ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 4, No. 2, July - December 2019 Editorial Team Editor-In-Chief Akhmad Anwar Dani, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Editor Imam Mujahid, (SCOPUS ID : 57208214175); Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Central Java, Indonesia Waryono Abdul Ghafur, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia Soiman, Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia (APDI) Diajeng Laily Hidayati, Institut Agama Islam Negeri Samarinda, Indonesia Ahmad Saifuddin, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Rhesa Zuhriya Briyan Pratiwi, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Abraham Zakky Zulhazmi, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Alamat Redaksi : Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Surakarta Jl. Pandawa No. 1, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah 57168 Phone : +62 271 - 781516 Fax : +62 271 - 782774 Surel : journal.albalagh@gmail.com, journal.albalagh@iain-surakarta.ac.id Laman : http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 4, No. 2, July - December 2019 Daftar Isi Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim 169 - 198 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, Dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono 199 - 234 Dakwah Milenial Era Digital: Analisis Linguistik Kognitif Pada Lagu Balasan Jaran Goyang Dwi Kurniasih 235 - 262 Pengelolaan Isu Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia Tahun 2019 Pada Media Di Jawa Tengah Agung Wibiyanto, Wahyu Tri Hastiningsih 263 - 292 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari 293 - 316 Metode Dakwah Gus Dur dan Revolusi Industri 4.0 Faizatun Khasanah 317 - 336 DINAMIKA PRASANGKA SOSIAL PENYEBARAN AGAMA TERHADAP PIHAK RUMAH KHALWAT OASIS SUNGAI KERIT Musmuallim Universitas Jenderal Soedirman Keywords: dialogue; Oasis Sungai Kerit; prejudice; spread of religion. http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh Alamat korespondensi: e-mail: musmuallim@unsoed.ac.id Abstract Oasis Sungai Kerit (OSK) is a hermitage or khalwat house as a place of worship rituals and prayer services for Catholics in Melung Village, Kedungbanteng, Banyumas. Its existence is considered to spread religion and cause unrest. This study elaborates on the dynamics of the emergence of prejudices against OSK managers and formulates suggestions for these problems through a phenomenological approach. Data collection is done by interviews and documentation that are arranged and presented descriptively. In this study it was concluded that prejudice of the spread of Catholicism by the OSK khalwat house was due to the categorization and ingroup-outgroups; prejudice also occurred because there were OSK khalwat house activities in accordance with prejudice; problems of licensing strengthened community rejection. Dialogue efforts have been made but not yet optimal. Therefore, it is necessary to reorganize the format of dialogue between various parties so that dialogue can take place openly and intensively so that prejudice can be reduced. Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) 170 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Abstrak Oasis Sungai Kerit (OSK) merupakan rumah pertapaan atau rumah khalwat sebagai tempat ritual peribadatan dan pelayanan doa bagi Umat Katolik di Desa Melung, Kedungbanteng, Banyumas. Keberadaannya dianggap menyebarkan agama dan menimbulkan keresahan. Penelitian ini mengurai tentang dinamika munculnya prasangka terhadap pengelola OSK serta merumuskan saran untuk permasalahan tersebut melalui pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi yang disusun dan dipaparkan secara deskriptif. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa prasangka penyebaran agama Katolik oleh pihak rumah khalwat OSK disebabkan karena adanya kategorisasi dan ingroup-outgroup; prasangka terjadi juga karena ada kegiatan rumah khalwat OSK yang sesuai dengan prasangka; permasalahan perizinan memperkuat penolakan masyarakat. Upaya dialog sudah dilakukan namun belum optimal. Oleh karena itu, perlu disusun ulang format dialog antar berbagai pihak sehingga dialog bisa berlangsungs secara terbuka dan intensif sehingga prasangka bisa diredam. Kata Kunci: dialog; Oasis Sungai Kerit; penyebaran agama; prasangka. How to cite (APA 6th Style): Musmuallim. (2019). Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit. Al-Balagh: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 4(2), 169–198. https://dx.doi.org/10.22515/ balagh.v4i2.1783 PENDAHULUAN Pembicaraan tentang tata cara mengelola keberagaman menjadi topik yang menarik dan dibahas oleh banyak negara (Rahayu, 2017), tak terkecuali negara Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman yang tinggi, mulai dari suku, bahasa, ras, budaya, sampai dengan agama. Di satu sisi, keberagaman tersebut bisa menjadi kekayaan negara Indonesia. Namun, di sisi lain keberagaman tersebut memiliki kerentanan sehingga mudah terjadi konflik (Lestari, 171Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) 2015). Menurut Mulyana (2001), eksistensi agama tidak mengenal batas sekat sosiologis, demografis dan geografis. Meskipun antarkelompok budaya (ras, suku, agama) saling berinteraksi, tidak secara otomatis saling pengertian terbentuk di antara mereka. Keragaman akan memberikan dua sisi potensi yang berbeda. Di satu sisi, keragaman dapat menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Akan tetapi, di sisi lain keragaman dapat pula memunculkan suatu konflik di tengah kompleksitas masyarakat. Goddard (2000) menggambarkan adanya penilaian dengan standar ganda, yaitu suatu komunikasi yang ditandai dengan retorika “kami yang benar dan mereka yang salah”; memandang dan menilai suatu komunitas tertentu dengan menggunakan acuan norma kelompok atau golongannya sendiri. Penilaian ini tidak terlepas dari persepsi yang terbentuk pada diri mereka dalam pluralitas keberagamaan. Persepsi dipahami sebagai suatu pandangan atau pengertian seseorang atau kelompok mengenai suatu objek yang dibentuk melalui suatu proses kognitif. Persepsi ini tercipta berdasarkan informasi tentang objek yang bersangkutan yang diterima baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, maupun penciuman. Setiap sesuatu yang dipersepsikan oleh seseorang merupakan realitas informasi yang diterimanya yang akan memengaruhi responsnya terhadap objek yang dipersepsikannya. Sementara persepsi sosial merupakan proses kejadian yang dialami dalam lingkungan seseorang. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian manusia mengandung risiko (Mulyana, 2017). Risiko tersebut bisa berupa kesalahpahaman yang dimunculkan akibat penilaian sebagai hasil persepsi manusia. Akan tetapi, risiko tersebut dapat diminimalisasi sehingga persepsi sosial tersebut bersifat positif. Persepsi yang positif menjadi kunci untuk menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif dan toleran dalam konteks masyarakat yang bersifat multikultural (Nurjanah, Atmaja, & Saraswati, 2017; Rosyada, 2014). Persepsi sosial dibangun oleh persepsi individu berdasarkan 172 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) hasil interaksinya dengan berbagai karakteristik masyarakat. Purwasito (2015) menuliskan bahwa persepsi sosial seseorang sangat tergantung dari pengalaman, seleksi, dan evaluasi orang yang bersangkutan. Maka, pengalaman individu akan mempengaruhi dalam pembentukan persepsi dan sikap masyarakat sebagai kontruksi persepsi sosial. Persepsi sosial terbangun dengan pendekatan interaktif dalam struktur masyarakat majemuk yang menghilangkan prasangka dan curiga. Persepsi sosial dibangun oleh persepsi individu berdasarkan hasil interaksinya dengan berbagai karakteristik masyarakat. Persepsi sosial seseorang sangat tergantung dari pengalaman, seleksi, dan evaluasi orang yang bersangkutan. Maka, pengalaman individu akan memengaruhi dalam pembentukan persepsi dan sikap masyarakat sebagai kontruksi persepsi sosial (Purwasito, 2003). Persepsi individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain sangat dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya. Penilaian diukur berdasarkan standar budaya yang dimiliki individu atau bersama kelompoknya. Dalam kaitan ini, suatu kelompok (termasuk kelompok keagamaan) akan mempertahankan budayanya dari ketergerusan budaya lain yang dianggap sebagai sebuah ancaman yang kelak akan merusak. Sebab persepsi itu