JURNAL AL-BALAGH_Vol.2 no.2-2 2017 WORLD MUSLIMAH SEBAGAI BUDAYA POPULER DALAM BINGKAI MEDIA ONLINE ISLAM Izziya Putri Ananda Pascasarjana Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Keywords: arrahmah.com, Framing, Online Media, World Muslimah http://ejournal.iain-surakarta.ac.id/index.php/al-balagh © 2017 IAIN Surakarta ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Alamat korespondensi: e-mail: izziya.putri@gmail.com Abstract World Muslimah is a beauty contest set up by Eka Shanty and aimed as a forum for women in veil to join the beauty queens contest, especially by highlighting the side of spiritualism in women. However, the contest attracts criticism from online media, one of them is arrahmah.com, which is one of the popular online Islamic media with high number of visitors. This research aims to know the framing of arrahmah.com media against the World Muslimah beauty contest. The authors use Pan and Kosicki framing theory to analyze the media ideology to the construction of the reality that is raised. Methodically, this article is a qualitative study based on literature research. From this research, it can be seen from the media perspective through the subjective side of the author, which states that this a beauty contest event is not taught in Islam and women who follow the event is considered to have taken off her side of virtuousness. World Muslimah adalah kontes kecantikan yang didirikan oleh Eka Shanty dan bertujuan sebagai wadah bagi para perempuan berhijab guna mengikuti kontes ratu kecantikan, terutama dengan menonjolkan sisi spiritualisme perempuan. Namun demikian, kontes ini menuai kritik dari sejumlah media online, salah satunya arrahmah. com. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembingkaian media arrahmah.com terhadap kontes kecantikan World Muslimah. Penulis menggunakan teori pembingkaian Pan dan Kosicki untuk menganalisis ideologi media terhadap konstruksi realitas yang dimunculkan. Secara Abstrak DOI Number 10.22515/ balagh.v2i2.983 166 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer metodis, artikel ini merupakan penelitian kualitatif yang didasarkan pada penelitian pustaka. Dari penelitian ini, dapat diketahui sudut pandang media melalui sisi subjektif dari penulis yang menyatakan bahwa sebuah ajang kontes kecantikan tidak diajarkan dalam Islam dan perempuan yang mengikuti ajang tersebut dipandang telah menanggalkan sisi kesalihannya. I. PENDAHULUAN Berkembangnya media menjadi indikasi yang menunjukkan perkembangan zaman yang semakin maju. Bukan hanya dari bidang teknologi, budaya dalam hal ini juga terkena implikasinya. Salah satunya adalah pengapdosian budaya Barat yang bagi umat Islam dianggap tidak sesuai syariat, walaupun sebagian ada yang disyariatkan. Misalnya, terdapat sebuah ajang yang fenomenal yang diadopsi dari budaya Barat, yaitu World Muslimah. World Muslimah diadopsi dari kontes kecantikan Miss Universe atau Miss World. Berbeda dengan Miss Universe dan Miss World yang fokus kepada pengetahuan umum dan pakaian yang lebih terbuka, World Muslimah ini diusung dengan konsep 3S (Sholeha, Smart, Stylish). Selain itu dalam hal berpakaian lebih tertutup sesuai dengan syariat Islam atau dengan kata lain menutup aurat. Ajang pemilihan Muslimah ini dicetuskan oleh Eka Shanty sebagai bentuk apresiasinya terhadap wanita. Menurutnya, ajang tersebut dapat mencetak generasi Muslimah yang mampu berprestasi di masyarakat (Muftiarini, 2013). Munculnya World Muslimah sebagai ajang pemilihan Muslimah nyatanya menuai pro dan kontra. Banyak pihak yang mempermasalahkan label “Muslimah” yang melekat pada pemilihan ini (Ayu, 2016). Salah satunya karena dianggap perempuan menjadi “konsumsi” laki-laki dengan mempertontonkan kecantikan fisik melalui keikutsertaannya dalam ajang pemilihan tersebut. Media online yang memiliki ideologi tertentu pun juga turut mengkritik World Muslimah ini, salah satunya adalah arrahmah.com, yang mengkritik dengan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap agenda ini melalui artikel yang diunggah di website, yaitu World Muslimah Budaya Latah dan World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah. Kata Kunci: arrahmah.com, Pembingkaian, Media Online, World Muslimah – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 167 Arrahmah.com termasuk salah satu media Islam online populer dengan jumlah pengunjung yang tinggi, yakni sejumlah 705.070 pengunjung, dimana jumlah ini meningkat sebanyak 36,87% dari bulan sebelumnya. Pada peringkat dunia, situs arrahmah.com menduduki peringkat 57,167 dan di Indonesia menduduki peringkat 792 (https://www. similarweb.com, n.d.). Dari data ini, dapat dilihat bahwa meningkatnya jumlah pengunjung arrahmah.com pada akhirnyamampu mempengaruhi naiknya peringkat website. Dengan demikian, media Islam online arrahmah. com, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang sudah maju, dapat membentuk opini pembaca dan atau masyarakat terhadap sebuah penafsiran Alquran. Sebagai sebuah media, tidak bisa dipungkiri bahwa arrahmah. com dapat membentuk opini pembaca melalui artikel yang diunggah di website. Hal ini menjadi menarik dan penting ketika dianalisis secara lebih jauh. Apalagi muncul klaim pada tahun 2013, dimana arrahmah.com dipandang sebagai website jihad yang populer di Indonesia, yang memiliki 200.000 pembaca tetap pada setiap artikelnya (Ken, 2016). Namun, agar lebih spesifik, artikel ini akan diarahkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana media online arrahmah.com membingkai artikel tentang ketidaksetujuannya terhadap World Muslimah. Dalam hal ini, meski sumber data merujuk pada bentuk artikel media, tetapi mengenai pencantuman artikel terkait di dalam media online arrahmah.com, secara tidak langsung mampu merepresentasikan bagaimana sudut pandang atau angle dari media terhadap pembingkaian World Muslimah. II. METODE PENELITIAN Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Analisis ini digunakan untuk menganalisis ideologi media saat mengkonstruksi fakta (Sobur, 2012) dengan mencermati seleksi isu, penonjolan pada isu, dan pertautan fakta ke dalam berita agar 168 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer lebih bermakna, lebih menarik, lebih mudah diingat, lebih berkesan, dan bertujuan untuk menggiring interpretasi masyarakat. Secara metodis, artikel ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang didasarkan pada penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Penelitian jenis ini bertujuan untuk mengungkapkan gejala secara holistic-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci (Sugiarto, 2015). Objek penelitian ini adalah pandangan media online arrahmah.com terhadap fenomena World Muslimah. Lebih lanjut, artikel yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah artikel World Muslimah Budaya Latah tulisan Naila Ridla dan World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah tulisan Syahrul Efendi D. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori framing yang digagas oleh Pan dan Kosicki, dengan perangkat framing yang dibagi ke dalam empat struktur besar, yaitu: 1. Sintaksis Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dan bagian berita (headline, lead, latar informasi, sumber, dan penutup) dalam suatu kesatuan teks berita secara keseluruhan (Eriyanto, 2002). Sintaksis mempunyai fungsi untuk mengantarkan pembaca kepada ide yang ingin dikemukakan oleh wartawan dan dapat memunculkan asumsi sementara dari pembaca. Sintaksis terdiri dari headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan dan penutup. 2. Skrip Bentuk umum dari unsur penulisan berita atau skrip adalah pada 5W+1H (who, what, where, when, why, dan how). Meskipun pola ini tidak selalu ditampilkan, kategori informasi ini yang diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan (Eriyanto, 2002). What berarti peristiwa apa yang dilaporkan kepada khalayak. Who yang berarti siapa yang menjadi – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 169 pelaku dalam peristiwa berita itu. When berarti kapan berita itu terjadi. Where berarti di mana peristiwa itu terjadi. Why adalah alasan mengapa peristiwa yang diberitakan itu terjadi. How berarti bagaimana jalan peristiwa itu terjadi. 3. Tematik Bagi Pan dan Kosicki, struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Bagaimana kalimat yang dipakai, bagaimana menempatkan, dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan (Eriyanto, 2002). Perangkat dari struktur tematik adalah koherensi, yaitu pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau preposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi yang terdiri dari beberapa macam, yaitu: Pertama, koherensi sebab-akibat, yaitu kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari kalimat lainnya. Umumnya proposisi ini ditandai dengan kata hubung “sebab” atau “karena”. Kedua, koherensi penjelas, yaitu kalimat satu dilihat sebagai penjelas terhadap kalimat yang lain. Umumnya ditandai dengan kata hubung “dan” atau “lalu”. Ketiga, koherensi pembeda, yaitu kalimat satu dipandang sebagai kebalikan dari kalimat lainnya. Umumnya ditandai dengan kata hubung “dibandingkan” atau “sedangkan” (Eriyanto, 2002). 4. Retoris Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, menonjolkan sisi tertentu berita dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran. Ada beberapa elemen struktur retoris, yaitu leksikon, grafis, dan metafora (Eriyanto, 2002). 170 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer III. SEKILAS TENTANG WORLD MUSLIMAH Ajang World Muslimah diselenggarakan oleh World Muslimah Foundation yang secara khusus didirikan oleh Hj. Eka Triyatna Shanty, Hj. Sylvia Djardjis Husman, Hj. Ningrum Maurice, dan Hj. Ofiyati Sobriyah, S.H (Miasih, 2014) pada tanggal 1 Agustus 2011 (www.facebook.com, n.d.). World Muslimah Foundation adalah sebuah organisasi internasional dengan sebuah proyek yang menciptakan inisiatif untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, dengan berpusat pada sumberdaya manusia, dan untuk meningkatkan persamaan bagi wanita Muslim dan anak perempuan melalui pemberian akses efektif melalui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (www.facebook.com, n.d.). Misi dari World Muslimah Foundation ini adalah menjadi perantara yang “ramah” dalam komunikasi antar dunia Muslim dan masyarakat secara umum. Khususnya pada bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam rangka menciptakan dunia yang lebih harmonis. Yayasan ini tidak didirikan karena sentimen keagamaan, melainkan karena ketertarikan pada berbagai isu yang menyelimuti dunia perempuan, khususnya pada perempuan muslim (Muslimah) (www.facebook.com, n.d.), yaitu: 1. Perempuan Muslim dengan kurangnya akses pendidikan. 2. Perempuan Muslim yang memiliki peran penting dalam keluarga, yaitu sebagai tulang punggung keluarga. 3. Perempuan Muslim yang memiliki potensi tinggi, tetapi tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkannya. 4. Perempuan Muslim yang terlantar. 5. Perempuan Muslim yang mengungsi akibat bencana atau konflik. Dalam artikel yang diakses pada laman facebook resminya, disebutkan bahwa World Muslimah yang digelar oleh World Muslimah Foundation memiliki visi 3S (Smart, Sholeha, Stylish). Sholeha merupakan akronim dari Sincerity, Honesty, Organize, Lovely, Emphatic, Humble, dan Affirmative-positive thinking, tujuh kata ini dianggap sebagai karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang Muslimah. Sedangkan Stylish bukan berarti gaya dalam hal fashion – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 171 saja, namun kepada life style seorang Muslimah. Stylish dijabarkan sebagai tujuh “F”, yaitu I wear Islamic fashion, I deal with Islamic Finance, I consume halal food, I study an Islamic fundamental education, I empowered by Islamic Fund, I entertained by Islamic festive tourism, dan I donate to foundation (Miasih, 2014). IV. ARRAHMAH.COM SEBAGAI MEDIA ONLINE ISLAM Arrahmah.com adalah salah satu media online yang memberikan informasi tentang pengetahuan berbasis Islam. Arrahmah.com merupakan sebuah jaringan media Islam yang bertujuan memberikan informasi berimbang tentang Islam dan dunia Islam di tengah-tengah arus informasi modern dan globalisasi dengan visi menebarkan Islam sebagai rahmatan lil alamin, mencerahkan, dan mencerdaskan umat, serta meneladani generasi terbaik umat (Salafus Shaleh) (www.arrahmah.com, n.d.). Media online arrahmah.com adalah media online yang dibentuk oleh Muhammad Jibriel Abdul Rahman, anak dari Abu Jibril, salah satu anggota Islam garis keras di Indonesia (Rahman, 2016). Arrahmah.com merupakan anak perusahaan dari Arrahmah Media Network, yaitu sebuah jaringan media Islam yang bertujuan memberikan informasi berimbang tentang Islam dan dunia Islam di