ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2017 Editorial Team Editor-In-Chief Imam Mujahid, IAIN Surakarta Editorial Board Kamaruzzaman bin Yusof, Universiti Teknologi Malaysia Waryono Abdul Ghafur, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Moch. Choirul Arif, UIN Sunan Ampel, Surabaya Imas Maesaroh, UIN Sunan Ampel, Surabaya Syakirin Al-Ghazali, IAIN Surakarta Ahmad Hudaya, IAIN Surakarta M. Endy Saputro, IAIN Surakarta Managing Editor Akhmad Anwar Dani, IAIN Surakarta Ahmad Saifuddin, IAIN Surakarta Rhesa Zuhriya Briyan Pratiwi, IAIN Surakarta Alamat Redaksi : Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Surakarta Jl. Pandawa No. 1, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah 57168 Phone : +62 271 - 781516 Fax : +62 271 - 782774 Surel : journal.albalagh@gmail.com, journal.albalagh@iain-surakarta.ac.id Laman : http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2017 Daftar Isi Negosiasi Dakwah dan Politik Praktis: Membaca Orientasi Organisasi Sayap Keagamaan Islam pada Partai Nasionalis Bayu Mitra A. Kusuma dan Theresia Octastefani 1 - 24 Dialektika Komunikasi Intrapersonal: Mengkaji Pesona Komunikasi dengan Diri Sendiri Ferry Adhi Dharma 25 - 44 Islam Agama Teror? (Analisis Pembingkaian Berita Media Online Kompas.com dalam Kasus Charlie Hebdo) Ismail Fahmi Arrauf Nasution dan Miswari 45 - 62 Realitas Sosial Anak Yatim Di Kota Padang dalam Perspektif Pemberdayaan Masyarakat Mardan Mahmuda 63 - 86 Pengembangan Kompetensi Profesi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Zainul Abbas 87 - 110 Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy untuk Penerima Manfaat Muhamad Abdul Kohar dan Imam Mujahid 111 - 124 BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK PENERIMA MANFAAT Muhamad Abdul Kohar Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Imam Mujahid IAIN Surakarta Keywords: beneficiaries, guidance and counseling, Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh © 2017 IAIN Surakarta ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Alamat korespondensi: e-mail: kohar.kpi@gmail.com imammujahidsolo@gmail.com Abstract Abstrak This study was conducted to give depth understanding about the procedure of counseling implementation by using Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) approach. REBT is one of the counseling approach which improve individuals skills and mental of health by replacing irrational beliefs and thoughts to the rational beliefs and thoughts. The study was conducted in qualitative descriptive method and literature review. The results show that counseling with REBT approach is important to assisting beneficiaries in order to achieve optimal psychological health. Studi ini dilakukan untuk memahami secara mendalam mengenai prosedur pelaksanaan konseling dengan menggunakan pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT). REBT merupakan salah satu pendekatan konseling untuk meningkatkan keterampilan dan kesehatan mental individu dengan cara melawan pikiran dan keyakinan irasional, dan menggantinya dengan pikiran dan keyakinan yang rasional. Studi dilaksanakan dengan metode deskriptif kualitatif dan kajian literatur. Hasilnya menunjukkan bahwa konseling dengan pendekatan REBT penting untuk membantu penerima manfaat agar dapat mencapai kesehatan psikologis yang optimal. DOI Number 10.22515/ balagh.v2i1.616 Kata kunci: penerima manfaat, bimbingan dan konseling, Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) 112 | Muhamad Abdul Kohar, Imam Mujahid – Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan I. PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Kesempurnaan tersebut ditandai dengan mempunyai akal dan budi (Salim & Salim 1991, 934). Selain akal dan budi, manusia juga dibekali dengan nafsu. Dalam paradigma psikoanalisis, nafsu ini berorientasi pada kenikmatan (Freud 2009, 334 – 382). Dalam perjalanannya, nafsu yang berorientasi kenikmatan ini menuntut untuk dipenuhi. Berasal dari titik ini, manusia memiliki kebutuhan, seperti kebutuhan biologis dan seksual. Berbekal akal, manusia dapat mencari segala cara untuk memenuhi kebutuhannya, baik cara yang positif maupun cara yang negatif. Salah satu cara yang ditempuh oleh sebagian orang untuk memenuhi kebutuhannya adalah dengan menjadi wanita tuna susila. Ketika seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menjadi