terikat oleh budaya (Mulyana, 2001), dalam memaknai sebuah makna, objek, simbol atau lingkungannya bergantung pada sistem nilai dan budaya yang dianutnya. Persepsi individu atau kelompok atas suatu objek akan melahirkan sikap individu atau kelompok terhadap objek yang dipersepsinya, maka sikap yang lahir inilah dinamakan dengan prasangka. Prasangka identik dengan dugaan negatif, meski memiliki potensi positif juga. Mar’at (1982) menuliskan bahwa prasangka merupakan dugaan-dugaan yang memiliki nilai ke arah negatif; namun dapat pula dugaan ini bersifat positif. Tetapi, pada umumnya prasangka mengarah kepada penilaian negatif yang diwarnai oleh perasaan yang muncul saat 173Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) itu (Baron & Branscombe, 2011). Prasangka juga dapat diartikan sebagai suatu kepercayaan yang salah atau bersifat negatif berdasarkan pola pikir generalisasi yang salah tentang anggota kelompok. Prasangka didasarkan pada stereotip (Brown, 2004) dan dapat menghalangi komunikasi antarkelompok yang efektif dan efisien (Matusitz, 2012). Selain itu, menurut Liliweri (2007) prasangka memiliki sejumlah efek yang menyebabkan orang lain sebagai sasaran prasangkamenjadi objek stereotip, diskriminasi, dan penciptaan jarak sosial. Efek itu dapat berkembang selama objek yang dijadikan sasaran prasangka tersebut masih terus diekspos dan hidup di tengah masyarakat. Kondisi masyarakat yang kondusif akan terganggu selama prasangka itu disebarkan kepada masyarakat tanpa melakukan klarifikasi kepada sumber yang dipercaya. Prasangka rentan dilakukan oleh kelompok yang jumlahnya banyak terhadap kelompok yang anggotanya lebih sedikit, misalkan kepada kelompok imigran (Civalero, Alonso, & Brussino, 2019) dan kelompok beda agama (Kunst, Sadeghi, Tahir, Sam, & Thomsen, 2016). Seperti halnya yang terjadi di rumah pertapaan atau rumah khalwat yang bernama Oasis Sungai Kerit (OSK), prasangka terjadi oleh masyarakat yang mayoritas beragama Islam kepada pengelola OSK yang beragama Katolik. Rumah khalwat OSK menjadi pilihan penganut agama Katolik dari dalam dan luar kota Banyumas untuk mencari ketenangan dan ketenteraman dalam beribadah. Rumah khalwat OSK ini terletak di Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam. Pendiri OSK, Romo Maxi, menjelaskan bahwa Oasis berarti suatu wahana atau arena, sementara Sungai Kerit berakar dari charity yang artinya cinta kasih. Kata charity tercantum di Kitab Suci Perjanjian Lama, sehingga Sungai Kerit berarti sungai cinta kasih Tuhan. OSK adalah sebuah area yang digunakan untuk melakukan peribadatan bagi umat Katolik. Kondisi ini menjadikan kawasan desa tersebut mengalami perubahan secara drastis, yang awalnya sepi sekarang ramai dengan banyaknya pengunjung dan aktivitas yang diadakan oleh rumah 174 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) khalwat OSK. Rumah khalwat OSK didirikan mulai bulan Oktober 2014 oleh Romo Maxi sebagai pemilik sekaligus pemimpin (pemuka atau tokoh) yang mengatur segala aktivitas yang berada di rumah khalwat. Romo Maxi mengawali babat alas dengan membeli dan membuka tanah warga. Selain itu, Romo Maxi juga memberdayakan para relawan yang bertugas dalam pengelolaan dan pelayanan jemaat yang datang. Tempat pertapaan ini tergolong sebagai rumah ibadah karena di dalam menjalankan aktivitasnya, terdapat beberapa proses ritual dalam bentuk doa dan sejenisnya, namun tidak memiliki jemaat tetap. Seperti yang sudah dijelaskan di bagian sebelumnya, bahwa rumah khalwat OSK berada di desa Melung yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Menurut Kepala desa Melung, bahwa rasio tahun 2019 dari jumlah penduduk 2.392 jiwa, hampir 98 persen warganya beragama Islam, 1,5 persen beragama Katolik yang tinggal di kawasan OSK, dan 0,5 persen beragama Kristen. Desa Melung terdiri dari empat Rukun Warga (RW) dan 17 Rukun Tetangga (RT) dengan komposisi RW 1 terdiri dari empat RT, RW 2 berjumlah lima RT, RW 3 memiliki lima RT, dan RW 4 terdiri dari tiga RT. Dari sejumlah RW, hanya lima perwakilan dari RT di RW 3 yang diajak berdialog perihal pendirian OSK. Sementara, warga RT di wilayah RW yang lain belum mengetahui persoalan yang terjadi. Prasangka muncul dimulai dari sikap melibatkan masyarakat yang kurang merata tersebut. Berdasarkan peristiwa tersebut, kondisi masyarakat yang kondusif dan harmonis yang telah tercipta sebelumnya, kemudian berubah menegang karena ketua RW dan ketua RT lain yang belum dilibatkan dalam dialog pendirian rumah khalwat OSK tersebut belum sepenuhnya menerima. Bentuk sikap kurang menerima tersebut disampaikan kepada Kepala desa Melung. Sikap kurang menerima tersebut diakibatkan adanya prasangka sosial tentang penyebaran agama Katolik di desa Melung karena didirikan 175Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) oleh orang Katolik dan digunakan untuk kepentingan peribadatan umat Katolik. Prasangka sosial tersebut kemudian menyebabkan terjadinya potensi perpecahan dan perselisihan. Prasangka sosial tersebut juga terjadi karena adanya dugaan terkait sah atau tidak sahnya lahan yang digunakan untuk membangun rumah khalwat OSK. Pemikiran tentang penyebaran agama Katolik oleh pihak rumah khalwat OSK juga disampaikan oleh tokoh pemuda desa Melung. Prasangka sosial muncul berawal dari peristiwa pembagian bantuan materi, sembako, dan bingkisan yang dilakukan oleh pengelola rumah khalwat OSK kepada masyarakat. Sikap tersebut dianggap sebagai upaya untuk membujuk masyarakat desa Melung pindah ke agama Katolik. Selain itu, pembelian lahan seluas lebih kurang 3 hektar oleh pihak OSK dianggap sebagai penguasaan lahan warga untuk memperluas dan memperkuat aktivitas keagamaan rumah khalwat OSK. Dua kejadian tersebut memperkuat prasangka telah terjadi proses penyebaran agama Katolik, terutama anggapan dari warga RT di luar wilayah RW 3 yang tidak diajak proses dialog dan komunikasi. Puncaknya, lima perwakilan RT di luar wilayah RW 3 menyampaikan keluhan tentang anggapan penyebaran agama Katolik tersebut kepada Kepala desa Melung secara langsung. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan fenomena prasangka yang terjadi pada masyarakat desa Melung terhadap pengelola rumah khalwat OSK. Selain itu, penelitian ini juga berupaya untuk menjelaskan upaya masyarakat dalam mengatasi prasangka tersebut. Penelitian tentang upaya mengatasi prasangka tersebut dianggap penting karena dapat menjadi model penyelesaian masalah berdasarkan prasangka dalam konteks Indonesia yang tingkat heterogenitasnya tinggi, baik dari sisi suku, ras, maupun agama. Terlebih lagi, prasangka sosial terhadap upaya kristenisasi yang dilakukan oleh orang yang beragama Kristen atau Katolik sering kali terjadi (Hernawan, 2017; Permata, Siahainenia, & Sampoerno, 2015). Di sisi lain, ketika prasangka sosial tersebut tidak segera ditindaklanjuti 176 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) dengan penelitian yang melahirkan pemecahan masalah, maka dapat berpotensi menjadi konflik sosial. Sehingga, hasil penelitian ini diharapkan memberikan dampak dan manfaat praktis sebagai model penyelesaian masalah yang disebabkan oleh prasangka sosial. Penelitian tentang prasangka sosial terkait agama sudah banyak dilakukan, di antaranya penelitian Hernawan (2017) tentang prasangka sosial masyarakat Cigugur kabupaten Kuningan Jawa Barat terhadap adanya kristenisasi; penelitian Permata et al. (2015) yang meneliti tentang persepsi umat Islam di Salatiga dalam memaknai kristenisasi; penelitian Nashori & Nurjannah (2015) yang menghasilkan bahwa prasangka sosial terhadap umat Kristiani oleh umat Islam minoritas di wilayah Indonesia Timur tidak hanya dipengaruhi oleh sifat kebaikan hati tapi juga oleh kematangan beragama dan juga pengetahuan Islam; penelitian Zulkarnain (2011) yang membahas tentang berbagai potensi masalah yang muncul pada komunitas antaragama; penelitian Kusumowardhani (2013) yang menghasilkan bahwa tidak terdapat hubungan antara identitas sosial dan fundamentalisme agama secara bersama-sama dengan prasangka terhadap agama yang berbeda, ini artinya prasangka terhadap pemeluk agama lain tidak dipengaruhi oleh identitas sosial dan funadamentalisme agama; dan penelitian Sa’dudin, Chamadi, Munasib, Achmad, & Zayyadi (2019) yang menyimpulkan bahwa interaksi sosial komunitas Aboge dengan masyarakat lainnya berlangsung secara dinamis, fungsional, dan memiliki tujuan tertentu. Penelitian lain tentang prasangka sosial terhadap pemeluk agama lain yaitu penelitian Yilmaz, Karadöller, & Sofuoglu (2016); Halperin (1984); Hall, Matz, & Wood, (2010); Bensaid & Tekke (2018); Allport & Ross (1967); Platow et al. (2019); Laythe, Finkel, Bringle, & Kirkpatrick (2002); Lins, de Lima, de Souza, Lima-Nunes, & Camino (2017); Matusitz (2012); McKay & Whitehouse (2015); Hunsberger (1995); Burch-Brown & Baker (2016); Shaver, Troughton, Sibley, & Bulbulia (2016); Hunsberger 177Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) & Jackson (2005); Malenica, Kovacevic, & Kardum (2019); Herek (1987); Streib & Klein (2014); Moulin (2016); Mmahi & Ojo (2018); Gribbins (2013); Stewart, Edgell, & Delehanty (2017); Allport (1967); dan Kunst, Sadeghi, Tahir, Sam, & Thomsen (2016). Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu tersebut. Perbedaan tersebut terdapat pada beberapa aspek. Pertama, aspek sampel penelitian. Sampel penelitian dan lokasi penelitian ini terletak di desa Melung, Kedung Banteng, Banyumas. Terdapat fenomena prasangka di dalam masyarakat yang mayoritas beragama Islam tersebut terhadap pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit yang beragama Katolik dan belum pernah diteliti. Kedua, pendekatan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan data dari berbagai pihak yang terkait dengan permasalahan. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode fenomenologi yang berupaya mengungkap persepsi terdalam dari sampel penelitian. Sehingga, penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan emik. Ketiga, implikasi penelitian. Oleh karena penelitian ini termasuk ke dalam penelitian lapangan, maka hasil penelitiannya dapat menjadi model penyelesaian masalah serupa di lokasi lain. Penelitian ini berfokus pada prasangka sosial penyebaran agama yang muncul di tengah interaksi sosial masyarakat. Penelitian ini ingin mengungkap dinamika munculnya prasangka sosial penyebaran agama terhadap pihak pengelola rumah khlawat Oasis Sungai Keritdan status lahan yang digunakan untuk pendirian OSK. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan terjadinya prasangka sejak awal mula, baik dari perspektif psikologi, komunikasi, maupun administrasi, sehingga menjadi modalitas untuk merumuskan alternatif pemecahan masalah prasangka sosial penyebaran agama. 178 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami sikap dan perilaku individu dan kelompok. Pada penelitian ini, pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami dan menggali dinamika munculnya prasangka sosial terhadap pihak pengelola rumah khalwat OSK. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Metode penelitian fenomenologi adalah metode penelitian yang berupaya mendapatkan pemaknaan individu atau kelompok terhadap suatu fenomena. Sedangkan, teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara mendalam terhadap beberapa pihak, yaitu pihak tokoh masyarakat dan pemerintah desa Melung, pihak tokoh agama dan pemuda, pihak pemangku kebijakan, dan pihak pengelola rumah khalwat OSK. Teknik observasi dilakukan untuk mengamati perilaku-perilaku masyarakat desa Melung, Kedung Banteng, Banyumas yang berkaitan dengan prasangka sosial terhadap OSK. Sementara teknik dokumentasi digunakan untuk mendapatkan catatan informasi tentang rekam jejak yang dilakukan berbagai pihak dalam upaya menetralisasi prasangka sosial penyebaran agama terhadap aktivitas peribadatan di OSK. Adapun teknik validasi data yang digunakan adalah triangulasi metode dan member checking. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Masyarakat Melung Banyumas Secara sosio-kultural, kehidupan masyarakat desa Melung Banyumas dapat merepresentasikan kehidupan orang Banyumas secara umum. Tipologi wong Banyumas yang kental dengan karakter cablaka (terbuka) menjadi jati diri wong Banyumas yang blakasuta (Priyadi, 2003; Widyaningsih, 2014). Bahkan, menurut Priyadi (2007), karakter cablaka dan blakasuta 179Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) merupakan karakter inti masyarakat Banyumas dan paling hakiki. Cablaka merupakan karakter yang diaktualisasikan dalam bentuk perilaku secara spontan dalam merespons terhadap fenomena yang tampak di depan mata, tanpa ditutup-tutupi. Cablaka juga sering diartikan sebagai karakter yang mengedepankan keterusterangan manusia Banyumas. Cablaka dalam artian terbuka yang terdapat pada konteks masyarakat desa Melung diwujudkan dalam bentuk terbuka terhadap pihak luar namun tetap mengedepankan dan mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal. Mayoritas masyarakat desa Melung adalah petani dan buruh yang tersebar dalam 4 RW dan 17 RT. Selain itu, mayoritas tingkat pendidikan masyarakat Desa Melung adalah lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat. Adapun sisanya adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat dan lulusan sarjana. Di sisi lain, menurut Lestari (2013) dan Trianton (2008), masyarakat Banyumas juga memiliki karakteristik yang sederhana. Dalam konteks masyarakat desa Melung, kesederhanaan ini diwujudkan dengan perilaku tidak membutuhkan banyak hal yang bersifat berlebihan. Selain itu, cara pandang masyarakat desa Melung juga sederhana, misalkan masyarakat desa Melung hanya akan berfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, tidak menginginkan hal lain di luar kebutuhan pokok. Di satu sisi, karakteristik tersebut menjadi kelebihan yang terdapat pada masyarakat Melung Banyumas. Akan tetapi, di sisi lain karakteristik tersebut bisa berpotensi menyebabkan masalah. Misalkan, ketika masyarakat desa Melung Banyumas membutuhkan pekerjaan, sementara rumah khalwat Oasis Sungai Kerit sedang melakukan pembangunan, maka masyarakat desa Melung Banyumas berharap dapat bekerja dengan membantu proses pembangunan tersebut. Sehingga, jika ada masyarakat desa Melung Banyumas yang tidak diikutsertakan dalam pembangunan tersebut, maka masyarakat desa Melung Banyumas merasa tidak diberi keadilan. Selain itu, perasaan tersebut muncul akibat keinginan masyarakat 180 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) desa Melung Banyumas untuk berkontribusi dalam kegiatan di desa tersebut. Perasaan semacam ini bisa berpotensi memunculkan prasangka. Dalam interaksi sosial, tokoh sentral menjadi rujukan bagi masyarakat desa Melung Banyumas. Hal ini diwujudkan dalam bentuk tokoh agama memiliki otoritas dalam suatu kelompok. Akibatnya, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda juga memiliki kekuatan untuk mendinamisasi masyarakat. Mayoritas masyarakat desa Melung Banyumas menganut agama Islam. Selain itu, kondisi geografis desa Melung Banyumas didominasi oleh kondisi alam yang masih asli sehingga terasa sejuk dan terlihat asri. Kondisi ini yang kemudian menyebabkan Romo Maxi membangun rumah khalwat OSK dan kemudian muncul prasangka terhadapnya. Keterbukaan masyarakat desa Melung Banyumas terhadap pihak luar menyebabkan pihak luar dapat masuk ke desa tersebut secara mudah. Ditambah lagi, apabila pihak luar yang masuk tersebut memiliki identitas yang berbeda dengan identitas mayoritas masyarakat desa Melung Banyumas (pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK) serta ada potensi yang sumber daya alam yang dapat dikembangkan oleh kedua pihak. Prasangka Sosial Penyebaran Agama Rumah khalwat Oasis Sungai Kerit (OSK) merupakan rumah pertapaan atau disebut rumah khalwat yang digunakan untuk tempat ritual peribadatan dan pelayanan doa bagi Umat Katolik. Rumah khalwat OSK terletak di lereng Gunung Slamet sebelah barat di desa Melung, kecamatan Kedungbanteng, kabupaten Banyumas. Keberadaan rumah khalwat OSK semakin hari semakin berkembang, kondisi fisik bangunan mulai bertambah dan permanen. Ritual yang dilakukan semakin diminati oleh banyak jemaat yang datang dari berbagai kota. Di sisi lain, sebagian masyarakat merasa resah terkait aktivitas keagamaan yang dianggap akan memengaruhi keberagamaan warga lokal. OSK dianggap menyebarkan ajaran agama Katolik di lingkungan desa Melung dan sekitarnya yang 181Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) notabene mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Hal ini berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh lima perwakilan RT di luar wilayah RW 3.. Sehingga kondisi ini dianggap dapat memberikan dampak yang berpotensi pada terjadinya konflik. Lahirnya prasangka sosial ditunjukkan dengan sikap-sikap sosial yang berkembang dalam pergaulan antara kelompok keagamaan di masyarakat, antara lain antilocution, yakni mendiskusikan kelompok