ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 4, No. 2, July - December 2019 Editorial Team Editor-In-Chief Akhmad Anwar Dani, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Editor Imam Mujahid, (SCOPUS ID : 57208214175); Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Central Java, Indonesia Waryono Abdul Ghafur, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia Soiman, Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia (APDI) Diajeng Laily Hidayati, Institut Agama Islam Negeri Samarinda, Indonesia Ahmad Saifuddin, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Rhesa Zuhriya Briyan Pratiwi, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Abraham Zakky Zulhazmi, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Indonesia Alamat Redaksi : Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Surakarta Jl. Pandawa No. 1, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah 57168 Phone : +62 271 - 781516 Fax : +62 271 - 782774 Surel : journal.albalagh@gmail.com, journal.albalagh@iain-surakarta.ac.id Laman : http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 4, No. 2, July - December 2019 Daftar Isi Dinamika Prasangka Sosial Penyebaran Agama Terhadap Pihak Rumah Khalwat Oasis Sungai Kerit Musmuallim 169 - 198 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, Dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono 199 - 234 Dakwah Milenial Era Digital: Analisis Linguistik Kognitif Pada Lagu Balasan Jaran Goyang Dwi Kurniasih 235 - 262 Pengelolaan Isu Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia Tahun 2019 Pada Media Di Jawa Tengah Agung Wibiyanto, Wahyu Tri Hastiningsih 263 - 292 Belajar Islam Melalui Literatur Visual: Pembentukan Identitas Moderat Anak Muslim Milenial Kirana Nur Lyansari 293 - 316 Metode Dakwah Gus Dur dan Revolusi Industri 4.0 Faizatun Khasanah 317 - 336 MENANGGULANGI HOAKS DAN UJARAN KEBENCIAN BERMUATAN ISU SUKU, AGAMA, RAS, DAN ANTARGOLONGAN DI TAHUN POLITIK Syamsul Bakri Abraham Zakky Zulhazmi Krisbowo Laksono Institut Agama Islam Negeri Surakarta Keywords: hate speech; hoax; IAIN Surakarta; political year http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh Alamat korespondensi: e-mail: syamsbakr@yahoo.com abrahamzakky@gmail.com krisbowosolo@gmail.com Abstract The big challenge of Indonesia in the political year (2018- 2019) is the rise of hoax and expressions of hatred, especially with issues of ethnicity, religion, race and intergroup (SARA). Both of them have the potential to be a nation-dividing tool. Islamic Tertiary Institutions have the responsibility to reduce the spread of hoaxes and expressions of hatred, based on the Tri Dharma of Higher Education. This research illustrates the strategy of IAIN Surakarta to overcome SARA hoaxes and expressions of hatred issues in the political year. Theoretically, media literacy includes two things: individual competence consisting of technical skills and critical understanding, and social competence in communicative abilities. In conclusion, the effort to overcome hoaxes and hate speech by IAIN Surakarta is to build critical attitudes of students and the community through various activities, such as: seminars, discussions, community service based study programs, and collaboration with anti-hoax communities. In addition, IAIN Surakarta also strengthened religious moderation through several ways, such as lecturing in community, classroom teaching, and research. Thus, critical understanding and technical skills as aspects of media literacy can be developed. Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) 200 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Abstrak Tantangan besar Indonesia pada tahun politik (2018-2019) ini adalah maraknya hoaks dan ujaran kebencian, terutama yang bermuatan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Keduanya berpotensi menjadi alat pemecah belah bangsa. Perguruan tinggi Islam memiliki tanggung jawab untuk turut meredam persebaran hoaks dan ujaran kebencian, selaras dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Riset ini menggambarkan strategi IAIN Surakarta menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian bermuatan isu SARA di tahun politik dengan literasi media. Secara teoritik, literasi media meliputi dua hal: kompetensi individual yang terdiri dari technical skill dan critical understanding, serta kompetensi sosial berupa communicative abilities. Kesimpulannya, stategi menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian yang dilakukan IAIN Surakarta adalah dengan membangun sikap kritis mahasiswa dan masyarakat yang dilakukan melalui pelbagai kegiatan, seperti seminar, diskusi, pengabdian masyarakat berbasi program studi, serta kerjasama dengan komunitas anti hoaks. Selain itu, IAIN Surakarta turut melakukan penguatan moderasi beragama melalui beberapa cara, seperti ceramah di masyarakat, pengajaran di kelas, dan riset. Dengan demikian, critical understanding dan technical skill sebagai aspek literasi media dapat terbangun. Kata Kunci: hoaks; IAIN Surakarta; ujaran kebencian; tahun politik How to cite (APA 6th Style): Bakri, S., Zulhazmi, A.Z., & Laksono, K. (2019). Menanggulangi Hoaks Dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik. Al-Balagh: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 4(2), 199–234. https://dx.doi.org/10.22515/balagh.v4i2.1833 PENDAHULUAN Pada tahun 2018 dilaksanakan 171 pilkada serentak di Indonesia, yaitu pada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten (FAR, 2018). Disusul kemudian dengan pemilihan presiden dan wakil presien. Adapun pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2019 merupakan ajang kontestasi 201Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) politik antara Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin dengan Prabowo Subianto- Sandiaga Uno. Oleh karena itu, tahun 2018 dan 2019 lazim disebut sebagai tahun politik. Sebagaimana dapat disaksikan, hoaks dan ujaran kebencian kembali marak di tahun politik. Hoaks dan ujaran kebencian tersebut berkisar pada permasalahan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Hoaks bermuatan SARA yang beredar di tahun politik dapat dikelompokkan ke dalam beberapa isu. Pertama, isu seputar Cina. Contoh dari isu tersebut antara lain: Cina meminta Jokowi menjual Pulau Jawa dan Sumatra, PDIP terima kunjungan Partai Komunis Cina, cukong Cina mendukung Jokowi, Cina kirim 3 juta warganya ke Indonesia atas permintaan Jokowi, pendatang Cina diberi arahan KPU untuk coblos di TPS, Jokowi akan mengganti KH Ma’ruf Amin dengan Ahok jika menang pilpres (Kami, 2019). Kedua, hoaks tentang calon presiden (capres) tertentu yang dianggap pro PKI dan anti Islam, sebagaimana terlihat pada hoaks-hoaks berikut ini: Jusuf Kalla dukung Prabowo untuk menyelamatkan diri dari PKI, Megawati setuju PKI kembali bangkit, Jokowi dan Megawati memotong tumpeng di atas lambang PKI, PDIP minta seluruh pesantren ditutup, Puan menyatakan jika negara ingin maju dan berkembang pendidikan agama Islam harus dihapus, pemerintah segera mengesahkan UU LGBT, KH Ma’ruf Amin cium pipi wanita bukan muhrim (Kami, 2019). Ketiga, hoaks peralihan dukungan berbasis politik identitas juga marak di tahun politik, misalkan ditunjukkan lewat berita berikut ini: Museum NU di Surabaya menjadi rumah pemenangan Prabowo- Sandi, Banser resmi mendukung Prabowo-Sandi, Dukungan KH Said Aqil terhadap pasangan Prabowo-Sandi, Khofifah Indar Parawansa menjadi timses Prabowo-Sandi, fatwa haram pilih PSI untuk warga Muhammadiyah (Kami, 2019). 202 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Secara historis, menurut Heryanto (2017) istilah hoaks pertama kali digunakan pada pertengahan abad ke-18, berakar dari kata yang dipakai para pesulap, yakni hocus pocus. Secara sederhana hoaks dapat diartikan sebagai sebuah informasi palsu yang sengaja dibuat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ali (2017) menjelaskan bahwa hoaks secara ringkas dimaknai sebagai berita bohong. Dengan kata lain, hoaks dapat dimaknai sebagai berita yang tidak sesuai dengan kenyataan. Karakteristik berita hoaks adalah tampil dengan kalimat bombastisdan cenderung dibesar-besarkan. Seolah mengandung informasi yang benar, padahal kenyataannya tidak. Ali menandai maraknya persebaran hoaks di Indonesia adalah ketika media sosial semakin banyak digunakan oleh masyarakat. Selain hoaks, tantangan besar yang dihadapi di tahun politik adalah merebaknya ujaran kebencian. Secara teoretis, ujaran kebencian (hate speech) didefinisikan sebagai ujaran, tulisan, tindakan, atau pertunjukan yang ditujukan untuk menghasut kekerasan atau memunculkan prasangka terhadap seseorang atas dasar karakteristik kelompok tertentu yang dianggap ia wakili, seperti kelompok ras, etnis, gender, orientasi seksual, agama, dan lain-lain. Definisi ujaran kebencian bervariasi di antara berbagai negara. Salah satunya adalah perjanjian multilateral tentang hak- hak sipil dan politik individu, International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang diterapkan oleh Majelis Umum PBB sejak 1976. Termasuk di antara 169 negara yang terlibat dalam perjanjian ini adalah Indonesia, yang telah meratifikasi perjanjian ini pada 23 Februari 2006 (Imaduddin, 2018). Konsep ujaran kebencian digunakan dalam UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Secara praktis, aturan ini berperan penting dalam menjaga kerukunan masyarakat Indonesia yang sangat plural. Undang-undang tersebut melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang 203Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) (Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), 2008). Ahnaf & Suhadi (2014) mencatat setidaknya terdapat empat hal yang menjadikan ujaran kebencian sesuatu yang berbahaya. Pertama, ujaran kebencian sejatinya adalah intimidasi dan pembatasan terhadap kebebasan berbicara. Ujaran kebencian mengandung pesan bahwa kelompok tertentu adalah warga kelas rendah. Oleh karena itu, kelompok tersebut dianggap bukan hanya berbahaya tetapi juga tidak berhak mendapatkan perlakuan setara oleh negara. Kedua, ujaran kebencian berdampak pada terjadinya polarisasi sosial berdasarkan kelompok identitas. Identitas menjadi hal yang penting di kehidupan individu dan kelompok dalam masyarakat yang sangat plural seperti Indonesia. Ketiga, ujaran kebencian tidak hanya dimaksudkan untuk menciptakan suasana permusuhan, menyemai benih intoleransi, melukai perasaan kelompok identitas lain, tetapi juga telah menjadi alat mobilisasi oleh kelompok garis keras. Keempat, ujaran kebencian mempunyai kaitan dengan terjadinya diskriminasi dan kekerasan, baik secara langsung dan tidak langsung. Hal tersebut banyak terjadi terutama dalam situasi konflik dan pertarungan politik (pemilu) (Ahnaf & Suhadi, 2014). Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menghadapi permasalahan hoaks dan ujaran kebencian adalah literasi media (Gumilar, Adiprasetio, & Maharani, 2017). Menurut Porter (Zamroni, 2017), literasi media meliputi tiga aspek. Pertama, pandangan personal. Hal ini berkaitan dengan motivasi individu dalam memilih media. Kedua, struktur pengetahuan. Bagian ini berkenaan dengan kompetensi individu tersebut dalam memilih dan memilah pesan. Selain itu, juga berkaitan dengan pengetahuan tentang industri media, isi media, dan efek media. Ketiga, kemampuan individu. Maksud dari kemampuan individu adalah 204 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) kemampuan seseorang dalam melakukan analisis, evaluasi, generalisasi, dan deskripsi terhadap media. Salah satu indikator keperilakuan dari aspek kemampuan individu ini adalah bersikap kritis terhadap media. Kemampuan literasi media merupakan kapasitas individu yang berkaitan dengan melatih keterampilan tertentu (akses, analisis, komunikasi). Kompetensi ini ditemukan dalam satu bagian yang lebih luas dari kapasitas yang meningkatkan tingkat kesadaran, kekritisan, dan kapasitas kreatif untuk memecahkan permasalahan. Kompetensi individual yang terdiri dari technical skill dan critical understanding, serta kompetensi sosial yang berupa communicative abilities (Celot, 2012; Celot & Tornero, 2009). Technical skill merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan teknik dalam menggunakan media internet khususnya media sosial, yaitu ketika seseorang dapat mengakses dan mengoperasikan media sosial secara tepat. Sedangkan, critical understanding adalah kemampuan kognitif seseorang dalam menggunakan media seperti kemampuan memahami, menganalisis, dan mengevaluasi konten media sosial secara komprehensif (Celot & Tornero, 2009). Apabila berkaca pada pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2014, kita mencatat hoaks dan ujaran kebencian begitu masif disebarkan. Puncaknya adalah distribusi tabloid Obor Rakyat yang berisi kabar bohong dan ujaran kebencian ke sejumlah masjid dan pesantren. Konten Obor Rakyat sangat tendensius dan menyudutkan pihak tertentu. Pemimpin redaksi dan redaktur pelaksana Obor Rakyat telah diputus bersalah oleh pengadilan. Sebelumnya, mereka dilaporkan dengan tuduhan penghinaan dan fitnah terhadap Joko Widodo (Aziz, 2018). Mencermati fenomena Obor Rakyat, tantangan bagi masyarakat saat ini adalah bersikap kritis dan rasional, terutama di tahun politik. Isu agama dan politik memang menjadi dua isu yang sensitif yang kerap dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan. Eksploitasi dua isu tersebut berpotensi memecah masyarakat, bahkan berujung konflik 205Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) sosial. Obor Rakyat juga menunjukkan fenomena masih maraknya hoaks bermuatan isu SARA dalam kontestasi politik, terutama pada masa pemilihan kepala daerah serta pemilihan presiden dan wakil presiden. Zamroni (2017) menyatakan bahwa perkembangan teknologi telah berdampak pada perubahan pola komunikasi. Misalnya, terlihat pada pola penggunaan gawai oleh masyarakat yang seakan tanpa jeda. Masyarakat era digital ingin selalu terkoneksi dengan berbagai informasi. Media sosial adalah salah satu wahananya. Sayangnya, di belantara media sosial tidak semua informasi layak konsumsi, hoaks salah satu contohnya. Nahasnya, sebagian pihak yang membagikan hoaks adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi. Hasil survei Masyarakat Telematika Indonesia menunjukkan sebanyak 44,30% masyarakat menerima berita hoaks setiap hari; sebanyak 17,20% menyatakan menerima berita palsu ini lebih dari sekali sehari; 91,80% masyarakat menerima berita hoaks yang berkenaan dengan isu sosial dan politik, seperti pemerintah dan pilkada; 88,6% masyarakat menerima hoaks tentang SARA; 41,20% masyarakat menerima hoaks tentang isu kesehatan (Mastel, 2017). Dapat disimpulkan, terdapat tiga tema besar hoaks yang sering memapar masyarakat, yaitu sosial dan politik, SARA, serta kesehatan. Pada survei yang sama, data menunjukkan 92,40% masyarakat menyatakan media sosial adalah saluran persebaran hoaks. Selain itu, 62,80% measyarakat mengatakan aplikasi chatting sebagai saluran yang juga digunakan dalam menyebar hoaks. Sementara itu, sebanyak 34,90% masyarakat menganggap situsweb menjadi saluran penyebar hoaks. Data tersebut menunjukkan bahwa internet memiliki pengaruh yang besar dalam persebaran berita bohong dan ujaran kebencian. Literasi media menjadi salah satu jawaban untuk memutus rantai panjang hoaks di masyarakat. Berbicara internet atau media baru (media era kedua), terdapat karakter khas dari internet yang membedakannya dengan media era 206 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) pertama. Media era pertama berciri tersentral (dari satu sumber ke banyak khalayak), komunikasi terjadi satu arah, terbuka peluang sumber atau media untuk dikuasai, media merupakan instrumen yang melanggengkan strata dan ketidaksetaraan kelas sosial, terfragmentasinya khalayak dan dianggap sebagai massa, serta media dianggap sebagai alat memengaruhi kesadaran. Sedangkan, media era kedua berkarakter interactivity, tersebar (dari banyak sumber ke banyak khalayak), komunikasi terjadi dua arah atau timbal balik, tertutupnya penguasaan media dan bebasnya kontrol terhadap sumber, media memfasilitasi setiap khalayak, khalayak bisa terlihat sesuai dengan karakter dan tanpa meninggalkan keragaman identitasnya masing-masing, serta media melibatkan pengalaman khalayak baik secara ruang maupun waktu (Nasrullah, 2017). Kata kunci penting untuk dapat memahami karakter internet adalah interactivity, ketersambungan dan interaksi antara satu dengan yang lain (pengguna internet). Sangat berlainan dengan karakter era media pertama. Perbedaan tersebut dapat menjelaskan tentang masifnya penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di era digital. Kini, informasi dapat dibagikan melalui gawai dengan sangat mudah, cepat, dan murah. Hoaks dan ujaran kebencian (terutama yang bermuatan isu SARA) menyasar sisi emosional pengguna internet, berakibat suatu pesan dibagikan tanpa pertimbangan panjang terlebih dahulu. Rasionalitas nyaris tidak bekerja. Berbicara mengenai pengguna internet, data menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia pada Januari 2019 sejumlah 150 juta orang atau sekitar 56% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia (Khoiri, 2019). Data tersebut memiliki makna bahwa pengguna internet di Indonesia tidak kecil dan tantangan yang dihadapi pun demikian. Sebagaimana diketahui, hoaks dan ujaran kebencian paling banyak menyebar melalui internet (media sosial). Apabila tidak disikapi dengan baik, persatuan anak bangsa akan terancam. Kemenangan Trump di Amerika seharusnya dapat menjadi cermin. 207Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Pada perkembangannya hoaks dan ujaran kebencian telah menjadi bagian dari industri. Salah satu yang cukup menyita perhatian adalah kasus Muslim Cyber Army (MCA). Empat orang telah diamankan terkait kasus tersebut. Keempat orang itu diduga melakukan ujaran kebencian dan sering melempar isu provokatif di grup WhatsApp “The Family MCA”. Pelaku dijadikan tersangka dan dikenai Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 4 huruf b angka 1 UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Hartanto, 2018). Kasus MCA menunjukkan bahwa hoaks dan ujaran kebencian adalah ancaman nyata. Bahkan, dalam penamaan kelompok, MCA menggunakan simbol dan identitas agama. Seolah mereka sedang berjuang untuk agama namun sejatinya sedang melakukan tindak kriminal, dengan menyebar hoaks dan ujaran kebencian. Kenyataan tersebut, ditilik dari sudut manapun, tentu sangat merugikan masyarakat. Jelang pemilu 2019, hoaks dan ujaran kebencian yang kian marak dianggap mulai mengganggu stabilitas nasional. Penyedia platform media sosial dituntut untuk turut serta dalam menciptakan suasana kondusif di dunia siber. Pemerintah, dalam hal ini Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), telah melakukan audiensi dengan pihak Twitter Indonesia dan Facebook Indonesia. Hasilnya, Facebook Indonesia mencanangkan lima hal untuk menjaga suasana tetap kondusif di tahun politik. Di antaranya menurunkan akun palsu dan meminimalisir distribusi informasi yang tidak benar dan tidak valid (Harbowo, 2019). Mafindo mencatat dalam rentang Januari sampai Maret 2019 terdapat peningkatan informasi palsu. Jumlahnya bahkan lebih dari 100 (104 hoaks pada Februari dan 107 hoaks pada Maret). Masih menurut Mafindo, informasi palsu paling banyak disebar di Facebook (45-65%) dan WhatsApp (10-15%) (Harbowo, 2019). Artinya, jika berkaca pada jumlah, hoaks dapat menjadi batu sandungan pada pelaksaanaan pemilu jika tidak disikapi dengan tepat. 