wanita tuna susila, maka seseorang tersebut memiliki kecenderungan pola pikir irasional. Sebagian wanita tuna susila tidak ingin bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sehingga memilih jalan pintas dengan menjadi wanita tuna susila. Ketika menjadi wanita tuna susila, seseorang berpotensi mengalami beberapa permasalahan, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, misalkan ketika terjaring razia oleh Satpol PP. Setelah terjaring oleh Satpol PP, wanita tuna susila ini dibina agar tidak menjadi wanita tuna susila lagi. Salah satu tempat untuk pembinaan eks wanita tuna susila adalah Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta. Wilayah kerja Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta dalam penanganan permasalahan sosial wanita tuna susila meliputi seluruh Provinsi Jawa Tengah. Sasaran utamanya adalah wanita tuna susila/ eks wanita tuna susila dengan kriteria semua kelompok umur, sehat jasmani (tidak berpenyakit menular), sehat rohani (tidak tuna laras), serta bersedia mengikuti bimbingan dan diasramakan di Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta. Eks wanita tuna susila yang sudah berada – Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2017 | 113 di bawah pembinaan Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta kemudian disebut dengan penerima manfaat. Membina penerima manfaat merupakan tugas bagi para pembimbing di balai rehabilitasi atau lembaga-lembaga sosial seperti di Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta. Salah satu bentuk pembinaan adalah dengan memberikan layanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling adalah suatu bimbingan yang diberikan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu untuk membantu individu tersebut dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan individu secara pribadi, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik, dan pergaulan (Sukardi 1993, 11). Bimbingan dan konseling dapat dilakukan dengan banyak pendekatan, salah satunya adalah Rational Emotive Behavior Therapy atau REBT (Komalasari, Wahyuni, dan Karsih 2014, 22). Konseling dan psikoterapi dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy atau REBT ini diciptakan oleh Albert Ellis pada tahun 1955 (Erford 2017, 269). Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran (Corey 2013, 238). Pendekatan REBT memandang manusia pada dasarnya sebagai individu unik dan memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional (Corey 2013, 204). Corey (2013, 254) menjelaskan tipe-tipe individu yang ditangani dengan pendekatan REBT mencakup individu yang mengalami kecemasan yang moderat, yang mengalami gangguan- gangguan karakter, para remaja nakal, dan para kriminal dewasa. Dalam REBT, individu yang mengalami permasalahan diminta untuk menantang pikiran irasionalnya. Seperti yang sudah diketahui dalam penelitian awal dalam bentuk wawancara terhadap penerima manfaat, bahwa penerima manfaat memiliki beberapa pikiran dan keyakinan irasional. Misalkan, menganggap bahwa Tuhan tidak adil sehingga dirinya harus mencari penghidupan dengan menjadi wanita tuna susila, berpikir bahwa dirinya tidak berguna, meyakini 114 | Muhamad Abdul Kohar, Imam Mujahid – Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan bahwa tidak ada orang baik yang bisa membantu kesulitan hidupnya sehingga dirinya harus menjadi wanita tuna susila, meyakini bahwa dirinya memiliki banyak dosa sehingga tidak ada gunanya jika bertaubat karena Tuhan tidak akan mengampuni, serta berpikir bahwa masyarakat dan keluarga tidak akan menerimanya selepas dari panti rehabilitasi. Pikiran irasional yang ada pada penerima manfaat semacam ini sangat sesuai diatasi dengan konseling menggunakan pendekatan REBT. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT. Di antaranya penelitian Aisyiyah (2014, 85) yang membuktikan bahwa konseling rasional emotif teknik relaksasi efektif dapat mengurangi kecemasan menghadapi ujian siswa MA Taqwal Illah Semarang. Selain itu, Siburian, Karyono, & Kaloeti (2010, 40 – 49) pernah meneliti kecemasan menghadapi masa depan pada penyalahguna NAPZA yang ditangani dengan REBT. Hasilnya REBT dapat menurunkan kecemasan menghadapi masa depan dengan mengkonfrontasi keyakinan irasional pada penyalahguna NAPZA tentang masa depan. Penelitian sejenis mengenai efektivitas REBT untuk menurunkan kecemasan juga pernah dilakukan oleh Amaliyah & Palila (2015, 143 – 157). Dalam penelitian tersebut, REBT digunakan untuk menurunkan kecemasan mahasiswa dalam menyusun skripsi. Hasilnya, REBT tidak efektif dalam menurunkan kecemasan menyusun skripsi pada mahasiswa karena terdapat beberapa keterbatasan penelitian seperti jumlah subjek penelitian yang sedikit. Stevani, Mudjiran, & Iswari (2016, 1 – 23) juga melakukan penelitian pengaruh REBT terhadap penurunan kecemasan mahasiswa, tetapi dalam konteks berbicara di depan kelas. Hasilnya, REBT yang disajikan dalam konseling kelompok efektif menurunkan kecemasan mahasiswa berbicara di depan kelas. Mengenai efektivitas REBT untuk meningkatkan resiliensi pernah diteliti oleh Mashudi (2016, 66 – 78) dan Shahfira & Saputra (2015, 13 – 25). Hasilnya, REBT efektif dalam meningkatkan resiliensi. Resiliensi meningkat karena subjek penelitian mampu berpikir rasional terhadap kondisi diri dan – Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2017 | 115 kehidupan, meskipun peneliti terdahulu tidak mengubah apapun tentang kehidupan subjek penelitian. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu pada beberapa segi. Salah satu ciri dari penelitian ini adalah terletak pada segi konten yang terkandung dalam bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT. Penelitian ini mengungkap nilai-nilai spiritualitas dan religiusitas yang digunakan untuk membantu penerima manfaat dalam melawan pikiran dan keyakinan irasional. Hal ini disebabkan pikiran dan keyakinan irasional yang ada dalam diri penerima berkaitan dengan anggapannya terhadap keterkaitan antara permasalahan hidup dan ketuhanan. II. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan (library research) adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, kemudian mencatat serta mengolah bahan penelitiannya (Zed 2004, 3). Penelitian ini juga menggunakan metode observasi dan wawancara. Nasution (Sugiyono 2007, 64) menjelaskan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Sedangkan wawancara adalah suatu percakapan atau seni mengajukan pertanyaan dan mendengarkan (Denzin & Yonna 2000, 633). Wawancara dan observasi digunakan untuk menggali data secara mendalam tentang dinamika permasalahan yang dialami oleh penerima manfaat dan menggali tentang prosedur bimbingan dan konseling individu dengan pendekatan REBT di Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta. Model wawancara dalam penelitian ini mengunakan wawancara semi-terstruktur yaitu peneliti hanya menyiapkan beberapa pertanyaan kunci untuk memandu jalannya proses tanya jawab wawancara (Ibrahim 2015, 89). Selain itu, pertanyaan yang disiapkan juga memiliki kemungkinan untuk dikembangkan dalam proses wawancara yang dilakukan yang mengarah pada proses bimbingan individu di Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta. 116 | Muhamad Abdul Kohar, Imam Mujahid – Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan III. BIMBINGAN DAN KONSELING REBT Model bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT yang dilakukan di Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta ada beberapa tahap, antara lain : 1. Tahap Awal (asesmen) Tahap ini merupakan tahap pertama dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dengan menggunakan pendekatan REBT. Tahap asesmen bertujuan untuk menggali penyebab masalah yang dialami oleh penerima manfaat. Mengingat pendekatan yang digunakan adalah REBT, maka penyebab yang sesuai untuk ditangani dengan pendekatan REBT adalah penerima manfaat yang memiliki pikiran dan keyakinan irasional. Selain itu, pada tahap asesmen juga digali mengenai bentuk dari pikiran dan keyakinan irasional yang dialami oleh penerima manfaat. Adapun penerima manfaat yang permasalahannya bukan disebabkan oleh pikiran dan keyakinan irasional, maka dapat diberikan layanan bimbingan dan konseling yang lebih sesuai dan tepat sasaran. Ketepatan antara penyebab permasalahan dengan pendekatan yang digunakan sangat berpengaruh pada keberhasilan bimbingan dan konseling. Maka dari itu, tahap asesmen adalah tahap paling awal dan penting dalam bimbingan dan konseling. 