lain dari sisi negatifnya; avoidance, merupakan upaya menghindar dari kelompok lain yang tidak disukai; discrimination, yaitu mengucilkan kelompok tertentu yang dianggap tidak layak untuk diajak berkomunikasi; violence, merupakan serangan fisik setelah emosi meningkat; dan extermination, merupakan upaya pemusnahan satu persatu atau secara masal (Samovar, Porter, & Jain, 1981). Dalam konteks prasangka sosial terhadap pengelola rumah khalwat OSK, wujud prasangka sosial yang ada adalah antilocution, yaitu membicarakan bahwa pihak pengelola rumah khalwat OSK berniat menyebarkan agama Katolik dan mengajak penduduk desa Melung untuk berpindah agama dari Islam ke Katolik. Selain itu, bentuk prasangka sosial yang lain adalah avoidance atau menghindar. Perilaku menghindar yang dilakukan oleh sebagian masyarakat desa Melung yaitu menghindari pembahasan tentang rumah khalwat OSK dengan beberapa pihak berwenang ketika dilangsungkan pertemuan formal. Dengan kata lain, apabila dalam rapat atau pertemuan formal yang diadakan oleh pihak berwenang, masyarakat bersikap kurang terbuka dan menghindari pembahasan tentang rumah khalwat OSK. Akan tetapi, masyarakat justru sering membicarakan rumah khalwat OSK di kehidupan sehari-hari. Munculnya prasangka sosial yang berkembang dalam komunikasi sosial antara kelompok keagamaan terjadi karena suatu kekhawatiran akan adanya penguasaan suatu kelompok keagamaan terhadap kelompok keagamaan lainnya, melalui penguasaan sumber daya yang dianggap 182 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) strategis; pengembangan sarana peribadatan; pengembangan pendidikan yang berlatarbelakang keagamaan; penguasaan sektor perekonomian; penguasaan posisi dan jabatan tertentu di masyarakat; dan perpindahan agama (Hernawan, 2017). Dalam konteks keresahan masyarakat desa Melung, muncul kekhawatiran terhadap adanya perpindahan agama mayoritas masyarakat setempat (Islam) ke agama Katolik, pengembangan sarana peribadatan (dalam hal ini sarana peribadatan Oasis Sungai Kerit sebagai tempat untuk meningkatkan spiritualitas pemeluk agama Katolik), dan pengembangan pendidikan yang didesain untuk menginternalisasikan agama Katolik. Di sisi lain, munculnya prasangka sosial pada masyarakat desa Melung Banyumas terhadap rumah khalwat Oasis Sungai Kerit juga disebabkan pengaruh dari oknum tokoh agama Islam yang sejak awal tidak setuju dengan pembangunan rumah khalwat OSK tersebut. Prasangka adalah suatu pendapat yang dimiliki sebelumnya tentang sesuatu, seseorang atau kelompok tertentu tanpa alasan yang kuat, pengetahuan atau pengalaman yang memadai. Pada setiap peristiwa dipersepsikan dan lantas dilakukan penyederhanaan dengan menyusun pra anggapan yang membuat segala sesuatu tampak menjadi mudah diatur dan dirumuskan sama sekali bukan dari suatu argumentasi yang kuat, pengetahuan, atau pengalaman yang memadai (Salim HS & Suhadi, 2007). Selain itu, menurut Abrams (2010) dan Dovidio, Hewstone, Glick, & Esses (2010), prasangka disebabkan karena kategorisasi sosial dan stereotip. Dalam hal ini, masyarakat desa Melung yang mayoritas beragama Islam mengadakan kategorisasi antara dirinya yang beragama Islam dengan orang-orang yang terkait dengan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit (OSK). Kategorisasi ini memunculkan adanya ingroup-outgorup sehingga prasangka muncul didasarkan atas ciri fisik yang terlihat, bukan karena bukti yang kuat. Menurut Cohrs & Duckitt (2012), prasangka terdiri dari tiga macam, yaitu prasangka kognitif, afektif, dan perilaku. Prasangka kognitif merupakan kepercayaan yang dianut akibat adanya proses evaluasi terhadap 183Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) karakteristik kelompok tertentu. Adapun prasangka afektif berupa reaksi emosional yang muncul akibat pemikiran terhadap individu atau kelompok tertentu. Sedangkan, prasangka perilaku berupa perilaku yang mengintimidasi maupun mendiskriminasi individu atau kelompok yang menjadi tujuan prasangka. Dalam konteks permasalahan dalam penelitian, prasangka yang terjadi adalah prasangka kognitif dan afektif. Prasangka kognitif ini berupa keyakinan sebagian masyarakat desa Melung terhadap pengelola OSK bahwa aktivitas yang dilakukan OSK merupakan aktivitas penyebaran agama Nasrani di daerah yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. Adapun prasangka afektif berupa perasaan khawatir akan adanya anggota masyarakat desa Melung yang berpindah agama. Prasangka ini kemudian memunculkan sikap kurang menerima, meskipun tidak ditemukan sikap mengintimidasi yang ditujukan pada pengelola OSK. Meningkatnya aktivitas keagamaan di OSK, menambah keyakinan bagi masyarakat desa Melung bahwa proses penyebaran agama akan terus dilakukan. Menurut Pereira, Vala, & Costa-Lopes (2010), prasangka dapat berpotensi menjadi diskriminasi dan konflik. Bahkan, menurut Platow et al. (2019), prasangka bukan hanya sebatas proses kejiwaan yang bias, namun juga bersifat kolektif. Artinya, jika prasangka bisa semakin kuat apabila terdapat persepsi yang sama dalam masyarakat tersebut terhadap objek tujuan prasangka. Atas dasar ini, maka prasangka yang terjadi pada masyarakat desa Melung tentu harus ditindaklanjuti dan diselesaikan agar tidak berpotensi memunculkan diskriminasi dan konflik. Ditambah lagi, prasangka sosial bisa bertambah besar akibat konteks sosial suatu masyarakat dan pembelajaran terhadap prasangka sosial tersebut (Hjerm, Eger, & Danell, 2018; Bandura, 1977). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa prasangka sosial yang terjadi pada masyarakat desa Melung berpotensi memunculkan diskriminasi atau konflik. Selain itu, prasangka sosial juga mengganggu 184 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) kerukunan masyarakat dalam hal agama. Menurut Turner (Jamil, 2015), teori kerukunan sosial melihat lima hal yang dapat menyebabkan terjadinya keselarasan dan keseimbangan dalam harmoni sosial. Kelima hal tersebut yaitu nilai yang dianut satu kelompok bertentangan atau tidak dengan yang lain (nilai); tujuan yang ingin dicapai bertentangan atau tidak (idealisme); struktur sosial bersifat timpang dan pranata sosial berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak (struktur); adanya hubungan yang saling menguntungkan atau malah merugikan (resiprositas); interaksi berjalan dengan normal atau ada penyumbatan antar kelompok (interaksi). Rumah khalwat Oasis Sungai Kerit (OSK) berpotensi menjadi permasalahan yang sensitif akibat beberapa hal. Apabila ditinjau dari aspek nilai, keyakinan mayoritas desa Melung yang beragama Islam berbeda dengan keyakinan pihak pengelola rumah khalwat OSK yang beragama Katolik. Meskipun demikian, pada dasarnya kedua agama tersebut mengajarkan tentang kebaikan. Adapun tinjauan dari aspek idealisme dan resiprositas, tujuan pertama dan utama rumah khalwat sebagai tempat tapa- camp untuk beribadah dan meditasi hening atau sejenisnya bagi pemeluk agama Katolik. Di sisi lain, juga memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi tujuan ekowisata atau wisata alam yang dapat dikomersilkan dan menghasilkan keuntungan. Apabila peluang ini diwujudkan, maka masyarakat desa Melung ingin dilibatkan. Padahal, berdasarkan data yang telah dituliskan di bagian sebelumnya, terdapat sebagian masyarakat desa Melung yang tidak dilibatkan dalam kegiatan rumah khalwat OSK. Berdasarkan aspek struktur dan interaksi, rumah khalwat OSK merawat keharmonisan dengan melakukan komunikasi sosial dengan pihak terkait, terutama pihak pemerintah desa. Meskipun demikian, komunikasi sosial belum sepenuhnya dilakukan dengan tokoh agama setempat yang memiliki kapasitas dan basis jemaah, termasuk dengan beberapa RT/RW. Pihak pengelola rumah khalwat OSK baru melibatkan dan berkomunikasi dengan satu RW dari total empat RW yang ada di desa Melung. 185Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Legalitas Rumah Khalwat dan Gejolak di Masyarakat Potensi masalah yang pertama kali diidentifikasi terjadi pada tahun 2018. Waktu itu, diadakan forum pertemuan antara pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK dengan beberapa elemen dan tokoh masyarakat. Pertama, masyarakat desa Melung Banyumas mempertanyakan legalitas pembangunan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK, termasuk pengembangannya di bidang ekowisata alam. Kedua, ketegangan juga terjadi antar anggota masyarakat desa Melung Banyumas. Secara khusus, ketegangan ini terjadi antara masyarakat yang diuntungkan karena tanahnya dibeli dengan harga yang sangat tinggi dengan masyarakat desa Melung Banyumas yang merasa bahwa pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK berniat menyebarkan agama Katolik. Apabila kedua hal tersebut dibiarkan, maka dapat berpotensi menyebabkan konflik. Proses pembangunan dan pengembangan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK masih memiliki catatan dalam izin pendirian. Pembangunan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK dimulai sejak tahun 2014. Sebagaimana disampaikan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas, bahwa berkas pengajuan perizinan sudah masuk. Tahap selanjutnya adalah dilakukan peninjauan lokasi oleh Tim Kerja Teknis (TKT) Gabungan yang terdiri dari beberapa dinas instansi terkait. Hasilnya, berkas perizinan yang berupa HO (surat izin bebas gangguan) dan IMB (izin mendiringan bangunan) belum dapat diproses karena menunggu kekurangan berkas administrasi. Dengan demikian, berkas dikembalikan lagi pada pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK karena berkas belum lengkap. Catatan kekurangan berkas administrasi perizinan meliputi usulan surat perizinan (USP); izin warga atau tetangga; sertifikat tanah/lahan; tanda tangan 60 warga masyarakat sekitar dan 90 warga pengikut atau jemaat; dan surat rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten setempat (data penelitian sampai dengan awal tahun 2019). 186 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Pihak Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyumas menyarankan terkait perihal kelengkapan administrassi untuk segera ditindaklanjuti agar tidak terjadi persoalan di kemudian hari. Pemenuhan tanda tangan sebanyak 60 warga dan 90 jemaat harus lengkap, khususnya para tokoh agama dan tokoh masyarakat yang menjadi panutan dan rujukan masyarakat. Secara teknis digambarkan untuk lampiran pada IMB, dibutuhkan tanda tangan warga tetangga yang berbatasan langsung (persis) dengan bangunan atau lahan. Sementara untuk lampiran HO, dibutuhkan tanda tangan dari elemen tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda. Terkait hal tersebut, pada dasarnya pihak pemerintah desa Melung dapat langsung memberikan dan merekomendasikan nama-nama tokoh yang dianggap memiliki kapasitas untuk memberikan tanda tangan. Akan tetapi, permasalahan muncul ketika pihak yang dimintai tanda tangan adalah masyarakat yang masih awam, bahkan sebagian masih dalam lingkup satu keluarga, sehingga dianggap belum mampu menerima dan memahami penjelasan tentang kegiatan dan perjalanan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK. Selain itu, masyarakat tersebut juga dianggap belum mampu menjelaskan tentang rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/ OSK kepada anggota masyarakat yang lain. Melihat persoalan ini, maka pihak pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa Melung Banyumas, belum bersedia menandatangani berkas dokumen tersebut. Senada dengan hal tersebut, pihak Kementerian Agama Kabupaten Banyumas, dalam hal ini diwakili oleh Bidang Pembinaan Umat Beragama yang turut hadir dalam acara dialog tersebut, juga menyatakan bahwa kelengkapan berkas syarat usulan pendirian bangunan harus dipenuhi. Termasuk lampiran tanda tangan 60 warga dan 90 anggota jemaat sebagai tanda persetujuan dan kesediaan juga harus dilengkapi. Selain itu, hendaknya dialog antara kedua pihak tersebut didokumentasikan agar menjadi bukti sejarah dan catatan otentik tentang proses yang dilakukan 187Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) sebagai dasar dalam memperkuat hubungan komunikasi dan interaksi dengan masyarakat sekitar. Menanggapi beberapa hal yang disampaikan tersebut, pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK mempertanyakan tentang batasan atau kriteria masyarakat setempat yang dimaksudkan dalam persyaratan 60 tanda tangan masyarakat setempat. Menurut pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK, kriteria ini berpotensi dimaknai secara bias. Selain itu, terkait persyaratan 90 jemaat yang harus memberikan tanda tangan tersebut akan terganjal dengan kondisi yang sebenarnya. Hal ini disebabkan karena rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/ OSK tidak memiliki basis jemaat tetap yang menetap di dalam rumah khalwat tersebut. Jemaat rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK bersifat kondisional karena jemaat datang dan pergi untuk mengikuti program dan aktivitas di rumah khalwat yang berganti-ganti. Apabila ditinjau dari perspektif lain, kehadiran rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK dianggap membawa dampak positif bagi kalangan industri wisata alam, penginapan, dan transportasi. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banyumas menilai dan memberikan apresiasi kepada rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK atas kontribusinya dalam mempromosikan potensi wisata di Kabupaten Banyumas. Pendekatan Dialog Untuk Meminimalisasi Prasangka Sosial Rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK menganggap tidak perlu menanggapi prasangka sosial terlalu mendalam karena dianggap masih dalam batas kewajaran dan belum masuk pada tindakan yang ekstrem. Cara pandang yang berbeda adalah hal yang wajar karena memang sudut pandang antara pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK dan masyarakat desa Melung Banyumas berbeda. Sudut pandang pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK adalah membangun 188 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) tempat untuk memperbaiki spiritualitas pemeluk agama Katolik. Sedangkan, perspektif masyarakat desa Melung Banyumas memuat kekhawatiran terjadinya perpindahan agama masyarakat desa setempat. Kekhawatiran yang lain adalah terkait kemungkinan terjadinya kesenjangan sosial yang muncul antara pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK dengan masyarakat desa Melung Banyumas. Pada dasarnya, rumah khalwat Oasis Sungai Kerit menganggap bahwa dalam interaksi masyarakat terdapat kebhinnekaan atau keragaman, sehingga rumah khalwat OSK dalam ajarannya memiliki konsep-konsep dialog sebagai bagian dari prinsip-prinsip ajaran dalam rangka untuk kesatuan umat, diantaranya: Pertama, dialog karya. Dialog ini diwujudkan dalam bentuk pengelola rumah khalwat OSK bersama dengan umat atau masyarakat lain walaupun tidak seiman, membuat karya sosial atau karya cinta kasih. Dialog ini memberi ruang kepada setiap individu umat untuk berkarya di bidang apapun yang dapat diciptakan dan dikembangkan serta bermanfaat di tengah masyarakat, sehingga karya tersebut mampu menyatukan kebersamaan masyarakat. Termasuk karya di bidang ekonomi untuk pengembangan masyarakat serta memiliki produktivitas bersama atas karya bersama yang dikelola secara kolektif. Kedua, dialog kehidupan. Dialog ini berbentuk tegur sapa yang dihayati dan diaktualisasikan ke dalam ruang sosial kehidupan sehari-hari. Selain itu, dialog ini juga diterapkan dalam bentuk berinteraksi atas dasar nilai kebajikan universal tanpa membedakan unsur SARA. Pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK sudah berupaya terbuka, misalkan secara rutin berkunjung ke rumah tokoh dan warga masyarakat yang beragama Islam ketika Idul Fitri serta memberikan ucapan selamat hari raya agama Islam. Ketiga, dialog ceramah. Dialog ini dilakukan dalam forum diskusi formal atau semi formal, semacam konferensi atau seminar yang dihadiri 189Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) oleh kalangan akademisi, cendekiawan, dan praktisi lintas agama dan kepercayaan. Dialog ceramah ini dijadikan sebagai media untuk saling tukar pendapat dan informasi tentang suatu kepercayaan yang dianut orang lain. Dengan demikian, harapannya adalah peserta dialog dapat memahami agama lain, bukan mencari kebenaran tunggal yang dipertentangkan. Akhirnya, harapan untuk saling mengerti dan menghormati dapat tercapai. Keempat, dialog hening atau dialog mistik. Dialog ini berbentuk proses untuk mengkampanyekan dan mempromosikan perdamaian. Dialog ini sebagai sarana hening bersama, meditasi, kebatinan, diam, yang ritual dan tekniknya menggunakan cara sesuai keyakinan (agama) masing- masing. Apabila sering melakukan hening bersama akan memunculkan kekerabatan hening serta menemukan kedamaian bersama sesuai keyakinan masing-masing. Pada dasarnya, dialog menjadi strategi efektif yang dapat digunakan untuk meminimalisasi dan mengatasi permasalahan prasangka sosial (Halimatusa’diah, 2017; Murdianto, 