ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2018 Editorial Team Editor-In-Chief Imam Mujahid, IAIN Surakarta Editorial Board Kamaruzzaman bin Yusof, Universiti Teknologi Malaysia Waryono Abdul Ghafur, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Moch. Choirul Arif, UIN Sunan Ampel, Surabaya Imas Maesaroh, UIN Sunan Ampel, Surabaya Syakirin Al-Ghazali, IAIN Surakarta Ahmad Hudaya, IAIN Surakarta M. Endy Saputro, IAIN Surakarta Managing Editor Akhmad Anwar Dani, IAIN Surakarta Ahmad Saifuddin, IAIN Surakarta Rhesa Zuhriya Briyan Pratiwi, IAIN Surakarta Alamat Redaksi : Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Surakarta Jl. Pandawa No. 1, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah 57168 Phone : +62 271 - 781516 Fax : +62 271 - 782774 Surel : journal.albalagh@gmail.com, journal.albalagh@iain-surakarta.ac.id Laman : http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2018 Daftar Isi Motif Syekhermania Mengakses Video Dakwah Habib Syech Bin Abdul Qodir Assegafs Uwes Fatoni dan Eka Octalia Indah Librianti 1 - 26 Pertobatan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Di Majelis Asy-Syifa: Studi Deskriptif Bimbingan Sosio-Spiritual Titik Rahayu 27 - 44 Analisis Wacana Kritis Berita “Kematian Terduga Teroris Siyono” Di Harian Solopos Fathan 45 - 72 Analisis Framing Pesan Kesalehan Sosial pada Buku Ungkapan Hikmah Karya Komaruddin Hidayat Muhammad Reza Fansuri dan Fatmawati 73 - 102 Syiar Melalui Syair: Eksistensi Kesenian Tradisional Sebagai Media Dakwah Di Era Budaya Populer Nor Kholis 103 - 125 Peran Masjid dalam Mempersatukan Umat Islam: Studi Kasus Masjid Al-Fatah, Pucangan, Kartasura Syakirin 127 - 148 PERTOBATAN WANITA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DI MAJELIS ASY-SYIFA: STUDI DESKRIPTIF BIMBINGAN SOSIO-SPIRITUAL DOI : http://dx.doi.org/10.22515/balagh.v3i1.1091 Titik Rahayu Institut Agama Islam Negeri Surakarta Keywords: Pekerja Seks Komersial (PSK), socio-spiritual guidance, repent http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh © 2018 IAIN Surakarta ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Alamat korespondensi: e-mail: titikrahayu6789@gmail.com Abstract Commercial sex workers (CSWs) are often regarded as a social problem. Some of them are trying to quit the profession. The process of cessation of them from the CSW profession is important to formulate a design that can also be done by other CSWs. On the other hand, not much research has revealed. This research aims to know the effort done for the PSK so that they have awareness and determination to repent. Researcher use the descriptive qualitative research, with data collection techniques through interviews and observation. The subject of the study was determined by purposive sampling with the owner of Asy-Syifa Assembly as the key informant in order to obtain the research subject which consisted of former PSK and the speaker. The result shows that the guidance model implemented in Asy-Syifa Assembly combines the social and spiritual aspects embodied in the form of religious teachings and mentoring. The implementation of socio-spiritual guidance is realized through the provision of knowledge, attitude and social interaction, as well as support in the form of advice and motivation. Abstrak Pekerja seks komersial (PSK) seringkali dianggap sebagai masalah sosial. Beberapa dari mereka ada yang mencoba berhenti dari profesi tersebut. Proses berhentinya mereka dari profesi PSK penting guna menyusun formula yang juga dapat dilakukan oleh PSK lain. Di sisi lain, belum banyak penelitian yang mengungkap hal tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui usaha yang dilakukan terhadap para pekerja seks komersial sehingga mereka memiliki kesadaran dan tekad Kata kunci: Pekerja Seks Komersial (PSK), Tobat, Bimbingan Sosio-Spiritual. Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 1, January – June 2018, pp. 27 - 43 28 Titik Rahayu – Pertobatan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk bertobat. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Adapun subjek penelitian ini ditentukan melalui purposive sampling dengan pemilik Majelis Asy-Syifa sebagai informan kunci untuk mendapatkan subjek penelitian yang terdiri dari mantan pekerja seks komersial dan pemateri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model bimbingan yang dilaksanakan di Majelis Asy-Syifa memadukan antara sosial dan spiritual yang terwujud dalam bentuk pengajian keagamaan dan pendampingan. Adapun pelaksanaan bimbingan sosio-spiritual diwujudkan melalui pemberian pengetahuan, sikap dan interaksi sosial, serta dukungan berupa nasehat dan motivasi. I. PENDAHULUAN Prostitusi merupakan permasalahan yang umum dihadapi oleh berbagai negara di penjuru dunia. Hasil riset oleh Havoscope menunjukkan bahwa negara seperti Cina, Spanyol, Jepang, Jerman, Amerika Serikat, Korea Selatan, India, Thailand dan Indonesia merupakan negara dengan total dana tertinggi untuk prostitusi (koransindo.com, 2016). Sejak tahun 2012-2014, terdapat 161 lokalisasi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia (detiknews.com, 2014). Sedangkan lebih spesifik di daerah Solo, jumlah pekerja seks komersial mencapai 700 orang yang berasal dari berbagai daerah antara lain: Sukoharjo, Sragen, Boyolali, Pacitan dan Solo (Susanto, 2011). Data tersebut menunjukkan bahwa prostitusi di Indonesia sudah marak terjadi diberbagai wilayah. Tingginya prostitusi memunculkan berbagai reaksi sosial bagi para pekerja seks komersial selaku pelaku prostitusi. Adapun bentuk reaksi sosialnya adalah penolakan dari masyarakat (Ismail, 2016), stigmatisasi negatif, dan diskriminasi sehingga membuat pelaku pekerja seks komersial cenderung menarik diri dari masyarakat. Penolakan dan stigma negatif dapat terjadi karena perilaku dan penampilan dari pekerja seks yang tidak sesuai dengan adat dan norma yang dianut oleh masyarakat setempat (Kartono, 1997). Stigma sendiri diartikan sebagai pemberian label buruk terhadap perilaku atau kondisi seseorang yang dianggap kotor atau memalukan (Ditmore, 2006). 29 Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 1, January – June 2018, pp. 27 - 43 Besarnya jumlah pekerja seks komersial, serta reaksi sosial yang diterima pekerja seks komersial menggugah berbagai pihak untuk mendirikan lembaga yang mampu membantu mengatasi permasalahan yang mereka alami. Contohnya adalah Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta yang berdiri di bawah naungan pemerintah, serta Majelis Asy-Syifa yang didirikan secara mandiri oleh salah satu warga Gilingan yang peduli terhadap kehidupan para pekerja seks komersial. Keberadaan lembaga-lembaga ini diharapkan mampu untuk memberikan binaan pada para pekerja seks komersial dan mengurangi prostitusi. Berdasarkan proses menghadirkan pekerja seks komersial, kedua lembaga tersebut memiliki cara yang berbeda. Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” memperoleh pekerja Seks Komersial yang dibina dari hasil razia yang dilakukan oleh Satpol PP (Nurdiansyah, 2016). Sedangkan di majelis Asy-Syifa, pekerja seks komersial yang hadir datang dengan sukarela melalui pendekatan berupa ajakan lisan untuk mengikuti pengajian dan segala kegiatan yang diselenggarakan oleh Majelis Asy-Syifa secara terus menerus, serta sedikit menakut-nakuti tentang adzab yang akan diterima di akhirat (Susilowati, 2016). Keberadaan kedua lembaga tersebut menggunakan model bimbingan yang memadukan antara sosial dan spiritual, yaitu model bimbingan yang tidak hanya berfokus pada perkembangan sosial individu saja, akan tetapi juga mengembangkan spiritualitas individu. Model bimbingan tersebut ternyata mampu mengajak para pekerja seks komersial yang dibina untuk melakukan tobat dan berhenti dari profesinya sebagai pekerja seks komersial. Meski begitu, tidak mudah untuk mengajak para pekerja seks komersial agar mereka mau bertobat. Sebagian pekerja seks komersial tetap memilih jalan menjadi pekerja seks komersial karena desakan kebutuhan. Sebagian pekerja seks komersial lagi yang direhabilitasi merasa tidak nyaman dan kembali menjadi pekerja seks komersial. Penelitian ini memilih Majelis Asy Syifa karena sudah banyak penelitian yang mengungkap permasalahan PSK dalam konteks rehabilitasi 30 Titik Rahayu – Pertobatan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) yang di bawah naungan lembaga formal. Majelis Asy Syifa adalah suatu perkumpulan keagamaan yang tidak bersifat formal sehingga memiliki keunikan dibanding panti rehabilitasi yang memiliki dukungan penuh dari yayasan atau pemerintah. Selain itu, keunikan yang lain adalah Majelis Asy Syifa dipilih karena sangat menekankan unsur spiritualitas dalam membimbing dan membina para pekerja seks komersial. Sudah terdapat banyak sekali penelitian mengenai pekerja seks komersial, baik dengan menggunakan sebutan pekerja seks komersial (PSK), pelacur, maupun penerima manfaat (mantan PSK). Misalkan, penelitian Sihombing & Hutagalung (2011) tentang gambaran kecemasan perkaj seks komersial di Bandung, penelitian Puteri & Pujihartati (2016) tentang upaya membangun konsep diri pada eks pekerja seks komersial; Munawaroh (2010) tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang menjadi PSK; Mulati & Ratnasari (2016) tentang perilaku pekerja seks komersial terhadap pencegahan penyakit menular seksual di lokalisasi Kalinyamat Bandungan; Jajuli (2010) tentang motivasi dan dampak psikologis pekerja seks komersial; Aqmalia & Fakhrurrozi (2004) tentang kepuasan pernikahan pekerja seks komersial; Manurung, Korompis, & Manueke (2015) tentang karakteristik pekerja seks komersial dan penyakit menular seksual; Suryadi (2011) tentang interaksi sosial antara pekerja seks komersial dengan masyarakat; Sari (2014) tentang aktivitas ekonomi mantan PSK pasca rehabilitasi di Padang; Regar & Kairupan (2016) tentang pengetahuan PSK dalam mencegah penyakit kelamin di kota Manado; Matahari (2012) tentang studi kualitatif mengenai persepsi dan perilaku seksual wanita pekerja seks komersial (PSK) dalam upaya pencegahan IMS di Kota Semarang; Sayoga, Niman, & Livolina (2015) tentang motivasi pekerja seks komersial untuk berhenti dari pekerjaannya di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Klinik Mawar Bandung. Adapun penelitian mengenai PSK yang berkaitan dengan pembinaan serta bimbingan dan konseling adalah penelitian Bram, Dharmawanti, Liyanti, Wibowo, Giri, & Siswoyo (2010) tentang model pembinaan 31 Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 1, January – June 2018, pp. 27 - 43 mantan pekerja seks komersial di panti sosial Bina Karya Wanita Kedoya dengan pembinaan fisik, bimbingan mental keagamaan, bimbingan sosial psikologis serta latihan keterampilan; Fadillah (2013) tentang upaya peningkatan pengendalian diri penerima manfaat melalui layanan bimbingan kelompok di balai rehabilitasi Mandiri Semarang; Nataya & Supriyadi (2017) tentang dinamika dan upaya pemberdayaan keluarga penerima manfaat melalui Program Keluarga Harapan; Lestari (2002) tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pelacur yang tinggal di panti dan luar panti sosial; dan Kohar & Mujahid (2017) tentang bimbingan dan konseling dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy untuk penerima manfaat. Penelitian ini memiliki ciri khas dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya. Ciri khas tersebut adalah berupaya menungkap dinamika kejiwaan para pekerja seks komersial yang mengikuti bimbingan dan pembinaan sampai akhirnya berhenti menjalani profesi tersebut. Pada penelitian Bram, Dharmawanti, Liyanti, Wibowo, Giri, & Siswoyo (2010) lebih berfokus pada model pembinaan sehingga kurang menggali dinamika kejiwaan pekerja seks komersial. Sedangkan, dalam penelitian Lestari (2002), Fadilah (2013), dan Kohar & Mujahid (2017) sudah cukup menggali dinamika kejiwaan pekerja seks komersial. Akan tetapi, penelitian tersebut kurang menekankan pembinaan dengan unsur spiritualitas. Sedangkan, dalam penelitian ini berupaya menekankan nilai spiritualitas dalam pembinaan pekerja seks komersial. Di sisi lain, nilai khas dari penelitian ini dibandingkan penelitian yang lain adalah penelitian ini mengambil konteks dan setting tempat di majelis keagamaan, bukan panti rehabilitasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi formula bimbingan sosio-spiritual guna memodifikasi perilaku abnormal secara umum dan memodifikasi perilaku pekerja seks komersial secara khusus. Dengan kata lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rancangan program di tempat lain dengan orang yang berbeda. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membuat Majelis Asy Syifa menjadi role model dalam mengentaskan masalah pekerja seks komersial. 32 Titik Rahayu – Pertobatan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) II. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara semi terstruktur dan observasi. Adapun subjek dalam penelitian ini ditentukan melalui purposive sampling dengan pemilik Majelis Asy-Syifa sebagai informan kunci. Subjek penelitian terdiri dari tiga subjek pengajian di Majelis Asy-Syifa yang telah menjadi mantan pekerja seks komersial (PSK). Selanjutnya, tulisan ini membahas mengenai proses bimbingan yang diberikan di Majelis Asy- Syifa dalam mengajak para pekerja seks komersial bertobat, dan proses pertobatan yang dilakukan oleh para pekerja seks komersial di Majelis Asy-Syifa. III. HASIL PENELITIAN Pekerja seks komersial merupakan sebutan bagi mereka yang menjadi pelaku kegiatan prostitusi. Prostitusi merupakan kegiatan menjual seks dengan berhubungan seks di luar nikah untuk mendapatkan uang (Clinard & Meier, 2011). Bila dilihat dari sudut pandang patologi sosial, prostitusi termasuk salah satu