ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2019 Editorial Team Alamat Redaksi : Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Surakarta Jl. Pandawa No. 1, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah 57168 Phone : +62 271 - 781516 Fax : +62 271 - 782774 Surel : journal.albalagh@gmail.com, journal.albalagh@iain-surakarta.ac.id Laman : http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh Editor-In-Chief Imam Mujahid, Institut Agama Islam Negeri Surakarta Editor Waryono Abdul Ghafur, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Soiman, Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia (APDI) Diajeng Laily Hidayati, Institut Agama Islam Negeri Samarinda Akhmad Anwar Dani, Institut Agama Islam Negeri Surakarta Ahmad Saifuddin, Institut Agama Islam Negeri Surakarta Rhesa Zuhriya Briyan Pratiwi, Institut Agama Islam Negeri Surakarta Abraham Zakky Zulhazmi, Institut Agama Islam Negeri Surakarta ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2019 Daftar Isi Astri Fajar Atikasari, Vera Imanti 1 - 24 Model Dakwah Milenial untuk Homoseksual Melalui Teknik Kontinum Konseling Berbasis Alquran Khilman Rofi Azmi 25 - 58 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin 91 - 120 Tren Pengembangan Program Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam dalam Transformasi IAIN Menjadi UIN Surakarta Kamila Adnani 141 - 168 Optimalisasi Penghimpunan Zakat Melalui Digital Fundraising Ade Nur Rohim 59 - 90 Menurunkan Kecemasan Menghadapi Praktik Belajar Kerja Penyandang Disabilitas Fisik dengan Bimbingan Kelompok Literasi Digital sebagai Upaya Menangkal Hoaks di Era Disrupsi Naimatus Tsaniyah, Kannisa Ayu Juliana 121 - 140 MUBALIG YOUTUBE DAN KOMODIFIKASI KONTEN DAKWAH Ferdi Arifin Humaniora Institute Keywords: social media; Youtube; Youtube mubalig http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh Alamat korespondensi: e-mail: ferdiarf.kuliah@gmail.com Abstract This article attempts to reveal Youtube as a popular social media for da’wa recently. The popularity of da’wa in Youtube generates many celebrity mubalig (islamic preacher). However, the number of mubalig preaching through Youtube also has negative effects. It is caused by each mubalig have different perspectives about Islam teaching, so that the da’wa contents are confusing followers on their perceptions about Islam. Using the Youtube for da’wa media has a good respond, so Youtube channels that upload da'wa content have a large number of viewers and followers. It makes Youtube able to make money through the monetization process. Data collection in this study was carried out through virtual observations on da'wa content of a number of mubalig on Youtube, as well as literature studies to analyze the tendency of da'wa messages on the Youtube channel. As a result, Youtube becomes an alternative media for preaching, even though actually, the commodification of messages emerged through monetization on Youtube. Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) 92 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) How to cite (APA 6th Style): Arifin, F. (2019). Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah. Al-Balagh: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 4(1), 91–120. https://doi. org/10.22515/balagh.v4i1.1718 PENDAHULUAN Perkembangan internet saat ini mendominasi kehidupan masyarakat dunia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa di antara 262 penduduk Indonesia, lebih dari 50% atau sekitar 143 juta warga Indonesia terhubung jaringan internet sepanjang tahun 2017 (Bohang, 2018). Menurut Shawn Wilbur (Nasrullah, 2014), internet dan cyberspace menciptakan suasana kolektif serta dunia tersendiri melalui fasilitas web Abstrak Artikel ini bertujuan untuk melihat Youtube sebagai platform media sosial yang populer digunakan untuk berdakwah. Kepopuleran dakwah menggunakan Youtube memunculkan banyak mubalig selebritas. Namun, banyaknya mubalig yang berdakwah melalui Youtube justru juga menimbulkan efek negatif. Hal ini karena masing-masing mubalig memiliki persepsi ajaran Islam yang berbeda-beda sehingga konten ceramah setiap mubalig cenderung membingungkan persepsi tentang ajaran Islam. Pemanfaatan Youtube sebagai media dakwah mendapatkan respon yang baik sehingga kanal-kanal Youtube yang mengunggah konten dakwah memiliki jumlah penonton dan pengikut yang banyak. Hal ini menjadikan Youtube mampu menghasilkan uang melalui proses monetisasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi virtual pada konten-konten dakwah sejumlah ustaz di Youtube, serta studi literatur guna menganalisis kecenderungan pesan dakwah yang dimunculkan dalam kanal Youtube. Hasilnya, Youtube mampu menjadi alternatif media untuk berdakwah, meski sebenarnya muncul komodifikasi pesan melalui bentuk monetisasi pada Youtube. Kata kunci: media sosial; mubalig Youtube; Youtube 93Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) yang memungkinkan kontak pada setiap individu secara halus (ethereal contact). Alhasil, setiap orang akan merasa terkoneksi satu sama lain, serta menemukan efek tertentu ketika berhubungan melalui cyberspace. Internet dalam praktiknya mampu memberikan ruang tersendiri bagi para penggunanya. Lebih lanjut, internet mampu menjadi ruang publik yang memfasilitasi para pengguna untuk dapat berkomunikasi dan saling bertukar pendapat. Tak terkecuali, banyaknya spekulasi dan argumen yang saling dipertukarkan turut menjadi bagian dari arus informasi yang tercipta pada ruang publik melalui internet. Hal ini yang juga terjadi dalam konteks keberagamaan di Indonesia. Sebut saja, ketika masyarakat dihadapkan pada kasus penistaan agama yang menyerang salah satu tokoh politik, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tidak mengherankan jika banyak sekali perdebatan yang terjadi di internet untuk menunjukkan eksistensi persepsi dalam membahas kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok. Lebih lanjut, sisi lain mengenai adanya fenomena digital juga turut membawa dampak terhadap banyak mubalig untuk mensyiarkan agama Islam melalui media sosial mereka masing-masing. Selain menilik pada banyaknya pengguna internet di Indonesia yang berkisar lebih dari 50% ini, penggunaan media sosial pada sisi tertentu dinilai lebih efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan dakwah. Salah satu implikasi penggunaan internet untuk sarana dakwah juga berkenaan dengan kecenderungan dari para pengguna media internet, khususnya pengguna media sosial, dalam mengakses sejumlah konten dakwah. Implikasi penting dalam hal ini muncul bagi sebagian besar masyarakat muslim kontemporer di Indonesia, yakni dengan memanfaatkan internet sebagai media pembelajaran Islam (Fakhruroji, 2019). Tren yang muncul adalah internet mampu menjadi sumber rujukan atas pengetahuan keagamaan yang ingin diperoleh bagi sejumlah penggunanya. 