ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 4, No. 2, July - December 2019 Editorial Team Editor-In-Chief Akhmad Anwar Dani, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Editor Imam Mujahid, (SCOPUS ID : 57208214175); Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Central Java, Indonesia Waryono Abdul Ghafur, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia Soiman, Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia (APDI) Diajeng Laily Hidayati, Institut Agama Islam Negeri Samarinda, Indonesia Ahmad Saifuddin, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Rhesa Zuhriya Briyan Pratiwi, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Abraham Zakky Zulhazmi, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Alamat Redaksi : Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Surakarta Jl. Pandawa No. 1, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah 57168 Phone : +62 271 - 781516 Fax : +62 271 - 782774 Surel : journal.albalagh@gmail.com, journal.albalagh@iain-surakarta.ac.id Laman : http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 4, No. 2, July - December 2019 Daftar Isi Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim 169 - 198 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, Dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono 199 - 234 Dakwah Milenial Era Digital: Analisis Linguistik Kognitif Pada Lagu Balasan Jaran Goyang Dwi Kurniasih 235 - 262 Pengelolaan Isu Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia Tahun 2019 Pada Media Di Jawa Tengah Agung Wibiyanto, Wahyu Tri Hastiningsih 263 - 292 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari 293 - 316 Metode Dakwah Gus Dur dan Revolusi Industri 4.0 Faizatun Khasanah 317 - 336 BELAJAR ISLAM MELALUI LITERATUR VISUAL: PEMBENTUKAN IDENTITAS MODERAT ANAK MUSLIM MILENIAL Kirana Nur Lyansari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Keywords: indentity; Islamic media; Muslim children literature; religious authority; visual Islam http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh Alamat korespondensi: e-mail: kirana.lyansari@gmail.com Abstract Moslem children have tended to learn religious teaching through teachers at the Taman Pendidikan Al- Qur’an (TPA) and Boarding School. Through the old religious authority, a teacher or cleric provided Islamic teaching taken from the classic books. However, in this millennial era, the old religious authorities must be collaborated with alternative kinds of literature, such as popular Islamic children books. This paper would like to see the presence of Islamic children’s visual literature over the past few years as an alternative source of religious authority by analyzing the visual images and text displayed. The generation of millennial Muslim children consumes practical, interesting, and fun religious knowledge through Islamic visual literacy. The visual literature of the Islamic children in this paper includes three domains of analysis, namely: theology, daily ethics, and sirah Nabi. This paper argues that the presence of Islamic children’s visual literature is as a media response in promoting polite preaching among millennial generation, as well as constructing alternative religious authority as a source of creating a new identity. Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) 294 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Abstrak Anak-anak Muslim selama ini cenderung belajar agama melalui guru-guru di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) dan pesantren. Melalui otoritas keagamaan versi lama tersebut, seorang guru atau bahkan kiai memberikan tausiah keislaman yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Namun demikian, di era milenial, otoritas keagamaan lama harus berkontestasi dengan literatur alternatif, seperti sejumlah buku populer anak Islam. Tulisan ini ingin melihat kehadiran literatur visual anak Islam selama beberapa tahun terakhir sebagai sumber alternatif otoritas keagamaan dengan menganalisis visual gambar dan teks yang ditampilkan di dalamnya. Generasi anak Muslim milenial mengonsumsi pengetahuan keagamaan melalui literasi visual Islam yang lebih praktis, menarik, dan menyenangkan. Literatur visual anak Islam dalam tulisan ini meliputi tiga ranah analisis, yaitu: teologi, daily ethics, dan sirah Nabi. Tulisan ini berargumen bahwa kehadiran literatur visual anak Islam merupakan respons media dalam mempromosikan dakwah moderat di kalangan generasi milenial, sekaligus membangun otoritas keagamaan alternatif sebagai sumber pembentuk identitas baru. Kata Kunci: identitas; literatur anak Muslim; media Islam; otoritas keagamaan; visual Islam How to cite (APA 6th Style): Lyansari, K. N. (2019). Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial. Al-Balagh: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 4(2), 293–316. https://dx.doi.org/10.22515/balagh.v4i2.1821 PENDAHULUAN Sebelum era digital, anak-anak desa memiliki tradisi belajar mengaji di masjid bersama kiai setempat. Namun, setelah marak dunia daring, kegiatan tersebut sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan. Teknologi memberikan tawaran menarik bagaimana seorang anak dapat belajar secara mudah dan praktis. Teknologi berdampak pada minimnya anak-anak desa mengaji. Dewasa ini, di daerah perkotaan, masyarakat ekonomi menengah ke atas tidak sulit memilih sekolah berstandar tinggi untuk anak-anaknya. 295Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Fenomena ini diikuti dengan keputusan menentukan cara belajar agama secara mudah, praktis, dan hemat waktu (Kuntowijoyo, 2018). Salah satu pilihan alternatif adalah dengan ketersediaan literatur visual anak Islam. Kehadirannya yang masih konsisten menunjukkan ada bagian masyarakat yang mengkonsumsinya. Di Indonesia, literatur visual berwujud buku-buku populer dan komik Islam. Keduanya mengajarkan nilai keagamaan praktis yang mulai diproduksi secara luas sejak tahun 1960an (CNN Indonesia, 2019). Di Turki, perkembangan media alternatif Islam telah berlangsung sejak tahun 1990-an. Buku tersebut dibuat sangat menarik dengan menggunakan gambar berwarna-warni. Kehadiran buku-buku ini menjawab pertanyaan orang tua kekinian yang ingin mengajarkan berislam secara modern kepada anak (Azak, 2013). Seorang anak tidak perlu keluar rumah untuk belajar agama. Mereka dapat belajar kapan saja sesuai waktu dan pengetahuan apa yang diinginkan. Buku-buku tersebut dapat mendukung pendidikan keagamaan yang telah diperoleh anak dari sekolah. Namun, bagaimana dan apa kriteria sebuah buku dianggap baik dan sesuai untuk pembelajaran bagi anak? Dari pertanyaan