penyakit sosial dan termasuk kategori penyimpangan struktural. Penyimpangan struktural merupakan suatu penyimpangan yang terjadi karena pengaruh sosial di luar individu yang memberikan paksaan bagi individu untuk melakukan pelanggaran norma dan perbuatan menyimpang tersebut (Kartono, 1997). Pengaruh sosial di luar individu dapat berasal dari situasi dan kondisi lingkungan sekitar dan budaya yang ada. Sedangkan menurut sudut pandang Islam, prostitusi termasuk dosa besar karena tergolong perbuatan zina. Prostitusi di Indonesia tersebar di berbagai wilayah salah satunya adalah kota Solo. Kota Solo memiliki beberapa sektor yang menjadi tempat lokalisasi bagi keberadaan pekerja seks komersial untuk menjajakan diri, salah satunya berada di daerah Gilingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar alasan banyak wanita memilih bekerja sebagai pekerja seks komersial di daerah Gilingan disebabkan karena permasalahan 33 Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 1, January – June 2018, pp. 27 - 43 ekonomi (PO, 2017). Permasalahan ekonomi muncul karena kurangnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki sehingga mereka kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dan kebutuhan hidup sehari-hari tidak terpenuhi. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil wawancara dengan ibu PO (inisial) yang memilih menjadi pekerja seks komersial karena alasan tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari (Herawati, 2017). Seperti yang dijelaskan oleh Kartono (1997), banyak hal yang dapat melatarbelakangi seseorang menjadi pekerja seks komersial antara lain: untuk menghindari kesulitan hidup karena permasalahan ekonomi, pengaruh budaya luar, adanya permasalahan dalam rumah tangga, serta adanya unsur penipuan yang membawa mereka dalam prostitusi. Pekerja seks di daerah Gilingan sebagian besar bukan berasal dari daerah setempat, melainkan rantauan dari wilayah lain. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa ibu PO (inisial) merupakan perantauan dari Semarang (PO, 2017). Sedangkan ibu ME (inisial) merupakan perantauan dari Purwodadi (ME, 2017). Para pekerja seks di daerah Gilingan biasa mangkal di pinggir jalan dan sekitar kawasan Terminal Tirtonadi. Karena lokasi mangkal yang berada di jalanan, pekerja seks komersial di kawasan Gilingan dapat dikategorikan dalam prostitusi tipe streetwalker. Prostitusi tipe Streetwalker merupakan tipe prostitusi yang pelakunya biasa mangkal di jalanan atau terminal bus dengan biaya pelayanan yang murah (Clinard & Meier, 2011). IV. PEMBAHASAN Majelis Asy-Syifa bergerak di bidang sosial, utamanya dalam membantu kaum marginal untuk meningkatkan pengetahuan dan keberagamaan (Herawati, 2017). Berdasarkan hasil penelitian, usaha Majelis Asy-Syifa untuk meningkatkan pengetahuan dan keagamaan kaum marginal diwujudkan dalam bentuk bimbingan yang berupa pengajian keagamaan dan pendampingan. Pengajian keagamaan dilaksanakan setiap 34 Titik Rahayu – Pertobatan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) ahad pagi dengan pemateri yang berbeda setiap minggunya. Pemateri tersebut antara lain mbak Eni, pak Mustafid, ustad Rosidi, kak Al, dan Ustadzah Tutik (Herawati, 2017). Kelima pemateri tersebut merupakan relawan yang menyempatkan waktunya untuk memberikan dan berbagi ilmu bagi para jamaah di Majelis Asy-Syifa. Materi yang diberikan dalam pengajian cukup beragam sesuai dengan pemateri masing-masing. Berdasarkan hasil observasi, materi yang diberikan terkait hubungan manusia dengan Tuhan (iman dan ketaatan kepada Allah, ritual peribadatan, tobat dan azab di akhirat) dan hubungan antar sesama manusia (sikap dan sopan santun terhadap orang lain seperti sedekah, salam, dan berbuat baik dengan orang lain). Teknik yang digunakan dalam penyampaian materi menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana dan menggunakan metode story telling. Bahasa sederhana dan storytelling digunakan agar jamaah dapat memahami materi yang disampaikan dan cara pengaplikasiannya dalam kehidupan. Selain itu, dalam kegiatan pengajian juga terjalin interaksi sosial antara pemateri dan jamaah. Interaksi sosial yang merupakan proses interaksi antara individu dengan orang lain diwujudkan dalam bentuk komunikasi dua arah sehingga terjadi dialog interaktif antara jamaah dan pemateri (Greene & Burleson, 2003). Selain memberikan informasi berupa materi, pemateri juga memberikan motivasi dan nasehat terkait materi yang disampaikan. Selain pengajian, bimbingan yang diberikan berupa pendampingan secara personal dan intens oleh ustadz, ustadzah, dan