208 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Facebook Indonesia telah menghapus 207 halaman, 800 akun, dan 546 grup yang dianggap berperilaku tidak otentik pada Maret 2019 sebagai upaya menjaga media sosial bersih dari hoaks. Menggunakan alasan yang sama, Instagram (satu manajemen dengan Facebook) telah menghapus 208 akun. Sementara itu, Google Indonesia mendukung peluncuran laman cekfakta.com dan mengadakan sejumlah pelatihan pengecekan fakta untuk turut menciptakan pemilu 2019 bebas hoaks dan ujaran kebencian (Khoiri, 2019). Lantas, apa yang meyebabkan hoaks masif tersebar di tahun politik? Mafindo menengarai hoaks masif disebarkan bukan hanya karena rendahnya literasi digital masyarakat, namun juga karena fanatisme politik yang berlebihan. Semua itu berujung pada pudarnya kerukunan, menguatnya polarisasi, meningkatnya kebencian antar golongan, dan menurunnya kemanusiaan. Mafindo juga melihat adanya kemiripan pola antara hoaks di pemilu 2014 dan 2019, yakni sama-sama menggunakan politik identitas (Kurniawan, 2019). Menurut Sudibyo (2019), pemilu dan hoaks merupakan dua hal yang identik. Ia melihat fenomena yang terjadi di Indonesia pada tahun politik 2019 hampir sama dengan fenomena yang terjadi di Brasil. Di negera tersebut beredar hoaks yang menyebut bahwa Fernando Haddad (salah satu kandidat presiden Brasil) akan menjadikan Brasil sebagai negara komunis. Selanjutnya, Haddad juga diserang hoaks yang menyebutkan bahwa jika terpilih dirinya akan mendukung LGBT. Fenomena yang terjadi di Brasil tersebut juga serupa dengan pilpres di Amerika Serikat tahun 2016, ketika isu agama, ras, dan imigran jadi sajian utama. Mengingat hoaks bersifat destruktif, pemerintah bahkan sempat membatasi media sosial guna membatasi peradaran hoaks pada saat terjadi aksi massa di depan kantor Bawaslu 22 Mei 2019. Sebagaimana diketahui, aksi massa tersebut berubah menjadi kerusuhan, mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan di sejumlah tempat. Wiranto sebagai Menteri 209Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, menyampaikan pembatasan media sosial dilakukan demi keamanan nasional. Rudiantara sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, menyatakan jika pola persebaran hoaks biasanya dimulai dari sosial media (Facebook, Twitter, Instagram), lalu dibagikan di grup-grup percakapan WhatsApp (Carina, 2019). Mencermati sejumlah data tersebut, penanganan kasus hoaks dan ujaran kebencian pada akhirnya tidak hanya tugas kepolisian dan pemerintah. Perlu adanya sinergi semua pihak untuk bisa menghentikan kasus hoaks dan ujaran kebencian tersebut. Salah satu pihak yang juga dapat berperan dalam menangani permasalahan hoaks dan ujaran kebencian adalah perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi islam. Perguruan tinggi Islam berperan penting dalam menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian bermuatan isu SARA, khususnya di tahun politik. Ancaman perpecahan dan konflik sosial menjadi nyata apabila hoaks dan ujaran kebencian tidak ditangani dengan baik. Kehadiran perguruan tinggi Islam semestinya dapat dirasakan manfaatnya, sebagai sebuah institusi pendikan. Termasuk dalam hal meredam hoaks dan ujaran kebencian yang masih mewabah di masyarakat. Faktanya, hoaks dan ujaran kebencian tidak hanya disebar oleh mereka yang berpendidikan rendah, tapi juga dari kelompok terdidik. Sejumlah pemberitaan mencatat kasus tentang dosen yang turut menyebarkan hoaks. Misalnya, kasus dosen asal Solo yang menyebarkan kabar bohong bahwa server KPU telah disetting sedemikian rupa untuk memenangkan capres tertentu (Gustaman, 2019). Selain itu, juga terdapat kasus dosen di Bandung yang mengunggah ujaran kebencian tentang people power di akun Facebook-nya (Ramadhan, 2019). Ujaran kebencian dan hoaks juga disebarkan oleh dosen di Medan yang menyebut bom Surabaya hanya pengalihan isu (Saputra, 2019). Menilik data tersebut, penanganan hoaks dan ujaran kebencian di lingkungan perguruan tinggi dianggap urgen, tak terkecuali perguruan 210 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) tinggi Islam. Salah satu contoh usaha menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat dilakukan perguruan tinggi Islam adalah dengan memberikan literasi media kepada dosen dan mahasiswa (generasi muda). Generasi muda rentan menjadi korban hoaks dan ujaran kebencian mengingat dekatnya mereka dengan internet (media sosial). Selain literasi media, dapat pula diberikan literasi digital kepada generasi muda. Literasi digital dianggap lebih spesifik lantaran fokus pada dunia siber. Upaya-upaya yang dilakukan perguruan tinggi dalam memerangi hoaks dan ujaran kebencian penting diteliti untuk mengetahui kontribusi mereka bagi masyarakat di era digital yang banjir informasi seperti sekarang ini. Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, disebutkan bahwa perguruan tinggi memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Tridharma). Adapun pengabdian kepada masyarakat dimaknai sebagai kegiatan civitas academica yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, 2012) Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas kiranya bahwa perguruan tinggi bukan sekadar hubungan antara dosen dengan mahasiswa, namun juga tentang relasi mereka dengan masyarakat. Perguruan tinggi tidak berdiri di ruang hampa. Asas yang dianut perguruan tinggi antara lain adalah tanggung jawab, manfaat, dan kebinekaan. Ketika perguruan tinggi turut serta dalam menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian, maka hal tersebut menjadi wujud kontribusi mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana amanat undang-undang. Perguruan tinggi Islam tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Salah satu contoh perguruan tinggi Islam di Indonesia adalah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. IAIN Surakarta dipilih sebagai lokasi penelitian karena rekam jejak panjang yang dimiliki perguruan 211Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) tinggi tersebut. Pemilihan IAIN Surakarta juga dilatarbelakangi dinamika kota tempat lembaga tersebut berada. Surakarta sejak lama dianggap sebagai miniatur dari Indonesia. Dengan ciri kemajemukan, pelbagai aliran keislaman tumbuh dan berkembang di Surakarta. Corak ideologi masyarakatnya pun beragam, mulai dari nasionalis hingga konservatif- puritan. Penelitian ini bertujuan memberikan sumbangsih bagi pengembangan perguruan tinggi, terutama di bidang pengabdian masyarakat. Hasil penelitian berupa strategi perguruan tinggi Islam dalam menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian bermuatan SARA, dapat direplikasi oleh perguruan tinggi lain. Replikasi tersebut dimaksudkan agar perguruan tinggi Islam turut serta menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dengan dilandasi tolerasi, moderasi, dan semangat Bhineka Tunggal Ika. Selain itu, penelitian semacam ini dianggap penting karena fenomena hoaks dan ujaran kebencian sudah terjadi di Indonesia pada dua kali pemilihan presiden dan wakil presiden, sehingga cara semacam ini diprediksi akan digunakan lagi di periode mendatang. Oleh karena itu, hal yang penting untuk mengungkap berbagai strategi yang dilakukan oleh perguruan tinggi dalam menghadapi fenomena tersebut. Terdapat sejumlah riset perihal penanggulangan hoaks, di antaranya adalah riset mengenai penguatan literasi digital sebagai cara untuk melawan hoaks Tsaniyah & Juliana (2019), riset tentang strategi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menanggulangi hoaks melalui crowdsourcing (Silalahi, Bestari, & Saputra, 2017), riset pemanfaatan komik strip untuk kampanye anti hoaks (Saputro & Haryadi, 2018). Selain itu, pemanfaatan website klarifikasi dapat pula digunakan untuk meminimalisir persebaran hoaks (Firmansyah, 2017), dapat pula dengan memanfaatkan kompetisi kreatif berbasis kampus yang menyasar digital natives (Astuti, 2017). Riset lain yang bertemakan tentang hoaks, ujaran kebencian, dan literasi media juga dilakukan oleh Utami (2018); Manalu, Pradekso, & Setyabudi (2018); 212 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Ilahi (2018); Allcott & Gentzkow (2017); MacAvaney et al. (2019); Irawan (2018); Florina (2019); Cahyani (2019); Zulaiha, Sagiman, & Mutia (2019); Kusuma & Lubis (2016); McGonagle (2017); Juliswara (2017) dan Herawati (2016). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu tersebut adalah terletak pada sampel penelitian. Sampel penelitian ini melibatkan komponen perguruan tinggi, lebih spesifik lagi adalah komponen dari perguruan tinggi keislaman negeri (PTKIN) di Indonesia. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif deskriptif yang menggambarkan upaya IAIN Surakarta dalam menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian bermuatan isu SARA di tahun politik. Pemilihan IAIN Surakarta dimaksudkan agar mendapatkan strategi literasi media perguruan tinggi Islam dalam rangka menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian bermuatan isu SARA. Selain itu, pemilihan IAIN Surakarta didasarkan atas argumentasi bahwa IAIN Surakarta terletak di daerah Surakarta yang memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Sehingga, arus informasi dari berbagai sumber juga sangat deras. Heterogenitas tersebut juga terdapat pada dosen dan mahasiswa, sehingga kerentanan terhadap hoaks dan ujaran kebencian dianggap cukup tinggi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam. Peneliti mewawancara pemangku kepentingan di IAIN Surakarta. Selain wawancara mendalam, dokumentasi digunakan untuk penelitian ini. Tahap tersebut ditempuh dengan merujuk pada buku-buku, jurnal, hasil penelitian, dan laporan media massa. Adapun pihak yang menjadi informan penelitian ini adalah: Mudofir (Rektor IAIN Surakarta), Fathan (Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Surakarta), Waryunah Irmawati (Sekretaris Lembaga Penjaminan Mutu IAIN Surakarta), Pudji Rahardjo Rudi Hartono (Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Surakarta). Pemilihan informan didasarkan pada pertimbangan pemahaman informan 213Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) terkait tema penelitian. Para informan adalah para pemangku kebijakan yang bersentuhan langsung dengan upaya IAIN Surakarta menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian. Validasi hasil penelitian yang dilakukan adalah member-checking, yaitu mengecek ketepatan kesimpulan hasil wawancara kepada pihak yang diwawancarai. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penanggulangan Hoaks dan Ujaran Kebencian Perspektif Pemangku Kebijakan IAIN Surakarta Secara umum, pemangku kebijakan di IAIN Surakarta memandang hoaks dan ujaran kebencian sebagai suatu hal yang menyesatkan dan buruk. Keduanya menjadi sebab terpecahnya masyarakat dan menguatkan polarisasi yang terjadi lantaran kontestasi politik, baik pilpres maupun pileg. “Hoaks, karena informasi palsu, tentu sesat. Bisa menyesatkan masyarakat. Kemungkinan yang terjadi adalah “perang”. Bisa jadi perang fisik, atau perang informasi. Satu pihak melempar hoaks, pihak lain melawannya dengan informasi tandingan (untuk meluruskan). Terus menerus begitu.” (Wawancara dengan Fathan, Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaaran Islam IAIN Surakarta, 9 Juli 2019, pukul 09.30). Dampak dari berita kebohongan dan ujaran kebencian seputar pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan anggota legislatif masih terasa sampai saat ini meski dua gelaran politik tersebut sudah berlalu. Hal yang tidak mudah untuk kembali mengintegrasikan dan mengedepankan persatuan karena “luka” masyarakat terlalu dalam terkait dampak berita kebohongan dan ujaran kebencian tersebut. Secara spesifik, hoaks dan ujaran kebencian tersebut melahirkan sikap saling meneyrang dan saling menjatuhkan sehingga tertanam “luka” yang sulit untuk diobati. “Hoaks adalah informasi bohong, ketika orang berbohong maka akan berdosa. Oleh karena itu, orang yang menyebar hoaks adalah 214 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) orang yang tidak mencerminkan religiositas. Adapun ujaran kebencian, bahwa setiap manusia fitrahnya diciptakan adalah untuk bekerja sama, saling menghormati, dan menghargai. Sedangkan, ketika ujaran kebencian itu dibangun berarti akan menjauhkan dari nilai-nilai luhur tadi.” (Wawancara dengan Pudji Rahardjo Rudi Hartono, Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Surakarta, 12 Juli 2019, pukul 15.00). Mengingat dampak buruk hoaks dan ujaran kebencian, terlebih yang bermuatan SARA di tahun politik, pemangku kebijakan di IAIN Surakarta melihat peran penting lembaga pendidikan untuk mengedukasi masyarakat. Salah satu upaya yang semestinya dilakukan perguruan tinggi Islam (civitas academica) adalah “membanjiri” masyarakat dengan informasi yang benar. “Saya kira filter itu penting. Misalnya, ketika kita menonton televisi, ada tayangan yang kita anggap merusak, kita punya remote untuk mengganti tayangan atau bahkan mematikan tivi. Artinya, kita punya bekal untuk memilih dan memilah, untuk memfilterisasi. Setiap orang seyogyanya bisa melakukan hal itu, kritis dalam menerima informasi. Bagaimana jika informasi palsu membanjiri masyarakat? Ketika informasi palsu marak di masyarakat, orang-orang di perguruan tinggi mestinya balas membanjiri dengan informasi yang benar. Lama-lama berita palsu itu akan “kalah”. Toh, masyarakat kita itu lama-lama jenuh juga dengan informasi-informasi yang tidak benar yang selama ini beredar.”(Wawancara dengan Fathan, Ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaaran Islam IAIN Surakarta, 9 Juli 2019, pukul 09.30). Tidak cukup sampai di sana, guna menangkal hoaks dan ujaran kebencian, perguruan tinggi Islam perlu melakukan langkah-langkah taktis. Salah satu contoh langkah taktis tersebut berupa literasi digital dan dialog multikultural. “Pertama, harus meningkatkan literasi digital. Masyarakat, dalam menggunakan media sosial, didorong dengan kesantunan, diilhami semangat kebangsaan. Kedua, literasi kebangsaan. Masyarakat 215Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) harus mengetahui bahwa kita ini satu bangsa. Harus tahu sejarah bangsanya. Ketiga, perlu juga dialog multikultural. Antar suku, antar agama, antar bangsa. Tentu agar saling mengenal dan memahami. Apalagi Indonesia terdiri ari bermacam suku dan agama. Keempat, harus pula tercipta keadilan. Baik terhadap mayoritas dan minoritas. Dalam hal ini, minoritas agama dan minoritas ekonomi.” (Wawancara dengan Mudofir, Rektor IAIN Surakarta, 10 Juli 2019, pukul 13.30). Komponen mahasiswa dalam perguruan tinggi keislaman juga perlu mengadakan program yang bertujuan untuk penguatan SDM mahasiswa melalui literasi media yang didukung oleh bagian akademik dan kemahasiswaan. Mereka sadar betul bahwa hoaks dan ujaran kebencian tidak akan mati karena saat ini malah dijadikan komoditas sehingga, pelakunya mendapatkan materi. Maka dari itu, pihak IAIN Surakarta selalu memfasilitasi setiap gerakan dan agenda dari mahasiwa yang mengangkat tema melawan hoaks dan ujaran kebencian. “Ke depan kita akan bekerja dan mengeluarkan program khusus karena hoaks dan ujaran kebencian ini tidak akan mati dan bahkan dijadikan komoditas dan pelakunya memang sengaja memproduksinya, sehingga dia mendapatkan pundi-pundi keuntungan dari situ. Maka, antisipasinya harus bekerja lebih ekstra dengan memproduksi informasi-informasi yang mencerahkan dan kegiatan yang mengcounter hoaks dan ujaran kebencian tersebut. Kegiatan-kegiatan yang ada di Ormawa baik UKM, UKK, SEMA, dan DEMA selalu melakukan diskusi dan acara anti hoaks dan ujaran kebencian. Bagian kemahasiswaan sering melakukan acara seminar, FGD terkait anti hoaks. Bahkan, ketika Menteri Agama datang ke IAIN Surakarta mengangkat tema khusus anti hoaks dan deklarasi anti hoaks ketika peresmian gedung pasca sarjana.” (Wawancara dengan Pudji Rahardjo Rudi Hartono, Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Surakarta, 12 Juli 2019, pukul 15.00). Selain itu, produk yang berupaya dihasilkan bagian akademik dan kemahasiswaan IAIN adalah berupa literasi media. Literasi media ini 216 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) menghasilkan tulisan yang mengajak masyarakat dan mahasiswa untuk tidak terpengaruh dan menggunakan hoaks dan ujaran kebencian. “Produknya adalah literasi media, ketika workshop penulisan, membuat penulisan jurnal kemahasiswaan dan bunga rampai selalu menarik tema-tema anti hoaks dan ujaran kebencian. Kemudian, ketika pembinaan mahasiswa bidikmisi dan beasiswa dari BAZNAS, kita memberikan edukasi terkait pembuatan artikel ilmiah dan beberapa tema dalam artikel tersebut adalah upaya untuk menangkal hoaks. Bahkan, ada juga tema bijaksana dalam menggunakan media sosial.” (Wawancara dengan Pudji Rahardjo Rudi Hartono, Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Surakarta, 12 Juli 2019, pukul 15.00). Berkenaan dengan ujaran kebencian, terutama yang bermuatan SARA dan menjadi persoalan tersendiri di tahun politik, pemangku kebijakan di IAIN Surakarta meyakini bahwa pengarusutamaan moderasi beragama adalah kunci untuk meminimalisir ujaran kebenciaan. “Sebagai lembaga yang menjadi perpanjangan dari negara dalam hal pendidikan, IAIN memiliki mandat untuk menjaga persatuan bangsa. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menangkal ujaran kebencian. Misalnya: dosen-dosen yang memberikan ceramah di masyarakat mesti memberikan materi moderasi beragama. Dalam ceramah itu harus dikembangkan sikap husnuzan ketimbang suuzan. Harus menjauhi prasangka buruk.” (Wawancara dengan Mudofir, Rektor IAIN Surakarta, 10 Juli 2019, pukul 13.30). Cara lain yang ditempuh perguruan tinggi Islam, dalam hal ini IAIN Surakarta, adalah dengan memberikan edukasi kepada mahasiswa terkait bahaya hoaks dan ujaran kebencian. Sikap kritis mahasiswa ditempa di dalam kelas. Pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, hal tersebut dilakukan ketika mengajarkan mata kuliah Jurnalistik. Melacak asal-usul informasi dan verifikasi menjadi hal mendasar bagi mereka yang belajar jurnalisme (yang kelak diproyeksikan menjadi jurnalis). Keterampilan melacak asal-usul informasi dan verifikasi tersebut menjadi 217Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) modalitas berharga bagi mahasiswa untuk tidak mudah terpengaruh dengan informasi yang beredar. “Saya selalu tekankan kepada mahasiswa saya untuk tidak imbas-imbis (tidak tegas – pen). Menjadi mahasiswa KPI harus tegas dan berani. Apalagi mereka yang berniat kerja di media massa. Mahasiswa KPI juga tidak boleh menyampaikan informasi yang masih “katanya”. Menyebar info harus jelas, tidak boleh “katanya si A begini” atau “katanya si B begitu”. Sikap mental semacam ini penting. Lebih- lebih jika mereka ingin jadi jurnalis. Pendidikan semacam itu saya kira juga bagian dari mencegah merebaknya hoaks di masyarakat. Bahwa verifikasi dan konfirmasi itu penting, mencari narasumber yang kompeten juga penting, tidak boleh narasumber imajiner. Harus jelas ada dan bisa dilacak.” (Wawancara dengan Fathan, Ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaaran Islam IAIN Surakarta, 9 Juli 2019, pukul 09.30). Mengajarkan sikap kritis kepada mahasiswa menjadi langkah konkret IAIN Surakarta dalam menangkal hoaks dan ujaran kebencian, termasuk yang bermuatan isu SARA. Kurikulum yang digunakan IAIN Surakarta juga memandu para pengajar untuk responsif dengan kondisi kekinian bangsa. Di antaranya, responsif dalam menghadapi maraknya hoaks dan ujaran kebencian di tahun politik. “Kurikulum yang beredar haruslah berbasis pada keadaan masa kini. Keadaan masa kini tersebut haruslah direspons setiap prodi. Misalnya ketika prodi AFI sedang menggarap kurikulum anti radikalisme, maka kurikulum anti radikalisme dikuatkan. Di prodi KPI misalnya, ketika konteks saat ini orang-orang dengan mudahnya memviralkan informasi yang belum jelas kebenarannya maka seyogianya isu-isu tersebut yang diangkat dalam kurikulum KPI.” (Wawancara dengan Waryunah Irmawati, Sekretaris LPM IAIN Surakarta, 11 Juli 2019, pukul 13.30). 