inilah muncul tindakan seleksi dari orang tua untuk memilih buku mana yang baik untuk anak mereka, secara khusus pemilihan pada materi emosi dan nilai moral (Lesnik-Oberstein 2002). Penelitian ini memetakan literatur visual anak Islam dalam tiga ranah berbeda, yaitu teologi, sejarah (sirah), dan etika sehari-hari. Bagaimana literatur visual anak Islam mengkonstruksi pemahaman dan pemaknaan anak terhadap nilai-nilai Islam? Peneliti berpendapat bahwa visualisasi Islam di Indonesia merupakan bentuk respons alternatif media terhadap perkembangan dakwah milenial; sekaligus hal ini memungkinkan menjadi alternatif otoritas keagamaan. Dalam otoritas keagamaan yang lama, kiai/ ustaz serta sumber keagamaan klasik memegang peran pusat pengetahuan agama. Sedangkan sekarang, kehadiran literatur visual anak Islam mulai 296 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) membentuk peran sumber ajaran keagamaan. Otoritas keagamaan alternatif ini secara implisit menuntun anak muslim milenial menjadi moderat dan memiliki kesalehan sosial di era milenial. Penelitian ini menganalisis literatur visual anak Islam yang beredar dan dapat dibeli di toko-toko buku. Fokus utama yang ingin dilihat yaitu narasi visual Islam dan teks pendukung yang tertulis dalam literatur visual anak Islam. Penelitian ini diharapkan berdampak pada peningkatan kesadaran untuk memilih buku sebagai referensi dan literatur visual dalam pembelajaran anak secara tepat, sehingga internalisasi nilai agama ke dalam diri anak menjadi berkualitas. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh dengan melihat buku-buku anak Muslim yang tersedia di toko buku Mizan, Yogyakarta. Teknik pengambilan sample menggunakan simple random sampling. Dari keseluruhan buku yang ada, peneliti memutuskan memilih seri Islamic Princess dan Daily Ethics sebagai representasi buku anak yang memiliki visual gambar dominan, kekinian dan menarik. Seri tersebut merupakan salah salah satu seri yang di dalamnya memuat materi Islam cukup komprehensif yakni aplikasi akhlak kehidupan sehari-hari yang memuat rukun Islam dan rukun Iman. Peneliti mencoba melihat nilai dan pesan edukatif di dalam isi buku tersebut dengan fokus memahami serta menganalisis baik tampilan visual maupun teks. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Literatur Visual: Sebuah Tren Kehadiran literatur visual anak Islam di era milenial merupakan suatu fenomena yang penting dikaji di saat media online mendominasi segala aspek kehidupan. Sekitar akhir abad ke-20, literatur keislaman anak telah diproduksi massal mulai dari negara-negara di Timur Tengah 297Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) juga negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya, termasuk Indonesia (Azak, 2013). Kehadirannya tidak menyampaikan literatur utama seperti Al-Qur’an dan hadis secara literal, akan tetapi disesuaikan dengan metode dakwah kontemporer. Anak-anak kini dapat belajar agama melalui berbagai sumber dalam bentuk buku story telling atau pun komik. Literatur visual anak Islam dibuat sedemikian rupa sebagai bahan ajar nilai-nilai agama Islam kepada anak. Nilai yang ditampilkan dalam literatur visual anak Islam beragam, mulai dari bidang teologi, daily ethics, hingga sejarah nabi. Bila dilihat dari tampilannya, literatur visual anak Islam terdiri dari dua unsur. Pertama, unsur ilustrasi, digunakan sebagai imajinasi atas konteks topik yang sedang dibahas. Ilustrasi dalam literatur visual anak Islam menampilkan berbagai macam bentuk seperti manusia, hewan, lingkungan rumah, lingkungan masyarakat, dan masih banyak lagi. Kedua, unsur teks, digunakan untuk menyampaikan maksud pesan yang ada di dalam ilustrasi. Keduanya saling melengkapi dalam rangka mencapai tujuan pembuatan buku, memberikan pemahaman kepada anak mengenai nilai- nilai keagamaan. Bahasa yang digunakan dalam buku anak menawarkan wacana konten implisit baik cerita maupun pesan (Stephens, 2002). Karakter ini berbeda dengan literatur keagamaan klasik, hanya terdiri dari satu unsur saja, yaitu teks. Literatur visual anak Islam merupakan salah satu dari bentuk visual research (visual studies dan visual culture). Visual research dalam penelitian ini yaitu manifestasi dari studi image. Ada hubungan isu yang dapat diobservasi dalam visual research, antara lain: ruang dan tujuan pembuatan visualisasi itu sendiri. Selama ini visual research mengkaji objek semacam gambar (image), ilustrasi, icon, komik dan video atau film (Emmison, Smith, and Mayall, 2012). Visual research tidak dapat berdiri sendiri, perlu dianalisis dengan disiplin lain misalnya sosiologi atau antropologi sehingga termasuk dalam studi interdisiplin (Schroeder, 2002). Visual research telah dilakukan di beberapa negara lain seperti Iran dan Suriah (Heidemann, 2013); Mesir 298 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) (Kubala, 2013); Amerika (Lewis, 2014) dan Jepang (Ito, 2008). Dari contoh visual studies yang telah disebutkan sebelumnya, sebagian besar ingin melihat relasi antara visual dan agama. Menurut Williams, alasan mengapa agama perlu diteliti pada aspek visual karena agama merupakan sistem simbol sehingga terdapat bukti-bukti yang berkaitan dengan perilaku keagamaan (Willams, 2014). Sejak dulu agama-agama seperti Protestan, Yahudi, dan Islam menggunakan ikon-ikon untuk merepresentasikan pengalaman keagamaan dari kitab suci (Morgan, 2005). Selain itu, karakter menonjol literatur postmodern adalah adanya ideologi yang ditanam dalam teks. Teks tersebut disajikan dengan strategi dan narasi nilai dan sikap secara natural, tidak terkecuali literatur anak (Allan, 2012). Seiring perkembangan teknologi, pengalaman keagamaan secara visual juga mengalami perkembangan digital dan cetak. Salah satu contoh perkembangan tersebut yaitu hadirnya literatur visual anak Islam. Tidak hanya di Indonesia, literatur visual anak Islam juga hadir di negara mayoritas penduduk Muslim lainnya seperti Iran. Dalam hal metodologi, visual research telah mengalami perkembangan berulang- ulang sejak tahun 1942 sampai 1998 hingga menemukan bentuk analisis mendalam seperti sekarang (Margolis & Pauwels, 2011). Beberapa indikator yang dapat dilihat pada visual research seperti value, warna, dan kultur (Leeuwen, 2001). Penelitian Azak (2013) menyatakan literatur anak di London pada tahun 1970an dibuat sebagai bentuk kritik literasi, perlawanan atas sejarah dan kultur yang ada di masyarakat. Literatur anak di London tersebut sebagai bentuk konstruksi atas ideologi tertentu, moral dan representasi gender. Di Iran, literatur anak cukup efektif digunakan dalam pembelajaran keagamaan. Beberapa studi