pemilik lembaga. Bentuk pendampingan yang diberikan berwujud pemberian arahan, nasehat dan motivasi yang dilakukan secara personal dengan pekerja seks komersial terkait secara face to face. Menurut (Salahudin, 2010), pertemuan secara face to face dilakukan agar individu dapat menceritakan dan membahas permasalahan yang bersifat pribadi tanpa perlu khawatir diketahui oleh publik. Dalam pemberian pendampingan, bahasa yang digunakan jauh lebih santai dan luwes (tidak kaku) bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan dalam pengajian. Selain itu, arahan atau 35 Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 1, January – June 2018, pp. 27 - 43 nasehat yang diberikan lebih spesifik dan mengenai pada diri pekerja seks komersial. Selain arahan, pendampingan juga berwujud penyaluran guna memberikan alternatif pada pekerja seks komersial untuk berkembang. Selain itu, pendampingan juga berwujud pelatihan keterampilan hidup (misal menjahit, berdagang) guna memberikan bekal agar pekerja seks komersial mampu memberdayakan diri dan keterampilan yang diberikan untuk membuka usaha mandiri. Namun selain itu, pihak lembaga juga memberikan sumbangan material berupa modal guna menunjang proses pemandirian pekerja seks komersial. Berdasarkan pemaparan tersebut, pelaksanaan bimbingan di Majelis Asy-Syifa dapat digolongkan model bimbingan sosio-spiritual. Bimbingan sosio-spiritual merupakan model bimbingan yang masih baru. Model bimbingan ini menggabungkan aspek spiritual dan sosial dalam pelaksanaannya. Menurut Nasr (2008), kata spiritual dalam Islam berasal dari kata ruhaniyyah yang berarti mementingkan aspek ketuhanan dalam kehidupan dengan berdasaran pada pengetahuan dan ketaatan. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008), kata sosial bermakna sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat yang memerlukan adanya komunikasi. Bimbingan di majelis Asy-Syifa digolongkan bimbingan sosio-spiritual karena di dalamnya mencakup aspek spiritual (hubungan manusia dengan Tuhan) dan aspek sosial (hubungan manusia dengan manusia). Adapun bentuk bimbingan sosio-spiritual diwujudkan melalui pemberian pengetahuan, penerapan tindakan yang diwujudkan melalui sikap dan interaksi sosial, serta dukungan berupa nasehat dan motivasi. Pertama, pengetahuan yang diberikan untuk mengarahkan para pekerja seks komersial melakukan pertobatan meliputi materi tentang kewajiban manusia sebagai hamba untuk beriman dan taat pada perintah Allah, materi tentang pentingnya melakukan tobat karena melakukan perbuatan maksiat yang dilakukan dan materi tentang azab dan konsekuensi yang akan diperoleh manusia di hari akhir. Materi tersebut menjelaskan kaitannya hubungan manusia dengan Tuhan terutama kewajiban manusia 36 Titik Rahayu – Pertobatan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) sebagai hamba di hadapan Allah. Selain itu, juga materi tentang hubungan antara manusia dengan manusia lain seperti materi tentang sedekah, salam, dan perintah berbuat baik dengan orang lain. Materi tersebut diberikan untuk menunjukkan perlunya berinteraksi dan membina hubungan dengan orang lain dan dapat menjadi bekal untuk membina hubungan dengan orang lain setelah berhenti dari profesi sebagai pekerja seks komersial. Selain itu juga berguna untuk melakukan perbaikan terkait membangun interaksi sosial dengan orang lain guna mengurangi stigma negatif yang mereka sandang. Kedua, bentuk penerapan tindakan yang dilakukan dalam pengajian dan pendampingan di Majelis Asy-Syifa berbentuk interaksi sosial dan hubungan intrapersonal dengan pendamping. Menurut Horowitz & Strack (2011), penerapan tindakan adalah menunjukkan sikap atau perilaku yang dapat membina kedekatan dalam sebuah hubungan (close relationship). Berdasarkan pemaparan hasil temuan, bentuk interaksi sosial yang dilakukan dalam pengajian di Majelis Asy-Syifa adalah proses komunikasi dua arah yang bersifat dialogis dan dilakukan oleh pemateri dan jamaah. Sedangkan hubungan timbal balik diwujudkan dengan keikutsertaan para pekerja seks berpartisipasi dalam segala kegiatan yang dilakukan di Majelis Asy-Syifa. Sedangkan interaksi sosial dalam pendampingan ditunjukkan melalui komunikasi secara personal yang dilakukan antara pihak pengelola dan ustadz/ustadzah dengan pekerja seks komersial. Bentuk pendampingan yang dilakukan secara personal (mendampingi dengan mendalami karakteristik individu masing-masing), serta sikap dan interaksi yang dibangun dalam pengajian tersebut memunculkan rasa kekeluargaan memunculkan trust pada diri pekerja seks komersial untuk