tengah-tengah arus informasi modern dan globalisasi. Arrahmah Media Network dalam aktivitasnya berupaya mengembangkan strategi jurnalisme investigatif, argumentatif, serta persuasif. Investigatif dalam artian berimbang dengan konsep tabayyun. Argumentatif yang berarti mengedepankan argumentasi kuat sekaligus ilmiah, yang bersumber dari Alquran dan As-Sunnah tanpa meninggalkan realitas kekinian. Persuasif dalam makna berupaya untuk mengajak serta membuka diri terhadap seluruh komponen umat kepada kebaikan (www. arrahmah.com, n.d.). Visi dari arrahmah.com adalah menebarkan Islam sebagai rahmatan lil alamien, mencerahkan dan mencerdaskan umat, serta meneladani generasi terbaik umat (Salafus Shaleh). Sedangkan misi dari arrahmah.com adalah dakwah menuju tatanan dunia yang lebih baik dan membangun 172 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer jaringan kerjasama secara luas demi tegaknya izzul Islam wal muslimin (www. arrahmah.com, n.d.). Namun demikian, arrahmah.com dipandang sebagai website yang mengandung muatan negatif sekaligus penggerak paham radikalisme atau simpatisan radikalisme sehingga menjadikannya sebagai salah satu website yang pernah diblokir pemerintah. Namun, selanjutnya pada 9 April 2015, pemerintah mengaktifkan kembali 12 situs Islam yang diblokir, termasuk arrahmah.com. Alasannya karena pihak pengelola situs telah menemui bagian Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (FPSIBN) untuk berdiskusi dan meminta pemerintah untuk menormalkan kembali situs yang telah diblokir. Kemudian pemerintah membuka kembali situs, tetapi dengan syarat masih dalam pantauan FPSIBN (Siagan dan Sumari, 2015). V. MEMBACA ULASAN ARRAHMAH.COM TENTANG WORLD MUSLIMAH SECARA KRITIS Pada dasarnya, World Muslimah yang diklaim berbeda dengan Miss World, mengusung 3S (Sholeha, Smart, Stylish). Dalam konsepnya, pemenang World Muslimah tidak hanya menjadi duta fashion saja, tetapi juga menjadi duta kemanusiaan yang memiliki 5 misi sosial, diantaranya berperan aktif untukmembantu Muslimah lain guna memperoleh kemudahan akses pendidikan, membantu para pengungsi yang terlantar, serta mendukung para Muslimah yang berpotensi besar tetapi tidak memiliki kesempatan. Terkait dengan ulasan dalam arrahmah.com, ketidaksetujuan media online arrahmah.com terhadap World Muslimah dimunculkan melalui artikel tulisan Naila Ridla yang berjudul World Muslimah Budaya Latah. Artikel ini muncul pada tanggal 17 September 2013 dan diunggah oleh A. Z. Muttaqin. Selain itu, ketidaksepakatan arrahmah.com terhadap kontes World Muslimah juga tereksplisit dalam artikel World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah. Artikel ini ditulis oleh Syahrul Efendi D. pada tanggal 19 September 2013, dua hari setelah artikel sebelumnya milik Naila Ridla diunggah. – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 173 Awalnya, World Muslimah bernama World Muslimah Beauty. Namun demikian, meski kata “beauty” telah dihilangkan, tak bisa dipungkiri bahwa sisi kecantikan secara fisik dari para Muslimah tetap diperhitungkan. Misalnya adalah ketika ada seorang Muslimah yang dapat menghafal 30 Juz, tetapi berbibir sumbing, memiliki gigi yang tidak beraturan, pincang saat berjalan, atau bahkan berusia lebih dari 30 tahun, pada akhirnya tidak dapat mengikuti ajang ini. Sosok Muslimah yang dicari dalam ajang World Muslimah adalah seorang perempuan yang sholeha, smart, dan stylish, dimana konsep kesalihan seorang perempuan adalah mencakup keseluruhan pikiran, ucapan, dan perbuatan. Di satu sisi, keseluruhan hal tersebut tidak dapat dinilai hanya dengan aktivitas mengaji bersama saat masa karantina saja. Penulis menyatakan bahwa Muslimah yang mengikuti ajang World Muslimah pada akhirnya justru telah ”merenggut” kesalihannya sebagai seorang Muslimah karena secara sadar telah memilih untuk memamerkan kecantikannya kepada juri dan penonton, yang dalam hal ini juga dihadiri oleh sejumlah laki-laki, lengkap dengan pemakaian make up, wewangian, serta berjalan di atas catwalk yang bertujuan untuk menarik perhatian. Hal inilah yang kemudian dianggap sebagai tabarruj yang dilarang dalam Islam. Lebih jelas, ulasan dalam media arrahmah.com merujuk pada hadis untuk memperkuat pernyataannya, yaitu: Rasulullah SAW bersabda, “Seorang wanita yang mengenakan wewangian kemudian melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka wanita tersebut adalah seorang pelacur.” [HR An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad]. Rasulullah SAW bersabda, “Wanita mana saja yang berwangi- wangian lalu keluar, dan melewati satu kaum sehingga mereka mencium baunya, maka wanita itu pezina, dan setiap mata berbuat zina.” [HR An- Nasa’i ]. Untuk kategori smart, penulis menjelaskan bahwa seorang Muslimah yang cerdas tidak serta mertadibuktikan melalui jawaban-jawaban saat menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh juri, tetapi perlu pembuktian 174 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer lewat cobaan dan ujian hidup yang teraplikasi dalam tindakan nyata. Pernyataan ini diperkuat oleh QS. al-Ankabut [29]: 2-3), yaitu: Allah SWT berfirman, “Apakah manusia menyangka bahwa mereka dibiarkan berkata: “Kami beriman,” tanpa diberi cobaan sedikitpun? Sungguh orang-orang mukmin dahulu telah Kami beri berbagai cobaan. Dengan cobaan-cobaan itu Allah tampakkan siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang palsu imannya.” (QS. al- Ankabut [29] : 2-3). Lebih jauh lagi, apabila seorang Muslimah adalah seorang yang cerdas (smart), maka ia tidak mempertontonkan kecantikan dan kepintarannya agar dikagumi. Selanjutnya adalah kriteria ketiga, yakni stylish, yang berarti sebagai gaya hidup di dalam Islam. Dalam Islam, gaya hidup seorang Muslimah harus sesuai dengan hukum syariat-Nya. Sementara dalam World Muslimah, gaya hidup yang dimaksud dimungkinkan merujuk pada gaya hidup selama dikarantina, yang pada dasarnya dapat dikondisikan sesuai kebutuhan. Menilik pada ajang World Muslimah sebagai salah satu produk media, tak dapat dipungkiri bahwa dalam konsep produk media ini, adanya muatan kapitalisme mungkin saja muncul di dalamnya. Melalui konsep utama bahwa pasar adalah tujuan utama sebuah media hidup, maka dalam hal ini, sisi lain World Muslimah yang berupaya menawarkan nilai berbeda atas sejumlah ajang kecantikan lainnya, pada akhirnya memberikan angin segar bagi media yang menayangkan guna