94 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Horsfield (2018) menjelaskan adanya sisi kompleks dalam memaparkan praktik keagamaan yang menuntut cara agama untuk dapat memainkan peran fungsionalnya guna melayani umat, khususnya dalam konteks komunitas, ritual, serta upaya dalam menemukan ideologi makna. Maka dari itu, kemunculan media baru diperlukan guna menawarkan sebuah pendekatan fungsional dalam melihat tentang cara studi agama mampu merujuk pada pandangan mengenai aspek keagamaan yang baru. Penggunaan internet dalam praktik keagamaan merujuk pada keterhubungan antara penggunaan media lama dengan media baru secara bersamaan. Campbell & Lövheim (2011) menyatakan bahwa praktik keagamaan online sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri tanpa praktik offline sehingga, masing-masing akan saling memengaruhi. Lebih lanjut, Campbell & Lövheim (2011) menyebut kecenderungan praktik keagamaan online ini merupakan perpanjangan dari religiositas yang dilakukan secara offline. Adapun penggunaan fasilitas dan media online sebagai sarana berdakwah dapat dikatakan sebagai pengembangan dalam strategi lama guna memobilisasi khalayak secara lebih cepat. Penggunaan internet ini juga bertujuan untuk memperluas audiensi global sehingga dinilai lebih efektif (Siegel, 2019) untuk menggerakkan massa, khususnya para khalayak muslim yang mengakses konten-konten dakwah melalui internet, tak terkecuali Youtube. Apabila dicermati dari sudut pandang lain, penggunaan media sosial dapat berdampak pada peningkatan perekonomian penggunanya. Salah satu contohnya adalah Youtube. Para pengguna Youtube atau yang sering disebut Youtuber, bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah jika memenuhi kriteria yang ditentukan oleh pihak Youtube, seperti ketentuan jumlah likes, subscribes, dan shares. Youtube menjadi media sosial sangat populer di kalangan masyarakat industri 4.0 karena memberikan sarana pada penggunanya untuk mendapakan keuntungan dengan berbagai cara. Pertama, memonetisasi video agar Youtube bisa menyematkan iklan di 95Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) tengah-tengah video yang diunggah. Kedua, memiliki subscribers dan viewers yang tinggi atau disebut sebagai Brand Deals. Ketiga, menjadi public figure atau tokoh masyarakat yang dikenal luas karena memiliki banyak penonton di saluran ataupun kanal Youtube yang dimiliki (Dahlan, 2015). Kondisi tersebut bias terjadi pada siapa saja, tak terkecuali pemuka agama khususnya para mubalig. Banyak mubalig yang memanfaatkan Youtube sebagai media dakwah mereka. Sejumlah mubalig yang memiliki akun ataupun menggunakan Youtube sebagai media dakwahnya mampu memperoleh penghasilan apabila sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Youtube tersebut. Seperti pepatah, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui, yang bermakna bahwa syiar agama Islam dapat dilakukan melalui Youtube dan sekaligus mendapatkan keuntungan dari kanal yang dimilikinya di Youtube. Tidak mengherankan apabila saat ini mulai bermunculan istilah ustaz seleb. Istilah tersebut ditujukan kepada para ustaz ataupun mubalig yang seolah dikenal layaknya artis dan public figure melalui media sosial untuk berdakwah. Pada dasarnya, berdakwah dengan memanfaatkan internet dan media sosial memberikan dampak tersendiri bagi para penggunanya. Dalam konteks ini, perlu adanya perencanaan untuk dapat mengemas konten dakwah yang sesuai dan diminati oleh para audiens. Salah satu perencanaan tersebut dapat diwujudkan dengan mengoptimalkan penggunaan mesin pencari dalam internet untuk menunjang serta mendukung cara berdakwah secara online (Saputra & Islamiyah, 2019). Adanya pembaruan dalam sistem ataupun metode dakwah dengan menggunakan media online pada dasarnya merujuk pada pengembangan konsep dakwah baru. Pengembangan konsep dakwah ini mengarah pada pembaruan paradigma yang harus mencakup konsep, metodologi, pendekatan, serta media yang dapat digunakan untuk berdakwah. Pengembangan dan pembaruan dakwah ini diharapkan dapat memenuhi tantangan, sekaligus peluang dakwah di era globalisasi (Ismail, 2017). 96 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Salah satu tujuan utama berdakwah melalui media sosial Youtube adalah menarik minat dan memberikan kemudahan khalayak untuk mempelajari ajaran keislaman. Namun, tak jarang terjadi perbedaan pendapat antar sesama ustaz terkait dengan pemahaman keislaman yang dimiliki. Perbedaan pendapat tersebut mampu menimbulkan perdebatan pada masing-masing kolom komentar kanal Youtube yang digunakan. Berdakwah melalui media sosial dianggap semakin banyak diminati karena dinilai lebih efektif dan efisien. Akan tetapi, hal ini yang justru memunculkan tantangan tersendiri. Salah satu bentuk tantangan tersebut adalah terdapat fitur monetisasi yang dapat dilakukan dalam penggunaan media sosial Youtube. Alhasil, perang siber semakin ketat dalam hal mendapatkan subscribers, viewers, dan likes, guna mendongkrak rating kanal Youtube yang dimiliki. Seperti contoh kasus unggahan video di Youtube M. Quraish Shihab yang menganggap hukum berhijab itu tidak mutlak untuk harus dilakukan karena masih ada perdebatan ulama. Di sisi lain, ustaz Adi Hidayat, ustaz Abdul Somad, dan ustaz Firanda menyampaikan secara implisit bahwa pendapat yang disampaikan oleh M. Quraish Shihab adalah fatwa yang salah sehingga, tidak boleh diikuti. Satu video perdebatan ini sudah ditonton sebanyak 1.200.629 kali (Ibadah TV, 2017). Dengan banyaknya jumlah penonton tersebut, hal ini memberikan dampak positif bagi si pemilik kanal Youtube karena mampu menghasilkan uang melalui monetisasi Youtube. Berdasarkan fenomena tersebut, muncul pertanyaan yang perlu dikaji lebih mendalam. Apakah monetisasi kanal media sosial Youtube para ahli agama tesebut membawa kebaikan dalam berdakwah atau justru menjadi sarana komodifikasi dakwah melalui media sosial sehingga tidak lagi mementingkan masyarakat sebagai konsumen? Oleh karena itu, penelitian ini berupaya mengurai dan menjelaskan bahwa sebuah komodifikasi itu bisa terjadi di kanal media sosial para ustaz seleb. Selain itu, penelitian ini juga berupaya menggali persepsi masyarakat Islam di Indonesia apabila 97Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) kanal media sosial para ustaz seleb dikomodifikasikan. Dengan kata lain, penelitian ini bertujuan melihat cara media sosial bekerja dan digunakan dalam sisi lain konteks dakwah, melalui pengamatan pada beberapa tayangan dakwah sejumlah ustaz serta tinjauan literatur dari berbagai penelitian tentang dakwah dan media sosial. Terdapat beberapa penelitian lain yang membahas tentang dakwah dan internet, khususnya pada media sosial. Nurdin (2014) menjelaskan melalui penelitiannya, mengenai pemanfaatan internet untuk keperluan dakwah. Dalam hal ini, internet dijadikan sebagai platform media pendukung dalam berdakwah agar dapat dikemas secara lebih menarik dan interaktif. Selanjutnya, Sumadi (2016) menulis tentang konsep dakwah dan peran media sosial yang berkenaan dengan isi (esensi) serta cara (metode). Melalui tulisannya, media sosial dinilai efektif untuk digunakan sebagai sarana berdakwah. Penelitian lain dari Sirajuddin (2014) tentang pengembangan strategi dakwah melalui media internet. Adapun pengembangan strategi dakwah yang dilakukan melalui internet harus direncanakan secara matang dan lengkap dengan lembaga pendukung yang bekerja secara profesional. Adanya pemanfaatan internet sebagai media dakwah ini dilakukan guna menjawab keluasan informasi yang berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Selanjutnya, sejumlah artikel ilmiah yang berbicara mengenai dakwah, internet, media digital, bahkan kesalehan agama dalam kaitannya dengan penggunaan media sosial turut ditulis oleh Zaini (2013); Yoga S (2015); Pardianto (2013); Budiantoro (2017); dan Huseina & Slamab (2018). Sejauh ini, penelitian dakwah di media sosial masih dianggap menjadi isu menarik bagi para akademisi Islam. Hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi dan media komunikasi yang semakin pesat dan banyak digunakan. Faktor lain disebabkan karena semakin meningkatnya jumlah generasi muda yang menggunakan media sosial, terutama dalam 98 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) hal kajian keagamaan. Beberapa dari mereka misalnya, melihat dakwah dari sudut pandang kesopanan dalam berdakwah di media sosial (Sumadi, 2016). Bahkan, yang lebih spesifik lagi, adanya penelitian tentang fanpage Aa’ Gym dalam proses dakwahnya di Facebook (Hakiki, 2016). Terdapat penelitian lain yang menganggap media sosial sebagai sebuah medium platform dakwah secara umum (Suharto, 2017), serta kajian tentang dakwah perdamaian di dunia siber (Khoiruzzaman, 2016). Apabila merujuk pada sejumlah kajian dakwah dan media sosial yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa kajian dakwah dan media sosial sudah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu dengan menampilkan beberapa model serta hasil penelitian yang tidak jauh berbeda. Meskipun demikian, kajian tentang konten dakwah menjadi media untuk populer dan meraup keuntungan dari Youtube, dianggap masih jarang dilakukan. Maka dari itu, penelitian ini menekankan pada strategi seorang mubalig mengemas konten dakwah agar menjadi laku di pasaran, sekaligus menimbulkan ketertarikan untuk menghasilkan keuntungan dalam konteks tertentu. Dengan demikian, penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu yang dijelaskan sebelumnya. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini secara khusus diarahkan pengamatan secara virtual dan visual (etnografi virtual) pada beberapa konten dakwah yang ditampilkan melalui Youtube oleh beberapa ustaz Indonesia. Selain itu, studi literatur dilakukan untuk menguatkan analisis melalui review pada beberapa penelitian terdahulu tentang konteks dakwah dan media sosial. Lebih lanjut, kajian tidak secara khusus dilakukan pada konten satu atau dua ustaz/mubalig, melainkan lebih melihat secara keseluruhan tentang tayangan atas pesan dakwah yang ditampilkan sebagai konten ceramah. Sejumlah ustaz yang diamati adalah ustaz-ustaz yang kerap mengunggah konten dakwah dan ceramahnya di Youtube, seperti: Hanan Attaki, Khalid Basalamah, Abdul Somad, dan Adi Hidayat. 99Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Adapun pengumpulan data melalui pengamatan ini merujuk pada data rekam yang diperoleh pada kanal-kanal Youtube yang diamati, yakni: Pemuda Hijrah, Khalid Basalamah, UAS Daily Life atau Tafaqquh Video, serta Akhyar TV. Beberapa kanal ini digunakan untuk menyampaikan sekaligus mengunggah konten-konten dakwah dari para ustaz. Selanjutnya, analisis dilakukan untuk mengetahui bentuk komodifikasi pesan yang dimunculkan pada kanal Youtube tersebut. Titik tekan penelitian ini adalah tentang strategi para ustaz atau mubaligh tersebut memanfaatkan Youtube sebagai media sosial yang dipandang efektif untuk menyalurkan pesan dakwah dan menarik subscribers, terlepas dari bentuk monetisasi yang selanjutnya melingkupi pemanfaatan Youtube sebagai media dakwah yang digunakan. Adanya monetisasi pada Youtube dimaknai sebagai bentuk pemanfaatan media sosial yang pada akhirnya mampu mendatangkan penghasilan berdasarkan klik, likes, views, dan jumlah pengikut (subscribers) sehingga terjadi perubahan dan alih fungsi pesan media sebagai bentuk komoditi (komodifikasi). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Media Sosial Youtube dan Kepopulerannya di Masyarakat Indonesia Pemaparan dari hasil penelitian APJII menyatakan bahwa pengguna jasa internet di Indonesia lebih dari setengah penduduk Indonesia. Dengan kata lain, popularitas pengguna internet di Indonesia cukup terbilang banyak. Sedangkan, kepopuleran internet di dunia ada sekitar 53% dengan jumlah pengguna internet sebanyak 4.021 milliar jiwa dari total penduduk dunia secara keseluruhan, yakni sekitar 7.593 milliar jiwa. Dari perbandingan tersebut, rincian pengguna internet di seluruh dunia terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pengguna internet secara keseluruhan sebanyak 4.021 miliar jiwa atau 53%, pengguna internet yang aktif bermedia sosial sekitar 3.196 milliar jiwa atau 42%, serta yang aktif 100 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) bermedia sosial menggunakan gawainya saja sekitar 2.958 milliar jiwa atau 39% (Kemp, 2018). Kepopuleran media sosial ini menyebabkannya menjadi kajian yang menarik untuk diteliti. Salah satu hal yang menarik mengenai penelitian tentang media sosial ini pernah dilakukan oleh Lovejoy & Saxton (2012) yang menjelaskan bahwa kepopuleran media sosial ini cukup efektif dan efisien sehingga, digunakan untuk membantu mengoptimalkan organisasi sebagai bentuk media informasi, komunitas, dan tindakan atau program yang dilaksanakan oleh organisasi. Dalam bentuk lain, media sosial berperan penting dalam pengiriman pesan maupun informasi kepada publik yang lebih masif (Imran, Castillo, Diaz, & Vieweg, 2015). Beberapa wujud media sosial yang pernah ditelaah lebih dalam oleh para peneliti media sosial seperti Instagram, menunjukkan secara spesifik data pengguna media sosial Instagram yang didominasi oleh orang-orang dengan kisaran usia 18 sampai 29 tahun, serta media sosial Pinterest lebih didominasi oleh kaum perempuan yang berumur 25 sampai 34 tahun (Ruths & Pfeffer, 2014). Masih banyak berbagai media sosial yang memiliki segmentasi spesifik dan populer di kalangan masyarakat. Youtube misalnya, memiliki pertumbuhan yang sangat signifikan di Indonesia. Sejak Januari 2016 hingga Januari 2017 durasi menonton Youtube masyarakat Indonesia meningkat 155% dengan jumlah konten yang diunggah di Indonesia naik hingga 278% dari tahun 2016 (Dwijaya & Zuliestiana, 2017). Tidak mengherankan apabila popularitas Youtube di Indonesia sangat kuat sehingga, muncul banyaknya komunitas Youtube di penjuru Indonesia. Komunitas-komunitas Youtube di penjuru Indonesia ini memanfaatkan Youtube bukan hanya sekedar menjalin koneksi antarwilayah, melainkan juga sebagai upaya eksistensi diri. Youtube memberikan berbagai dampak nilai- nilai bagi para penggunanya. Youtube tidak lagi sebagai media berkomunikasi, melainkan juga dijadikan ajang mencari popularitas. Pengunaan Youtube 101Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) semacam ini menyebabkan terjadinya adaptasi antarbudaya yang pada akhirnya bertransisi dari budaya lama ke budaya baru. Menurut Chen & Strarosta (2005), ada lima tahapan dalam poses transisi adaptasi antarbudaya. Pertama, masyarakat atau pengguna Youtube merasa bahagia dengan budaya barunya terhadap eksistensi Youtube. Kedua, muncul perasaan tidak nyaman karena menemukan sisi lain dari budaya baru tersebut karena nilai-nilai yang ada masih kurang familiar. Ketiga, muncul penyesuaian terhadap budaya baru tersebut. Keempat, bentuk penyesuaian terhadap kebaruan dari budaya baru yang diterimanya. Konsep yang dilontarkan Chen & Strarosta (2005) tersebut memang tidak bisa dimungkiri. Untuk melihat fenomena Youtube di Indonesia bahkan dunia sekalipun, ada proses adaptasi budaya dari menonton televisi menjadi menonton Youtube. Tidak mengherankan jika banyak fenomena pengguna Youtube yang kemudian viral melebihi artis di televisi. Sinta dan Jojo menjadi populer di seluruh Indonesia karena mengunggah cover lagu Keong Racun di tahun 2010 dan Gamaliel Audrey yang juga menjadi musisi terkenal setelah unggahan lagunya di Youtube pada tahun 2009. Bagi Sawyer (2011), melihat Youtube adalah sebuah kemudahan menjadi sosok selebritas karena pengguna Youtube atau Vloger berperan menjadi aktor, kameramen, sekaligus sutradara dalam video yang diunggah di akun Youtubenya. Bahkan, Youtube disinggung juga sebagai media sosial yang menerobos protokol komunikasi (Chandra, 2017) karena fenomena Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo yang menggunakan Youtube untuk menunjukkan beberapa aktivitas kenegaraan, seperti saat makan bersama Raja Salman ketika berkunjung ke Indonesia. Saat ini, Youtube menjadi platform media sosial terkemuka di Indonesia. Bahkan, Youtube dapat dikatakan lebih dari sekedar televisi bagi kalangan anak muda. Kejenuhan yang muncul karena televisi dianggap kurang memberikan hiburan menyebabkan para content creator berbondong- bondong menunjukkan eksistensinya membuat channel Youtube sendiri 102 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) sebagai penyejuk kejenuhan masyarakat Indonesia terhadap televisi negeri maupun swasta. Banyak artis Youtube, yang dikenal sebagai Youtuber, viral layaknya artis papan atas, seperti Ria Ricis, Raditya Dika, Atta Halilintar, Karin Novilda, Young Lex, dan banyak lagi. Bahkan, beberapa artis televisi juga mulai berbondong-bondong untuk membuat kanal Youtubenya sendiri untuk memperkuat eksistensinya. Hal ini dikarenakan memang selain memberikan ruang eksistensi, Youtube juga menjadi lahan pendapatan bagi kanal ataupun saluran Youtube yang sudah dimonetisasi melalui iklan-iklan yang ada di dalamnya. Menurut data yang dirilis www.socialblade.com (2018), menunjukkan lima teratas Youtuber populer di Indonesia adalah melalui kanal Ria Ricis, Calon Sarjana, Atta Halilintar, Raditya Dika, dan Official Sabyan Gambus. Dari data tersebut, estimasi