2018), terlebih lagi apabila menyangkut persoalan antar agama dan keyakinan (Smajić, 2008). Selain itu, prasangka bisa diatasi juga dengan internalisasi nilai dan praktik toleransi (Herek, 1987). Toleransi merupakan salah satu ajaran yang dibawa oleh agama untuk menghindari konflik (Shaver et al., 2016). Hal ini disebabkan karena dialog dan toleransi memungkinkan kedua pihak mengadakan komunikasi yang mendalam, membicarakan fenomena berdasarkan sudut pandangnya masing-masing sehingga kedua pihak didorong untuk mengembangkan sikap saling memahami, serta membicarakan solusi bersama atas setiap potensi masalah yang dikhawatirkan akan muncul. Keempat jenis dialog yang telah dirumuskan oleh pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit belum direalisasikan secara menyeluruh oleh pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK. Hal ini disebabkan oleh kondisi rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK yang masih baru sehingga masih melakukan pembenahan di berbagai sisi. 190 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Akibatnya, pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit cenderung fokus ke aspek internal. Proses pendekatan yang dilakukan pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK dianggap tidak menggunakan pendekatan berbasis lokal oleh masyarakat desa Melung Banyumas. Apabila mencermati karakteristik masyarakat desa Melung Banyumas yang terbuka dan moderat, maka bisa menjadi potensi untuk mengadakan dialog guna meminimalisasi prasangka sosial yang terjadi. Dengan demikian, pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/ OSK perlu untuk berinteraksi sosial secara intens dengan masyarakat, terutama menggunakan pendekatan kultural berupa sowan (bertamu dan berkunjung) kepada tokoh agama setempat serta tokoh lain yang dianggap memiliki kapasitas dan mumpuni menjadi panutan di masyarakat. Upaya ini sebaiknya dilakukan bukan hanya ketika hari-hari tertentu saja. Pendekatan ini dianggap akan memberikan dampak yang efektif dalam memberikan informasi dan kepercayaan kepada masyarakat terkait tujuan dan keberadaan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK. Terlebih lagi, masyarakat desa Melung Banyumas masih menganggap tokoh masyarakat dan agama sebagai panutan. Konteks kehidupan yang bersifat heterogen memerlukan kaidah bersama untuk membangun persatuan dalam keragaman. Kuntowijoyo (2018) menyebutnya sebagai pluralisme positif. Kaidah bersama dalam hubungan antaragama diperlukan supaya tidak ada hubungan berdasarkan prasangka. Pluralisme positif dikemukakan sebagai kaidah, diantaranya terdapat agama lain yang harus dihormati selain agama yang dianutnya sendiri (pluralisme), dan masing-masing agama harus tetap memegang teguh ajaran agamanya (positif). Pluralisme itu menjadi negatif bila orang mengumpamakan agama itu seperti baju, boleh berganti-ganti seolah ganti-ganti agama bukan persoalan besarn. Empat dialog yang dirumuskan oleh pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit diharapkan dapat mengikis prasangka sosial 191Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) penyebaran agama atau penguasaan sepihak terhadap sumber daya atas pendirian rumah khalwat sehingga melahirkan simpati dan toleransi. Cara atau strategi untuk rekonsiliasi yang dapat dilakukan, diantaranya tokoh agama saling memberikan informasi yang tepat dan sikap yang positif terkait maksud dan tujuan penyelenggaraan peribadatan dan sejenisnya di rumah khalwat; melakukan kerjasama yang sehat dan damai dalam aksi sosial kemanusiaan dan kemasyarakatan; jika dibutuhkan, membuat komitmen bersama secara tertulis dengan membuat kontrak sosial untuk menciptakan kondisi yang aman dan nyaman. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Prasangka sosial yang terjadi pada masyarakat desa Melung terhadap pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit terkait penyebaran agama Katolik karena adanya proses kategorisasi. Proses kategorisasi ini memunculkan sikap memisah-misahkan suatu kelompok dengan kelompok lain. Selain itu, prasangka tersebut muncul akibat adanya kegiatan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK yang memberikan bantuan materi kepada masyarakat desa Melung. Ditambah lagi, hanya satu RW yang diajak berkomunikasi terkait pendirian dan kegiatan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK, sedangkan tiga RW yang lain tidak dilibatkan. Di sisi lain, kegiatan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK semakin berkembang. Akibat adanya dinamika tersebut, maka muncul kekhawatiran tentang adanya proses penyebaran agama Katolik. Kurangnya persyaratan administrasi rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK memperkuat sebagian masyarakat desa Melung untuk tidak mengizinkan kegiatan rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK. Persyaratan yang kurang tersebut berupa usulan surat perizinan (USP); izin warga atau tetangga; sertifikat tanah/ lahan; tanda tangan 60 warga masyarakat sekitar dan 90 warga pengikut atau jemaat; dan surat rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama 192 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) (FKUB) Kabupaten setempat. Upaya untuk meredam prasangka sosial tersebut sudah dilakukan, namun dianggap belum optimal. Saran Catatan kekurangan syarat dalam pendirian rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK hendaknya dapat dilengkapi. Dialog antara pihak pengelola rumah khalwat Oasis Sungai Kerit/OSK dengan masyarakat perlu dilakukan secara terbuka, intensif, dan optimal guna menghilangkan prasangka sosial tersebut. Pihak pemerintah desa dan pihak berwenang lainnya dapat mengambil peran dalam dialog tersebut. Adapun saran untuk peneliti selanjutnya adalah meneliti fenomena sejenis dengan menggunakan pendekatan etnografi sehingga akan diperoleh pemecahan masalah tentang prasangka penyebaran berbasis kearifan lokal. DAFTAR PUSTAKA Abrams, D. (2010). Processes of Prejudice: Theory, Evidence, and Intervention. In Equality and Human Rights Commission. Retrieved from http://equalityhumanrights.com/uploaded_files/ research/56_processes_of_prejudice.doc Allport, G. W. (1967). The Religious Context of Prejudice. Pastoral Psychology, 18(5), 20–30. https://doi.org/10.1007/BF01762402 Allport, G. W., & Ross, J. M. (1967). Personal Religious Orientation and Prejudice. Journal of Personality and Social Psychology, 5(4), 432–443. https://doi.org/10.1037/h0021212 Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. New York, USA: General Learning Cooperation. Baron, R. A., & Branscombe, N. R. (2011). Social Psychology (13th Ed). London, UK: Pearson Education, Inc. Bensaid, B., & Tekke, M. (2018). Islam and Prejudice: Special Reference to Gordon W. Allport’s Contact Hypothesis. Kemanusiaan: The Asian Journal of Humanities, 25(1), 103–120. https://doi.org/10.21315/ kajh2018.25.s1.6 193Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Brown, R. (2004). Prejudice: Its Social Psychology. Malden, USA; Blackwell Publishing. https://doi.org/10.1080/01434632.2013.803723 Burch-Brown, J., & Baker, W. (2016). Religion and Reducing Prejudice. Group Processes & Intergroup Relations, 19(6), 784 –807. https://doi. org/10.1177/1368430216629566 Civalero, L., Alonso, D., & Brussino, S. (2019). Evaluation of the Prejudice Towards Immigrants: Argentine Adaptation of the Scale of Subtle and Blatant Prejudice. Ciencias Psicológicas, 13(1), 119–133. https:// doi.org/10.22235/cp.v13i1.1814 Cohrs, J. C., & Duckitt, J. (2012). Prejudice, Types and Origins of. In Daniel J. Christie (Ed.), The Encyclopedia of Peace Psychology (1st Ed). Malden, USA: Blackwell Publishing. Dovidio, J. F., Hewstone, M., Glick, P., & Esses, V. M. (2010). Prejudice, Stereotyping, and Discrimination: Theoretical and Empirical Overview. In J. F. Dovidio, V. M. Esses, & M. Hewstone (Eds.), The SAGE Handbook of Prejudice, Stereotyping, and Discrimination (pp. 3–28). https://doi.org/10.4135/9781446200919.n1 Goddard, H. (2000). Menepis Standar Ganda: Membangun Saling Pengertian Muslim-Kristen (A. N. Zaman, Ed.). Yogyakarta: Qalam. Gribbins, T. P. (2013). The Effects of Religious Fundamentalism and Threat on Prejudice. University of Missouri-St. Louis. Halimatusa’diah. (2017). Dari Prasangka Hingga Diskriminasi: Menyoal Stigma Sesat dan Kekerasan Terhadap Ahmadiyah dalam Perspektif Komunikasi. Avant Garde, 5(1), 15–34. https://doi. org/10.36080/avg.v5i1.611 Hall, D. L., Matz, D. C., & Wood, W. (2010). Why