2. Tahap Inti (perencanaan dan pelaksanaan). Tahap ini mengandung dua bagian, yaitu perencanaan dan pelaksanaan. Setelah tahap asesmen berhasil dilakukan, maka konselor atau pekerja sosial di Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta yang akan menjalankan proses bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT melakukan perencanaan dengan konseli (penerima manfaat). Perencanaan tersebut meliputi target dan tujuan yang ingin dicapai oleh penerima manfaat. Selain itu, perencanaan juga memuat kontrak waktu dan kesediaan penerima manfaat untuk berkomitmen menjalani bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT dari awal sampai akhir, sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Panti – Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2017 | 117 Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan. Tahap pelaksanaan meliputi memunculkan kesadaran pada penerima manfaat bahwa penerima manfaat memiliki pikiran dan keyakinan irasional yang membuatnya mengalami emosi negatif dan perilaku yang maladaptif. Maka dari itu, pikiran dan keyakinan irasional tersebut harus dilawan dan diubah. Cara melawan dan mengubah pikiran irasional tersebut adalah dengan cara memahami bahwa pikiran dan keyakinan irasional tersebut tidak terbukti. Selain itu, juga memunculkan kesadaran bahwa pikiran dan keyakinan irasionalnya membuat ketidaknyamanan psikologis. Kemudian, diganti dengan pikiran dan keyakinan yang lebih rasional. Karena pikiran dan keyakinan irasional yang terjadi pada penerima manfaat mengandung unsur spiritualitas dan religiositas, maka cara melawannya juga dengan fakta kehidupan yang mengandung nilai- nilai spiritualitas dan religiusitas. Oleh karena itu, secara tidak langsung penerima manfaat diajarkan untuk melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangan agama sehingga, penerima manfaat dibuatkan jadwal ibadah serta diajarkan cara berpakaian dan berperilaku yang sesuai dengan nilai keagamaan. 3. Tahap Akhir Tahap akhir meliputi peneguhan bahwa perubahan yang berhasil dilakukan oleh penerima manfaat membawa dampak positif dan menyebabkan kondisi psikologis semakin positif. Kesadaran bahwa kondisi psikologis semakin nyaman karena berhasil dalam melawan pikiran dan keyakinan irasional akan menjadi penguat (reinforcement) sehingga penerima manfaat akan melanjutkan dalam melawan setiap pikiran dan keyakinan irasional yang muncul. Selain itu, tahap akhir juga mengandung pemberian penghargaan terhadap penerima manfaat misalkan dengan pujian dan dukungan untuk mempertahankan perubahan perilaku yang muncul. 118 | Muhamad Abdul Kohar, Imam Mujahid – Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan 4. Bimbingan Lanjut Bimbingan lanjut bertujuan untuk memantau perubahan perilaku penerima manfaat ke arah yang lebih rasional. Terlebih lagi, ketika penerima manfaat sudah kembali ke masyarakat. Diharapkan perubahan perilaku tersebut bersifat menetap sehingga tidak menyebabkan penerima manfaat kembali menjadi wanita tuna susila serta membuat penerima manfaat mampu bersikap rasional dan adaptif dalam menghadapi setiap permasalahan hidup. IV. IMPLEMENTASI REBT BAGI PENERIMA MANFAAT Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah salah satu pendekatan dalam bimbingan dan konseling maupun psikoterapi. REBT diterapkan kepada individu yang mengalami permasalahan yang disebabkan oleh pikiran dan keyakinan irasional terhadap peristiwa hidup. REBT memiliki tiga tahap, yaitu : menyadarkan klien bahwa ada perilaku negatif yang menimbulkan ketidaknyamanan psikologis, menyadarkan klien bahwa perilaku negatifnya disebabkan oleh keyakinan irasional terhadap peristiwa, dan mengkontrontasi klien untuk melawan keyakinan irasionalnya dengan memperlihatkan bahwa keyakinan irasionalnya tidak terbukti dengan analisis logika lalu menunjukkan ketidaklogisan keyakinannya (Corey 2013, 248 – 249). Bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT membantu penerima manfaat untuk melawan pikiran irasional. Maka dari itu, kunci awal untuk menjalankan bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT adalah dengan menggali penyebab permasalahan yang berupa pikiran dan keyakinan irasional. Seperti yang sudah dijelaskan, terdapat beberapa pikiran keyakinan irasional dalam diri penerima manfaat sehingga memunculkan perasaan dan perilaku negatif. Misalkan, menganggap bahwa Tuhan tidak adil sehingga dirinya harus mencari penghidupan dengan menjadi wanita tuna susila, berpikir bahwa dirinya tidak berguna, meyakini bahwa tidak ada orang baik yang bisa membantu kesulitan hidupnya sehingga