penghasilan Ria Ricis melalui kanalnya adalah sekitar $12,8K - $205K, Calon Sarjana sekitar $22,4K - $357,8K, Atta Halilintar sekitar $5,3K - $84,8K, Raditya Dika sekitar $4,7K - $75,4K, dan Official Sabyan Gambus sekitar $18,6K - $298,4K. Popularitas Youtube semakin naik juga karena para televisi swasta turut membuat kanal Youtube untuk menyasar generasi-generasi muda yang lebih memilih Youtube daripada televisi. Oleh karena itu, hampir setiap kanal televisi swasta memiliki akun media sosial Youtube, seperti RCTI-Layar Drama Indonesia, Indonesiar, Trans7 Official, MNCTV Official, dan Trans TV Official. Tidak hanya itu, beberapa acara televisi juga membuat kanal Youtube untuk mengikat para generasi digital, seperti Ini Talk Show, The Voice Kids Indonesia GTV, Cumi-Cumi, dan CNN Indonesia. Fenomena popularitas Youtube ini juga menyebabkan semua orang untuk beradaptasi dengan Youtube sehingga, banyak sekali orang yang belajar beradaptasi dengan budaya baru. Para publik figur pun tak luput dari maraknya transisi budaya ini sehingga, mereka juga membuat kanal di Youtube untuk berbagai kepentingan. Bahkan, para mubalig saat ini juga 103Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) mengoptimalisasikan Youtube sebagai media dakwah sehingga, membuat pesan dakwah tersebut menjadi lebih masif dan efisien. Terdapat banyak kepentingan yang melatarbelakangi masyarakat membuat kanal Youtube, salah satunya money oriented. Banyaknya kepentingan yang melatarbelakangi transisi budaya menonton Youtube menjadi polemik tersendiri bagi masyarakatnya, seperti polemik ustaz selebritas (ustaz seleb). Sejumlah para mubalig dan mubaligah membuat kanal Youtube menjadikan syiar agama menjadi lebih mudah, efektif, sekaligus masif. Namun, fenomena yang muncul adalah masing-masing mubalig memiliki persepsi ajaran beda-beda sehingga, memunculkan perdebatan dalam dunia digital maupun dunia nyata. Para mubalig yang seharusnya menjadi agen penentram bagi masyarakat, justru tampak menjadi seperti agen penggiring opini publik. Kondisi yang demikian ini menyebabkan Kementerian Agama harus turun tangan untuk menstandarisasi para mubalig ini dalam aturan-aturan yang ditentukan. Pada akhirnya, Kementerian Agama merilis 200 nama mubalig yang dianggap memenuhi kriteria tertentu, salah satunya jauh dari perdebatan (Akbar, 2018; Hartanto, 2018; liputan6, 2018; Rahmadi, 2018). Monetisasi Kanal Youtube Konten Dakwah Fenomena banyaknya orang yang diklaim sebagai mubalig atau ustaz mengharuskan Kementerian Agama turun tangan dengan cara merilis 200 nama mubalig yang diakui oleh pemerintah. Sikap demikian dilakukan karena banyaknya mubalig yang terkenal melalui media sosial membawa ideologi atau persepsi yang beraneka ragam. Perbedaan pendapat yang disampaikan para mubalig tersebut ditakutkan dapat merusak persatuan masyarakat. Uniknya, dari 200 nama mubalig yang dirilis oleh Kementerian Agama, nyatanya justru kurang dikenal oleh kebanyakan orang, terutama bagi mereka generasi milenial saat ini. Tercatat hanya beberapa ustaz senior 104 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) yang masuk ke dalam 200 nama mubalig yang dirilis oleh Kementerian Agama dan dikenal oleh generasi saat ini karena sering melakukan syiar melalui media televisi ataupun media massa lainnya, mereka adalah Dedeh Rosidah (Mamah Dedeh); Emha Ainun Najib, maupun M. Quraish Shihab. Menilik pada rilis yang dikeluarkan dari Kementerian Agama tersebut, sejumlah mubalig yang eksis di media sosial Youtube, seperti ustaz Abdul Somad, ustaz Adi Hidayat, ustaz Maulana, serta beberapa ustaz selebritas lainnya justru tidak termasuk dalam 200 nama mubalig yang dirilis secara resmi. Deretan ustaz yang eksis di Youtube tersebut memiliki kanal khusus untuk media dakwahnya, baik yang sengaja dikelola, maupun yang secara tidak sengaja merekam video dakwahnya dan selanjutnya diunggah di Youtube. Meskipun demikian, masuknya deretan mubalig di Youtube menjadikannya sosok publik figur yang viral dan dikenali oleh masyarakat Indonesia saat ini. Kepopuleran para mubalig di Youtube mampu melebihi 200 nama mubalig yang dirilis oleh Kementerian Agama. Kepopuleran tersebut terlihat dari kanal Youtube UAS Daily Life yang sudah mengunggah sebanyak 871 video sejak 15 Desember 2017 dengan pengikut 129.220 orang dan ditonton sebanyak 13.171.564 kali, kanal Hanan Attaki mengunggah 68 video sejak 11 Mei 2017 dengan pengikut 143.321 orang dan ditonton sebanyak 3.298.273 kali, kanal Akhyar TV yang merepresentasikan Ustaz Adi Hidayat sudah mengunggah 195 video sejak 21 Oktober 2016 dengan pengikut 156.787 orang dan ditonton sebanyak 5.380.363 kali, dan kanal Khalid Basalamah sudah mengunggah 1.113 video sejak 7 Februari 2013 dengan pengikut 583.482 orang dan videonya sudah ditonton sebanyak 55.844.600 kali (socialblade, 2018b, 2018a, 2018c, 2018e). Sumber lain dari Majalah Tempo Edisi 24 Juni 2018 membahas mengenai platform dakwah Youtube yang digunakan oleh beberapa ustaz seleb. Data yang dapat dihimpun adalah sebagai berikut: 105Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Tabel 1. Platform Dakwah Youtube Beberapa Ustaz Nama Kanal Dibuat pertama kali Jumlah video Jumlah pelanggan Rata-rata pertambahan pelanggan per hari Peringkat kanal berdasarkan pelanggan Tafaqquh Video 17 Maret 2012 1.250 435.625 2.368 18.731 Khalid Basalamah 7 Februari 2013 1.108 480.977 1.081 16.840 Akhyar TV 20 Oktober 2016 135 104.031 376 75.643 Pemuda Hijrah 20 September 2017 79 131.870 699 61.139 Youtube sebagai platform media sosial berbasis video memiliki ketentuan khusus untuk para penggunanya bisa memonetisasi kanalnya. Youtube Partner Program (YPP) memberikan peraturan untuk kanal-kanal berisi video yang menyelipkan iklan untuk bisa mendapatkan pendapatan atau yang dikenal sebagai monetisasi Youtube. Untuk bisa monetisasi, sebuah video setidaknya harus ditonton sebanyak 4.000 jam dalam 12 bulan terakhir dan memiliki minimal 1.000 pengikut atau subscribers (Yusuf, 2018). Lebih lanjut, untuk pendapatan yang diperoleh, dapat dihitung melalui sistem Cost Per Mille (CPM) atau pendapatan per 1.000 impresi (jumlah iklan yang ditonton) (Ramadhan, 2018). Google merilis kriteria yang spesifik untuk akun-akun yang dimonetisasi, seperti konten sesuai dengan pengiklan dan suatu konten harus orisinal atau jika milik orang lain harus mendapatkan izin untuk dikomersialisasikan. Syarat yang lain adalah konten yang diunggah harus sesuai dengan kebijakan dan persyaratan Youtube sehingga, jika ada konten yang tidak sesuai maka, kanal yang melanggar aturan tersebut dapat diblokir oleh pihak Youtube (Jurnalweb, 2018). Diberlakukannya aturan tersebut oleh pihak Youtube terhadap kanal- kanal penggunanya, para ustaz yang terkenal melalui media sosial Youtube sudah masuk kualifikasi untuk kanal yang dimonetisasikan seperti pada tabel 2 berikut. 106 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Tabel 2. Estimasi Pendapatan Hasil Monetisasi Youtube Nama Kanal Pengikut Jumlah penonton (per 30 hari) Estimasi pendapatan (per 30 hari) UAS Daily Life 130.091 3.159.870 $790 - $12.600 Khalid Basalamah 583.482 1.817.700 $454 - $7.300 Ahyar TV 156.787 461.460 $115 - $1.800 Hanan Attaki 143.321 329.430 $82 - $1.300 Estimasi pendapatan hasil monetisasi kanal Youtube tersebut menggunakan kurs dolar sehingga, jika dirupiahkan setiap kanal Youtube yang dimonetisasi bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah yang banyak. Monetisasi diperoleh melalui penempelan atau penyematan iklan melalui video Google AdSense dan sekaligus menyedot pendapatan dari para pelanggar hak cipta (Ramadhan, 2018). Dalam hal ini, sejumlah mubalig atau ustaz memang memanfaatkan media sosial lain untuk berdakwah seperti Instagram, Facebook, maupun Twitter. Walaupun demikian, platform –platform media sosial tersebut baru akan menghasilkan pundi rupiah apabila mereka mengampu produk komersial, dan ini tidak dilakukan serta berbeda dengan kecenderungan unggahan pada Youtube. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Youtube menjadi platform media sosial pilihan yang populer di Indonesia dan secara tidak langsung mampu menjadikan para penggunanya menjadi mikroselebritas baru. Circuit of Culture: Identitas Sosial dan Komodifikasi Media Baru Circuit of culture adalah gagasan yang cukup populer dalam kajian media. Konsep ini awalnya digunakan sebagai alat analisis budaya oleh British Centre for Contemporary Cultural Studies (CCCS) yang kemudian dikembangkan sebagai dasar analisis untuk kajian budaya, media, dan identitas (Leve, 2012)economics and consumption, representation and identity. In studying a recent cultural phenomenon in government schools, 107Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) it became clear that a methodological tool that made sense of these interlinked processes was required. The Circuit of Culture (the Circuit. Di sisi lain, identitas sosial sendiri dimaknai sebagai bagian dari konsep individu yang berasal dari pengetahuan individu, dan pengetahuan ini adalah milik suatu kelompok sosial tertentu, bersamaan dengan nilai dan emosi yang melekat di dalamnya (Hogg, Terry, & White, 1995; Trepte, 2011). Framework penelitian ini melihat tentang mubalig yang eksis melalui Youtube pada kenyataannya lebih mengena di hati masyarakat. Hal ini tidak luput dari identitas seorang mubalig dalam menyampaikan syiar agama kepada orang lain melalui platform media sosial yang populer. Identitas tersebut merupakan bentukan dari orang lain dan dijadikan acuan untuk diimplementasikan dalam dirinya sebagai bentuk kepuasan (Taylor, Demont-Heinrich, Broadfoot, Dodge, & Jian, 2002). Oleh karena itu, mengidentifikasi wacana tertentu melalui konten Youtube para mubalig tentunya perlu dicermati karena wacana-wacana yang dilontarkan memiliki peran dalam mengkonstruksi makna dan identitas yang terkandung di dalamnya (Woodward, 1997). Berdasarkan konsep tersebut, perlu adanya pengamatan mengenai kecenderungan para mubalig di Youtube dalam memproduksi wacana- wacana dakwah sehingga, membentuk identitas melalui pemaknaannya. Dengan kata lain, identitas sosial dari para mubalig Youtube tersebut tidak serta-merta muncul ke permukaan, melainkan suatu proses strukturisasi wacana yang disampaikan sehingga, membentuk makna yang dapat diterima bagi penontonnya. Singkat kata, pesan yang dilontarkan para mubalig di Youtube adalah aspek komoditas utama sebagai modal monetisasi kanal Youtube sehingga, dapat menghasilkan pendapatan dari perusahaan Youtube. Hanan Attaki misalnya, menggunakan wacana-wacana kekinian melalui pemilihan diksi yang sering digunakan generasi muda saat ini. Kanal ustaz Hanan Attaki selalu menggunakan diskursus anak muda sehingga 108 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) menarik banyak perhatian anak muda untuk mendengarkan seperti, Ge’er, Biar Gak Fragile, No Judgement, Re-connect, Di Reject, Baper Itu Ketika, dan sebagainya. Pemilihan diksi tentu digunakan bukan tanpa alasan ketika Hanan Attaki berceramah melalui Youtube ataupun secara langsung. Terkait pandangan dalam perspektif linguistik kognitif, pemilihan atau penggunaan sebuah bahasa merupakan hasil produksi dari pikiran manusianya (Wierzbicka, 1992). Berdasarkan hal tersebut, maka kita bisa melihat tentang pola pikiran Hanan Attaki, yaitu pikiran yang merepresentasikan anak muda dengan pemilihan diksi-diksi yang mencerminkan fenomena saat ini. Identitas personal yang dibangun oleh Hanan Attaki pun tampak sangat kekinian sebagaimana sebuah identitas personal itu terbangun dari basis suatu hubungan dengan perilaku (Simon, 1992; Thoits, 1991). Menggunakan atribut penutup kepala, jaket yang dibuka dengan kaos, dan celana Cargo adalah identitas yang dibangun oleh Hanan Attaki sebagai representasi anak muda. Oleh karena itu, identitas sosial dari para pengikut ustaz Hanan Attaki ini selalu menjukkan jiwa muda melalui cara berpakaian dan atribut fisik yang dikenakannya. Ibrahim & Akhmad (2014) menjelaskan konteks agama tidak hanya dipahami secara substantif saja, melainkan juga secara fungsional, yang merujuk pada fungsi sosial, fungsi eksistensial, serta fungsi transenden. Agama tidak dapat dijelaskan hanya dengan satu ciri ataupun unsur inti, melainkan juga mampu menampilkan fungsi tertentu bagi individu secara khusus maupun masyarakat dalam lingkup yang lebih luas. Hasilnya, ketika menilik pada dimensi cyberspace saat ini, bagaimana agama sebagai dasar dalam berdakwah mampu melahirkan konsep agama online sebagai bentuk ekspresi religiositas dan spiritualisme para penganutnya. Keberadaan para ustaz seleb ataupun mubalig Youtube merupakan bentuk optimalisasi terhadap penggunaan media komunikasi sosial. Perkembangan era siber memang menuntut masyarakat untuk dapat memanfaatkan media secara maksimal. Praktiknya, menyampaikan konten 109Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) dakwah yang biasa dilakukan secara langsung mampu “disulap” secara lebih praktis dengan disiarkan secara online melalui Youtube. Kondisi ini yang kemudian mendasari ekspresi keberagamaan masyarakat secara online, termasuk pula ketika melihat munculnya fenomena cybertemple, ritual online, maupun e-vangelisme (Ibrahim & Akhmad, 2014). Kasus yang sama pun terjadi pada mubalig lain, seperti: ustaz Abdul Somad; ustaz Khalid Basalamah; dan ustaz Adi Hidayat. Monetisasi kanal Youtube mereka juga melalui proses pengelolaan media Youtube layaknya milik Hanan Attaki, tetapi dengan segmen yang lain. Salah satu tanda terhadap bentuk monetisasi pada media Youtube dapat dilihat melalui iklan yang terpapar di dalamnya. Jika video yang diunggah tersebut terdapat iklan ketika dimainkan, sudah dipastikan kanal Youtube tersebut sudah dimonetisasikan oleh pemiliknya. Merujuk pada pemahaman tersebut, konsep Hall (1997) dapat digunakan untuk menganalisis optimalisasi media sosial Youtube terhadap aspek monetisasi yang dimunculkan di dalamnya. Terkait hal ini, mengambil salah satu kecenderungan dakwah ustaz Hanan Attaki misalnya, penggunaan circuit of culture secara khusus dapat dianalisis melalui lima tahapan penting, yaitu: representasi atau penggambaran; konsumsi; produksi; regulasi; dan identitas. Pertama adalah representasi. Dalam hal ini, ustaz Hanan Attaki merepresentasikan simbol mubalig dengan gaya kekinian melalui pemilihan diksi dan wacana yang disampaikan kepada para jamaah atau pengikutnya di Youtube. Dia membuat cerminan anak muda yang saleh di usia muda dengan menjadi mubalig melalui media sosial Youtube. Kedua, produksi. Produksi merupakan suatu upaya proses penciptaan sebuah wacana yang akan disajikan kepada khalayak. Dalam hal ini, produksi wacana keislaman yang gaul adalah bentuk dari upaya ustaz Hanan Attaki dalam menyampaikan dakwahnya, untuk selanjutnya diunggah ke dalam media Youtube sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat luas. 110 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Ketiga adalah konsumsi. Penjelasan konsumsi dalam hal ini mengacu pada proses pemerolehan, penggunaan, dan pelepasan suatu barang atau jasa. Dalam kasus ini, konsumsi yang dimaksud mencerminkan suatu keadaan yang ada di dalamnya kekuatan, ideologi, gender, dan kelas sosial untuk membentuk satu sama lain (Denzin, 2001). Hanan Attaki melalui media Youtube memberikan sebuah produk wacana keislaman yang kekinian dan siap dikonsumsi oleh para pecintanya. Keempat adalah regulasi. Aspek ini memiliki kesan yang selalu berhubungan dengan aturan-aturan. Dalam konsep analisis media, regulasi yang dikemukakan ini memiliki dua bentuk, yaitu diformulasikan oleh kebijakan-kebijakan dan formula abstrak dari pola-pola citra atau penggambaran yang muncul (Hall, 1997b). Secara kebijakan, regulasi dalam hal mutlak dari aturan monetisasi Youtube dan aturan dalam UU ITE, tetapi secara abstrak, pola-pola yang mengatur adalah hubungan pencitraan diri dengan norma-norma yang berlaku. Dengan demikian, ustaz Hanan Attaki terkadang dianggap melanggar norma dan aturan dari pola-pola sebelumnya yang mencitrakan bahwa mubalig harus bersurban atau berpeci. Namun, pola-pola yang diwujudkan