Don’t We Practice What We Preach? A Meta-Analytic Review of Religious Racism. Personality and Social Psychology Review, 14(1), 126–139. https://doi. org/10.1177/1088868309352179 Halperin, C. J. (1984). The Ideology of Silence: Prejudice and Pragmatism on the Medieval Religious Frontier. Comparative Studies in Society and History, 26(3), 442–466. https://doi. org/10.1111/j.1467-8497.1960.tb00853.x Herek, G. (1987). Religious Orientation and Prejudice: A Comparison of Racial and Sexual Attitudes. Personality and Social Psychology Bulletin, 13(1), 34–44. https://doi.org/10.1177/0146167287131003 194 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Hernawan, W. (2017). Prasangka Sosial Dalam Pluralitas Keberagamaan di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Sosiohumaniora, 19(1), 77–85. https://doi.org/10.24198/ sosiohumaniora.v19i1.9543 Hjerm, M., Eger, M. A., & Danell, R. (2018). Peer Attitudes and the Development of Prejudice in Adolescence. Socius: Sociological Research for a Dynamic World, 4, 1–11. https://doi. org/10.1177/23780231187631 Hunsberger, B. (1995). Religion and Prejudice: The Role of Religious Fundamentalism, Quest, and Right-Wing Authoritarianism. Journal of Social Issues, 51(2), 113–129. https://doi. org/10.1111/j.1540-4560.1995.tb01326.x Hunsberger, B., & Jackson, L. M. (2005). Religion, Meaning, and Prejudice. Journal of Social Issues, 61(4), 807–826. https://doi.org/10.1111/ j.1540-4560.2005.00433.x Jamil, A. (2015). Pelangi Agama di Ufuk Indonesia, Fakta dan Cerita Kerukunan Beragama. Jakarta: Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama RI. Kunst, J. R., Sadeghi, T., Tahir, H., Sam, D., & Thomsen, L. (2016). The Vicious Circle of Religious Prejudice: Islamophobia Makes the Acculturation Attitudes of Majority and Minority Members Clash. European Journal of Social Psychology, 46(2), 249–259. https://doi. org/10.1002/ejsp.2174 Kuntowijoyo. (2018). Identitas Politik Umat Islam. Yogyakarta: IRCiSoD. Kusumowardhani, R. P. A., Fathurrohman, O., & Ahmad, A. (2013). Identitas Sosial, Fundamentalisme, dan Prasangka terhadap Pemeluk Agama yang Berbeda: Perspektif Psikologis. Harmoni, 12(1), 8–18. Laythe, B., Finkel, D. G., Bringle, R. G., & Kirkpatrick, L. A. (2002). Religious Fundamentalism as a Predictor of Prejudice: A Two- Component Model. Journal for the Scientific Study of Religion, 41(4), 623–635. https://doi.org/10.1111/1468-5906.00142 Lestari, G. (2015). Bhinneka Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di Tengah Kehidupan SARA. Jurnal Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 28(1), 31–37. https://doi.org/10.17977/ jppkn.v28i1.5437 195Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Lestari, P. (2013). Makna Simbolik Seni Begalan Bagi Pendidikan Etika Masyarakat. Harmonia - Journal of Arts Research and Education, 13(2), 157–167. https://doi.org/10.15294/harmonia.v13i2.2782 Liliweri, A. (2007). Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LKiS. Lins, S. L. B., de Lima, T. J. S., de Souza, L. E. C., Lima-Nunes, A., & Camino, L. (2017). Racial Prejudice and Social Values: How I Perceive Others and Myself. Psico-USF, 22(2), 309–321. https:// doi.org/10.1590/1413-82712017220210 Malenica, K., Kovacevic, V., & Kardum, G. (2019). Impact of Religious Self-Identification and Church Attendance on Social Distance toward Muslims. Religions, 10(4), 1–18. https://doi.org/10.3390/ rel10040276 Mar’at. (1982). Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Matusitz, J. (2012). Relationship between Knowledge, Stereotyping, and Prejudice in Interethnic Communication. Revista de Turismo y Patrimonio Cultural, 10(1), 89–98. https://doi.org/10.25145/j. pasos.2012.10.008 McKay, R., & Whitehouse, H. (2015). Religion and Morality. Psychological Bulletin, 141(2), 447–473. https://doi.org/10.1037/a0038455 Mmahi, O. P., & Ojo, F. E. (2018). Religious Dogmatism, Prejudice and Conflict in Nigeria. International Journal of African and Asian Studies, 47, 34–39. Moulin, D. (2016). Reported Experiences of Anti-Christian Prejudice among Christian Adolescents in England. Journal of Contemporary Religion, 31(2), 223–238. https://doi.org/10.1080/13537903.2016 .1152679 Mulyana, D. (2001). Nuansa-Nuansa Komunikasi: Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyana, D. (2017). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Murdianto. (2018). Stereotipe, Prasangka dan Resistensinya (Studi Kasus pada Etnis Madura dan Tionghoa di Indonesia). QALAMUNA - Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama, (Vol 10 No 2 (2018): 196 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Qalamuna-Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama), 137–160. Nashori, F., & Nurjannah. (2015). Prasangka Sosial Terhadap Umat Kristiani pada Muslim Minoritas yang Tinggal di Indonesia Timur. Ilmiah Psikologi Terapan, 03(02), 383–400. https://doi. org/10.24961/j.tek.ind.pert.2017.27.2.141 Nurjanah, S., Atmaja, H. T., & Saraswati, U. (2017). Penanaman Nilai-Nilai Multikulturalisme dalam Pembelajaran Sejarah Sub Materi Pokok Indonesia Zaman Hindu-Buddha pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri Purbalingga Tahun Ajaran 2016/2017. Indonesian Journal of History Education, 5(2), 68–75. Pereira, C., Vala, J., & Costa-Lopes, R. (2010). From Prejudice to Discrimination: The Legitimizing Role of Perceived Threat in Discrimination Against Immigrants. European Journal of Social Psychology, 40, 1231–1250. https://doi.org/10.1002/ejsp.718 Permata, S. T., Siahainenia, R., & Sampoerno. (2015). Umat Islam Dalam Memaknai Isu Kristenisasi di Salatiga (Suatu Analisis Persepsi Berdasarkan PErspektif Teori Cooridnated Management of Meaning). Cakrawala: Jurnal Penelitian Sosial, 4(2), 287–318. Platow, M. J., Van Rooy, D., Augoustinos, M., Spears, R., Bar-Tal, D., & Grace, D. M. (2019). Prejudice is about Collective Values, not a Biased Psychological System. New Zealand Journal of Psychology, 48(1), 16–22. Priyadi, S. (2003). Beberapa Karakter Orang Banyumas. Bahasan Dan Seni, 31(1), 14–36. Priyadi, S. (2007). Cablaka Sebagai Inti Model Karakter Manusia Banyumas. DIKSI, 14(1), 11–18. Purwasito, A. (2015). Komunikasi Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahayu, M. (2017). Keragaman di Indonesia dan Politik Pengakuan (Suatu Tinjauan Kristis). Jurnal Pemikiran Sosiologi, 4(2), 1–18. https://doi. org/10.22146/jps.v4i2.28577 Rosyada, D. (2014). Pendidikan Multikultural Di Indonesia Sebuah Pandangan Konsepsional. SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 1(1), 1–12. https://doi.org/10.15408/ sd.v1i1.1200 Sa’dudin, I., Chamadi, M. R., Munasib, Achmad, F., & Zayyadi, A. (2019). Interaksi Sosial Komunitas Islam Aboge Dengan Masyarakat 197Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Desa Cikakak Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas. Jurnal Tarbiyatuna, 10(1), 103–113. https://doi.org/10.31603/ tarbiyatuna.v10i1.2308 Salim HS, H., & Suhadi. (2007). Membangun Pluralisme dari Bawah. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara. Samovar, L. A., Porter, R. E., & Jain, N. C. (1981). Understanding Intercultural Communication. Belmont-California: A Division of Wadsworth Inc. Shaver, J. H., Troughton, G., Sibley, C. G., & Bulbulia, J. A. (2016). Religion and the Unmaking of Prejudice toward Muslims: Evidence from a Large National Sample. PLoS ONE, 11(3), 1–25. https://doi. org/10.1371/journal.pone.0150209 Smajić, A. (2008). Psychology of Religion and Intercultural Dialogue and Tolerance. Objavljeni Znanstveni Prispevek Na Konferenci, 423–435. Stewart, E., Edgell, P., & Delehanty, J. (2017). The Politics of Religious Prejudice and Tolerance for Cultural Others. The Sociological Quarterly, 59(1), 17–39. https://doi.org/10.1080/00380253.2017. 