yang telah disampaikan di atas menemukan adanya keterkaitan antara dunia visual anak dengan peristiwa yang terjadi pada suatu negara baik sebagai kritik maupun pendidikan. Dari sinilah objek visual perlu untuk dikaji pada setiap kurun waktu tertentu. Berbeda dengan 299Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) penelitian sebelumnya, tulisan ini lebih ingin melihat bagaimana literatur anak menjadi otoritas alternatif untuk mempelajari pendidikan agama Islam dan konstruksi identitas terhadap anak Muslim milenial. Belajar Agama Secara Visual Tulisan ini fokus terhadap tiga ranah visual Islam anak, yaitu teologi, etika keseharian dan sirah Nabi. Tiga ranah tersebut mewakili indikator pembentukan identitas anak Muslim baik dari spiritual (keimanan) dan sikap (akhlak). Pertama, bidang teologi. Literatur visual anak Islam yang termasuk dalam bidang ini tidak hanya membahas mengenai pengetahuan keimanan dan ibadah, tetapi juga bagaimana unsur-unsur ketuhanan diaplikasikan dalam keseharian melalui story telling. Kedua, daily ethics. Etika keseharian dalam literatur visual anak Islam meliputi pengetahuan akhlak yang berasal dari hadis baik ditujukan untuk pribadi anak maupun perilaku antarindividu dan masyarakat yang lain. Ketiga, mengenai sejarah; dalam penelitian ini yang dimaksud yaitu sirah Nabi. Sirah Nabi dalam literatur visual anak Islam berbentuk potongan-potongan kisah Nabi, yang sebagian besar menceritakan mukjizat nabi-nabi dan akhlak Nabi Muhammad. Masing-masing visual dari tiga ranah tersebut memiliki nilai visual penting untuk dikaji lebih lanjut dalam pembahasan berikut. Ada dua unsur dalam literatur visual anak Islam, teks dan visual. Teks dalam penelitian ini adalah kalimat atau kata yang tercetak di literatur visual anak Islam. Dalam literatur visual anak Islam, nilai keimanan ditransformasikan ke dalam subjudul dengan tidak menggunakan kata iman atau beriman tetapi menggunakan kalimat seperti: Islam Itu Hebat; Islam Membuat Jalan Kita Terang; Aku Sayang Allah; Aku Cinta Kitab Suci; Janjiku Kepada Allah Swt.; Cita-Citaku Ingin Naik Haji; Aku Bisa Sholat dan Berdoa dan lain sebagainya (AmaLee, 2017). Kata ‘iman’ atau ‘beriman’ yang berarti percaya atau yakin mengalami perubahan personifikasi menjadi kata cinta, sayang, dan cita-cita. 300 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Literatur visual anak Islam sering menggunakan kalimat-kalimat persuasif dan positif dalam setiap judul bacaannya seperti Berbagi Kasih Sayang, Mari Saling Memberi Hadiah, Mari Saling Membantu, Berilah Senyumanmu, Menahan Marah, Menjenguk Teman yang Sakit, Belajar Bersabar, Mari Berbagi, Yuk Jaga Kebersihan, Berkata Jujur (Kultu, 2016). Kalimat-kalimat judul tersebut bersumber dari hadis dan telah mengalami modifikasi cerita dalam keseharian anak, tidak lagi menggunakan latar cerita munculnya hadis pada masa nabi. Perubahan secara teks juga terdapat pada story telling Islamic princess. Telah kita ketahui, princess berawal dari cerita Walt Disney yang kemudian diadopsi menjadi cerita berbeda namun tetap dengan tema yang sama yaitu princess. Umat Muslim selama ini telah meyakini asmaul husna atau nama baik Allah yang berjumlah 99. Adapun contoh asmaul husna antara lain Al Malik, Al Quddus, As Salam, Al Mu’min, Al Muhaimin, Al Aziz, Al Jabar dan seterusnya. Lima tahun terakhir, story telling telah mengadopsi asmaul husna ke dalam kisah princess. Islamic Princess memiliki nama asmaul husna yang dimodifikasi sedemikian rupa seperti Princess Rasyida, Princess Malika, Princess Noura, Princess Barruna, Princess Qoyyuma, Princess Wahabidah dan Princess Qawiya (Syahbani dkk, 2013). Sebagaimana diketahui adanya cerita princess bermula dari kartun Barat (New York, Amerika Serikat) yaitu kisah princess Walt Disney seperti Cinderella, Snow Queen, Sleeping Beauty, Beauty and the Beast dan lain-lain. Nama-nama princess telah mengadopsi asmaul husna ke dalam kehidupan sehari-hari manusia yaitu dengan menjadikannya sebagai nama seseorang. Tidak hanya nama saja yang diadopsi dari asmaul husna tetapi juga karakter dari princess tersebut sesuai dengan arti namanya, seperti Princess Barruna yang berarti penderma memiliki sifat yang gemar bersedekah. Tidak hanya nama saja, dari kalimat yang digunakan dalam percakapan, princess menggunakan beberapa kalimat yang sejatinya berasal dari Bahasa Arab seperti assalamu’alaikum, wa’alaikum salam, dan astaghfirullah. 301Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Suatu pagi, Princess Wahhaabidah melihat gerobak terperosok di halaman istana. Gerobak itu membawa hasil panen untuk raja. “Assalamu’alaikum, paman. Ada yang bisa kami bantu?” tanya Princess Wahhaabidah. “Wa’alaikum salam, Princess. Roda gerobak saya patah,” jawab paman petani. “Oh jangan khwatir! Kami akan menolong paman,” kata Princess Wahaabidah sambil melambaikan tangan memanggil prajurit istana. Dengan sigap, para prajurit istana mengangkat gerobak dan memperbaiki roda yang patah. Sementara itu... “Astaghfirullah, paman terluka! Luka paman harus segera diobati! Seru Princess Wahhaabidah (Syahbani dkk, 2013). Assalamu’alakum digunakan umat Muslim untuk memberikan salam kepada sesamanya, sedangkan wa’alaikum salam merupakan kalimat jawaban dari ucapan salam tersebut. Penggunaan Bahasa Arab di dalam kehidupan masyarakat Melayu terutama Indonesia telah menjadi hal wajar. Ini dapat dilihat dari adanya beberapa kosa kata Melayu yang diserap dari bahasa Arab. Namun, keberadaan kalimat-kalimat tersebut dalam dongeng princess menjadi keunikan tersendiri karena melihat kultur yang ditampilkan dalam Islamic princess. Dari uraian tersebut, Islamic princess telah mengalami islamisasi dengan adanya penambahan teks-teks Bahasa Arab ke dalamnya. Literatur visual anak Islam cenderung menggunakan bahasa personifikasi, dekat dengan anak-anak, lebih persuasif, dan telah mengalami kontekstualisasi dengan cerita. Dengan begitu anak tidak kesulitan mengingat, menerima dan memahami. Selama ini konsep princess dekat dengan tokoh puteri yang memiliki rambut panjang terurai tidak mengenakan jilbab. Islamic princess justru menampilkan sosok puteri menggunakan gaun berwarna-warni beserta jilbab dengan hiasan-hiasan menawan seperti perhiasan mahkota, bunga dan renda. Mereka diilustrasikan tinggal di istana besar dan indah, dengan status anak dari raja dan ratu yang memerintah pada suatu daerah, misalnya Princess Malika merupakan putri dari Raja Avicenna yang tinggal di Istana Alchemist (Syahbani dkk, 2013). 