meraup keuntungan. Banjir iklan, rating tinggi, sampai pada maraknya masyarakat yang menyaksikan kontes kecantikan ini turut menjadi penghias dalam bentuk kemasan komodifikasi agama dalam tayangan media. Uraian di atas, salah satunya dimunculkan dalam artikel World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, terutama dalam paragraf pertama tulisan Syahrul Efendi. Dinyatakan bahwa : “Satu watak kapitalisme ialah tidak pernah berhenti dan selalu menemukan cara untuk mengakali, memanipulasi, dan mengeksploitasi publik demi pertumbuhan kapital. Dan itulah yang – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 175 mereka lakukan kepada publik Muslim dewasa ini. Publik Muslim dengan tololnya menerima begitu saja kriteria-kriteria syariah versi kapitalisme,” Muncul istilah “syariah kapitalisme” yang dapat diartikan sebagai kemasan syariah berkonten kapitalisme atau muatan kapitalisme dalam bingkai syariah. Dalam hal ini, konsep syariah kapitalisme mengarah pada bentuk komodifikasi agama melalui media. Dengan mengemas komodifikasi produk media dengan daya tarik agama, maka dengan kondisi dan konteks masyarakat saat ini, dapat dikatakan mudah bagi media untuk masuk ke dalam mind masyarakat guna menyampaikan pesan ataupun sudut pandang media dalam mengemas pentingnya tayangan pada ajang World Muslimah tersebut. Dikatakan bahwa dalam ajang World Muslimah, perempuan Muslimah dikonstruksi sebagai sosok yang peduli terhadap kemanusiaan. Namun demikian, sebenarnya tanpa adanya kontes Muslimah ini, sudah banyak wanita salihah yang peduli dengan sesamanya. Pendapat ini diperkuat dengan adanya ayat Alquran, yaitu: Allah berfirman, “Tolong-menolonglah kalian untuk berbuat kebajikan dan ketaatan. Janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al Maidah [5]: 2). “Segeralah kalian melakukan kebajikan-kebajikan yang diperintahkan Allah kepada kalian. Dimanapun kalian berada, Allah pasti akan mengumpulkan kalian di akhirat. Allah Mahakuasa melakukan apa saja “ (QS. al-Baqarah [2]: 148). Kesimpulan dari artikel World Muslimah Budaya Latah adalah fenomena World Muslimah dipandang tidak mengikuti syariat. Selain itu, budaya ini tidak pernah diajarkan dalam Islam. Lebih jelas, analisis terhadap artikel dalam media arrahmah.com antara lain adalah sebagai berikut: Perangkat Framing Hasil Pengamatan I. Sintaksis Headline World Muslimah Budaya Latah dan World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah 176 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer Lead Penyelenggaraan World Muslimah di Jakarta pada tanggal 18 September 2013 yang diasumsikan sebagai ajang tandingan Miss World. (World Muslimah Budaya Latah, 17 September 2013) Satu watak kapitalisme ialah tidak pernah berhenti, dan selalu menemukan cara untuk mengakali, memanipulasi, dan mengeksploitasi publik demi pertumbuhan kapital. Dan itulah yang mereka lakukan kepada publik Muslim dewasa ini. Publik Muslim dengan tololnya menerima begitu saja kriteria-kriteria syariah versi kapitalisme. (World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, 19 September 2013) Latar Informasi World Muslimah diklaim berbeda dengan Miss World, yaitu selain mengusung penilaian 3S (Sholeha, Smart, dan Stylish), pemenang dari ajang kontes kecantikan Muslimah ini juga memiliki misi sosial yang diembannya. Hanya saja perlu tolak ukur yang jelas dan sesuai syariat karena dalam kontes kecantikan, tak bisa dipungkiri, sisi kecantikan secara fisik tetap menjadi atribut utama dalam penilaian. Hal ini dapat menggugurkan predikat “sholeha” pada diri seorang Muslimah. (World Muslimah Budaya Latah, 17 September 2013) Setelah mereka berhasil memanipulasi bank syariah sebagai instrumen kapitalisme, kini yang teranyar mereka pun tengah memanipulasi event kontes kecantikan perempuan dengan label World Muslimah. Pembandingnya tentulah Miss World yang terkenal itu. Seolah mereka hendak menyampaikan pesan: “Tidak perlu repot-repot. Anda tetap dapat menikmati indahnya perempuan, tanpa harus melanggar syariat.” Persis seperti yang mereka buat terhadap Bank Syariah. Masalahnya, benarkah hal itu tidak melanggar syariat? (World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, 19 September 2013) Kutipan Sumber Menyantumkan hadis riwayat an-Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad. Selain itu juga dicantumkan firman Allah, yaitu: QS. al-‘Ankabut (29): 2-3, QS. al- Maidah (5): 2, dan QS. al-Baqarah (2): 148. (World Muslimah Budaya Latah, 17 September 2013) Pernyataan Penulis Naila Ridla dalam World Muslimah Budaya Latah mengemukakan sejumlah alasan mengenai ketidaksetujuannya terhadap ajang World Muslimah dengan menyantumkan dalil-dalil Alquran dan Hadis, yaitu: – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 177 • Rasulullah SAW bersabda, “Seorang wanita yang mengenakan wewangian kemudian melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka wanita tersebut adalah seorang pelacur.” [HR An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad]. • Wanita mana saja yang berwangi-wangian lalu keluar, dan melewati satu kaum sehingga mereka mencium baunya, maka wanita itu pezina, dan setiap mata berbuat zina [HR An- Nasa’i]. • Allah SWT berfirman, “Apakah manusia menyangka bahwa mereka dibiarkan berkata: “Kami beriman,” tanpa diberi cobaan sedikitpun? Sungguh orang-orang mukmin dahulu telah Kami beri berbagai cobaan. Dengan cobaan-cobaan itu Allah tampakkan siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang palsu imannya.” (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3). • Allah berfirman, “Tolong-menolonglah kalian untuk berbuat kebajikan dan ketaatan. Janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al Maidah: 2). • “Segeralah kalian melakukan kebajikan-kebajikan yang diperintahkan Allah kepada kalian. Dimanapun kalian berada, Allah pasti akan mengumpulkan kalian di akhirat. Allah Mahakuasa melakukan apa saja “ (QS. Al-Baqoroh: 148). (World Muslimah Budaya Latah, 17 September 2013) Syahrul Efendi dalam tulisannya World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, menyatakan ketidaksetujuannya dengan ajang World Muslimah karena adanya muatan bisnis dan komodifikasi agama yang dibawa oleh ajang tersebut. Uraian ini dapat dilihat dari pernyataan Syahrul Efendi dalam kutipan sebagai berikut: "Demikian pun dengan World Muslimah yang diadakan di Indonesia dewasa ini. Kita bisa pastikan bahwa motif kontes tersebut semata- mata bisnis, tapi dengan seenaknya memanipulasi simbol-simbol Islam untuk meraih perhatian publik. Kalau bukan bisnis, tentulah mereka tidak akan mencari-cari sponsor dan menonjolkan logo sponsor itu di setiap media yang mereka gunakan. 