terbuka. Menurut Jackson, Doyle, & Capon (2016), kedekatan hubungan yang telah terjalin akan memunculkan kepercayaan sehingga individu mampu terbuka menceritakan permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya. Ketiga, pemberian dukungan diwujudkan dalam bentuk pemberian nasehat dan motivasi. Nasehat dapat berupa anjuran untuk melakukan 37 Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 1, January – June 2018, pp. 27 - 43 sesuatu atau peringatan agar tidak melakukan sesuatu (Jhangiani & Tarry, 2014). Nasehat berupa anjuran berwujud anjuran untuk bersedekah dan berfikir positif. Sedangkan nasehat berupa peringatan seperti peringatan agar tidak meninggalkan dan menyekutukan Allah. Sedangkan motivasi yang diberikan lebih pada motivasi untuk pelaksanaan ibadah. Motivasi dan nasehat yang diberikan terlihat dari kisah-kisah yang disampaikan pemateri dalam pengajian. Contohnya mengenai kisah keutamaan orang yang memiliki amalan ibadah unggulan atau kisah anak yang durhaka pada ibunya. Kisah orang yang memiliki amalan ibadah ini bisa menjadi motivasi bagi mantan pekerja seks komersial karena dengan amalan ibadah yang berkualitas maka dapat menjamin keselamatan di akhirat. Atau kisah anak yang durhaka pada ibunya ini juga bisa menjadi bahan renungan bagi mantan pekerja seks komersial. Karena tidak ada ibu yang menginginkan anaknya menjadi pekerja seks komersial. Sehingga, ketika ada seseorang menjadi pekerja seks komersial maka secara tidak langsung telah durhaka dan menyakiti ibunya. Dalam pengajian, pemberian motivasi dan nasehat saling berkesinambungan dengan pemberian informasi yang berwujud materi baik itu tentang syariat atau cara hidup bermasyarakat. Sedangkan pada dukungan melalui pendampingan secara personal bagi pekerja serks komersial adalah arahan agar berhenti dari profesinya dan menjelaskan posisi sebagai seorang istri yang telah dinafkahi dan menjadi tanggungan orang lain. Pelaksanaan ketiga perwujudan bimbingan sosio-spiritual tersebut tidak serta merta harus diberikan secara berurutan tahap demi tahap. Namun dalam pemberian dukungan, penerapan tindakan, maupun pemberian dukungan dapat dilakukan secara bersamaan. Jadi, dalam pelaksanaan bimbingan sosio-spiritual, pembimbing dapat memberikan pengarahan melalui pengajian sekaligus memberikan pendampingan secara bersama-sama. Bimbingan sosio-spiritual yang diberikan di Majelis Asy- 38 Titik Rahayu – Pertobatan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Syifa telah memberikan pemahaman mengenai posisi jamaah utamanya para pekerja seks komersial sebagai manusia sekaligus hamba yang perlu untuk menyembah kepada Allah dan bersosialisasi dengan masyarakat dalam lingkup lingkungan sosial. Pemahaman ini juga mengenai alternatif berbagai pemecahan masalah seperti sabar, syukur, ikhlas, dan pasrah. Tema bimbingan semacam ini memunculkan restrukturisasi kognisi pada diri pekerja seks komersial sehingga menimbulkan pikiran yang lebih rasional dalam menghadapi permasalahan ekonomi dan memilih pekerjaan. Dalam menjalani kehidupan di dunia, diperlukan sifat-sifat sabar, syukur, ikhlas, dan pasrah. Jika tidak disertai sikap-sikap seperti itu, maka seseorang akan mudah terjerumus mencari jalan pintas guna mencapai kebahagiaan. Salah satu mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan dengan cara menjadi pekerja seks komersial. Sikap-sikap ini bisa melekat pada diri seseorang jika seseorang mendekatkan diri kepada Allah. Salah satunya dengan menyembah dan melakukan peribadatan kepada Allah. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peran pemateri hanya sebagai fasilitator yang memberikan arahan. Sedangkan pelaksanaannya dikembalikan pada individu masing-masing. Kedudukan pembimbing dalam proses bimbingan yaitu pembimbing tidak serta-merta memberikan suatu solusi untuk pemecahan masalah individu, melainkan mengarahkan individu agar dapat menentukan penyelesaian masalah sesuai kemampuan dirinya (Caipang, 2014). V. KESIMPULAN Tobat berarti kembali ke jalan Allah setelah melakukan penyimpangan syariat agama (Al-Bayanuni, 2005). Bentuk penyimpangan syariat agama yang dilakukan oleh para pekerja seks komersial adalah profesi mereka menjual seks demi uang yang termasuk perbuatan zina. Berdasarkan hasil penelitian terhadap tiga mantan pekerja seks komersial di majelis Asy- Syifa, proses pertobatan yang dilakukan terdiri dari beberapa tahap seperti berikut: 39 Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 1, January – June 2018, pp. 27 - 43 Tahap pertama, ketiga subjek mengikuti pengajian meski masih tetap menjalani