oleh ustaz Hanan Attaki adalah kekinian sehingga, menguatkan citra pemuda yang saleh. Kelima, identitas. Identitas memiliki kesinambungan dengan regulasi dan konsumsi dalam konsep arus budaya ini. Hubungan sebab akibat identitas dengan regulasi dan konsumsi menciptakan suatu identitas sosial baru dari proses produksi dan konsumsi masyarakat terhadap media. Oleh karena itu, konten Youtube ustaz Hanan Attaki yang mencitrakan generasi muda yang saleh diproduksi sedemikian rupa dan dikonsumsi oleh pengikutnya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya suatu identitas sosial baru bahwa saleh tidak selalu menggunakan peci, sorban, atau sarung. Namun, kesalehan itu adalah cara. Terkait dengan identifikasi circuit of culture tersebut, monetisasi Youtube sebagai bentuk media dakwah tidak terlepas dari aspek komodifikasi 111Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) media. Dalam konteks ini, monetisasi Youtube yang dilakukan pada akhirnya memungkinkan Youtube untuk dimanfaatkan tidak hanya sebagai media yang digunakan, melainkan menjadikannya sebagai sumber penghasilan atas kriteria tertentu. Mosco (2009) menyatakan bahwa komodifikasi adalah proses pengubahan pada sejumlah hal yang bersifat dihargai untuk penggunaannya, dan selanjutnya dapat dipasarkan sebagai sebuah produk. Contoh sederhana dalam bentuk komodifikasi ini adalah ketika cerita film ataupun novel dapat dijual sebagai sebuah produk yang laku di pasaran. Aspek komodifikasi berkenaan dengan persepsi ekonomi politik klasik. Dalam hal ini, Adam Smith membedakan antara beberapa produk yang berasal dari kepuasan keinginan dengan kebutuhan tertentu manusia, yakni nilai guna dan nilai tukar. Komodifikasi bersumber pada konsep komoditas sebagai bentuk produk yang diproduksi dan diatur melalui proses pertukaran. Dengan demikian, komodifikasi dapat dimaknai sebagai proses mengubah nilai pakai menjadi nilai tukar (Mosco, 2009). Melalui tahapan tersebut, kanal Youtube sejumlah mubalig Youtube atau ustaz seleb sukses memberikan suguhan kepada masyarakat. Selain itu, juga juga cenderung mengubah nilai guna media sebagai saluran komunikasi sekaligus menjadi media untuk mendapatkan keuntungan. Pun begitu dengan konten dakwah yang disampaikan, terlepas dari cara menyampaikan dakwah yang lebih kekinian, apik, lengkap dengan kemasan yang menarik bagi audiens. Dalam hal ini, Youtube mampu bertransformasi menjadi media sosial yang dapat memberikan penghargaan kepada saluran (kanal) Youtube yang memenuhi kriteria. Melalui monetisasi, Youtube memfasilitasi sekaligus menuntut kanal-kanal mubalig Youtube atau ustaz seleb menjadi terkenal, banyak menghasilkan likes, subscribers, dan viewers sehingga menghasilkan pendapatan dari pihak Youtube melalui iklan pada setiap video yang diunggah. 112 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Akhirnya, ulasan tersebut merefleksikan adanya komodifikasi dalam penggunaan media sosial Youtube. Dalam kapasitas media dan konten yang disampaikan, komodifikasi dapat dilakukan secara bersamaan, seiring dengan audiens—dalam hal ini para umat muslim penikmat ceramah mubalig atau ustaz melalui Youtube—turut serta menjadi faktor penentu komodifikasi yang dilakukan. Marx (Mosco, 2009), menganalisis dengan memulai konsep capital terhadap aspek komoditas. Marx (Mosco, 2009) menemukan bentuk paling eksplisit melalui representasi atas produksi kapitalis karena kapitalisme pada dasarnya muncul sebagai kumpulan dari komoditas-komoditas atas sesuatu yang menjadi produk dan representasi yang dimunculkan. Hal ini yang selanjutnya mendasari representasi atas syiar dakwah para mubalig Youtube menjadi terkesan berbeda. Tidak hanya sarat akan konten dakwah, tetapi juga dalam sisi yang berbeda, konten yang disampaikan memiliki kuasa atas kepentingan pemilik media. Komodifikasi berkenaan dengan selera pasar. Sedikit meminjam istilah marketing atau pemasaran, pasar memerlukan sesuatu yang menarik dan mampu memikat konsumen. Walaupun demikian, komodifikasi tidak sama dengan komersialisasi yang cenderung hanya mengarah pada kekuatan iklan untuk memengaruhi. Begitu pula dengan tayangan ataupun dakwah melalui Youtube, yang bertugas untuk memengaruhi bukan iklan yang disematkan. Efek pesan tetap berjalan secara utama melalui pesan dakwah yang disampaikan. Akan tetapi, iklan yang melingkupi pesan dakwah yang disampaikan serta kuantitas subscribers dan reviewers sebagai audiens, turut memengaruhi kepentingan ekonomi berjalan di balik proses tersebut. Alhasil, komodifikasi memiliki sisi yang lebih luas, dengan konsep bahwa kepentingan ekonomi politik muncul sebagai manifestasi penting dalam prosesnya (Mosco, 2009). 113Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Monetisasi media sosial Youtube adalah suatu hal yang menggiurkan untuk dilakukan. Hal ini karena Youtube menjanjikan untuk memberikan penghargaan berupa uang kepada setiap orang yang memiliki kanal Youtube dengan konten-konten yang menarik. Dengan kata lain, Youtube bisa menjadi salah satu lahan pekerjaan bagi masyarakat saat ini. Dunia mubalig saat ini juga mengoptimalisasikan media Youtube sebagai lahan dakwah karena cukup efektif dan efisien. Muncul banyak sekali mubalig dengan mengunggah konten-konten dakwah, meskipun banyak juga dari konten-konten dakwah tersebut justru membingungkan masyarakat awam terhadap ajaran Islam yang disampaikan melalui konten Youtubenya. Deretan ustaz yang cukup populer karena konten dakwahnya di Youtube adalah ustaz Abdul Somad, ustaz Khalid Basalamah, ustaz Adi Hidayat, dan Hanan Attaki. Youtube menyebabkan para mubalig ini menjadi mubalig Youtube yang terkenal dengan beberapa pengikut di kanal Youtube mereka. Meskipun tak jarang, masing-masing dari mereka terkadang memiliki perbedaan pandangan tentang ajaran Islam. Meskipun demikian, konten Youtube yang mereka munculkan tetap mampu dinikmati oleh kalangan-kalangan pecintanya. Singkat kata, pada dasarnya dakwah dalam kanal Youtube telah dikomodifikasi melalui bentuk monetisasi yang ditawarkan. Hal ini merujuk pada perubahan nilai guna Youtube sebagai media yang selanjutnya dijadikan sebagai nilai tukar dalam kepentingan ekonomi. Dengan memanfaatkan konten dakwah sebagai pesan, jumlah penonton sebagai audiens media, Youtube memiliki kuasa untuk memberikan penghargaan kepada pemilik akun guna menghasilkan uang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan akun Youtube dan pesan yang disiarkan. Hal inilah 114 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) yang juga diikuti oleh beberapa mubalig atau ustaz yang menggunakan media Youtube sebagai sarana dakwah sehingga, untuk mendapatkan syiar agama sekarang sudah sangat dimudahkan, yaitu melalui Youtube. Sayangnya, perlu diingat bahwa Youtube tidak pernah bertanggung jawab atas konten dakwah yang diunggah. Youtube hanya bertanggung jawab untuk membayar konten-konten yang memiliki banyak penonton dan kanal-kanal yang memiliki banyak pengikut. Saran Di tengah banyaknya perbedaan persepsi mengenai ajaran Islam, memilih kanal sekaligus sumber yang jelas dan tepat adalah solusi untuk menghindarkan diri dari kebingungan, sekaligus meminimalisir efek negatif dari penggunaan Youtube. Melihat fenomena perkembangan media saat ini, siapapun seolah mampu menjadi mubalig atau ustaz karena kemudahan yang ditawarkan. Youtube salah satunya, mampu menjadi media yang mempermudah siapapun untuk mengunggah konten-konten dakwah. Terkait hal ini, sebagai penonton sekaligus konsumen pesan media, kita perlu memilih mubalig atau ustaz dan konten dakwah yang sesuai, memasang filter personal pada diri pribadi ketika mengakses konten dakwah di Youtube, serta merujuk kembali pada sumber-sumber primer dan teks keagamaan atas konten dakwah yang kita terima melalui media. DAFTAR PUSTAKA Akbar, C. (2018). Siapa 200 Mubaligh Kemenag Laik Naik Mimbar? Inilah Nama Mereka. Retrieved September 27, 2018, from www.tempo. co website: https://nasional.tempo.co/read/1091243/siapa-200- mubaligh-kemenag-laik-naik-mimbar-inilah-nama-mereka Bohang, F. K. (2018). Berapa Jumlah Pengguna Internet Indonesia? Retrieved September 25, 2018, from www.kompas.com website: 115Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) https://tekno.kompas.com/read/2018/02/22/16453177/ berapa-jumlah-pengguna-internet-indonesia Budiantoro, W. (2017). Dakwah di Era Digital. KOMUNIKA: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 11(2), 263–281. https://doi.org/10.24090/ KOMUNIKA.V11I2.1369 Campbell, H. A., & Lövheim, M. (2011). Rethinking the Online– offline Connection in the Study of Religion Online. Information Communication and Society, 14(8), 1083–1096. https://doi.org/10.10 80/1369118X.2011.597416 Chandra, E. (2017). Youtube, Citra Media Informasi Interaktif atau Media Penyampaian Aspirasi Pribadi. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Dan Seni, 1(2), 406–417. https://doi.org/10.24912/jmishumsen. v1i2.1035 Chen, G.-M., & Strarosta, W. J. (2005). Foundations of Intercultural Communication (2nd Ed). Lanham: University Press of Amerika. Dahlan, D. (2015). Dari Mana Asal Duit Para Youtuber? Retrieved September 26, 2018, from www.kompas.com website: https:// ekonomi.kompas.com/read/2015/09/17/060700726/Dari. Mana.Asal.Duit.Para.Youtuber.?page=all Denzin, N. K. (2001). The Seventh Moment: Qualitative Inquiry and the Practices of a More Radical Consumer Research. The Journal of Consumer Research, 28, 324–330. https://doi.org/10.1086/322907 Dwijaya, G. M., & Zuliestiana, D. A. (2017). Analisis Positioning Youtuber Indonesia Berdasarkan Persepsi Penonton Youtube dengan Menggunakan Metode Perceptual Mapping (Studi pada Kategori Entertainment dengan Konten Berbasis Vlog). E-Proceeding of Management, 4(3), 2267–2271. Fakhruroji, M. (2019). Muslims Learning Islam on the Internet. In M. Woodward & R. Lukens-Bull (Eds.), Handbook of Contemporary Islam and Muslim Lives (pp. 1–17). https://doi.org/10.1007/978- 3-319-73653-2_70-1 Hakiki, R. (2016). Dakwah di Media Sosial (Etnografi Virtual pada Fanpage Facebook KH. Abdullah Gymnastiar). Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 116 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Hall, S. (1997a). Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. In S. Hall (Ed.), Culture, Media & Identities. London: The Open University & Sage Publications Ltd. Hall, S. (1997b). The Centrality of Culture: Notes on the Cultural Revolutions of Our Time. In K. Thompson (Ed.), Media and Cultural Regulation (Culture, Media and Identities Series) (1st Ed). London: Sage Publications in Association with The Open University. Hartanto, A. D. (2018). Daftar Nama 200 Mubalig yang Dirilis Kemenag. Retrieved September 27, 2018, from www.tirto.id website: https:// tirto.id/daftar-nama-200-mubalig-yang-dirilis-kemenag-cKM7 Hogg, M. A., Terry, D. J., & White, K. M. (1995). A Tale of Two Theories: A Critical Comparison of Identity Theory with Social Identity Theory. Social Psychology Quarterly Social Psychology Quarterly, 58(4), 255–269. https://doi.org/10.2307/2787127 Horsfield, P. (2018). Rethinking the Study of “Religion” and Media from an Existential Perspective. Journal of Religion, Media and Digital Culture, 7(1), 50–66. https://doi.org/10.1163/25888099- 00701004 Huseina, F., & Slamab, M. (2018). Online Piety and Its Discontent: Revisiting Islamic Anxieties on Indonesian Social Media. Indonesia and The Malay World, 46(134), 80–93. https://doi.org/10.1080/13 639811.2018.1415056 Ibadah TV. (2017). Fatwa Yang Salah! Dibantah Oleh Ustadz Somad - Ustadz Adi Hidayat & Ustadz Firanda. Retrieved September 29, 2018, from www.youtube.com website: https://www.youtube. com/watch?reload=9&v=dQVERTaHzNg Ibrahim, I. S., & Akhmad, B. A. (2014). Komunikasi dan Komodifikasi: Mengkaji Media dan Budaya dalam Dinamika Globalisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Imran, M., Castillo, C., Diaz, F., & Vieweg, S. (2015). Processing Social Media Messages in Mass Emergency: A Survey. ACM Computing Surveys, 47(4), A:1-A:36. https://doi.org/10.1145/2771588 Ismail, A. I. (2017). Globalization of Da’wa (Initiating a New Paradigm of Da’wa in Global Competition Era). Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), 3rd Annual International Seminar and Conference on Global Issues (ISCoGI 2017), 140, 122–125. Retrieved from https://www.atlantis-press.com/proceedings/ iscogi-17/55916198 117Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Jurnalweb. (2018). Kriteria Monetisasi Video Youtube. Retrieved September 29, 2018, from www.jurnalweb.com website: https:// www.jurnalweb.com/kriteria-monetisasi-video-youtube/ Kemp, S. (2018). Digital in 2018: World’s Internet Users Pass the 4 Billion Mark. Retrieved September 29, 2018, from www.wearesocial.com website: https://wearesocial.com/blog/2018/01/global-digital- report-2018 Khoiruzzaman, W. (2016). Urgensi Dakwah Media Cyber Berbasis Peace Journalism. Jurnal Ilmu Dakwah, 36(2), 316–334. https://doi. org/10.21580/jid.36i.2.1775 Leve, A. M. (2012). Circuit of Culture as a Generative Tools of Contemporary Analysis: Examining the Construction of an Education Commodity. AARE APERA International Conference, 12. Sydney: AARE APERA International Conference. liputan6. (2018). Headline: Daftar 200 Mubalig Versi Kemenag Tuai Polemik, Bakal Direvisi? Retrieved September 27, 2018, from www.liputan6.com website: https://www.liputan6.com/news/ read/3534945/headline-daftar-200-mubalig-versi-kemenag-tuai- polemik-bakal-direvisi Lovejoy, K., & Saxton, G. D. (2012). Information, Community, and Action: How Nonprofit Organizations Use Social Media. Journal of Computer-Mediated Communication, 17(3), 337–353. https://doi. org/10.1111/j.1083-6101.2012.01576.x Mosco, V. (2009). The Political Economy of Communication (2 Ed). London: SAGE Publications Ltd. Nurdin. (2014). To Dakwah Online or Not to Dakwah Online, Da’i Dilemma in Internet Age. Al Misbah: Jurnal Ilmu Dakwah Dan Komunikasi, 10(1), 21–34. https://doi.org/10.24239/al-mishbah. Vol10.Iss1.34 Pardianto. (2013). Meneguhkan Dakwah Melalui New Media. Jurnal Komunikasi Islam, 3(1), 22–47. https://doi.org/10.15642/ jki.2013.3.1.%25p Rahmadi, D. (2018). Ini Nama 200 Mubalig Rekomendasi Kemenag Masukan dari Tokoh Agama. Retrieved September 27, 2018, from www.merdeka.com website: https://www.merdeka. com/peristiwa/ini-nama-200-mubalig-rekomendasi-kemenag- masukan-dari-tokoh-agama.html 118 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Ramadhan, F. M. (2018). Rumus Pendapatan Platform Dakwah Abdul Somad dan 3 Dai Lain. Retrieved September 28, 2018, from tempo.co website: https://grafis.tempo.co/read/1312/rumus- pendapatan-platform-dakwah-abdul-somad-dan-3-dai-lain Ruths, D., & Pfeffer, J. (2014). Social Media for Large Studies of Behavior. Science, 346, 1063–1064. https://doi.org/10.1126/science.1257756 Saputra, R., & Islamiyah, U. H. (2019). Da’wah Strategy Through Google Search Engine Optimization. Islam Universalia: International Journal of Islamic Studies and Social Sciences., 1(1), 20–41. https://doi. org/10.5281/zenodo.3236457 Sawyer, R., & Chen, G.