178 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer Prinsip sponsor ialah hanya akan mendukung suatu acara, jika benar-benar memberikan keuntungan, baik terhadap citra lembaga mereka, maupun lainnya," (World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, 19 September 2013) Penutup Menjelaskan bahwa ajang kontes World Muslimah tidak pernah diajarkan dalam Islam. (World Muslimah Budaya Latah, 17 September 2013) Menyatakan bahwa pada akhirnya komodifikasi agama dalam World Muslimah mengindikasikan adanya perkawinan bentuk konsep kapitalisme agresif dengan konsep syariah di Indonesia. (World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, 19 September 2013) II. Skrip What World Muslimah Budaya Latah dan World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah Where - When 17 September 2013 dan 19 September 2013 Who World Muslimah Why World Muslimah diklaim berbeda dengan Miss World dengan mengusung penilaian 3S (Sholeha, Smart, dan Stylish), dalam hal ini juga termasuk mengenakan pakaian yang syar’i dan menutup aurat, serta memiliki misi sosial yang diemban oleh pemenang World Muslimah. Meskipun begitu, kecantikan fisik, tak dapat dipungkiri, menjadi atribut utama dalam penilaian. Hal ini, menurut Naila Ridla, ajang World Muslimah memiliki kerancuan karena bertentangan dengan syariat. (World Muslimah Budaya Latah, 17 September 2013) World Muslimah dinyatakan sebagai salah satu kontes kecantikan perempuan berlabel Islam. Dalam hal ini, World Muslimah dinyatakan sebagai instrumen kapitalisme layaknya Bank Syariah, yang mana menyampaikan pesan bahwa : “Tidak perlu repot-repot. Anda tetap dapat menikmati indahnya perempuan, tanpa harus melanggar syariat.” (World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, 19 September 2013) – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 179 How Mencantumkan ayat Alquran dan Hadits dalam memaparkan ketidaksetujuannya tentang konsep penilaian dari World Muslimah. (World Muslimah Budaya Latah, 17 September 2013) Menguraikan serta menganalisis bagaimana World Muslimah yang diadakan di Indonesia merupakan sebuah ajang kecantikan yang turut membawa motif bisnis. Dalam hal ini, motif bisnis tersebut dipandang sebagai ajang yang memanipulasi simbol-simbol Islam, salah satunya hijab, untuk menarik perhatian masyarakat. (World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, 19 September 2013) III. Tematik Koherensi: Paragraf, Preposisi, Hubungan antar kalimat Merujuk pada artikel pertama, World Muslimah Budaya Latah, menekankan adanya aspek tematik bahwa konsep World Muslimah pada dasarnya tidak pernah diajarkan dalam Islam. • Paragraf pertama, memaparkan tentang munculnya World Muslimah yang dianggap sebagai event tandingan dari Miss World. • Paragraf kedua, memaparkan tentang perbedaan penilaian pada World Muslimah. Jika pada Miss World yang dinilai adalah 3B (Brain, Beauty, Behavior), sedangkan pada World Muslimah, menurut pernyataan dari Eka Shanty selaku CEO dari World Muslimah, yang dinilai adalah 3S (Smart, Sholeha, Stylish). Selain itu, yang terpilih sebagai pemenang juga akan menjadi duta kemanusiaan. • Paragraf ketiga, pernyataan lebih lanjut oleh Eka Shanty tentang 5 misi sosial yang diemban oleh pemenang World Muslimah. • Paragraf keempat, memaparkan tentang pengklaiman bahwa World Muslimah berbeda dengan Miss World karena pakaian yang dikenakannya menutup aurat dan syar’i. • Paragraf kelima, memaparkan tentang kecantikan fisik tetap menjadi atribut utama dalam penilaian meskipun kata beauty sudah tidak disematkan pada World Muslimah. Disini dijelaskan bahwa Muslimah yang tidak cantik seperti sumbing, gigi tidak beraturan, pendek tidak bisa mengikuti acara ini. • Paragraf kelima, memaparkan tentang kategori umur finalis yang mengikuti ajang World Muslimah harus dibawah 30 tahun tang secara kasat mata berada pada kondisi “paling menarik”. 180 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer • Paragraf keenam, memaparkan tentang penilaian 3S pada Muslimah dalam World Muslimah sangat tak cukup hanya dinilai dari aktifitas mengaji bersama dan saat dalam masa karantina yang hanya beberapa hari. • Paragraf ketujuh, memaparkan tentang mengikuti ajang World Muslimah dapat menggugurkan predikat salihah pada dirinya karena finalis Muslimah telah memilih dengan sadar untuk memamerkan kecantikannya. Karena tidak layak bagi seorang Muslimah yang sholehah membanggakan dan melombakan kecantikan diri yang datangnya dari Allah. Lagipula “sholehah” hanya dipandang Allah hanya berdasarkan taqwa, bukan cantiknya, apalagi menangnya pada kontes Muslimah. • Paragraf kedelapan, memaparkan bahwa jika benar “sholehah” yang diusung pada Miss World, maka seharusnya tidak ada aksi berjalan lengak-lenggok di atas catwalk yang tentunya agar menarik perhatian, sementara banyak laki-laki non-muhrim yang menatap dengan penuh kekaguman. • Paragraf kesembilan, memaparkan tentang terdapat tabarruj dalam World Muslimah karena peserta memakai make up, lipstik dan wewangian. Meskipun menutup aurat, hal tersebut dilarang dalam Islam, karena menurut Islam, bersolek hanya boleh dilihat oleh suami atau mahrom. Pernyataan ini dikuatkan dengan dalil hadis yang mengatakan bahwa seorang wanita yang mengenakan wewangian kemudian melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka wanita tersebut adalah seorang pelacur. Hadis ini diriwayatkan oleh An-Nasa’i. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Selain itu juga menyantumkan hadis riwayat an-Nasa’I yang mengatakan bahwa Wanita mana saja yang berwangi- wangian lalu keluar, dan melewati satu kaum sehingga mereka mencium baunya, maka wanita itu pezina, dan setiap mata berbuat zina. • Paragraf kesepuluh, memaparkan tentang smart. Smart dalam Islam tak sekedar pintar dan cerdas saat menjawab berbagai macam pertanyaan, tetapi perlu pembuktian lewat cobaan hidup yang teraplikasi dalam tindakan nyata. Hal ini diperkuat dengan firman Allah: “Apakah manusia menyangka bahwa mereka dibiarkan berkata: “Kami beriman,” tanpa diberi cobaan sedikitpun? Sungguh orang-orang mukmin dahulu telah Kami beri berbagai cobaan. – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 181 Dengan cobaan-cobaan itu Allah tampakkan siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang palsu imannya.” (QS. Al-Ankabut [29]: 2-3). • Paragraf kesebelas, memaparkan tentang pengaplikasian smart pada perilaku keseharian sebagai amalan yang ikhlas, ridho, dan tidak riya. Orang smart berpikir jauh kedepan, bahkan kepada kehidupan setelah kematian. Bukan justru dipertontonkan dan dinilai orang yang pasti terdapat laki-laki. Hal ini dianggap telah merelakan diri dibenci dan dilakanat Allah. • Paragraf kedua belas, memaparkan tentang stylish yang dalam Islam gaya hidup seseorang harusnya terlihat nyata dari ucapan dan perbuatannya selama ia hidup, sementara dalam World Muslimah gaya hidup bisa saja dibuat-buat. Bahkan memilih dengan sadar mengadakan, menyelenggarakan dan mengikuti World Muslimah pun adalah bagian dari gaya hidup Muslimah yang tak sesuai dengan syari’ah. • Paragraf ketiga belas, memaparkan tentang tanpa adanya ajang World Muslimah, banyak wanita sholehah yang peduli terhadap sesamanya. Bukan dengan ajang World Muslimah akan menghasilkan wanita yang peduli dengan kemanusiaan. Tanpa World Muslimah pun banyak wanita yang memiliki stylish Islam karena wanita sholehah hanya mengharap penilaian Allah semata, bukan dari penilaian manusia. Peduli dan tolong-menolong terhadap sesama pun dapat dilakukan kapan pun. Pernyataan ini dikuatkan dengan firman Allah: “Tolong-menolonglah kalian untuk berbuat kebajikan dan ketaatan. Janganlah kalian tolong- menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2) “Segeralah kalian melakukan kebajikan- kebajikan yang diperintahkan Allah kepada kalian. Dimanapun kalian berada, Allah pasti akan mengumpulkan kalian di akhirat. Allah Mahakuasa melakukan apa saja.” (QS. Al- Baqoroh: 148). • Paragraf keempat belas, memaparkan tentang kesimpulan yang menjelaskan bahwa ajang kontes wanita tak pernah diajarkan dalam Islam. Hanya Allah yang dapat menilai hamba-Nya dan yang mencatat hanyalah malaikat Raqib dan Atid bukanlah manusia. 182 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer • Paragraf kelima belas, mengemukakan pernyataan dari Eka Shanty yang mengatakan bahwa meski berlabel World Muslimah, tetapi terdapat beberapa bintang tamu tidak berhijab yang mengisi acara tersebut. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sholeha, smart, dan stylish tidak hanya dipakai oleh perempuan berhijab saja, tetapi juga dapat dipakai oleh perempuan manapun, agama apapun. • Paragraf keenam belas, pernyataan yang dikembalikan kepada pembaca. Selanjutnya pada artikel kedua, World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, dinyatakan bahwa aspek ajang World Muslimah dianalogikan sebagai bentuk tayangan yang memuat aspek bisnis dan kapitalisme sehingga sarat akan bentuk komodifikasi agama. • Paragraf pertama, menjelaskan tentang muatan kapitalisme yang disinyalir menyerang para umat Muslim, salah satunya melalui ajang kecantikan yang menawarkan kriteria syariah dalam versi kapitalisme. • Paragraf kedua dan ketiga merujuk pada analogi tayangan World Muslimah dengan Bank Syariah, dimana keduanya sama halnya dipandang sebagai instrumen kapitalisme. • Paragraf keempat memaparkan tentang penjelasan World Muslimah sebagai ladang bisnis, yakni melalui manipulasi simbol-simbol Islam untuk menarik dukungan dan perhatian publik. Paragraf keempat ini juga menjelaskan bagaimana salah satu simbol Islam, yakni hijab, justru tidak dipandang berada pada esensi awalnya lagi, melainkan lebih kepada hijab yang dikemas dalam bentuk komodifikasi. Selain itu, penulis menjelaskan bagaimana seorang kontestan dalam World Muslimah justru secara sengaja memamerkan dirinya secara ragawi dan mempublikasikannya secara luas. Hal ini yang kemudian tidak dianggap sesuai dengan hukum dan syariat Islam. • Paragraf kelima menjelaskan adanya peneguhan pernyataan bahwa ajang World Muslimah dinyatakan sebagai bentuk “perkawinan” kapitalisme agresif dengan konsep syariah di Indonesia. – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 183 IV. Retoris Leksikon, grafis dan metafora Penggunaan kata memamerkan, membanggakan, melombakan, laknat, pezina dan pelacur. (World Muslimah Budaya Latah, 17 September 2013) Penggunaan kata “mengakali, memanipulasi, dan mengeksploitasi” dalam konteks publik atau masyarakat terhadap pertumbuhan kepentingan kapital (bisnis). Menggunakan pilihan kata “perkawinan kapitalisme agresif dengan aspek syariah” sebagai bentuk metafora atas bentuk komodifikasi agama, terutama melalui simbol tertentu dalam merepresentasikan perempuan Islam, yakni hijab. (World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, 19 September 2013) Melalui empat dimensi struktural teksdalam analisis framing gagasan Pan dan Kosicki, adanya frame dalam berita berfungsi sebagai organisasi ide yang dihubungkan dengan elemen-elemen berbeda pada sebuah teks berita, seperti kutipan sumber, latar informasi, sampai pada sejumlah pernyataan lengkap dengan pilihan diksi yang digunakan. Terkait artikel World Muslimah Budaya Latah dari Naila Ridla, dapat disimpulkan bahwa media online arrahmah.com sependapat dengan isi dari artikel ini, yaitu tidak setuju dengan penyelenggaraan World Muslimah. Artikel tersebut berupa artikel bebas yang memuat opini penulis mengenai ketidaksetujuannya terhadap ajang World Muslimah yang dinilai tidak sesuai dengan syara’. Lebih lanjut, adanya sejumlah elemen berupa sumber kutipan dipadukan 184 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer dengan mencantumkan sumber referesi ilmiah guna menguatkan konten artikel, terutama dengan dalil-dalil Alquran dan Hadits. Dalam analisis sintaksis, lead dan latar informasi dijelaskan tentang ketidaksetujuan penulis terhadap World Muslimah karena dinilai mengikuti Miss World. Hal ini ditinjau dari tiga hal dasar pelaksanaannya, yaitubahwa penilaian Miss World adalah berdasar 3B (Brain, Beauty, Behaviour), sedangkan World Muslimah mengusung nilai 3S (Sholeha, Smart, dan Stylish). Selain itu, pemenang dari World Muslimah juga diharuskan mengemban misi sosial kemanusiaan yang harus dilakukan. Meski demikian, ajang World Muslimah dinilai penulis tidak mengikuti syariat sehingga Muslimah yang mengikuti ajang ini sebenarnya telah menanggalkan sisi kesalihannya. Di bagian penutup, terdapat kesimpulan dari penulis bahwa