1383144 Streib, H., & Klein, C. (2014). Religious Styles Predict Interreligious Prejudice: A Study of German Adolescents with the Religious Schema Scale. The International Journal for the Psychology of Religion, 24, 151–163. https://doi.org/10.1080/10508619.2013.808869 Trianton, T. (2008). Nilai Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal dalam Film Indie Banyumas. Animal Genetics, 39(5), 561–563. https://doi.org/10.30595/jkp.v2i1.650 Widyaningsih, R. (2014). Bahasa Ngapak dan Mentalitas Orang Banyumas: Tinjauan dari Perspektif Filsafat Bahasa Hans-Georg Gadamer. Jurnal Ultima Humaniora, II(2), 186–200. Yilmaz, O., Karadöller, D. Z., & Sofuoglu, G. (2016). Analytic Thinking, Religion, and Prejudice. The International Journal for the Psychology of Religion, 26(4), 360–369. https://doi.org/10.1080/10508619.2016 .1151117 Zulkarnain, I. (2011). Hubungan Antarkomunitas Agama di Indonesia: Masalah dan Penanganannya. Kajian, 16(4), 682–691. https://doi. org/10.22212/kajian.v16i4.540 198 Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 169 - 198, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1783 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) 1. The article must be scientific, either based on the empirical research or conceptual ideas. The content of the article have not published yet in any Journal, and should not be submitted simultaneously to another Journal. Article should not be part of fully one chapter of the theses or dissertation. 2. Article must be in the range between 15-30 pages, not including title, abstract, keywords, and bibliography 3. Article consisting of the various parts: i.e. title, the author’s name(s) and affiliation(s), abstract (200-250 words), Keywords (maximum 5 words), introduction, description and analysis, conclusion, and bibliography. • Title should not be more than 15 words • Author’s name(s) should be written in the full name without academic title (degree), and completed with institutional affiliation(s) as well as corresponding address (e-mail address). • Abstract consisting of the discourses of the discipline area; the aims of article; methodology (if any); research finding; and contribution to the discipline of areas study. Abstract should be written in English. • Introduction consisting of the literature review (would be better if the research finding is not latest than ten years) and novelty of the article; scope and limitation of the problem discussed; and the main argumentation of the article. • Discussion or description and analysis consisting of reasoning process of the article’s main argumentation. • Conclusion should be consisting of answering research problem, based on the theoretical significance/conceptual construction • All of the bibliography used should be written properly Author Guidelines 4. Citation’s style used is the American Psychological Association 6th Edition, and should be written in the model of body note (author(s), year, and page(s)), following to these below examples: a. Book Dalam referensi ditulis : Azwar, S. (2016). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Di dalam kutipan ditulis : (Azwar, 2016) b. Edited book(s) Dalam referensi ditulis : Cone, J. D. (1999). Observational assessment: Measure development and research issues. dalam P. C. Kendall, J. N. Butcher, & G. N. Holmbeck (Eds.), Handbook of research methods in clinical psychology (pp. 183-223). New York: Wiley. Di dalam kutipan ditulis : (Cone, 1999) c. E-book(s) Dalam referensi ditulis : Sukanta, P. O., ed. (2014). Breaking the Silence: Survivors Speak about 1965-66 Violence in Indonesia (translated by Jemma Purdey). Clayton: Monash University Publishing. Diakses dari http://books.publishing. monash.edu/apps/bookworm/view/Breaking+the+Silence%3A+ Survivors+Speak+about+1965%E2%80%9366+Violence+in+ Indonesia/183/OEBPS/cop. htm, tanggal 31 Maret 2016. Di dalam kutipan ditulis : (Sukanta, 2014) d. Article of the Journal 1) Journal With Digital Objective Identifier (DOI) Dalam referensi ditulis : Tekke, M., & Ghani, F. (2013). Examining Career Maturity Among Foreign Asian Students : Academic Level. Journal of Education and Learning. Vol. 7 (1), 29-34. DOI: http://dx.doi. org/10.11591/edulearn.v7i1.173 Di dalam kutipan ditulis : (Tekke & Ghani, 2013) 2) Journal Without Digital Objective Identifier (DOI) Dalam referensi ditulis : Arbiyah, N., Nurwianti, F., & Oriza, D. (2008). Hubungan bersyukur dengan subjective well being pada penduduk miskin. Jurnal Psikologi Sosial, 14(1), 11-24. Di dalam kutipan ditulis : (Arbiyanti, Nurwianti, & Oriza, 2008) 3) E-Journal Dalam referensi ditulis : Crouch, M. (2016). “Constitutionalism, Islam and the Practice of Religious Deference: the Case of the Indonesian Constitutional Court.” Australian Journal of Asian Law 16, 2: 1-15. http://papers. ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2744394, diakses 31 Maret 2016. Di dalam kutipan ditulis : (Crouch, 2016) e. Article Website 1) Dengan Penulis Dalam referensi ditulis : Hendrian, D. (2016, Mei 2). Memprihatinkan Anak Pengguna Narkoba Capai 14.000. Retrieved September 27, 2017, from http://www.kpai.go.id/berita/memprihatinkan-anak-pengguna- narkoba-capai-14-ribu/ Di dalam kutipan ditulis : (Hendrian, 2016) 2) Tanpa Penulis Six sites meet for comprehensive anti-gang initiative conference. (2006, November/December). OJJDP News @ a Glance. Retrieved from: http://www.ncjrs.gov/htmllojjdp/news_ acglance/216684/topstory.htmI tanggal 10 Agustus 2012. Di dalam kutipan ditulis : (http://www.ncjrs.gov/htmllojjdp/ news_acglance/216684/topstory.htmI, 2006) f. Skripsi, Tesis, atau Disertasi Yang Tidak Dipublikasikan Dalam referensi ditulis : Saifuddin, A. (2016). Peningkatan Kematangan Karier Peserta Didik SMA Melalui Pelatihan Reach Your Dreams dan Konseling Karier (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Di dalam kutipan ditulis : (Saifuddin, 2016) g. Manuskrip Institusi Pendidikan Yang Tidak Dipublikasikan Dalam referensi ditulis : Nuryati, A., & Indati, A. (1993). Faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar. Unpublished Manuscript, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Di dalam kutipan ditulis : (Nuryati & Indiati, 1993) 5. In writing the citation’s would be better and suggested to use software of citation manager, like Mendeley, Zotero, End-Note, Ref- Works, Bib-Text, and so forth, with following standard of American Psychological Association 6th Edition. 6. Arabic transliteration standard used International Journal of Middle Eastern Studies. For detailed transliteration could be seen at http:// ijmes.chass.ncsu.edu/docs/TransChart.pdf 7. Article must be free from plagiarism; through attached evidence (screenshot) that article has been verified through anti-plagiarism software, but not limited to the plagiarism checker (plagramme.com). Author Fee al-Balagh : Jurnal Dakwah dan Komunikasi will not charge anything to the author for submission fee or publication fee. Submission Preparation Checklist As part of the submission process, authors are required to check off their submission’s compliance with all of the following items, and submissions may be returned to authors that do not adhere to these guidelines. 1. The submission has not been previously published, nor is it before another journal for consideration (or an explanation has been provided in Comments to the Editor). 2. The submission file is in OpenOffice, Microsoft Word, RTF, or WordPerfect document file format. 3. Where available, URLs for the references have been provided. 4. The text is single-spaced; uses a 12-point font; employs italics, rather than underlining (except with URL addresses); and all illustrations, figures, and tables are placed within the text at the appropriate points, rather than at the end. 5. The text adheres to the stylistic and bibliographic requirements outlined in the Author Guidelines, which is found in About the Journal. 6. If submitting to a peer-reviewed section of the journal, the instructions in Ensuring a Blind Review have been followed. Copyright Notice Authors who publish with this journal agree to the following terms: • Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work›s authorship and initial publication in this journal. • Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal’s published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal. • Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work. Privacy Statement The names and email addresses entered in this journal site will be used exclusively for the stated purposes of this journal and will not be made available for any other purpose or to any other party. Skup dakwah : manajemen dakwah, bimbingan dan konseling Islam, psikologi, psikologi dakwah, analisis sosial, sejarah dakwah, filsafat dakwah, sosiologi dakwah, ilmu dakwah, manajemen traveling dan wiisata religi, manajemen pelayanan haji, global islamic tourism, metodologi dakwah, relasi dakwah dengan budaya. Skup komunikasi : public relation, komunikasi dan penyiaran Islam, psikologi komunikasi, komunikasi interpersonal dan sosial, komunikasi antar budaya, jurnalistik, komunikasi massa, human relations.