profesinya sebagai pekerja seks komersial. Subjek mengikuti kegiatan dapat dikatakan sebagai usaha untuk mendapatkan pengetahuan lebih tentang agama dan syariat di dalamnya. Meski masih berprofesi sebagai pekerja seks, bukan berarti seseorang tidak beragama dan tidak ada keinginan untuk mempelajari agama. Pada tahap pertama ini, suasana interaksi sosial antara pendamping dengan subjek sangat penting. Karena kehangatan interaksi sosial keduanya berpengaruh positif terhadap subjek. Tahap kedua, karena pengetahuan dan pendampingan yang diberikan, memicu munculnya kesadaran dari dalam diri ketiga subjek yaitu ibu PO (inisial), ibu ME (inisial) dan ibu DA (inisial) untuk memiliki kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Pada titik ini terjadi pemaknaan kognitif mengenai materi keagamaan yang diberikan pada tahap pertama. Pemaknaan kognitif ini selanjutnya mempengaruhi pola pikir yang mengakibatkan meningkatnya spiritualitas subjek. Pada akhirnya, muncul kesadaran untuk berubah. Adanya kesadaran dan harapan memunculkan keinginan untuk berubah. Kesadaran diri menjadi pengontrol individu dalam melakukan tindakan. Para pekerja seks komersial yang telah memiliki kesadaran dan keinginan untuk bertobat akan mempertimbangkan tindakan apa yang akan dilakukan selanjutnya agar mereka dapat bertobat. Pada tahapan ketiga, setelah adanya pengetahuan dan kesadaran, keinginan untuk bertobat diwujudkan dalam tindakan nyata. Tindakan yang dilakukan ibu PO (inisial), ibu ME (inisial), dan ibu DA (inisial) untuk mewujudkan tobat adalah dengan berhenti dari profesinya sebagai pekerja seks komersial. Selain bertobat dengan berhenti dari profesi sebagai pekerja seks komersial, ketiga subjek juga mewujudkan perbaikan diri dengan mencari uang yang halal. Karena masalah ekonomi yang menjadi alasan ketiga subjek tersebut menjadi pekerja seks komersial, maka usaha untuk mencegahnya terjerumus kembali juga dari segi ekonomi. Pada kasus ibu PO (inisial), usaha perbaikan diri yang dilakukan yaitu membuka toko kelontong dan makanan jadi untuk memperoleh uang dan mampu menyekolahkan kedua 40 Titik Rahayu – Pertobatan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) anaknya. Pada kasus ibu ME (inisial), bentuk perbaikan diri tersebut adalah dengan mengenakan pakaian yang menutup aurat. Selain itu, beliau juga membuka usaha panti pijat, berjualan handuk dan membuka counter. Dengan usaha yang telah dimiliki, kebutuhan hidup sehari-hari dapat dipenuhi. Sedangkan pada kasus ibu DA (inisial), beliau melanjutkan hidupnya dengan membuka usaha dengan menjual gorengan di Terminal Tirtonadi. DAFTAR PUSTAKA Al-Bayanuni, A. ‘. (2005). Meraih Ampunan Ilahi. Solo: Pustaka Arafah. Aqmalia, R., & Fakhrurrozi, M. (2004). Kepuasan Pernikahan Pada Pekerja Seks Komersial (PSK). Jurnal Gunadharma. Baumeister, R. F., & Vohs, K. D. (2007). Encyclopedia of Social Psychology. USA: Sage Publications. Bram, J., Dharmawanti, L., Liyanti, E., Wibowo, J. P., Giri, P. H., & Siswoyo, E. (2010). Model Pembinaan Mantan Pekerja Seks Komersial Di Panti Sosial Bina Karya Wanita Kedoya. INSANI No. 10/1/ Desember/2010, 32 - 42. Caipang, M. A. (2014). Guidance: Principles and Procedures. India: Research Signpost. Clinard, B. M., & Meier, R. F. (2011). Sociology of Deviant Behavior Ed. 14th. USA: Wadsworth Cengage Learning. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. detiknews.com. (2014, Juni 20). Detik News. Retrieved Desember 05, 2017, from detiknews.com: https://m.detik.com/news/ berita/2614608/ini-data-dan-persebaran-161-lokalisasi-di- indonesia Ditmore, M. H. (2006). Encyclopedia of Prostitution and Sex Work Vol. 1&2. London: Greenwood Press. Fadillah, G. F. (2013). Upaya Meningkatkan Pengendalian Diri Penerima Manfaat Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Di Balai 41 Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 1, January – June 2018, pp. 27 - 43 Rehabilitasi Mandiri Semarang. Skripsi Bimbingan Dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (Tidak Diterbitkan). Greene , J. O., & Burleson, B. K. (2003). Handbook of Communication and Social Interaction Sklills. London: Lawrence Erlbaum Associates. Herawati, T. (2017, Maret 26). Wawancara Penelitian Pertama 26 Maret 2017. (T. Rahayu, Interviewer) Horowitz, L. M., & Strack, S. (2011). Handbook of Interpersonal Psychology: Theory, Research, Assessment, and Therapeutic Interventions. Canada: John Wiley and Son. Ismail, M. (2016, Juli 29). solopos.com. Retrieved Desember 05, 2017, from solopos.com: http://m.harianjogja.com/baca/2016/07/29/ psk-solo-warga-ketelan-tolak-pekerja-seks-komersial-mangkal-di- kampung-740996 Jackson, D., Doyle, C., & Capon, H. (2016). Spirituality, Spiritual Need, and Spiritual Care In Aged Care: What Literature Says. Journal of Religion, Spirituality & Aging. Jajuli. (2010). Motivasi Dan Dampak Psikologis Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus Terhadap PSK Di Gunung Kemukus Sragen Jawa Tengah). Skripsi Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (Tidak Diterbitkan). Jhangiani, R., & Tarry, H. (2014). Principles of Social Psychology-1st International Edition. Canada: Creative Commons Licence. Kartono, K. (1997). Patologi Sosial Edisi 2 Cetakan 5. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Kohar, M. A., & Mujahid, I. (2017). Bimbingan Dan Konseling Dengan Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy Untuk Penerima Manfaat. al-Balagh, Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, Volume 2, No. 1 (2017), 111 - 126. DOI. 10.22515/balagh.v2i1.616. koransindo.com. (2016, 02 29). Koran Sindo. Retrieved 12 05, 2017, from koransindo.com: http://www.koran-sindo.com/news. php?r=0&n=4&date=2016-02-29 Lestari, R. (2002). Pelatihan Berpikir Optimis Untuk Meningkatkan Harga Diri Pelacur Yang Tinggal Di Panti Dan Luar Panti Sosial. Indigenous Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, Vol. 6, No. 2, 134 - 146. DOI: https://doi.org/10.23917/indigenous.v0i0.4629. Manurung, C., Korompis, M., & Manueke, I. (2015). Karakteristik Pekerja 42 Titik Rahayu – Pertobatan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Seks Komersial Dan Penyakit Menular Seksual. JIDAN Jurnal Ilmiah Bidan Volume 3 No. 1 Januari - Juni 2015, 15 - 19. Matahari, R. (2012). Studi Kualitatif Mengenai Persepsi Dan Perilaku Seksual Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Dalam Upaya Pencegahan IMS Di Kota Semarang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 3 No. 3 Desember 2012, 113-123. ME. (2017, Mei 14). Wawancara Penelitian Ketiga 14 Mei 2017. (T. Rahayu, Interviewer) Mulati, T. S., & Ratnasari, P. (2016). Perilaku Pekerja Seks Komersial Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seksual Di Lokalisasi Kalinyamat Bandungan. Jurnal Kebidanan dan Kesehatan Tradisional, Volume 1, No. 1, Maret 2016, 40 - 47. Munawaroh, S. (2010). Pekerja Seks Komersial (PSK) Di Wilayah Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. DIMENSIA, Volume 4, No. 2, September 2010, 69 - 82. Nasr, S. H. (2008). Islamic Spirituality Foundations Vol. 48. New York: Routledge. Nataya, E. J., & Supriyadi. (2017). Pemberdayaan Keluarga Penerima Manfaat Melalui Program Keluarga Harapan Di Kelurahan Kelun Kecamatan Kartoharjo Kota Madiun. Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017, 1 - 9. Nurdiansyah. (2016). Bimbingan Agama Islam pada Eks Pekerja Seks Komersial di Balai Rehabilitasi Sosial Wanita Utama Surakarta. Surakarta: IAIN Surakarta. PO. (2017, April 2). Wawancara Penelitian Kedua 02 April 2017. (T. Rahayu, Interviewer) Puteri, D. A., & Pujihartati, S. H. (2016). Upaya Membangun Konsep Diri Pada Eks Pekerja Seks Komersial. Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 31, No. 1 Tahun 2016, 23 - 30. Regar, P. M., & Kairupan, J. K. (2016). Pengetahuan Pekerja Seks Komersial (PSK) Dalam Mencegah Penyakit Kelamin Di Kota Manado. Jurnal Holistik, Tahun XI No. 17/ Januari - Juni 2016, 1 - 20. Salahudin, A. (2010). Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia. Sari, R. P. (2014). Aktivitas Ekonomi Mantan Pekerja Seks Komersial Pasca Rehabilitasi Di Kota Padang. Jurnal Program Studi Pendidikan Sosiologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan PGRI Sumatera Barat, 1 - 6. 43 Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 3, No. 1, January – June 2018, pp. 27 - 43 Sayoga, C. R., Niman, S., & Livolina, L. (2015). Motivasi Pekkerja Seks Komersial Untuk Berhenti Dari Pekerjaannya Di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Klinik Mawar Bandung. E-Journal STIKES Santo Borromeus, 48-54. Sihombing, J. P. T., & Hutagulung, K. R. (2011) Gambaran Kecemasan Pada Pekerja Seks Komersial (PSK) Di Bandung. JKM, Vol. 11 No. 1 Juli 2011, 56-63. Suryadi, S. A. (2011). Interaksi Sosial Antara Pekerja Seks Komersial (PSK) Dengan Masyarakat. Skripsi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (Tidak Diterbitkan). Susanto, A. (2011, Juni 07). solopos.com. Retrieved Desember 05, 2017, from solopos.com: http://www.solopos.com/2011/06/07/700-an- psk-layani-dua-pelangganhari-101309 Susilowati. (2016, Desember 23). Wawancara Profil Majelis Asy Syifa’. (T. Rahayu, Interviewer)