sebuah kontes kecantikan pada dasarnya tidak pernah diajarkan dalam Islam, tak terkecuali pada contoh ajang World Muslimah. Terakhir, dilihat dari sisi sintaksis, simpulan artikel yang dianalisis sudah dapat mengantarkan pembaca kepada ide yang dikemukakan oleh penulisterkait pandangan ketidaksetujuannya terhadap penyelenggaraan World Muslimah. Begitu pula dalam artikel World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah, sesuai dengan judul yang diangkat, penulis mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap ajang World Muslimah melalui bentuk analogi dan analisis dalam konteks kapitalisme. Secara tematik dijelaskan bahwa World Muslimah memuat aspek bisnis dan kapitalisme yang bertujuan untuk memodifikasi agama melalui simbol-simbol yang dimanipulasi, salah satunya hijab. Perempuan Islam dikonstruksi sebagai sosok yang harus memiliki ketiga kriteria dalam World Muslimah. Namun demikian, penulis memandang terdapat aspek tersembunyi yang berkenaan dengan motif mengapa World Muslimah ini seolah gencar dilaksanakan. Salah satunya adalah terkait dengan apa yang diistilahkan oleh penulis sebagai bentuk perpaduan kapitalisme agresif dengan aspek syariah Islam di Indonesia, dan hal inilah yang kemudian dijual sebagai bentuk komodifikasi melalui simbol agama. – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 185 Berdasarkan analisis struktur skrip, kedua artikel tidak memenuhi keseluruhan unsur 5W+1H dalam pemberitaannya. Unsur yang tidak tercantum adalah where, yang menunjukkan di mana peristiwa tersebut terjadi. Akan tetapi, ketidaksetujuan terhadap kontes kecantikan Muslimah ini pun dipaparkan dengan tegas, begitupula dengan alasan-alasannya yang beberapa dilengkapi dengan dalil Alquran dan Hadits. Sedangkan berdasarkan analisis struktur tematiknya, arrahmah.com berupaya menginformasikan bahwa World Muslimah sebenarnya tidak diajarkan dalam Islam dan tidak mengikuti syariat agama. Merujuk pada segi koherensi yang melihat kepaduan wacana sehingga bersifat komunikatif dan mengandung sebuah ide (Wijana dan Rohmadi, 2009), adanya pertalian atau jalinan antarkata serta proposisi atau kalimat, terkhusus pada artikel World Muslimah Budaya Latah, ini termasuk dalam koherensi pembeda atau kalimat satu dipandang sebagai kebalikan dari kalimat lainnya (Eriyanto, 2002). Dalam artikel, hampir setiap paragraf terdapat perbandingan antara nilai yang diterapkan pada World Muslimah dan nilai yang diterapkan dalam Islam. Pada beberapa kalimat terdapat kata “sementara” untuk membandingkan kalimat satu dan kalimat yang lainnya dalam artikel ini, yaitu: Pertama, pada paragraf keenam, yaitu “Perlu tolak ukur yang jelas dan sesuai syariat. Bisakah seseorang dikatakan salihah sementara tindakannya justru melanggar hukum syara.” Kedua, pada paragraf ketujuh, yaitu: “Bila benar ‘sholeha’ yang diusung, seharusnya dalam ajang World Muslimah tidak ada aksi lenggak-lenggok, runway di atas catwalk, apalagi jalannya pun diatur dengan koreografi, yang tentunya agar menarik perhatian. Lalu untuk apa hal itu tetap dilakukan? Dan apakah tindakan seperti itu menunjukkan sholiha? Sementara ratusan pasang mata pria nonmuhrim bebas menatap lekat, mungkin dengan penuh kekaguman atas benda yang bergerak indah nan cantik bernama wanita.” Ketiga, pada paragraf kedua belas, yaitu: “Pendek kata, Muslimah yang baik harus mengikatkan diri segala hal dalam dirinya pada aturan Sang Maha Rahman. Tutur katanya, 186 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer dan tindakannya harus sesuai dengan hukum Allah. Tak setitik pun berniat menyalahi syariat-Nya. Sementara dalam World Muslimah bisa saja gaya hidup dibuat-buat, atau dikondisikan sesuai kebutuhan.” Selanjutnya dari segi retoris, penggunaan kata “memamerkan” dalam KBBI berarti mempertunjukkan dan membanggakan (kekayaan, kehebatan, dll); mempertunjukkan (hasil karya); memperagakan (KBBI, 1989), “membanggakan”dalam KBBI berarti menimbulkan perasaan bangga; menjadikan besar hati; mengagungkan (KBBI, 1989), “melombakan” dalam KBBI berarti menjadikan perlombaan (KBBI, 1989), menegaskan bahwa ajang World Muslimah, salah satunya bertujuan untuk memamerkan kecantikan fisik dan kepintaran yang dimiliki oleh para kontestan sehingga hal ini dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam. Seringnya kata-kata ini diulang dalam artikel oleh penulis, maka dapat dikatakan bahwa terdapat penekanan dalam makna yang akan dimunculkan oleh penulis dalam tulisannya. Selanjutnya, penulis dalam artikel pertama juga menggunakan kata “pezina” yang berasal dari asal kata “zina”, yang bermakna perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dengan hubungan pernikahan; perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya. Pezina adalah orang yang melakukan zina (KBBI, 1989). Selain itu juga muncul kata “pelacur”yang dalam KBBI (1989), berarti perempuan yang melacur dan kata “laknat” yang berarti kutuk; orang yang terkutuk, sedangkan kata melaknat adalah mengutuk (KBBI, 1989). Kata- kata ini dapat menggambarkan bagaimana penulis jelas menyampaikan ketidaksepakatannya dengan World Muslimah ini. Secara sarkas, penulis seolah ingin menegaskan bahwa mengikuti ajang pemilihan World Muslimah ini, sama halnya dengan melanggar syariat karena Islam tidak pernah mengajarkan adanya ajang mempertontonkan diri dan kemampuan layaknya pada World Muslimah. – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 187 Masih dalam segi retoris bahasa, artikel kedua lebih menekankan adanya kata “mengakali”, “memanipulasi”, dan “mengeksploitasi”. Kata “mengakali” berasal dari kata “akal” yang bermakna daya pikir (untuk memahami sesuatu); pikiran; ingatan. Namun, kata “akal” juga dapat diartikan sebagai tipu daya; muslihat; kecerdikan; kelicikan (KBBI, 2002) sehingga istilah “mengakali” apabila disesuaikan dengan konteks kalimat dalam artikel tersebut bermakna memberdayakan; menipu secara licik sekali (KBBI, 2002). Selanjutnya adalah kata “memanipulasi”, dimana kata ini berasal dari kata dasar “manipulasi” yang berarti upaya kelompok atau perseorangan untuk mempengaruhi perilaku, sikap, dan pendapat orang lain, tanpa orang itu menyadarinya; penyelewengan, penggelapan (KBBI, 2002). Terkait dengan aspek pragmatis dalam penggunaaan kata dalam artikel terkait, jelas yang dimaksud dengan “memanipulasi” adalah berbuat curang atau menyelewengkan (menggelapkan). Dalam