-M. (2012). The Impact of New Social Media on Intercultural Adaptation. Intercultural Communication Studies, 21(2), 151–169. Siegel, A. A. (2019). Islamic Activism in the Digital Age. Article, 1–14. Simon, R. W. (1992). Parental Role Strains, Salience of Parental Identity, and Gender Differences in Psychological Distress. Journal of Health and Social Behavior, 33(1), 25–35. https://doi.org/10.2307/2136855 Sirajuddin, M. (2014). Pengembangan Strategi Dakwah Melalui Media Internet (Peluang dan Tantangan). Al-Irsyad Al-Nafs: Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, 1(1), 1–97. socialblade. (2018a). Ahyar TV. Retrieved September 28, 2018, from www.socialblade.com website: https://socialblade.com/youtube/ channel/UCLgOKw4Xq1HdOW-aEejYBEg socialblade. (2018b). Hanan Attaki. Retrieved September 28, 2018, from www.socialblade.com website: https://socialblade.com/youtube/ channel/UCIm0qD-5Yk38NM6KuQvfjfQ socialblade. (2018c). Khalid Basalamah. Retrieved September 28, 2018, from www.socialblade.com website: https://socialblade.com/ youtube/user/khalidbasalamah socialblade. (2018d). Top 250 Youtuber in Indonesia Sorted by Subscribers. Retrieved September 28, 2018, from www.socialblade.com website: https://socialblade.com/youtube/top/country/id/ mostsubscribed socialblade. (2018e). UAS Daily Life. Retrieved September 28, 2018, from www.socialblade.com website: https://socialblade.com/youtube/ channel/UCN4pcyRujIQ-uwRArubfgbw 119Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Suharto. (2017). Media Sosial Sebagai Medium Komunikasi Dakwah. Al-Misbah: Jurnal Ilmu Dakwah Dan Komunikasi, 13(2), 229–244. https://doi.org/10.24239/al-mishbah.Vol13.Iss2.86 Sumadi, E. (2016). Dakwah dan Media Sosial: Menebar Kebaikan Tanpa Diskriminasi. At-Tabsyir : Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 4(1), 173–190. https://doi.org/10.21043/at-tabsyir.v1i2.2912 Taylor, B. C., Demont-Heinrich, C., Broadfoot, K. J., Dodge, J., & Jian, C. (2002). New media and the circuit of cyberculture: Conceptualizing Napster. Journal of Broadcasting & Electronic Media, 46(4), 607–629. https://doi.org/10.1207/s15506878jobem4604_7 Thoits, P. A. (1991). On Merging Identity Theory and Stress Research. Social Psychology Quarterly, 54(2), 101–112. https://doi. org/10.2307/2786929 Trepte, S. (2011). Social Identity Theory. In J. Bryant & P. Vorderer (Eds.), Psychologi of Entertainment (pp. 225–272). New Jersey: Routledge. Wierzbicka, A. (1992). Semantics, Cognition, and Culture. London: Oxford University Press. Woodward, K. (1997). Concepts of Identity and Difference. In K. Woodward (Ed.), Identity and Difference (pp. 7–62). London: Sage Publications in Association with The Open University. Yoga S, S. (2015). Dakwah di Internet: Konsep Ideal, Kondisi Objektif, dan Prospeknya. Al-Bayan: Media Kajian Dan Pengembangan Ilmu Dakwah, 21(1), 56–70. https://doi.org/10.22373/albayan.v21i31.148 Yusuf, O. (2018). Resmi, Syarat untuk Dapat Uang dari YouTube Makin Berat. Retrieved September 29, 2018, from www.kompas.com website: https://tekno.kompas.com/read/2018/01/17/19303157/resmi- syarat-untuk-dapat-uang-dari-youtube-makin-berat?page=all Zaini, A. (2013). Dakwah Melalui Internet. At-Tabsyir : Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 1(1), 93–108. https://doi.org/10.21043/at-tabsyir. v1i1.447 120 Mubalig Youtube dan Komodifikasi Konten Dakwah Ferdi Arifin Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 1, January – June 2019, pp. 91 - 120, DOI: 10.22515/balagh.v4i1.1718 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) 1. Artikel bersifat ilmiah berisi hasil riset empiris atau gagasan konseptual dan belum pernah dipublikasikan di sebuah jurnal. Artikel juga bukan merupakan satu bab utuh dari tesis atau disertasi. 2. Panjang artikel antara 15-30 halaman, tidak termasuk judul, abstrak (abstract), kata kunci (keywords), dan bibliografi. 3. Artikel terdiri dari beberapa bagian, yaitu: judul, nama penulis, abstrak (200-250 kata), kata kunci (maksimal 5 kata), dan bibliografi, dengan detil ketentuan sebagai berikut: • Penulisan judul tidak boleh lebih dari lima belas (15) kata. • Nama penulis ditulis lengkap tanpa gelar, dilengkapi dengan asal institusi, alamat korespondensi (e-mail address), serta nomor telephone/handphone. • Abstrak terdiri dari konteks diskursus area disiplin; tujuan penulisan artikel; metodologi (jika ada); temuan riset; kontribusi tulisan di dalam area disiplin. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan Indonesia. • Pendahuluan terdiri dari pemetaan penelitian terdahulu (literature review, sebaiknya temuan riset sepuluh tahun terakhir) dan novelti tulisan; batas permasalahan yang dibahas; dan argumentasi utama tulisan. • Pembahasan berisi proses reasoning argumentasi utama tulisan. • Kesimpulan berisi jawaban atas permasalahan tulisan, berdasarkan perpektif teoritis dan konseptual yang dibangun oleh penulis. • Referensi mencantumkan sumber pustaka yang menjadi rujukan. • Gaya kutipan menggunakan American Psychological Association (APA) 6th Edition, memakai model pengutipan body note (penulis tahun), dengan ketentuan detail sebagai berikut: KETENTUAN PENULISAN ARTIKEL 1. Book Dalam referensi ditulis : Azwar, S. (2016). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Di dalam kutipan ditulis : (Azwar, 2016) 2. Edited book(s) Dalam referensi ditulis : Cone, J. D. (1999). Observational assessment: Measure development and research issues. dalam P. C. Kendall, J. N. Butcher, & G. N. Holmbeck (Eds.), Handbook of research methods in clinical psychology (pp. 183-223). New York: Wiley. Di dalam kutipan ditulis : (Cone, 1999) 3. E-book(s) Dalam referensi ditulis : Sukanta, P. O., ed. (2014). Breaking the Silence: Survivors Speak about 1965-66 Violence in Indonesia (translated by Jemma Purdey). Clayton: Monash University Publishing. Diakses dari http://books.publishing. monash.edu/apps/bookworm/view/Breaking+the+Silence%3A+ Survivors+Speak+about+1965%E2%80%9366+Violence+in+Ind onesia/183/OEBPS/cop. htm, tanggal 31 Maret 2016. Di dalam kutipan ditulis : (Sukanta, 2014) 4. Article of the Journal a. Journal With Digital Objective Identifier (DOI) Dalam referensi ditulis : Tekke, M., & Ghani, F. (2013). Examining Career Maturity Among Foreign Asian Students : Academic Level. Journal of Education and Learning. Vol. 7 (1), 29-34. DOI: http://dx.doi. org/10.11591/edulearn.v7i1.173 Di dalam kutipan ditulis : (Tekke & Ghani, 2013) b. Journal Without Digital Objective Identifier (DOI) Dalam referensi ditulis : Arbiyah, N., Nurwianti, F., & Oriza, D. (2008). Hubungan bersyukur dengan subjective well being pada penduduk miskin. Jurnal Psikologi Sosial, 14(1), 11-24. Di dalam kutipan ditulis : (Arbiyanti, Nurwianti, & Oriza, 2008) c. E-Journal Dalam referensi ditulis : Crouch, M. (2016). “Constitutionalism, Islam and the Practice of Religious Deference: the Case of the Indonesian Constitutional Court.” Australian Journal of Asian Law 16, 2: 1-15. http://papers. ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2744394, diakses 31 Maret 2016. Di dalam kutipan ditulis : (Crouch, 2016) 5. Article Website a. Dengan Penulis Dalam referensi ditulis : Hendrian, D. (2016, Mei 2). Memprihatinkan Anak Pengguna Narkoba Capai 14.000. Retrieved September 27, 2017, from http://www.kpai.go.id/berita/memprihatinkan-anak-pengguna- narkoba-capai-14-ribu/ Di dalam kutipan ditulis : (Hendrian, 2016) b. Tanpa Penulis Six sites meet for comprehensive anti-gang initiative conference. (2006, November/December). OJJDP News @ a Glance. Retrieved from: http://www.ncjrs.gov/htmllojjdp/news_ acglance/216684/topstory.htmI tanggal 10 Agustus 2012. Di dalam kutipan ditulis : (http://www.ncjrs.gov/htmllojjdp/ news_acglance/216684/topstory.htmI, 2006) Saifuddin, A. (2016). Peningkatan Kematangan Karier Peserta Didik SMA Melalui Pelatihan Reach Your Dreams dan Konseling Karier (Tidak Diterbitkan). Surakarta : Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Di dalam kutipan ditulis : (Saifuddin, 2016) 7. Manuskrip Institusi Pendidikan Yang Tidak Dipublikasikan Dalam referensi ditulis : Nuryati, A., & Indati, A. (1993). Faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar. Unpublished Manuscript, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Di dalam kutipan ditulis : (Nuryati & Indiati, 1993) 4. Penulisan gaya pengutipan dihimbau menggunakan perangkat citation manager, seperti Mendeley, Zotero, EndNote, RefWorks, BibText dan lain sebagainya dengan memakai American Psychological Association (APA) 6th Edition. 5. Transliterasi bahasa Arab menggunakan standar International Journal of Middle Eastern Studies, detail transliterasi dapat diunduh di http:// ijmes.chass.ncsu.edu/docs/TransChart.pdf 6. Artikel bebas dari unsur plagiat, dengan melampirkan bukti (screenshot) bahwa artikel telah dicek memakai piranti lunak antiplagiat, misalnya, tetapi tidak terbatas pada, plagiarism checker (plagramme.com). 6. Skripsi, Tesis, atau Disertasi Yang Tidak Dipublikasikan Dalam referensi ditulis :