dirinya – Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2017 | 119 harus menjadi wanita tuna susila, meyakini bahwa dirinya memiliki banyak dosa sehingga tidak ada gunanya jika bertaubat karena Tuhan tidak akan mengampuni, serta berpikir bahwa masyarakat dan keluarga tidak akan menerimanya selepas dari panti rehabilitasi. Penerima manfaat disadarkan bahwa perilaku negatifnya bukan disebabkan oleh peristiwa hidup, namun lebih disebabkan oleh pemaknaannya terhadap peristiwa hidup tersebut. Maka dari itu, hal yang harus dibenahi adalah cara memaknai peristiwa hidup sehingga menjadi keyakinan. Penerima manfaat juga dipahamkan bahwa cara memaknai peristiwa yang salah tersebut kemudian menjadikannya berpikir dan berkeyakinan yang irasional. Penerima manfaat kemudian ditunjukkan bahwa pada faktanya, pikiran dan keyakinan irasionalnya tidak terbukti. Selain itu, penerima manfaat juga ditunjukkan bahwa pikiran dan keyakinan irasionalnya tersebut menyebabkan dirinya tidak nyaman dan tidak bisa merasakan ketenangan. Hal ini membantu penerima manfaat untuk segera menyadari bahwa pikiran dan keyakinannya terhadap peristiwa dan objek kehidupan kurang tepat. Dengan demikian, solusi yang dapat ditempuh adalah melawan pikiran dan keyakinan irasional tersebut. Selanjutnya, penerima manfaat ditunjukkan banyak peristiwa yang memiliki latar belakang kehidupan yang sama namun memiliki perilaku yang berbeda karena memiliki keyakinan yang rasional (misalkan, wanita yang mengalami kemiskinan namun tidak bekerja sebagai wanita tuna susila, atau memperlihatkan keadilan Tuhan kepada makhluk ciptaan-Nya, atau menunjukkan fenomena bahwa eks wanita tuna susila tetap diterima di masyarakat). Konfrontasi semacam ini harus dilakukan secara hati-hati tanpa menghilangkan prinsip empati agar penerima manfaat tetap merasa dipahami, bukan dibantah. Penanaman pikiran dan keyakinan rasional juga disisipi dengan nilai-nilai spiritualitas dan religiositas karena ada pikiran dan keyakinan irasional yang menyangkut tentang pemaknaan penerima manfaat terhadap agama, kehidupan, dan Tuhan. 120 | Muhamad Abdul Kohar, Imam Mujahid – Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan Penerima manfaat didampingi dalam mengubah pikiran dan keyakinan irasionalnya menjadi lebih rasional. Kemudian, penerima manfaat juga diminta merasakan perubahan perasaan ketika berpikir dan berkeyakinan rasional. Hal ini bertujuan sebagai penguatan (reinforcement) positif. Dengan memperlihatkan bahwa berpikir dan berkeyakinan rasional itu menyebabkan perasaan dan perilaku lebih nyaman dan positif, maka penerima manfaat akan mengulangi cara berpikir dan berkeyakinan rasional tersebut sehingga, semakin lama dan sering penerima manfaat berpikir rasional, pikiran dan keyakinan irasionalnya semakin hilang. Dampaknya, emosi negatif dan perilaku maladaptif karena pikiran dan keyakinan irasional berganti emosi positif dan perilaku adaptif. Setelah mampu mengkonfrontasi penerima manfaat dengan pikiran dan keyakinan rasional, penerima manfaat dibantu untuk berperilaku rasional. Pada titik ini menentukan penerima manfaat untuk melanjutkan hidupnya sebagai bagian dari masyarakat yang berperilaku adaptif dan tidak melanggar norma, atau kembali lagi menjadi wanita tuna susila. Sehingga, mengkonfrontasi saja tidak cukup. Bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT harus diikuti dengan membantu penerima manfaat untuk menyusun rencana hidup yang lebih rasional. Lebih dari itu, penerima manfaat juga diajarkan mengenai berbagai keterampilan guna menunjang dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari penerima manfaat kembali ke masyarakat. Pengajaran keterampilan tersebut disesuaikan dengan minat penerima manfaat sehingga dalam mengembangkan keterampilan, penerima manfaat tidak mengalami kesulitan. Dengan demikian, bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT bisa mengatasi berbagai macam jenis perasaan dan perilaku negatif yang muncul akibat pikiran dan keyakinan yang irasional. Lebih dari itu, bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT juga mengajarkan keterampilan penerima manfaat untuk berpikir dan berperilaku yang rasional dalam menghadapi persoalan hidup. Pada akhirnya, kesehatan mental penerima manfaat bisa terbangun. – Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2017 | 121 V. KESIMPULAN Pendekatan