218 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Penanggulangan Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan SARA Oleh IAIN Surakarta IAIN Surakarta sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam telah melakukan sejumlah program dalam rangka menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Kegiatan Penanggulangan Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan SARA di IAIN Surakarta No. Kegiatan Tema Waktu 1. Pengabdian Masyarakat Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Literasi Media bagi Generasi Milenial 15 Juli 2018 2. Seminar Pendidikan Kewarganegaraan Dari Kami Milenial untuk Pemilu Damai Tanpa Hoax 23 November 2018 3. Seminar Nasional Jurnalistik Meningkatkan Antusiasme dalam Menyikapi Informasi di Era Mileneal 13 November 2018 4. Seminar Nasional dan Launching Program Doktoral (S3) IAIN Surakarta Peran PTKIN Dalam Menangkal Berita Hoax, Fake News dan Palsu, Demi Mewujudkan Persatuan Bangsa 29 Maret 2018 5. Pengabdian Masyarakat Berbasis Program yang Bermutu Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah Deklarasi Anti Hoax & Stop Being A Hoax Broadcaster 31 Juli 2018 Pengabdian masyarakat program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam menjadi salah satu upaya IAIN Surakarta dalam memberantas hoaks dan ujaran kebencian. Bekerja sama dengan Mafindo Soloraya, pegiat karang taruna Kelurahan Banmati Sukoharjo menjadi sasaran kegiatan tersebut. Pada kesempatan yang sama Mafindo Soloraya mengenalkan Hoax Buster Tools, sebuah aplikasi untuk mengidentifikasi palsu atau tidaknya sebuah 219Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) informasi. Maraknya hoaks yang berpotensi memecah belah masyarakat menjadi latar belakang diadakannya kegiatan tersebut (Rusdiana, 2018a). Kegiatan pengabdian masyarakat program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Surakarta yang menyasar remaja karang taruna tentu bukan tanpa alasan. Target audiens (generasi milenial) telah diperhitungkan sebelumnya. “Prodi KPI memang tidak ingin menyasar komunitas yang besar. Karena itu kami fokus ke generasi milenial. Milenial yang mana? Mereka yang aktif di karang taruna. Kenapa? Karena mereka- mereka yang di karang taruna itu kelak akan menjadi leader, atau bahkan sudah. Maksud saya, mereka-mereka itu anak-anak muda yang akrab dengan gadget dan internet. Generasi tua sering kali bertanya kepada mereka: informasi di WA ini benar apa salah? Info ini hoaks atau bukan? Nah, harapannya anak-anak muda ini punya kemampuan untuk menjelaskan kepada generasi tua mana yang benar. Generasi muda yang melek media lah yang bisa melakukan hal itu. IAIN ini saya kira bagus jika fokus ke satu generasi dulu, generasi milenial misalnya. Tidak perlu menyasar kelompok yang terlalu besar atau terlalu luas. IAIN harus dirasakan manfaatnya di masyarakat. Jangan malah membangun “tembok” dan berjarak dengan masyarakat. “Gerbang kampus” harus dibuka lebar- lebar.” (Wawancara dengan Fathan, Ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaaran Islam IAIN Surakarta, 9 Juli 2019, pukul 09.30). Kegiatan lain yang dapat dianggap sebagai usaha mengurangi hoaks di tahun politik adalah kegiatan “Seminar Pendidikan Kewarganegaraan yang bertema Dari Kami Milenial untuk Pemilu Damai Tanpa Hoaks”. Seminar yang diinisiasi salah seorang dosen program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) ini bertujuan memberikan literasi politik bagi pemilih pemula, dalam hal ini mahasiswa. Pada kegiatan tersebut mahasiswa membacakan deklarasi yang berisi beberapa poin, diantaranya siap mensukseskan pemilu damai tanpa hoaks; menjadi pemilih cerdas dan bertanggung jawab; menolak penyebaran berita hoaks; menjadi contoh pengguna media sehat, cerdas, kreatif, dan produktif (Sushmita, 2019). 220 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Kegiatan literasi media yang bertujuan menangkal hoaks dan ujaran kebencian di IAIN Surakarta tidak hanya dilakukan oleh program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Di luar program studi KPI, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pandawa IAIN Surakarta mengadakan “Seminar Nasional Jurnalistik Meningkatkan Antusiasme dalam Menyikapi Informasi di Era Milenial”. Salah satu pembicara pada kegiatan tersebut, Abu Nadhif (Redaktur Solopos), menyatakan bahwa rendahnya tingkat literasi suatu masyarakat akan menyuburkan hoaks/informasi sesat. Pembicara kedua, Adib M. Asfar (Aliansi Jurnalis Idependen Solo), memaparkan materi mengenai mengenal hoaks atau disinformasi. Ia merinci macam-macam hoaks yang banyak beredar di masyarakat (Ratmanto, 2018). Materi tersebut berguna bagi mahasiswa dan masyarakat agar dapat mengenali berita hoaks dan disinformasi sehingga tidak mudah terpengaruh dan menyebarkan hoaks. Program studi Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FUD) IAIN Surakarta juga melakukan upaya untuk menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian. Upaya tersebut diwujudkan dengan melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di SMK Negeri 1 Klaten dengan tema “Deklarasi Anti Hoaks, Stop Being a Hoax Broadcaster”. Dr. Yusup Rohmadi, M. Hum sebagai narasumber menjelaskan tentang cara menggunakan media sosial dengan baik dan benar, serta tidak melanggar aturan UU ITE. Media sosial selain menjadi alat berteman, juga sebagai alat dalam menjalin komunikasi dengan orang lain memberikan efek mendekatkan yang jauh karena komunikasi saat ini hanya hitungan detik bisa tersebar kemanapun. Namun, dampak dari media sosial juga menjauhkan yang dekat karena kalangan remaja saat ini cenderung berfokus pada dunianya sendiri. Kegiatan pengabdian tersebut diakhiri dengan tanda tangan bersama sebagai bukti gerakan Deklarasi Anti Hoaks, Stop Being a Hoax Broadcaster. Tanda tangan dilakukan oleh para guru dan siswa-siswi SMK N 1 Klaten (Mahardika, 2018). 221Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Tema anti hoaks juga dimunculkan pada seminar nasional dan launching program doktoral (S3) IAIN Surakarta. Acara yang menghadirkan Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin, tersebut mengusung tema “Peran PTKIN Dalam Menangkal Berita Hoax, Fake News, dan Palsu, Demi Mewujudkan Persatuan Bangsa”. Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin, menyampaikan bahwa sebetulnya komunitas pendidikan Islam memiliki tradisi yang sangat baik. Ilmu hadis mengajarkan keharusan untuk bersikap sangat cermat, teliti, dan kritis dalam menerima berita apapun. Berdasar hal tersebut mestinya perguruan tinggi Islam negeri mampu memberi contoh penanggulangan hoaks (Rusdiana, 2018b). Seperti yang diketahui, bahwa dalam ilmu hadis terdapat cara untuk mengetahui kualitas hadis, yaitu dengan mengklarifikasi dengan hadis lain yang sejenis dan mencermati pembawa hadis (Ash- Shiddieqy, 2009). Selain kegiatan-kegiatan tersebut, IAIN Surakarta juga mendukung kegiatan-kegiatan yang selama ini dilakukan oleh Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia). Pada pertemuan dengan pegiat Mafindo wilayah Soloraya, rektor IAIN Surakarta menyebut para aktivis Mafindo sebagai “nabi-nabi sosial zaman now” yang memiliki tugas mulia meluruskan kabar bohong/palsu yang berkembang di masyarakat. Mudofir, rektor IAIN Surakarta, memberikan apresiasi dan mendukung Mafindo dalam melawan hoaks. IAIN Surakarta juga telah menyiapkan sejumlah program untuk turut menanggulangi hoaks (Hidayatulloh, 2018). Mencermati kegiatan-kegiatan yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa IAIN Surakarta telah memiliki sejumlah kegiatan terkait dengan penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian. Hal tersebut menunjukkan bahwa IAIN Surakarta menyadari posisinya sebagai lembaga pendidikan Islam di tengah-tengah masyarakat. IAIN Surakata telah ambil bagian dalam merespons persoalan masyarakat kekinian terkait hoaks dan ujaran kebencian. Selain itu, berbagai upaya IAIN Surakarta 222 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) dalam menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian tersebut tidak hanya dilakukan di dalam kampus, tetapi juga di luar kampus. Dengan demikian, upaya penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian tersebut menyasar semua kalangan. Literasi Media Sebagai Upaya Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Literasi media berkaitan dengan technical skill dan critical understanding apabila ditinjau dari teori yang telah dirumuskan oleh Celot (2012) dan Celot & Tornero (2009). Dua hal ini telah diupayakan IAIN Surakarta untuk dikuasai mahasiswa dan masyarakat dalam rangka menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian bermuatan SARA. Critical understanding yang dimaknai sebagai kemampuan menggunakan media seperti kemampuan memahami, menganalisis, dan mengevaluasi konten media sosial coba diupayakan melalui seminar, pengabdian masyarakat, dan pengayaan materi. Jika kemampuan untuk berlaku kritis telah dimiliki mahasiswa dan masyarakat, diharapkan hoaks dan ujaran kebencian dapat ditangkal. Menjadi kritis artinya menjadi aktif. Sebagai pengguna internet misalnya, mahasiswa dibekali kemampuan untuk bisa memilah informasi yang asli dan yang palsu. Hal ini terlihat pada seminar yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pandawa IAIN Surakarta. Selain itu, salah satu kegiatan yang difasilitasi oleh pihak bagian akademik dan kemahasiswaan IAIN Surakarta sampai dengan mendorong mahasiswa untuk menghasilkan tulisan guna terkait anti hoaks dan ujaran kebencian. Menurut Ilahi (2018), keterampilan literasi media yang baik memiliki indikator berupa kemampuan untuk mengakses media, menganalisis konten media sesuai konteks, mengkritik media massa, dan menulis pesan dalam berbagai bentuk dan jenis media dalam rangka mengkritisi informasi yang tidak benar. 223Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Menurut Utami (2018), berita bohong dan ujaran kebencian memuat susunan ide yang kompleks, praktik tekstual, dan strategi komunikatif. Oleh karena itu, upaya penanggulangannya pun juga harus memuat unsur tersebut. Atas dasar ini, IAIN Surakarta mengadakan kegiatan yang bukan hanya bersifat meningkatkan kesadaran mahasiswa dan masyarakat terkait pentingnya memilih dan memilah informasi serta berpikir kritis, tetapi juga membekali mahasiswa untuk menulis guna melawan berita bohong atau hoaks dan ujaran kebencian. Hal ini mencerminkan strategi komunikatif guna menanggulangi hoaks. Pada kegiatan pengabdian masyarakat program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) IAIN Surakarta, perwakilan dari Mafindo yang menjadi narasumber memandu peserta menggunakan Hoax Buster Tools. Sebelumnya, peserta diajak untuk kritis ketika mendapat informasi dengan judul bombastis dan ajakan untuk memviralkan informasi tersebut. Jika masih terdapat keraguan, peserta diminta untuk menggunakan Hoax Buster Tools guna mengecek keaslian informasi. Peserta diajarkan untuk selalu “saring sebelum sharing”. Sebagian besar peserta dari berbagai kegiatan IAIN Surakarta dalam menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian adalah remaja dan dewasa awal. Menurut Manalu, Pradekso, & Setyabudi (2018), kelompok yang rentan terpengaruh hoaks dan ujaran kebencian adalah kelompok usia 15 tahun sampai dengan 20 tahun. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa berpikir kritis menjadi modalitas penting dalam penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian. Berpikir kritis merupakan model berpikir secara mendalam dan produktif serta melibatkan upaya untuk mengevaluasi informasi yang diterima (King, 2017). Kunci berpikir kritis adalah adanya kesadaran penuh (Langer, 2000). Oleh karena itu, kegiatan penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian yang dilakukan oleh IAIN Surakarta dilakukan secara berkesinambungan dalam rangka menjaga kesadaran penuh dari mahasiswa dan masyarakat. Ketika mahasiswa dan masyarakat memiliki kesadaran penuh bahwa 224 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) hoaks dan ujaran kebencian sangat merugikan dan berdampak luas, maka mahasiswa dan masyarakat akan meningkatkan kekritisannya dalam menerima informasi. Dengan demikian, mahasiswa dan masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh hoaks dan ujaran kebencian. Technical skill yang berarti kemampuan teknis dalam menggunakan media internet khususnya media sosial tidak menjadi perhatian utama IAIN Surakarta. Pasalnya, secara teknis, di masa sekarang dapat diasumsikan mahasiswa dan masyarakat sudah dapat menggunakan gawai untuk aktivitas komunikasi sehari-hari. Hal penting yang perlu dibangun dan diarahkan adalah tentang ketepatan dalam memanfaatkan gawai tersebut. IAIN Surakarta menyadari betul bahwa dampak dari berita bohong atau hoaks dan ujaran kebencian sangat besar. Bahkan, besarnya dampak tersebut mampu menentukan nasib atau arah perjalanan suatu negara. Menurut Allcott & Gentzkow (2017), Amerika Serikat menjadi contoh tentang dampak berita bohong dan ujaran kebencian dapat memengaruhi masyarakat dalam pemilihan presiden. Hal ini bisa terjadi karena berita bohong dan ujaran kebencian bisa mengubah cara pandang masyarakat terhadap seorang figur atau calon presiden. Selain itu, Irawan (2018) menuliskan bahwa hoaks dan ujaran kebencian bisa memicu munculnya sikap tidak menghormati sampai dengan kekerasan dan intoleransi. Bercermin dari fenomena tersebut, IAIN Surakarta telah merancang dan merealisasikan berbagai program yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dan mahasiswa tentang pentingnya bersikap kritis terhadap informasi yang diperoleh serta menggunakan media sosial dan keterampilan menulis untuk melawan berita bohong dan ujaran kebencian. Berpikir kritis juga mengajarkan tentang keterbukaan berpikir. Berpikir secara terbuka merupakan model berpikir yang tidak mutlak, bersifat fleksibel, serta tidak dogmatis (West, Toplak, & Stanovich, 2008). Selain itu, berpikir secara terbuka juga mampu menyelamatkan 225Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) masyarakat dari bias dalam penarikan kesimpulan tentang informasi yang didapatkannya (West, Meserve, & Stanovich, 2012). Kaitannya dengan upaya penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian yang dilakukan IAIN Surakarta, IAIN Surakarta mengajarkan mahasiswa dan masyarakat untuk berpikir secara terbuka. Artinya, ketika menerima suatu informasi dari suatu pihak, maka mahasiswa dan masyarakat didorong untuk mencari informasi lain sebagai upaya klarifikasi dan cerminan keterbukaan pikiran. Dengan demikian, mahasiswa dan masyarakat bisa mengolah informasi dari berbagai sumber dan tidak hanya berpikir satu sisi. Pada akhirnya, mahasiswa dan masyarakat tidak rentan terpengaruh oleh hoaks dan ujaran kebencian. Berbagai program kegiatan yang telah diadakan oleh IAIN Surakarta tersebut juga bisa dianggap sebagai upaya IAIN Surakarta untuk mengedukasi mahasiswa dan masyarakat agar dapat menggunakan media sosial dan gawai dengan baik dan benar. Hal ini penting karena menjamurnya hoaks dan ujaran kebencian disebabkan salah satunya oleh ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan media sosial dan gawai dengan baik dan benar. Menurut Zulaiha et al. (2019), edukasi semacam ini penting untuk mencegah seseorang menyalahgunakan media sosial dan gawai untuk menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. Selain itu, dosen juga penting untuk meningkatkan literasi digital sehingga dosen juga berperan untuk menangkal hoaks dan ujaran kebencian (Cahyani, 2019; Florina, 2019). Apabila ditinjau dari teori bioekologi Urie Bronfenbrenner, upaya penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian yang telah dilakukan oleh IAIN Surakarta sudah mencakup konteks ekosistem. Teori bioekologi menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh konteks mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem. Konteks mikrosistem adalah peran dan hubungan dalam suatu lingkungan yang dijalankan seseorang; mesosistem adalah interaksi antara dua 226 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) mikrosistem yang mengendalikan manusia; ekosistem adalah keterkaitan antara dua atau lebih mikrosistem yang salah satu dari mikrosistem tersebut tidak mengendalikan manusia secara langsung; makrosistem adalah keseluruhan pola budaya dan nilai yang memengaruhi manusia; dan kronosistem adalah stabilitas perubahan yang terjadi dalam manusia akibat pengaruh dari lingkungannya (Bronfenbrenner, 1986, 2001, 2005; Bronfenbrenner & Morris, 2017). Upaya penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian oleh IAIN Surakarta sudah mencapai konteks ekosistem karena melibatkan berbagai pihak atau mikrosistem. Tujuan berbagai program dan kegiatan penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian tersebut adalah memengaruhi mahasiswa dan masyarakat sehingga mahasiswa dan masyarakat dipengaruhi oleh kronosistem, yaitu stabilitas perubahan yang ada dalam diri mereka. Peran lain yang diambil oleh IAIN Surakarta dalam penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian (terutama terkait isu SARA) adalah para dosen IAIN Surakarta memberikan ceramah dan khotbah tentang bahaya hoaks dan ujaran kebencian serta upaya mencegahnya. Selain itu, para dosen IAIN Surakarta juga memberikan materi moderasi beragama kepada mahasiswa agar tidak terpengaruh ujaran kebencian. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian yang dilakukan IAIN Surakarta adalah dengan membangun nalar kritis mahasiswa dan masyarakat. Pembangunan nalar kritis ditempuh melalui pelbagai kegiatan seperti seminar, diskusi, pengabdian masyarakat, dan kerjasama dengan komunitas anti hoaks. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan menjadi semacam pembakalan bagi mahasiswa dan masyarakat dalam memanfaatkan internet dan media sosial, juga untuk menghadapi paparan beragam informasi yang begitu luber, tercampur antara yang asli dan palsu. 227Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Ujaran kebencian yang juga menjadi permasalahan bangsa, direspons IAIN Surakarta dengan melakukan penguatan moderasi beragama melalui beberapa cara, seperti ceramah di masyarakat, pengajaran di kelas, dan riset. Hal tersebut utamanya untuk menanggulangi ujaran kebencian bermuatan isu SARA. Materi moderasi beragama misalnya disampaikan di kelas-kelas saat perkuliahan, juga ketika dosen-dosen IAIN Surakarta memberikan ceramah-ceramah keagamaan di masyarakat. Saran Menilik berbagai program dan kegiatan yang telah dilakukan IAIN Surakarta selama ini dalam penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian di tahun politik, utamanya yang bermuatan SARA, perlu adanya kebijakan jangka panjang terkait hal tersebut. IAIN Surakarta belum memiliki kebijakan jangka panjang yang memadai karena sebagian besar masih berupa kebijakan insidental. Berbicara kebijakan jangka panjang, perlu digagas Pusat Studi Komunikasi dan Media atau semacamnya yang mampu merespons cepatnya perkembangan teknologi informasi. Lembaga itu nantinya, dalam jangka waktu tertentu dan secara berkelanjutan, memberikan literasi media dan literasi digital baik kepada mahasiswa maupun kepada masyarakat luas. Selanjutnya, perlu dirancang mata kuliah literasi media atau literasi digital yang diberikan kepada mahasiswa baru pada umumnya dan khususnya untuk mahasiswa KPI. Kalaupun tidak berupa mata kuliah, paling tidak muatan literasi media dan literasi digital disampaikan semua dosen ketika mengajar. Hal tersebut penting di tengah era digital yang banjir informasi seperti saat ini. Adapun saran untuk peneliti selanjutnya adalah dapat memperbanyak lokasi penelitian dengan menggunakan teknik proporsional sampling. Sehingga, setiap daerah didapatkan gambaran perguruan tinggi keislaman dalam menanggulangi hoaks dan ujaran kebencian. 