302 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Gambar 1. Ilustrasi Princess Malika dan Princess Selena (Syahbani dkk, 2013). Islamic princess mengindikasikan adanya pembauran budaya antara Islam yang disebut berasal dari Timur dengan princess yang berasal dari Barat melalui visual, kultur dan bahasa yang digunakan. Apabila dihubungkan dengan apa yang sedang terjadi sekarang ini, adanya konflik di Timur Tengah dan isu terorisme, kedua wilayah tersebut sangat kontras. Namun sebaliknya, Islamic princess dapat dikatakan berhasil membuat “perdamaian” atau jalan tengah dalam menyikapi jarak dan perbedaan budaya global. Fenomena princess seperti halnya fenomena barbie (tiga dimensi). Sebenarnya fenomena islamisasi berbie di Indonesia telah terjadi pada tahun 2005. Barbie tidak lagi menggunakan pakaian minim, tetapi menggunakan jilbab bahkan cadar. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat usaha pembentukan identitas keagamaan pada anak melalui mainan (Budiyanto, 303Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) 2009). Tidak hanya di Indonesia, Chador Barbie juga terdapat di Yaman. Kehadiran Chador Barbie merupakan representasi transnasional simbol yang menunjukkan keteguhan budaya timur terhadap budaya yang datang dari luar, dalam kasus ini termasuk barbie (Meneley, 2007). Meskipun princess dalam literatur visual anak Islam menggunakan jilbab tetapi mereka masih melakukan berbagai kegiatan hobi secara umum, seperti naik kuda, berenang dan menari. Jilbab di sini digambarkan sebagai suatu kewajiban seorang Muslimah namun tetap memberikan keleluasaan (freedom) dalam kegiatan seperti orang-orang pada umumnya. Hal ini berbeda dengan komik Qahera dari Iran pada masa revolusi 1980, jilbab diartikan dengan kurungan dan penindasan (Duncan, 2015). Adaptasi jilbab princess menunjukkan terjadinya pembauran antara agama, budaya dan modernitas. Sedangkan pada sirah Nabi, literatur visual anak Islam lebih menampilkan kisah penting dalam sejarah hidup nabi-nabi sebagai poin judul cerita. Cerita sejarah nabi-nabi tidak semua ditampilkan secara utuh, dari awal hingga akhir kehidupan nabi, namun pada masa-masa tertentu saja. Kisah Nabi Ibrahim misalnya, yang disoroti hanya pada masa Nabi Ibrahim mencari Tuhan. Lalu kisah Nabi Musa fokus pada kisah Nabi Musa dibuang ke sungai. Kisah Nabi Isa dipilih hanya pada saat Nabi Isa lahir tanpa ayah dan dapat bicara saat masih bayi. Sedangkan Kisah Nabi Muhammad fokus pada saat Nabi Muhammad lahir (Abqary, 2017). Hal yang menarik dari sirah Nabi adalah adanya visual fisik nabi. Seperti yang telah kita ketahui, nabi adalah sosok suci. Sebagian besar umat Muslim di Indonesia meyakini bahwa mem-visualkan sosok nabi secara fisik merupakan hal yang sangat tabu dan sebaiknya tidak dilakukan. 304 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Gambar 2. Ilustrasi Nabi Ibrahim sedang menjual patung (Abqary, 2017) Gambar 3. Ilustrasi Nabi Yunus ketika keluar dari perut ikan (Abqary, 2017) 305Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Gambar 2 adalah visual yang merepresentasikan fisik Nabi Ibrahim kecil saat masih membantu berjualan patung berhala buatan ayahnya. Kemudian gambar 3 adalah imajinasi visual ketika Nabi Yunus keluar dari dalam perut ikan. Sebenarnya visual nabi tidak hanya ditemukan di Indonesia tetapi juga negara lain seperti Teheran. Nabi tidak divisualkan dengan menggunakan cahaya atau mengalami sensor, tetapi justru divisualkan dengan fisik cukup sempurna mulai dari bentuk rambut, mata, mulut, hidung, telinga, tangan dan kaki. Di Teheran, Iran, mural Nabi Muhammad mereprentasikan bentuk tradisi dan identitas masyarakat pada masa tertentu (Gruber, 2013). Sedangkan di Indonesia hal tersebut berbeda, visualisasi nabi dalam literatur visual anak Islam sebagai bentuk konstruksi imajinasi kepada anak. Anak tidak lagi berimajinasi secara bebas atas kisah nabi yang mereka dapatkan. Hal ini justru menunjukkan bahwa generasi sekarang cenderung melakukan pembatasan terhadap perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak sebagai “generasi impian”. Generasi impian di sini maksudnya hendak menunjuk pada generasi anak-anak yang dalam pertumbuhannya diberikan edukasi nilai tertentu sebagaimana tujuan dan harapan pendidik (pembuat buku, orang tua atau guru) hingga saat dewasa nantinya akan memiliki karakter dan sifat sesuai dengan apa yang diharapkan tersebut. Tindakan pembatasan ini juga dapat dibaca sebagai usaha penjagaan dengan mengarahkan dan menuntun pada imajinasi tertentu. Pendidik berusaha membentuk generasi sebagaimana yang diinginkannya yakni seorang Muslim yang memiliki sifat open minded (inklusif). Menjadi Anak Muslim Literatur visual anak Islam sebagian besar menampilkan sejumlah nilai-nilai penting ajaran keagamaan terutama akhlak. Akhlak di sini adalah perilaku teladan yang mencontoh Nabi Muhammad. Berikut ini contoh akhlak yang ditampilkan dari pembacaan sirah Nabi: Jujurnya Rasulullah, 306 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Sabarnya Rasulullah, Pemaafnya Rasulullah. Akhlak Rasulullah tersebut secara langsung ditransformasikan dalam kehidupan yang sering dijumpai oleh anak seperti: berkata jujur kepada teman mengenai berita yang diterima (Sholihat & Widyawanti, 2017); bersabar ketika menemui teman yang membuat kesal (Kimberly, 2017); dan memaafkan teman yang sering mengejek (Kurniawati, 2018). Dari ketika kisah tersebut dilengkapi juga dengan kisah asli sejarah Rasulullah. Sekalipun Rasulullah menjumpai orang yang tidak sopan, orang yang tidak beliau sukai, orang yang selalu membencinya, tetapi Rasulullah tetap menunjukkan sikap yang baik, tidak membalas perilaku tidak baik yang ditujukan kepada beliau. Selain itu, literatur visual anak Islam juga menampilkan akhlak yang diadaptasi dari hadis, seperti: Berbagi Kasih Sayang; Mari Saling Memberi Hadiah; Mari Saling Membantu; Berilah Senyumanmu; Menahan Marah; Menjenguk Teman yang Sakit; Belajar Bersabar; Mari berbagi; Yuk, Jaga Kebersihan; Berkata Jujur. Salah satu contoh yaitu Berbagi Kasih Sayang, di dalamnya dikisahkan dua anak kecil (Tariq dan Zainab) sedang belajar hadis, “Jika kamu menyayangi saudaramu, hendaklah kamu mengatakan kepadanya”. Keduanya langsung mempraktikkan hadis tersebut. Mereka menyatakan sayang kepada orang tua, guru dan teman di kelas. Dalam kisah tersebut, guru dan temannya tidak mengenakan jilbab seperti Zainab, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah bagi mereka untuk saling berteman (Kultu, 2016). Dari semua konten akhlak di atas, semua memuat nilai kesabaran, kasih sayang, tolong menolong, dan menghidupkan keadilan dan kesetaraan bagi semua kedudukan manusia sebagaimana dicontohkan Rasulullah (Anand, 2016). Rasulullah tidak memandang latar belakang baik Muslim atau non-Muslim, bahkan orang yang membenci sekali pun. Sebagaimana umat Islam yakini, Islam datang sebagai rahmatan lil ‘alamin. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk membenci segolongan orang. Akhir-akhir ini pembahasan isu perdamaian sedang meningkat. Adanya konflik dalam negeri karena dipicu oleh konflik politik atau 307Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) keagamaan mengakibatkan terjadinya perselisihan antar golongan. Hal ini membuat jurang pemisah yang semakin besar antara cita perdamaian dunia dengan realita sekarang yang ada. Perdamaian dan toleransi semakin menjadi cita-cita generasi sekarang. Kehadiran literatur visual anak Islam menunjukkan sebuah usaha membentuk “generasi impian” yang moderat dan memiliki kesalehan sosial di masa sekarang dan masa akan datang. Ini mendukung pendapat Stephens bahwa literatur anak dipengaruhi oleh subjektivitas atas politik identitas. Subjektivitas mendominasi literatur anak yang direpresentasikan dalam teks dengan tidak menafikan adanya tingkat agensi masing-masing individu untuk membuat keputusan ataupun sikap (Stephens, 2013). Identitas Anak Muslim Milenial Indonesia Berbicara mengenai identitas, sub bab ini berusaha mengulas pola pembentukan identitas anak Muslim milenial yang diakibatkan dari pembacaan literatur visual anak Islam, khususnya di Indonesia. Isu identitas keislaman di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak awal abad ke 20. Dengan demikian munculnya Islam di kehidupan sosial bukan hal yang tiba-tiba, berkembang namun memang berkembang di Indonesia pada tahun 1980an karena ekspresi kesalehan dan religiositas mulai diterima di masyarakat secara luas (Noor, 2015). Perkembangan identitas generasi didukung oleh persebaran media pada saat itu, yakni bagaimana suatu otoritas ikut berperan dalam mendisiplinkan, mengendalikan pemahaman khalayak umum atau masyarakat tertentu (Herrera & Bayat, 2010). Identitas tersebut semakin menunjukkan perbedaan antara Islam dan Barat. Karakter Islam semakin muncul di permukaan meskipun tidak serta merta dapat melepaskan pengaruh Barat. Keduanya bagaimana dapat diatur supaya tidak bertolak belakang, ada ruang dialog karakter nilai yang dapat saling disesuaikan. 308 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Dalam kasus penelitian ini, pembentukan identitas anak Muslim milenial kini tidak lagi melalui otoritas keagamaan lama, dari kiai atau ustaz tetapi melalui konten-konten yang sering dijumpai anak dalam lima tahun terakhir ini. Mereka memiliki ruang kemungkinan yang besar untuk bersinggungan dengan buku ajar di sekolah dan di rumah atau melalui guru pelajaran agama Islam. Peneliti mencoba melihat kemungkinan pembentukan identitas anak Muslim melalui peredaran buku-buku keagamaan secara bebas, yaitu literatur visual anak Islam. Peneliti menemukan konten-konten tertentu yang secara tidak langsung menuntun anak memiliki lima nilai, yaitu mengikuti perkembangan teknologi, kreatif, globaly, having fun, dan keagamaan. Pertama, mengikuti perkembangan teknologi. Seiring dengan perkembangan teknologi, mau tidak mau anak harus mengikuti arus tersebut baik melalui kurikulum pembelajaran di sekolah maupun perkembangan teknologi yang ada di sekitarnya. Literatur visual anak Islam hadir tidak melupakan konten teknologi. Anak dikenalkan kepada keberadaan benda canggih yang mungkin mereka belum pernah lihat seperti gambar pesawat luar angkasa dan astronot (AmaLee, 2017). Adanya gambar tersebut menunjukkan bahwa anak perlu mengetahui keberadaan teknologi yang diperlukan dalam bidang-bidang lain di kehidupan secara besar, namun hal ini tidak dijelaskan secara eksplisit dalam literatur visual anak Islam. Kedua, kreatif. Nilai kreativitas dalam literatur visual anak Islam terdiri dari dua konten, yaitu problem solving dan living hadis. Story telling dari Islamic princess menampilkan permasalahan yang akan diselesaikan sesuai dengan karakter nama princess. Salah satu contoh kisah yaitu Princess Qayyuma, berasal dari asmaul husna Qayyum yang berarti berdiri sendiri. Dalam kisahnya, Princess Qayyuma sedang rekreasi di lembah pinus bersama dengan dayang-dayangnya, namun tiba-tiba hujan turun deras. Princess Qayyuma berusaha mendirikan tenda tetapi dayang-dayang belum pernah melakukan hal tersebut sebelumnya. Akhirnya dayang 309Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) hanya membantu apa yang dikerjakan oleh Princess Qayyuma. Dari kisah tersebut, Princess dikisahkan memiliki sifat mandiri, ia tidak segan-segan melakukan pekerjaan sendiri dan tidak memerintah bawahannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (Syahbani dkk, 2013). Living hadis menampilkan beberapa hadis yang dapat dipraktikkan secara langsung oleh anak. Salah satu hadis tersebut misalnya ‘Berilah hadiah. Maka, itu akan membuatmu lebih saling menyayangi’. Living hadis menceritakan hadis tersebut dengan orang tua yang memberikan hadiah untuk anak-anaknya. Untuk membalas hadiah tersebut, kedua anak mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat hadiah kepada orang tua dan kakek nenek. Mereka merangkai kartu ucapan dengan pernak- pernik bekas dan bunga kering (Kultu, 2016). Kreativitas ditunjukkan oleh adanya usaha anak-anak untuk mempraktikan langsung hadis yang telah dipelajarinya melalui hal-hal kecil. Ketiga, globaly. Konten-konten dalam literatur visual anak Islam tidak hanya menampilkan kultur Islam saja tetapi juga kultur lain secara global seperti visual kerajaan, princess yang menggunakan gaun beserta jilbab. Princess dikisahkan melakukan kegiatan-kegiatan umum seperti berenang dan menari. Princess Malika yang berasal dari asmaul husna al Malik, berarti pencipta dikisahkan dapat merancang busana. Ia merancang busana renang dengan pakaian tertutup, menggunakan celana panjang untuk dirinya sendiri dan temannya. Begitu juga Princess Barruna, berasal dari asmaul husna Barru yang berarti penderma. Ia melakukan kegiatan amal untuk membantu temannya yang kekurangan biaya dengan mengadakan pertunjukan tari. Ia menari dengan menggunakan gaun kuning serta jilbab warna oranye (Syahbani dkk, 2013). Keempat, having fun. Literatur visual anak Islam menampilkan pembelajaran menyenangkan melalui berbagai cara. Konten-konten visual membuat anak memiliki imajinasi dari nilai yang mereka pelajari. Tidak hanya itu mereka juga disuguhi halaman “belajar dengan bermain”. Hal ini dapat dilihat dengan adanya konten praktik sains dan teka-teki silang. 310 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Gambar 4. Teka-teki silang (AmaLee, 2017). Gambar 5. Praktik sains (AmaLee, 2017). 311Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Anak diberi ruang untuk bermain sebagaimana masa yang sedang dialaminya. Namun di sisi lain, keberadaan konten tersebut memiliki makna lain. Konten eksperimen sains dapat diartikan sebagai usaha untuk memasukkan nilai ilmiah ke dalam agama. Anak tidak akan lagi beranggapan bahwa ilmu sains dan agama merupakan dua hal yang terpisah, melainkan agama tidak akan membatasi anak untuk menuntut ilmu-ilmu lain di luar ilmu agama. Kelima, nilai keagamaan atau iman. Dari keseluruhan nilai di atas, sebenarnya nilai keagamaan mengakomodasi semuanya. Nilai-nilai keagamaan baik itu keimanan, ayat Al-Qur’an, hadis, fikih, sirah, dan akhlak telah direpresentasikan dalam simbol-simbol mulai dari simbol kecil dan simbol secara keseluruhan. Simbol-simbol kecil terdapat pada visual jilbab dan busana princess, nama princess, kisah hadis dalam perilaku sehari-hari, visual iman melalui gambar tata cara beribadah, praktik sains, dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian tersebut, konten-konten yang ada di dalam literatur visual anak Islam sebenarnya secara tidak langsung telah menuntun anak kepada suatu identitas kekinian, yaitu anak Muslim yang pintar, inovatif, moderat, dan tetap beriman. Mengukuhkan identitas moderat di era saat ini menjadi urgen. Era milenial sekarang ini ditandai dengan penggunaan media sosial secara masif. Di Indonesia sendiri, media sosial telah digunakan oleh 80% kaum muda Indonesia dengan rentang usia 20-29 tahun (Alumni Muslim Exchange Program (MEP) 2018). Hal ini menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi gaya hidup milenial dalam berbagai aspek baik sosial, budaya, ekonomi, politik dan tidak terkecuali agama. Akhir-akhir ini, penggunaan media sosial dalam topik keagamaan telah menjadi tema penelitian menarik. Penelitian-penelitian tersebut mengambil tema mirip, yaitu agama, media sosial, dan kaum muda (remaja dan dewasa muda) (Alumni Muslim Exchange Program (MEP) 2018; Nisa, 2018; Weng, 2018). Individu maupun komunitas melakukan gerakan dakwah dan 312 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) sharing konten keagamaan secara masif melalui berbagai akun media sosial memberikan kesimpulan bahwa tidak sedikit pengguna media sosial yang menerima pembelajaran keagamaan secara online. Di sisi lain, dalam konteks agama dan era milenial segmen anak Muslim mengalami kondisi yang berbeda. Segmen anak usia 4-9 atau 10 tahun (TK-3 SD) tidak terlalu intens kontak dengan gadget dan internet, tetapi tidak dapat dimungkiri juga bahwa mereka tetap melihat tayangan- tayangan video di YouTube, Facebook dan Instagram karena pengaruh orang-orang di sekitar lingkungannya. Oleh karena itu anak mengalami posisi pertengahan antara dunia online dan offline. Segmen inilah yang menjadi arena kontestasi dengan berbagai penerbitan-penerbitan media literatur anak Muslim. Kontestasi ini akan terlihat apabila disandingkan dengan berbagai literatur anak Muslim yang muncul dalam bentuk media majalah anak dengan berbagai variasi topik dan fokus (Hidayati, 2018). Pengaruh perkembangan teknologi di era milenial menyasar pada sistem pembelajaran anak. Pasca Soeharto tumbang, tidak sedikit yayasan Islam swasta merintis institusi berbasis nilai-nilai Islam. Sekolah tersebut mencoba menggabungkan dua konsep, yaitu agama dan teknologi modern untuk mengejar tuntutan perkembangan zaman (Tan, 2014). Meskipun terjadi perubahan zaman, sebagian orang tua tetap ingin anaknya memperoleh pendidikan keagamaan yang baik supaya tidak terjerumus dalam perbuatan negatif. Jika berkaca pada Mesir, dilema pendidikan telah terjadi di sana sejak abad ke 19. Pendidikan Mesir mempertimbangkan antara pelaksanaan pendidikan keagamaan dan pendidikan keilmuan, sehingga diperlukan keseimbangan antara keduanya di dalam kurikulum pendidikan (Tan, 2014). Di sinilah urgensi menjadi moderat di era teknologi, ketika anak belum mengenal gadget, seorang anak dengan pilihan literatur visual akan membangun sistem alarm mandiri guna membentengi diri dari dampak negatif teknologi. 313Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kehadiran literatur visual anak Islam menunjukkan strategi dakwah visual di kalangan umat Islam atas respons kurang menariknya otoritas keagamaan lama. Melalui konten-konten yang ada di dalam literatur visual anak Islam, kaum muda Muslim saat ini mencoba menciptakan generasi impian untuk masa depan. Tidak hanya beriman, inovatif dan pintar, tetapi juga berbudi luhur dalam sikap dan perilaku moderat di kehidupan sehari- hari. Kesalehan sosial direpresentasikan melalui akhlak kepada sesama dengan merujuk pada perilaku Rasulullah. Selain itu mereka juga dibekali dengan pelajaran multikultural melalui konten-konten visual. Saran Kajian mengenai visual Islam dan tema serupa masih jarang dilakukan oleh sarjana Indonesia. Faktanya, banyak objek keseharian yang tidak lepas dari unsur visual seperti peralatan ibadah anak dengan gambar animasi, tetapi kajian terhadapnya masih sangat kurang. Mayoritas peneliti visual adalah sarjana luar Indonesia. Ke depan diharapkan visual Islam dapat menjadi kajian serius di Indonesia. Bukan hanya komik, tetapi juga materi-materi visual lain yang belum digali secara mendalam. DAFTAR PUSTAKA Abqary, R. (2017). Masa Kecil Nabi & Rasul. Bandung: PT Mizan Pustaka. Allan, C. (2012). Playing with Picturebooks: Postmodernism and the Postmodernesque. New York: Palgrave Macmillan. Alumni Muslim Exchange Program (MEP). (2018). Muslim Milenial: Catatan & Kisah WOW Muslim Zaman Now. Bandung: PT Mizan Pustaka. AmaLee, I. (2017). (New) Islam for Kids. Bandung: DAR! Mizan. Anand, C. S. (2016). “Barang Siapa Memelihara Kehidupan...”: Esai-esai tentang Nirkekerasan dan Kewajiban Islam. Bandung: PT Mizan Pustaka. 