarbelt of Kenya. EPRA 
International Journal of Economic and 
Business Review, 6(9), 37–46. 

Patel, S. ., & Vejapara, V. . (2016). Knowledge and 
adoption of recommended ratoon 
management practices by the sugarcane 
growers. Gujarat Journal Of Extension 
Education, 17(1), 77–78. https://doi.org/10. 
15740/has/au/11.4/446-448 

Putra, I. (2012). Faktor Yang Berpengaruh Terhadap 
Rendemen Tebu Studi Kasus Di Pabrik Gula 
Toelangan Sidoarjo Jawa Timur. Universitas 
Pembangunan Nasional. 

Raza, H. A., Amir, R. M., Idrees, M. A., Yasin, M., Yar, 
G., Farah, N., … Younus, M. N. (2019). 
Residual Impact Of Pesticides On 
Environment And Health Of Sugarcane 
Farmers In Punjab With Special Reference To 
Integrated Pest Management. Journal Global 
Innovation Agriculture Social Science, 7(2), 
79–84. 

Reimer, A. P., Thompson, A. W., & Prokopy, L. S. 
(2012). The multi-dimensional nature of 
environmental attitudes among farmers in 
Indiana: Implications for conservation 
adoption. Agriculture and Human Values, 
29(1), 29–40. https://doi.org/10.1007/s1046 
0-011-9308-z 

Reza, M. S., Riazi, M. H., & Khan, M. M. H. (2016). 
Productivity and Profitability of Sugarcane 
Production in Northern Bangladesh. Indian 
Journal of Commerce & Management 
Studies, 7(1), 0–9. 



 

172 
AGRARIS: Journal of Agribusiness 

and Rural Development Research 

Rivai, R. S., & Anugrah, I. S. (2011). Konsep dan 
Implementasi Pembangunan Pertanian 
Berkelanjutan di Indonesia. Forum Penelitian 
Agro Ekonomi, 29(1), 13–25. https://doi.org/ 
10.21082/fae.v29n1.2011.13-25 

Rohmah, W., Suryantini, A., & Hartono, S. (2016). 
Analisis Pendapatan Dan Tingkat 
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Tebu 
Tanam Dan Keprasan Di Kabupaten Bantul. 
Agro Ekonomi, 24(1). https://doi.org/10.22 
146/agroekonomi.17382 

Singh, J., Singh, R. D., Anwar, S. I., & Solomon, S. 
(2011). Alternative Sweeteners Production 
from Sugarcane in India: Lump Sugar 
(Jaggery). Sugar Tech, 13(4), 366–371. https: 
//doi.org/10.1007/s12355-011-0110-4 

Sutrisno, B. (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang 
Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Petani 
Tebu Pabrik Gula Mojo Sragen. Jurnal 
Ekonomi Manajemen Sumber Daya, 10(2), 
155–164. Retrieved from https://doaj.org/ar 
ticle/bbc89f78a02a403188cb93d4dfca1e17 

Tando, E. (2017). Peningkatan Produktivitas Tebu 
(Saccarum Officinarum l.) pada Lahan Kering 
Melalui Pemanfaatan Bahan Organik dan 
Bahan Pelembab Tanah Sintesis. Jurnal 
Biotropika, 5(3), 90–96. https://doi.org/10.21 
776/ub.biotropika.2017.005.03.6 

Upreti, P., & Singh, A. (2017). An Economic Analysis of 
Sugarcane Cultivation and its Productivity in 
Major Sugar Producing States of Uttar 
Pradesh and Maharashtra. Economic Affairs, 
62(4), 711–718. https://doi.org/10.5958/097 
6-4666.2017.00087.0 

Zainuddin, A., & Wibowo, R. (2018). Analisis Potensi 
Produksi Tebu dengan Pendekatan Fungsi 
Produksi Frontir di PT Perkebunan Nusantara 
X. Jurnal Pangan, 27(1), 33–42. 

Zaky, Y., Pambudy, R., & Harianto, H. (2019). Analisis 
Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra Dan 
Non Mitra Di Kabupaten Blora Jawa Tengah. 
Forum Agribisnis, 9(1), 85–106. https://doi. 
org/10.1017/CBO9781107415324.004