228 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) DAFTAR PUSTAKA Ahnaf, M. I., & Suhadi. (2014). Isu-Isu Kunci Ujaran Kebencian (Hate Speech): Implikasinya Terhadap Gerakan Sosial Membangun Toleransi. Jurnal Harmoni, 13(3). Ali, M. (2017). Antara Komunikasi, Budaya dan Hoax. In A. Wahyudin & M. Sunuantari (Eds.), Melawan Hoaks di Media Sosial dan Media Massa. Yogyakarta: Trust Media Publishing & Askopis Press. Allcott, H., & Gentzkow, M. (2017). Social Media and Fake News in the 2016 Election. Journal of Economic Perspectives, 31(2), 211–236. https://doi.org/10.1257/jep.31.2.211 Ash-Shiddieqy, T. M. Ha. (2009). Sejarah & Pengantar Ilmu Hadist. Semarang: Pustaka Rizki Putra. Astuti, Y. D. (2017). Peperangan Generasi Digital Natives Melawan Digital Hoax Melalui Kompetisi Kreatif. Informasi, 47(2), 229–242. https://doi.org/10.21831/informasi.v47i2.16658 Aziz, I. (2018). Kejagung Eksekusi Pemred dan Redaktur Obor Rakyat. Retrieved August 26, 2018, from Tirto.id website: https://tirto.id/ kejagung-eksekusi-pemred-dan-redaktur-obor-rakyat-cJ7h Bronfenbrenner, U. (1986). Ecology of the Family as a Context for Human Development. Developmental Psychology, 22(6), 723–742. Bronfenbrenner, U. (2001). Human Development, Bioecological Theory of. In P. Baltes & N. Smelser (Eds.), International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences (pp. 6963–6970). https://doi. org/10.1016/b0-08-043076-7/00359-4 Bronfenbrenner, U. (2005). The Bioecological Theory of Human Development. In U. Bronfenbrenner (Ed.), Making Human Beings Human: Bioecological Perspectives on Human Development (pp. 3–15). London: Sage Publication. Bronfenbrenner, U., & Morris, P. A. (2017). The Bioecological Model of Human Development. In W. Doman & R. Lerner (Eds.), Handbook of Child Psychology: Vol. 1. Theoritical Models of Human Development (5th Ed, pp. 993–1028). New York: Wiley. Cahyani, I. P. (2019). Digital Literacy of Lecturers as Whatsapp Group Users In Spreading Hoax Informations and Hate Speech. Expose: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(2), 147–163. https://doi.org/10.33021/ exp.v2i2.562 229Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Carina, J. (2019). Cegah Hoaks, Media Sosial Dibatasi. Kompas. Celot, P. (2012). EAVI Studies on Media Literacy in Europe. Medijske Studije, 3(6), 76–82. Celot, P., & Tornero, J. M. P. (2009). Study on Assessment Criteria for Media Literacy Levels. Brussels. FAR. (2018). Pilkada Serentak 2018, Warga Tentukan 171 Pemimpin Daerah. Retrieved August 26, 2018, from cnnindonesia.com website: https://www.cnnindonesia.com/pilkadaserentak/ nasional/20180626203441-32-309218/pilkada-serentak-2018- warga-tentukan-171-pemimpin-daerah? Firmansyah, R. (2017). Web Klarifikasi Berita Untuk Meminimalisir Penyebaran Berita Hoax. Jurnal Informatika, 4(2), 230–235. https:// doi.org/10.31311/ji.v4i2.2138 Florina, I. D. (2019). Literasi Media Baru di Kalangan Dosen Menaggapi Isu Politik dalam Pusaran Hoax dan Hate Speech. Ettisal: Journal of Communication, 4(1), 55–66. https://doi.org/10.21111/ettisal. v212.2821 Gumilar, G., Adiprasetio, J., & Maharani, N. (2017). Literasi Media: Cerdas Menggunakan Media Sosial Dalam Menanggulangi Berita Palsu (Hoax) Oleh Siswa SMA. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 35–40. Gustaman, Y. (2019). Dosen Asal Solo yang Sebarkan Hoax “Server KPU Disetting” Sering Pindah-pindah Selama Buron. Retrieved August 26, 2019, from tribunnews.com website: https://www. tribunnews.com/nasional/2019/06/17/dosen-asal-solo-yang- sebarkan-hoax-ser ver-kpu-disetting-sering-pindah-pindah- selama-buron?page=4.%0A Harbowo, N. (2019, April). Hoaks Ganggu Stabilitas Nasional. Kompas. Hartanto, A. D. (2018). Empat Anggota Muslim Cyber Army Ditangkap di Empat Kota Berbeda. Retrieved August 26, 2018, from Tirto. id website: https://tirto.id/empat-anggota-muslim-cyber-army- ditangkap-di-empat-kota-berbeda-cFnK Herawati, D. M. (2016). Penyebaran Hoax dan Hate Speech sebagai Representasi Kebebasan Berpendapat. Promedia: Jurnal Public Relation Dan Media Komunikasi, 2(2), 138–155. 230 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Heryanto, G. G. (2017). Bisnis Hoaks dan Literasi Digital. Retrieved May 29, 2019, from mediaindonesia.com website: https://mediaindonesia. com/read/detail/120440-bisnis-hoaks-dan-literasi-digital Hidayatulloh, M. N. (2018). Rektor IAIN Surakarta Dukung Masyarakat Anti Hoax. Retrieved July 12, 2019, from iain-surakarta.ac.id website: http://www.iain-surakarta.ac.id/?p=11205 Ilahi, H. N. (2018). Women and Hoax News Processing on WhatsApp. JSP: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 22(2), 98–111. https://doi. org/10.22146/jsp.31865 Imaduddin, F. (2018). Ujaran Kebencian. Retrieved August 26, 2018, from remotivi.or.id website: http://www.remotivi.or.id/kupas/444/ Ujaran-Kebencian Irawan. (2018). Hate Speech di Indonesia: Bahaya dan Solusi. Mawa’izh: Jurnal Dakwah Dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan, 9(1), 1–17. https://doi.org/10.32923/maw.v9i1.712 Juliswara, V. (2017). Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 4(2), 142–164. https://doi.org/10.22146/jps.v4i2.28586 Kami, I. M. (2019). 62 Hoax Pemilu 2019 Teridentifikasi Kominfo, Ini Daftarnya. Retrieved September 14, 2109, from detik.com website: https://news.detik.com/berita/d-4368351/62-hoax-pemilu- 2019-teridentifikasi-kominfo-ini-daftarnya Khoiri, I. (2019). Menyaring Suara Jernih di Tengah Riuh. Kompas. King, L. A. (2017). Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif (Ed 3 Jil 1). Jakarta: Salemba Humanika. Kurniawan, A. B. (2019, June). Fanatisme Berlebihan Picu Peredaran Hoaks. Kompas. Kusuma, S., & Lubis, D. P. (2016). Media Sosial dan Kebijakan Kapolri Mengenai “Hate Speech” (Ujaran Kebencian). Jurnal Komunikasi Pembangunan, 14(1), 151–159. https://doi.org/10.29244/ jurnalkmp.14.1.%25p Langer, E. J. (2000). Mindful Learning. Current Directions in Psychological Science, 9(6), 220–223. https://doi.org/10.1111/1467-8721.00099 231Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) MacAvaney, S., Hao-Ren Yao, Eugene Yang, Russell, K., Goharian, N., & Frieder, O. (2019). Hate Speech Detection: Challenges and Solutions. PLoS ONE, 14(8), 1–16. https://doi.org/10.1371/ journal.pone.0221152 Mahardika, M. C. (2018). AFI FUD IAIN Surakarta Adakan Pengabdian Masyarakat Berbasis Mutu. Retrieved July 12, 2019, from iain- surakarta.ac.id website: http://www.iain-surakarta.ac.id/?p=13170 Manalu, S. R., Pradekso, T., & Setyabudi, D. (2018). Understanding the Tendency of Media Users to Consume Fake News. Jurnal Ilmu Komunikasi, 15(1), 1–16. https://doi.org/10.24002/jik.v15i1.1322 Mastel. (2017). Press Release: Infografis Hasil Survey MASTEL Tentang Wabah Hoax Nasional. Retrieved August 26, 2018, from mastel. id website: http://mastel.id/press-release-infografis-hasil-survey- mastel-tentang-wabah-hoax-nasional/ McGonagle, T. (2017). ‘“Fake News”’: False Fears or Real Concerns? Netherlands Quarterly of Human Rights, 35(4), 203–209. https://doi. org/10.1177/0924051917738685 Nasrullah, R. (2017). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Ramadhan, D. I. (2019). Unggah “People Power-Bunuh Polisi”, Dosen Solatun Selalu Jadi Provokator. Retrieved July 12, 2019, from detik.com website: https://news.detik.com/berita-jawa- barat/d-4545253/unggah-people-power-bunuh-polisi-dosen- solatun-selalu-jadi-provokator Ratmanto, A. (2018). Melawan Hoaks Melalui Seminar Jurnalistik. Retrieved July 12, 2019, from iain-surakarta.ac.id website: http:// www.iain-surakarta.ac.id/?p=15252 Rusdiana, J. (2018a). Jurusan KPI IAIN Surakarta Ajak Generasi Milenial Tangkal Hoax. Retrieved July 12, 2019, from iain-surakarta.ac.id website: http://www.iain-surakarta.ac.id/?p=12762 Rusdiana, J. (2018b). Menag RI: PTKIN Sebenarnya Sudah Punya Mekanisme Anti Hoax. Retrieved July 12, 2019, from iain-surakarta. ac.id website: http://www.iain-surakarta.ac.id/?p=11520 Saputra, A. (2019). Dosen USU Penyebar Hoaks “Bom Surabaya Pengalihan Isu” Dihukum Percobaan. Retrieved July 12, 2019, from detik. com website: https://news.detik.com/berita/d-4562503/dosen- 232 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) usu-penyebar-hoaks-bom-surabaya-pengalihan-isu-dihukum- percobaan Saputro, G. E., & Haryadi, T. (2018). Edukasi Kampanye Anti Hoax Melalui Komik Strip. Demandia: Jurnal Desain Komunikasi Visual, Manajemen Desain Dan Periklanan, 03(02), 94–111. https://doi. org/10.25124/demandia.v3i02.1550 Silalahi, R. R., Bestari, P., & Saputra, W. T. (2017). Karakteristik Strategi Crowdsourcing untuk Membatasi Penyebaran Hoaks di Indonesia Studi Kasus: Masyarakat Anti Fitnah Indonesia. MetaCommunication; Journal Of Communication Studies, 2(2), 128–154. Sudibyo, A. (2019). Gelombang Hoaks Jelang Pemilu. Kompas. Sushmita, C. I. (2019). Mahasiswa IAIN Surakarta Siap Sukseskan Pemilu Damai 2019 Tanpa Hoaks. Retrieved July 12, 2019, from solopos.com website: https://soloraya.solopos.com/ read/20181124/490/954819/mahasiswa-iain-surakarta-siap- sukseskan-pemilu-damai-2019-tanpa-hoaks Tsaniyah, N., & Juliana, K. A. (2019). Literasi