konteks ini, bentuk manipulasi dilakukan melalui ajang World Muslimah melalui simbol-simbol Islam, salah satunya hijab, untuk memperoleh pangsa pasar yang tinggi terhadap bentuk komodifikasi agama yang dilakukan. Terakhir adalah kata “mengeksploitasi” dari kata “eksploitasi” yang berarti pengusahaan, pendayagunaan; pemanfaatan untuk kepentingan sendiri, pengisapan, pemerasan (KBBI, 2002). Sesuai dengan konteks kalimat yang digunakan dalam artikel, dapat dikatakan bahwa makna “mengeksploitasi” diartikan sebagai pemanfaatan untuk kepentingan diri sendiri. Dalam hal ini, adanya ajang World Muslimah pada akhirnya diarahkan pada bentuk eksploitasi publik ataupun masyarakat, guna dimanfaatkan demi pertumbuhan kapital dan modal sehingga sudah barang tentu bahwa adanya manipulasi simbol-simbol Islam dalam World Muslimah dikemas serta dikonstruksi sedemikian rupa sebagai bentuk komodifikasi agama. Dari segi grafis atau gambar, pengarang mencantumkan gambar atau foto dari sejumlah finalis World Muslimah menghadiri konferensi pers jelang grand final penganugerahan 3rd Annual Award World Muslimah 2013 188 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer di Jakarta. Kesemua finalis ini tampak menonjolkan kecantikan fisik dan tabarruj-nya, yakni melalui penggunaan make up, gaun yang indah, serta tatanan hijab modern yang dikemas sedemikian rupa. VI. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka hasil dari penelitian terhadap artikel World Muslimah Budaya Latah dan World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah yang diunggah dalam media online arrahmah. com, dapat dilihat melalui segi bahasa yang disajikan serta diksi yang digunakan. Arrahmah.com secara tegas tidak sependapat dengan adanya pemilihan kontes Muslimah ini. Secara eksplisit, hal tersebut dapat dilihat dari kalimat opini yang diuraikan dalam artikel. Opini tersebut juga mengandung unsur dakwah yang menekankan bahwa dengan mengikuti World Muslimah, maka perempuan tersebut dipandang telah “merenggut” sisi kesalihan yang dimilikinya dan terdapat penekanan bahwa ajang ini dipandang tidak sesuai dengan syariat Islam. Mendukung pernyataan tersebut, dinyatakan pula bahwa ajang World Muslimah merujuk pada bentuk komodifikasi agama dalam bentuk eksploitasi serta manipulasi simbol- simbol Islam, salah satunya hijab, guna melanggengkan kepentingan bisnis dan kapitalis. Terkait dengan penelitian ini, masyarakat terutama para perempuan, hendaknya lebih kritis dalam menghadapi sejumlah pengaruh budaya populer yang ada di masyarakat, tak terkecuali tentang apa yang disiarkan melalui layar media. Dalam hal ini, perlu adanya review dan peninjauan kembali mengenai sejumlah budaya baru yang muncul, tak terkecuali yang tersiar melalui layar media. Di samping itu, media secara khusus juga harus memperhatikan mengenai sejauh mana frame, angle, ataupun sudut pandang informasi yang disampaikan. Dalam tujuannya, agar maksud berita ataupun informasi dapat disampaikan secara berimbang, beritikad baik, serta tidak bermaksud untuk menyudutkan salah satu pihak. Penelitian ini diharapkan dapat diperluas dengan penelitian- penelitian selanjutnya, terutama dalam pengembangan kasus sejenis – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 189 melalui media yang berbeda ataupun perangkat analisis framing lain yang mungkin lebih sesuai. Mengingat masih terbatasnya objek penelitian yang dibahas, terutama terkait informasi ataupun teks yang dibingkai, maka diharapkan penelitian selanjutnya dapat menyertakan sejumlah informasi sebagai pelengkap guna mencapai validitas data serta hasil penelitian yang memadai. DAFTAR PUSTAKA Ayu, Rizka Kurnia. (2016). “Objektifikasi dan Komodifikasi Tubuh Perempuan Berkedok Agama, Studi Kasus: Pemilihan Putri Muslimah Indonesia 2016”, dalam Konferensi Internasional Feminisme: Persilangan Identitas, Agensi dan Politik (20 Tahun Jurnal Perempuan). Bungin, M. Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Burton, Graeme. (2002). Media dan Budaya Populer, ed. Alfathri Adlin. Yogyakarta: Jalasutra. D, Syahrul Efendi. (2013). “World Muslimah, Strategi Kapitalisme Manipulasi Syariah”, dalam https://www.arrahmah.com/2013/09/19/ world-Muslimah-strategi-kapitalisme-manipulasi-syariah/ (diakses tanggal 7 Desember 2017). Eriyanto. (2002). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS. Ken, Miichi. (2016). “Looking at Links and Nodes: How Jihadists in Indonesia Survived”, Jurnal Southeast Asian Studies, vol. 5, No. 1, April 2016. Miarso, Yusufhadi. (1986). Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan CV Rajawali. Miasih, Turi. (2014). “Konstruksi Perempuan Muslim dalam Pemberitaan Ajang World Muslimah 2013 di Kompas.com”, Skripsi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Muftiarini, Ainun Fika. (2013). “World Muslimah Bukti Kesetaraan Wanita Muslim, dalam https://lifestyle.okezone.com/ r e a d / 2 0 1 3 / 0 6 / 3 0 / 1 9 5 / 8 2 9 6 3 8 / wo r l d - M u s l i m a h - b u k t i - 190 | Izziya Putri Ananda – World Muslimah Sebagai Budaya Populer kesetaraan-wanita-muslim, diakses pada 20 September 2017. Rahman, Taufiqur. (2016). “Islamic Identity Online: The Discourse of Umat and Jihad in Online News Services in Indonesia”. Thesis. School of Social Science of The University of Western Australia. Ridla, Naila. (2013). “World Muslimah Budaya Latah”, dalam https:// www.arrahmah.com/2013/09/17/world-Muslimah-budaya- latah/. (diakses pada 12 September 2017). Siagan, Bonan Dolok Oktavianus dan Arwin D. W. Sumari. (2015). “Radicalism Discourse Analysis on Online Sites in Indonesia”. Jurnal Pertahanan, Vol. 1, No. 2, May-Agustus 2015. Sobur, Alex. (2012). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sugiarto, Eko. (2015). Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif: Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Suaka Media. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. _______. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Wijana, I Dewa Putu. dan Muhammad Rohmadi. (2009). Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. https://web.facebook.com/pg/TheWorldMuslimahFoundation/ about/?ref=page_internal, diakses pada 19 September 2017. https://www.arrahmah.com/about. (diakses pada 14 September 2017). https://www.arrahmah.com/about. (diakses pada 18 Desember 2016). https://www.similarweb.com/website/arrahmah.com. (diakses pada 3 Januari 2017).