REBT bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara pikir, keyakinan serta pandangan konseli yang irasional menjadi rasional sehingga konseli dapat mengembangkan pikiran dan perilaku secara optimal dan rasional. Bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, menerapkan asesmen awal terlebih dahulu terhadap penerima manfaat guna menggali penyebab permasalahan yang dikarenakan oleh pikiran dan keyakinan irasional. Kedua, menyusun rencana tahapan bimbingan dan konseling serta tujuannya. Ketiga, menjalankan setiap tahapan bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT. Proses bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT sendiri mengandung tiga tahapan, yaitu memunculkan kesadaran penerima manfaat bahwa emosi dan perilaku negatif muncul akibat dari pikiran dan keyakinan irasionalnya terhadap fenomena kehidupan; membangun kesadaran penerima manfaat bahwa satu-satunya solusi permasalahan tersebut adalah dengan melawan pikiran dan keyakinan irasional dengan pikiran dan keyakinan rasional; dan mengajarkan keterampilan berpikir dan berperilaku rasional kepada penerima manfaat. Keempat, memberikan pendampingan tindak lanjut agar penerima manfaat mampu mempertahankan perubahan pasca bimbingan dan konseling serta tidak kembali terjun menjadi wanita tuna susila. Saran. Bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT dapat menjadi alternatif yang bisa digunakan oleh konselor dan pekerja sosial di Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta untuk menyelesaikan permasalahan pada penerima manfaat. Terutama, jika penyebab permasalahan dan perilaku negatif yang ada pada penerima manfaat disebabkan oleh adanya pikiran dan keyakinan yang irasional. Bimbingan dan konseling tersebut dilaksanakan dengan mengedepankan etika konseling serta dalam suasana yang humanis dan terapeutik agar memberikan kenyamanan dan pengaruh pada diri penerima manfaat. 122 | Muhamad Abdul Kohar, Imam Mujahid – Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan Tindak lanjut pasca bimbingan dan konseling menjadi penting untuk memastikan pengaruh dari bimbingan dan konseling dengan pendekatan REBT menetap pada diri penerima manfaat. Kepada penerima manfaat, hendaknya mengembangkan keterampilan berpikir dan berkeyakinan yang rasional untuk memunculkan perilaku rasional yang positif dalam merespon permasalahan hidup, serta menggunakan keterampilan yang telah diajarkan di Panti Pelayanan Sosial Wanita ”Wanodyatama” Surakarta sebagai penunjang dan alat pemenuhan kebutuhan hidup. DAFTAR PUSTAKA Aisyiyah, N. 2014. “Upaya Mengurangi Kecemasan Menghadapi Ujian Melalui Konseling Rasional Emotif Teknik Relaksasi Pada Siswa”. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling, 84 – 93. Amaliyah, K.A., & Palila, S. 2015. “Efektivitas Rational Emotive Behvaior Training Terhadap Penurunan Kecemasan Menyusun Skripsi Mahasiswa”. Jurnal Intervensi Psikologi 7, 2 : 143 – 157. Corey, G. 2013. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama. Denzin, Norman & Lincoln Yonna S. 2000. Handbook Of Qualitative Research. (Second Edition) London: Sage Publication Inc. Erford, Bradley T. 2017. 40 Teknik Yang Harus Diketahui Setiap Konseling Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ibrahim. 2015. Metodologi Penlitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Komalasari, G., Wahyuni, E., & Karsih. 2014. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks. Mashudi, E.A. 2016. “Konseling Rational Emotive Behavior dengan Teknik Pencitraan untuk Meningkatkan Resiliensi Mahasiswa Berstatus Sosial Ekonomi Lemah”. Jurnal Psikopedagogia 5, 1: 66 – 78. Siburian, E., Karyono, Kaloeti, D.V.S. 2010. “Pengaruh Rational Emotive Behavioral Therapy Dalam Menurunkan Kecemasan Menghadapi Masa Depan Pada Penyalahguna NAPZA di Panti Rehabilitasi”. Jurnal Psikologi UNDIP 7, 1: 40 – 49. – Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2017 | 123 Stevani, H., Mudjiran, & Iswari, M. 2016. “Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy Untuk Mengatasi Kecemasan Mahasiswa”. Konselor 5, 1: 1 – 23. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sulistyarini, M.J. 2014. Dasar – Dasar Konseling, Panduan Lengkap memahami Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Konseling, Jakarta : Prestasi Pustakarya. Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Nasional.