Digital Sebagai Upaya Menangkal Hoaks di Era Disrupsi. Al-Balagh: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 4(1), 121–140. https://doi.org/10.22515/balagh. v4i1.1555 Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi. (2012). Utami, P. (2018). Hoax in Modern Politics: The Meaning of Hoax in Indonesian Politics and Democracy. JSP: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 22(2), 85–97. https://doi.org/10.22146/jsp.34614 West, R. F., Meserve, R. J., & Stanovich, K. E. (2012). Cognitive Sophistication Does Not Attenuate the Bias Blind Spot. Journal of Personality and Social Psychology, 103(3), 506–519. https://doi. org/10.1037/a0028857 West, R. F., Toplak, M. E., & Stanovich, K. E. (2008). Heuristics and Biases as Measures of Critical Thinking: Associations with Cognitive Ability and Thinking Dispositions. Journal of Educational Psychology, 100(4), 930–941. https://doi.org/10.1037/a0012842 233Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Zamroni, M. (2017). Media Sosial dan Realitas Hidup Masyarakat Postmodern. In A. Wahyudin & M. Sunuantari (Eds.), Melawan Hoax di Media Sosial dan Media Massa. Yogyakarta: Trust Media Publishing & ASKOPIS Press. Zulaiha, S., Sagiman, & Mutia. (2019). Edukasi Literasi Informasi Bagi Anak dan Remaja Untuk Meminimalisir Penyalahgunaan Media Jejaring Sosial. Jurnal Harkat: Media Komunikasi Gender, 15(2), 116– 125. https://doi.org/10.15408/harkat.v15i2.13469 234 Menanggulangi Hoaks dan Ujaran Kebencian Bermuatan Isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan Di Tahun Politik Syamsul Bakri, Abraham Zakky Zulhazmi, Krisbowo Laksono Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4, No. 2, July – December 2019, pp. 199 - 234, DOI: 10.22515/balagh.v4i2.1833 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) 1. The article must be scientific, either based on the empirical research or conceptual ideas. The content of the article have not published yet in any Journal, and should not be submitted simultaneously to another Journal. Article should not be part of fully one chapter of the theses or dissertation. 2. Article must be in the range between 15-30 pages, not including title, abstract, keywords, and bibliography 3. Article consisting of the various parts: i.e. title, the author’s name(s) and affiliation(s), abstract (200-250 words), Keywords (maximum 5 words), introduction, description and analysis, conclusion, and bibliography. • Title should not be more than 15 words • Author’s name(s) should be written in the full name without academic title (degree), and completed with institutional affiliation(s) as well as corresponding address (e-mail address). • Abstract consisting of the discourses of the discipline area; the aims of article; methodology (if any); research finding; and contribution to the discipline of areas study. Abstract should be written in English. • Introduction consisting of the literature review (would be better if the research finding is not latest than ten years) and novelty of the article; scope and limitation of the problem discussed; and the main argumentation of the article. • Discussion or description and analysis consisting of reasoning process of the article’s main argumentation. • Conclusion should be consisting of answering research problem, based on the theoretical significance/conceptual construction • All of the bibliography used should be written properly Author Guidelines 4. Citation’s style used is the American Psychological Association 6th Edition, and should be written in the model of body note (author(s), year, and page(s)), following to these below examples: a. Book Dalam referensi ditulis : Azwar, S. (2016). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Di dalam kutipan ditulis : (Azwar, 2016) b. Edited book(s) Dalam referensi ditulis : Cone, J. D. (1999). Observational assessment: Measure development and research issues. dalam P. C. Kendall, J. N. Butcher, & G. N. Holmbeck (Eds.), Handbook of research methods in clinical psychology (pp. 183-223). New York: Wiley. Di dalam kutipan ditulis : (Cone, 1999) c. E-book(s) Dalam referensi ditulis : Sukanta, P. O., ed. (2014). Breaking the Silence: Survivors Speak about 1965-66 Violence in Indonesia (translated by Jemma Purdey). Clayton: Monash University Publishing. Diakses dari http://books.publishing. monash.edu/apps/bookworm/view/Breaking+the+Silence%3A+ Survivors+Speak+about+1965%E2%80%9366+Violence+in+ Indonesia/183/OEBPS/cop. htm, tanggal 31 Maret 2016. Di dalam kutipan ditulis : (Sukanta, 2014) d. Article of the Journal 1) Journal With Digital Objective Identifier (DOI) Dalam referensi ditulis : Tekke, M., & Ghani, F. (2013). Examining Career Maturity Among Foreign Asian Students : Academic Level. Journal of Education and Learning. Vol. 7 (1), 29-34. DOI: http://dx.doi. org/10.11591/edulearn.v7i1.173 Di dalam kutipan ditulis : (Tekke & Ghani, 2013) 2) Journal Without Digital Objective Identifier (DOI) Dalam referensi ditulis : Arbiyah, N., Nurwianti, F., & Oriza, D. (2008). Hubungan bersyukur dengan subjective well being pada penduduk miskin. Jurnal Psikologi Sosial, 14(1), 11-24. Di dalam kutipan ditulis : (Arbiyanti, Nurwianti, & Oriza, 2008) 3) E-Journal Dalam referensi ditulis : Crouch, M. (2016). “Constitutionalism, Islam and the Practice of Religious Deference: the Case of the Indonesian Constitutional Court.” Australian Journal of Asian Law 16, 2: 1-15. http://papers. ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2744394, diakses 31 Maret 2016. Di dalam kutipan ditulis : (Crouch, 2016) e. Article Website 1) Dengan Penulis Dalam referensi ditulis : Hendrian, D. (2016, Mei 2). Memprihatinkan Anak Pengguna Narkoba Capai 14.000. Retrieved September 27, 2017, from http://www.kpai.go.id/berita/memprihatinkan-anak-pengguna- narkoba-capai-14-ribu/ Di dalam kutipan ditulis : (Hendrian, 2016) 2) Tanpa Penulis Six sites meet for comprehensive anti-gang initiative conference. (2006, November/December). OJJDP News @ a Glance. Retrieved from: http://www.ncjrs.gov/htmllojjdp/news_ acglance/216684/topstory.htmI tanggal 10 Agustus 2012. Di dalam kutipan ditulis : (http://www.ncjrs.gov/htmllojjdp/ news_acglance/216684/topstory.htmI, 2006) f. Skripsi, Tesis, atau Disertasi Yang Tidak Dipublikasikan Dalam referensi ditulis : Saifuddin, A. (2016). Peningkatan Kematangan Karier Peserta Didik SMA Melalui Pelatihan Reach Your Dreams dan Konseling Karier (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Di dalam kutipan ditulis : (Saifuddin, 2016) g. Manuskrip Institusi Pendidikan Yang Tidak Dipublikasikan Dalam referensi ditulis : Nuryati, A., & Indati, A. (1993). Faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar. Unpublished Manuscript, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Di dalam kutipan ditulis : (Nuryati & Indiati, 1993) 5. In writing the citation’s would be better and suggested to use software of citation manager, like Mendeley, Zotero, End-Note, Ref- Works, Bib-Text, and so forth, with following standard of American Psychological Association 6th Edition. 6. Arabic transliteration standard used International Journal of Middle Eastern Studies. For detailed transliteration could be seen at http:// ijmes.chass.ncsu.edu/docs/TransChart.pdf 7. Article must be free from plagiarism; through attached evidence (screenshot) that article has been verified through anti-plagiarism software, but not limited to the plagiarism checker (plagramme.com). Author Fee al-Balagh : Jurnal Dakwah dan Komunikasi will not charge anything to the author for submission fee or publication fee. Submission Preparation Checklist As part of the submission process, authors are required to check off their submission’s compliance with all of the following items, and submissions may be returned to authors that do not adhere to these guidelines. 1. The submission has not been previously published, nor is it before another journal for consideration (or an explanation has been provided in Comments to the Editor). 2. The submission file is in OpenOffice, Microsoft Word, RTF, or WordPerfect document file format. 3. Where available, URLs for the references have been provided. 4. The text is single-spaced; uses a 12-point font; employs italics, rather than underlining (except with URL addresses); and all illustrations, figures, and tables are placed within the text at the appropriate points, rather than at the end. 5. The text adheres to the stylistic and bibliographic requirements outlined in the Author Guidelines, which is found in About the Journal. 6. If submitting to a peer-reviewed section of the journal, the instructions in Ensuring a Blind Review have been followed. Copyright Notice Authors who publish with this journal agree to the following terms: • Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work›s authorship and initial publication in this journal. • Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal’s published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal. • Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work. Privacy Statement The names and email addresses entered in this journal site will be used exclusively for the stated purposes of this journal and will not be made available for any other purpose or to any other party. Skup dakwah : manajemen dakwah, bimbingan dan konseling Islam, psikologi, psikologi dakwah, analisis sosial, sejarah dakwah, filsafat dakwah, sosiologi dakwah, ilmu dakwah, manajemen traveling dan wiisata religi, manajemen pelayanan haji, global islamic tourism, metodologi dakwah, relasi dakwah dengan budaya. Skup komunikasi : public relation, komunikasi dan penyiaran Islam, psikologi komunikasi, komunikasi interpersonal dan sosial, komunikasi antar budaya, jurnalistik, komunikasi massa, human relations.