314 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Azak, U. (2013). The New Happy Child in Islamic Picture Books. In C. J. Gruber & S. H. Turkey (Eds.), Visual Culture in Te Modern Middle East. Bloomington, Indiana, United States: Indiana University Press. Azra, A. (2014). Reforms in Islamic Education: A Global Perspective Seen from the Indonesian Case. In C. Tan (Ed.), Reforms in Islamic Education: International Perspectives. London: Bloomsbury Publishing Plc. Budiyanto, A. (2009). Playing with Piety: The Phenomenon of Indonesian Muslim Dolls. Journal of South Asian Studies, 9, 3-14. CNN Indonesia. (2019). Komik Siksa Neraka, Dari ‘Surga’ Dakwah Ke ‘Neraka’ Komoditas. Retrieved May 12, 2019, from ccnindonesia.com website: https://www.cnnindonesia.com/ hiburan/20190511213923-241-394066/komik-siksa-neraka-dari- surga-dakwah-ke-neraka-komoditas. Duncan, J. (2015). Beyond the Veil: Graphic Representation of Islamic Women. The Compass, 2(2), 1-9. Emmison, M., Smith, P., & Mayall ,M. (2012). Researching The Visual (2nd Ed). Singapore: SAGE Publications Asia-Pacific Pte Ltd. Gesink, I. F. (2014). Islamic Educational Reform in Nineteenth-Century Egypt; Lessons for the Present. In C. Tan (Ed.), Reforms in Islamic Education: International Perspectives. London: Bloomsbury Publishing Plc. Gruber, C. (2013). Images of The Prophet Muhammad In and Out of Modernity: The Curious Case of a 2008 Mural in Tehran. In C. Gruber & C. Haugbolle (Eds.), Visual Culture in The Modern Middle East: Rhetoric of The Image. Bloomington, Indiana, United States: Indiana University Press. Gruber, C., & Haugbolle, S. (Eds.). (2013). Visual Culture in The Modern Middle East. Bloomington, Indiana, United States: Indiana University Press. Heidemann, S. (2013). Memory and Ideology: Images of Saladin in Syiria and Iraq. In C. Gruber & S. Haugbolle (Eds.), Visual Culture in the Modern Middle East. Bloomington, Indiana, United States: Indiana University Press. 315Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Herrera, L. & Bayat, A (Eds.). (2010). Being Young and Muslim: New Cultural Politics in the Global South and North. New York: Oxford University Press. Hidayati, O. N. (2018). CILUKBA: Popular Learning dan Akhlak Inklusif dalam Majalah Anak Islam. Jurnal Miqot, 42(1), 129-147. https:// doi.org/10.30821/miqot.v42i1.500 . Ito, K. (2008). Manga in Japanese History. In M. W. MacWilliams (Ed.), Japanese VIsual Culture: Explorations in the World of Manga and Anime. New York: M.E. Sharpe, Inc. Janmohammed, S. (2017). Generation M: Generasi Muda Muslim dan Cara Mereka Membentuk Dunia. Yogyakarta: Bentang Pustaka. Kailani, N. (2018). Perkembangan Literatur Islamisme Populer di Indonesia: Apropriasi, Adaptasi dan Genre. In N. Hasan (Ed.), Literatur Keislaman Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi, dan Kontestasi. Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Press. Kimberly, A. (2017). Sabarnya Rasulullah. Bandung: Pelangi Mizan. Kiroyoan, L. E. (2018). Berdakwah Via Media Sosial, Berbagi Inspirasi. In S. Setowara (Ed.), Muslim Milenial: Catatan & Kisah WOW Muslim Zaman Now (pp. 10-15). Bandung: PT Mizan Pustaka Kubala, P. (2013). “You Will (Not) Be Able to Take Your Eyes Off It!”: Mass-Mediated Images and Politico-Ethical Reform in the Egyptian Islamic Revival. In C. Gruber & S. Haugbolle (Eds.), Visual Culture in the Modern Middle East: Rhetoric of The Image (pp. 82-102). Bloomington, Indiana, United States: Indiana University Press. Kultu, N. (2016). Aku Cinta Hadis: Berbagi Kasih Sayang. Bandung: DAR! Mizan. Kultu, N. (2016). Aku Cinta Hadis: Mari Saling Memberi Hadiah. Bandung: DAR! Mizan. Kuntowijoyo. (2018). Muslim Tanpa Masjid: Mencari Metode Aplikasi Nilai- Nilai Al-Qur’an Pada Masa Kini. Yogyakarta: IRCiSoD. Kurniawati, N. (2018). Pemaafnya Rasulullah. Bandung: Pelangi Mizan. Lesnik-Oberstein, K. (2002). Essentials: What Is Children’s Literature? What Is Childhood?. In P. Hunt (Ed.), Understanding Children’s Literature (pp. 15–29). London & New York: Routledge. 316 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 293 - 316, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1821 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Lewis, A. D. (2014). American Comics, Literary, and Religion. London, United Kingdom: Palgrave MacMillan. Margolis, E., & Pauwels, L. (Eds.). (2011). The SAGE Handbook of Visual Research Methods. Los Angeles: SAGE Publications. Meneley, A. (2007). Fashions and Fundamentalisms in Fin-de-Siecle Yemen: Chador Barbie and Islamic Socks. Cultural Anthropology, 22(2), 214-244. https://doi.org/10.1525/can.2007.22.2.214. Morgan, D. (2005). The Sacred Gaze: Religious Visual Culture in Theory and Practice. Berkeley, California, United States: University of California Press. Nisa, E. F. (2018). Creative and Lucrative Da’wa: The Visual Culture of Instagram amongst Female Muslim Youth in Indonesia. Asiascape: Digital Asia, 5(1), 1–32. https://doi.org/10.1163/22142312- 12340085. Schroeder, J. E. (2002). Visual Consumption. London, United Kingdom: Routledge. Sholihat, E. S., & Widyawanti, W. (2017). Jujurnya Rasulullah. Bandung: Pelangi Mizan. Stephens, J. (2013). Introduction: The Politics of Identity: A Transcultural Perspective on Subjectivity in Writing for Children. In J. Stephens (Ed.), Subjectivity in Asian Children’s Literature and Film: Global Theories and Implications (pp. 1–18). London, United Kingdom: Routledge. Syahbani, L dkk. (2013). Gold Edition Islamic Princess. Bandung: DAR! Mizan. Tan, C. (2014). Educative Tradition and Islamic Schools in Indonesia. Journal of Arabic and Islamic Studies, 14, 47-62. https://doi. org/10.5617/jais.4638. Leeuwen, T. V. (2001). Handbook of Visual Analysis. London: SAGE Publications. Weng, H. W. (2018). The Art of Dakwah: Social Media, Visual Persuasion and The Islamist Propagation of Felix Siauw. Journal Indonesia and the Malay World, 46(134), 61–79. https://doi.org/10.1080/136398 11.2018.1416757. Willams, R. R. (2015). Why Study Religion Visually. In R. R. Williams (Ed.), Seeing Religion Toward a Visual Sociology of Religion. London, United Kingdom: Routledge. 1. The article must be scientific, either based on the empirical research or conceptual ideas. The content of the article have not published yet in any Journal, and should not be submitted simultaneously to another Journal. Article should not be part of fully one chapter of the theses or dissertation. 2. Article must be in the range between 15-30 pages, not including title, abstract, keywords, and bibliography 3. Article consisting of the various parts: i.e. title, the author’s name(s) and affiliation(s), abstract (200-250 words), Keywords (maximum 5 words), introduction, description and analysis, conclusion, and bibliography. • Title should not be more than 15 words • Author’s name(s) should be written in the full name without academic title (degree), and completed with institutional affiliation(s) as well as corresponding address (e-mail address). • Abstract consisting of the discourses of the discipline area; the aims of article; methodology (if any); research finding; and contribution to the discipline of areas study. Abstract should be written in English. • Introduction consisting of the literature review (would be better if the research finding is not latest than ten years) and novelty of the article; scope and limitation of the problem discussed; and the main argumentation of the article. • Discussion or description and analysis consisting of reasoning process of the article’s main argumentation. • Conclusion should be consisting of answering research problem, based on the theoretical significance/conceptual construction • All of the bibliography used should be written properly Author Guidelines 4. Citation’s style used is the American Psychological Association 6th Edition, and should be written in the model of body note (author(s), year, and page(s)), following to these below examples: a. Book Dalam referensi ditulis : Azwar, S. (2016). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Di dalam kutipan ditulis : (Azwar, 2016) b. Edited book(s) Dalam referensi ditulis : Cone, J. D. (1999). Observational assessment: Measure development and research issues. dalam P. C. Kendall, J. N. Butcher, & G. N. Holmbeck (Eds.), Handbook of research methods in clinical psychology (pp. 183-223). New York: Wiley. Di dalam kutipan ditulis : (Cone, 1999) c. E-book(s) Dalam referensi ditulis : Sukanta, P. O., ed. (2014). Breaking the Silence: Survivors Speak about 1965-66 Violence in Indonesia (translated by Jemma Purdey). Clayton: Monash University Publishing. Diakses dari http://books.publishing. monash.edu/apps/bookworm/view/Breaking+the+Silence%3A+ Survivors+Speak+about+1965%E2%80%9366+Violence+in+ Indonesia/183/OEBPS/cop. htm, tanggal 31 Maret 2016. Di dalam kutipan ditulis : (Sukanta, 2014) d. Article of the Journal 1) Journal With Digital Objective Identifier (DOI) Dalam referensi ditulis : Tekke, M., & Ghani, F. (2013). Examining Career Maturity Among Foreign Asian Students : Academic Level. Journal of Education and Learning. Vol. 7 (1), 29-34. DOI: http://dx.doi. org/10.11591/edulearn.v7i1.173 Di dalam kutipan ditulis : (Tekke & Ghani, 2013) 2) Journal Without Digital Objective Identifier (DOI) Dalam referensi ditulis : Arbiyah, N., Nurwianti, F., & Oriza, D. (2008). Hubungan bersyukur dengan subjective well being pada penduduk miskin. Jurnal Psikologi Sosial, 14(1), 11-24. Di dalam kutipan ditulis : (Arbiyanti, Nurwianti, & Oriza, 2008) 3) E-Journal Dalam referensi ditulis : Crouch, M. (2016). “Constitutionalism, Islam and the Practice of Religious Deference: the Case of the Indonesian Constitutional Court.” Australian Journal of Asian Law 16, 2: 1-15. http://papers. ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2744394, diakses 31 Maret 2016. Di dalam kutipan ditulis : (Crouch, 2016) e. Article Website 1) Dengan Penulis Dalam referensi ditulis : Hendrian, D. (2016, Mei 2). Memprihatinkan Anak Pengguna Narkoba Capai 14.000. Retrieved September 27, 2017, from http://www.kpai.go.id/berita/memprihatinkan-anak-pengguna- narkoba-capai-14-ribu/ Di dalam kutipan ditulis : (Hendrian, 2016) 2) Tanpa Penulis Six sites meet for comprehensive anti-gang initiative conference. (2006, November/December). OJJDP News @ a Glance. Retrieved from: http://www.ncjrs.gov/htmllojjdp/news_ acglance/216684/topstory.htmI tanggal 10 Agustus 2012. Di dalam kutipan ditulis : (http://www.ncjrs.gov/htmllojjdp/ news_acglance/216684/topstory.htmI, 2006) f. Skripsi, Tesis, atau Disertasi Yang Tidak Dipublikasikan Dalam referensi ditulis : Saifuddin, A. (2016). Peningkatan Kematangan Karier Peserta Didik SMA Melalui Pelatihan Reach Your Dreams dan Konseling Karier (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Di dalam kutipan ditulis : (Saifuddin, 2016) g. Manuskrip Institusi Pendidikan Yang Tidak Dipublikasikan Dalam referensi ditulis : Nuryati, A., & Indati, A. (1993). Faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar. Unpublished Manuscript, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Di dalam kutipan ditulis : (Nuryati & Indiati, 1993) 5. In writing the citation’s would be better and suggested to use software of citation manager, like Mendeley, Zotero, End-Note, Ref- Works, Bib-Text, and so forth, with following standard of American Psychological Association 6th Edition. 6. Arabic transliteration standard used International Journal of Middle Eastern Studies. For detailed transliteration could be seen at http:// ijmes.chass.ncsu.edu/docs/TransChart.pdf 7. Article must be free from plagiarism; through attached evidence (screenshot) that article has been verified through anti-plagiarism software, but not limited to the plagiarism checker (plagramme.com). Author Fee al-Balagh : Jurnal Dakwah dan Komunikasi will not charge anything to the author for submission fee or publication fee. Submission Preparation Checklist As part of the submission process, authors are required to check off their submission’s compliance with all of the following items, and submissions may be returned to authors that do not adhere to these guidelines. 1. The submission has not been previously published, nor is it before another journal for consideration (or an explanation has been provided in Comments to the Editor). 2. The submission file is in OpenOffice, Microsoft Word, RTF, or WordPerfect document file format. 3. Where available, URLs for the references have been provided. 4. The text is single-spaced; uses a 12-point font; employs italics, rather than underlining (except with URL addresses); and all illustrations, figures, and tables are placed within the text at the appropriate points, rather than at the end. 5. The text adheres to the stylistic and bibliographic requirements outlined in the Author Guidelines, which is found in About the Journal. 6. If submitting to a peer-reviewed section of the journal, the instructions in Ensuring a Blind Review have been followed. Copyright Notice Authors who publish with this journal agree to the following terms: • Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work›s authorship and initial publication in this journal. • Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal’s published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal. • Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work. Privacy Statement The names and email addresses entered in this journal site will be used exclusively for the stated purposes of this journal and will not be made available for any other purpose or to any other party. Skup dakwah : manajemen dakwah, bimbingan dan konseling Islam, psikologi, psikologi dakwah, analisis sosial, sejarah dakwah, filsafat dakwah, sosiologi dakwah, ilmu dakwah, manajemen traveling dan wiisata religi, manajemen pelayanan haji, global islamic tourism, metodologi dakwah, relasi dakwah dengan budaya. Skup komunikasi : public relation, komunikasi dan penyiaran Islam, psikologi komunikasi, komunikasi interpersonal dan sosial, komunikasi antar budaya, jurnalistik, komunikasi massa, human relations.