JURNAL AL-BALAGH_Vol.2 no.2-2 2017 LOGIKA KEBAHAGIAAN MAHASANTRI DI PESANTREN (STUDI KASUS DI KAMPUS IDIA PRENDUAN SUMENEP MADURA) Iwan Kuswandi STKIP PGRI Sumenep Keywords: Logic Blissfulness, Pesantren http://ejournal.iain-surakarta.ac.id/index.php/al-balagh © 2017 IAIN Surakarta ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) Alamat korespondensi: e-mail: iwankus@stkippgrisumenep.ac.id Abstract The blissfulness means a happiness that is felt (enjoyed) by someone. In addition, the life of pesantren students (santri) are often connoted to simplicity in standing alone and live what it is worth. But they live simplicity, the university students in IDIA Prenduan have logic happiness in their life. Therefore, this writing covered about logic happiness of university students in IDIA Prenduan, and the factors of happiness for university students. By qualitative descriptive method found that they are happy live in pesantren campus because they have new friends in all of corner Indonesian Archipelago. In addition, the existence of program and learning system that put forward pesantren subject (ma’hadi) and Islamic syari’at, so that they are happy study in IDIA Prenduan. The togetherness in learning and worship makes them happy. What else all of Kiai often take the theme of thankful in lecturing and learning IDIA Prenduan. The thankful connected to happiness, in addition, in importance education, IDIA Prenduan directs to university students to be a patient and sincere. The sincerity is spirit all branches of human belief. Kebahagiaan berarti rangkaian bahagia-bahagia yang dialami (dinikmati) oleh seseorang. Di samping itu, kehidupan santri sering dikonotasikan dengan kesederhanaan dalam kemandirian serta hidup apa adanya dalam perantauan jauh dari kedua orang tua. Namun walaupun hidup dengan sederhana, para mahasantri di IDIA Abstrak DOI Number 10.22515/ balagh.v2i2.992 192 | Iwan Kuswandi – Logika Kebahagiaan Mahasantri di Pesantren Prenduan memiliki pembenaran (logika) kebahagiaan tersendiri dalam menjalani kehidupannya. Untuk itu tulisan ini mengupas tentang logika kebahagiaan mahasantri IDIA Prenduan, serta faktor yang menjadikan mahasantri IDIA Prenduan bahagia. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif ditemukan bahwa mereka menjadi senang hidup di kampus pesantren tersebut karena memiliki teman baru dari seluruh penjuru nusantara Indonesia. Selain itu, sistem pembelajaran yang mengedepankan pelajaran kepesantrenan (ma’hadi) dan mengedepankan syari’at Islam, menjadi faktor penyebab kebahagiaan bagi mahasantri di kampus IDIA Prenduan. Kebersamaan dalam belajar dan beribadah juga menjadi faktor lain kebahagiaan mereka. Ditambah lagi para kiai sering mengangkat tema syukur dalam ceramah dan pembelajaran yang diberikan oleh para kiai di IDIA Prenduan. Di samping itu, dalam rangka kepentingan pendidikan, IDIA Prenduan mengarahkan mahasantrinya untuk menjadi tipe orang yang sabar dan ikhlas. Keikhlasan adalah roh yang melandasi segala macam cabang- cabang keimanan manusia. Buah dari itu adalah kebahagiaan seseorang. I. PENDAHULUAN Dalam menempuh kehidupan, manusia selalu mencari kebenaran. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tanpa kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia, sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha memeluk suatu kebenaran. Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Aturan berpikir benar inilah yang dikenal oleh para ilmuwan sebagai logika. Namun pada akhir-akhir ini, dalam kehidupan manusia, kebenaran tak lagi penting. Sebagai contoh, tidak sedikit para politisi yang tidak berpijak kembali kepada kebenaran, namun mengumbar kebohongan demi kemenangan dalam ajang pemilihan politik. Demi sebuah jabatan, tidak sedikit para pejabat yang menanggalkan prinsip-prinsip kebenaran, demi karir bisa melejit, itu dilakukan dengan penuh kebohongan dan tipu daya. Namun sukses mencapai tujuan dengan ketidakbenaran, tidak lantas memberikan kebahagiaan orang tersebut. Tidak ada kamus bahagia, bagi Kata Kunci: Logika Kebahagiaan, Pesantren – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 193 pencuri dan koruptur, walaupun mereka sudah memiliki apa yang mereka inginkan, namun rasa takut dan khawatir selalu menghantui kehidupan mereka, maka wajar kalau kemudian manusia itu selalu mencari kebenaran demi mencapai tujuan hidupnya yaitu kebahagiaan. Kebanyakan orang ingin bahagia. Finlandia merupakan negara kecil yang membuat kaget dunia karena siswa-siswanya yang masih berusia 15 tahun berhasil sukses pada kegiatan Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2001. Ternyata kesuksesan pendidikan di negara tersebut karena yang dijadikan fokus dalam pendidikan di negara Finlandia adalah kebahagiaan. Di negara ini kebahagiaan diberi tempat yang utama dalam kurikulum. Selain itu, pendidikan di Finlandia sangat memperhatikan kesejahteraan (well-being), baik itu murid maupun guru. Pendidikan di Finlandia memperhatikan dengan sungguh, kesejahteraan, baik fisik maupun batin setiap individu. Ini tampak pula dalam kebijakan bagi para siswa. Para siswa di Finlandia gemar memanfaatkan waktu rehat untuk bermain dan berkejar-kejaran, bahkan tiap sekolah menyediakan alat bermain (Walker, 2017). Bagaimana kebahagiaan di Indonesia? Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 menunjukkan bahwa indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia mencapai angka 70,69 dalam skala 0-100. Pada 2014, Indeks Kebahagiaan masyarakat Indonesia adalah 68,28. Dengan demikian ada peningkatan Indeks Kebahagiaan secara cukup signifikan dalam rentang waktu 2014-2017. Indeks Kebahagiaan itu diukur dengan memakai tiga dimensi, yaitu kepuasaan hidup, perasaan, dan makna hidup (Kompas.com). Selanjutnya, bagaimana kontribusi pendidikan di Indonesia dalam upaya membahagiakan masyarakatnya? Pondok pesantren yang merupakan salah satu sub sistem pendidikan yang ada di Indonesia, tentu pondok pesantren sangat strategis posisinya dalam rangka mencerdaskan generasi bangsa. Dalam perkembangan terakhir, sistem pendidikan pesantren sangat bervariasi, yang dapat diklasifikasikan sedikitnya menjadi lima tipe, yakni: 194 | Iwan Kuswandi – Logika Kebahagiaan Mahasantri di Pesantren (1) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal yang menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI, MTs, MA, dan PT Agama Islam) maupun yang juga memiliki sekolah umum (SD, SLTP, SMU, SMK, dan Perguruan Tinggi Umum), seperti Pesantren Tebuireng Jombang, Pondok Pesantren Annuqayah Guluk- Guluk Sumenep Madura. (2) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti pesantren Gontor Ponorogo, Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura, pesantren Maslakul Huda Kajen Pati (Matholi’ul Falah) dan Darul Rahman Jakarta. (3) Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah, seperti pesantren Salafiyah Langitan Tuban, Lirboyo Kediri dan pesantren Tegalrejo Magelang. (4) Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majlis ta’lim), dan (5) Pesantren untuk asrama anak-anak pelajar sekolah umum dan mahasiswa (Arif, 2008). Merebaknya pendidikan pesantren tipe ke-5 (pesantren yang didalamnya terdapat mahasiswa) menjadi sebuah fenomena yang sangat menarik untuk dicermati. Hal ini bukan saja karena usia kelahirannya yang masih relatif muda, akan tetapi manajemen atau pengelolaan pesantren mahasiswa memiliki spesifikasi tersendiri. Berbeda dengan pesantren pada umumnya yang rata-rata menyelenggarakan pendidikan keagamaan untuk jenjang pendidikan dasar sampai menengah saja. Mengingat masalah di atas, maka lulusan perguruan tinggi agama Islam diharapkan memiliki dua kemampuan yang seimbang, yaitu lulusan yang memiliki penguasaan yang baik terhadap ilmu keagamaan dan keilmuan professional. Kegagalan lembaga perguruan tinggi agama Islam di Indonesia dalam mendidik dan membina spiritualitas mahasiswa adalah karena lembaga perguruan tinggi tersebut tidak memiliki sarana yang memadai untuk belajar, mengkaji dan mengamalkan aspek-aspek keagamaan tersebut, sehingga wawasan keagamaan mereka kering dan rentan untuk diombang-ambingkan oleh gelombang pemikiran yang lebih – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 195 besar dan menyesatkan, sehingga bagi perguruan tinggi, adanya pondok pesantren adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien (IDIA) Prenduan merupakan salah satu perguruan tinggi pesantren yang mengintegrasikan antara ilmu agama dan umum, dengan kata lain di dalam lembaga ini terjadi integrasi antara tradisi pesantren dan tradisi perguruan tinggi atau mengintegrasikan sistem pendidikan kampus dengan sistem pendidikan pesantren. Sistem ini dikenal dengan sebutan sistem kurikulum integral atau integrated curriculum. Para mahasiswa yang datang ke IDIA Prenduan Sumenep mempunyai niat sejak awal untuk nyantri. Sejak awal masuk itulah mahasiswa tersebut mempunyai status ganda, yakni sebagai mahasiswa sekaligus santri, namun status santri diutamakan daripada status mahasiswanya. Maka wajar kalau kemudian status yang tepat untuk mereka sebagai mahasantri. Menjadi santri banyak suka dukanya. Sukanya mungkin banyak teman, dapat belajar ilmu agama secara mendalam kepada kiai yang alim ilmunya. Namun dukanya tentu banyak sekali, dan semuanya cukup menguji mental dan fisik. Walaupun hidup sederhana penuh dengan pengorbanan hidup dengan ketatnya disiplin pesantren, namun mahasantri IDIA Prenduan, tidak lantas menyerah putus asa. Mereka seringkali mencari pembenaran melalui logika, bahwa mereka hidup bahagia, kuliah sekaligus nyantri di IDIA Prenduan. Membahas tentang kebahagiaan santri, menarik untuk mengkaji tulisan Iwan Kuswandi, “Konsep Happiness Santri” dalam Abd Rahman, dkk (2017). Dalam tulisannya, dijelaskan bahwa dalam beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang ada di pesantren Tarbiyatul Muallimien al-Islamiyah (TMI) Al-Amien Prenduan, ada beberapa kegiatan yang memiliki nilai humor edukatif. Selain bertujuan untuk memberikan hiburan bagi santri, dengan adanya kegiatan yang mengundang tawa, menjadi solusi tersendiri bagi para santri yang tidak kerasan hidup di pesantren. Suasana pendidikan pesantren yang hidup adalah gambaran suasana edukatif dimana para pendidik baik kiai atau para ustad (guru) mampu membuat setiap santri 196 | Iwan Kuswandi – Logika Kebahagiaan Mahasantri di Pesantren yang mengikuti kegiatan belajar mengajar terlihat bahagia. Kebahagiaan santri ditandai dengan ketekunan dan semangat mereka dalam mengikuti semua program pendidikan yang dicanangkan di lembaga TMI Al-Amien Prenduan. Pada sisi lain, kebahagiaan mahasantri juga dapat distimulasi oleh tingkat kesejahteraan dan kepuasan materi, seperti yang terjadi pada Mahasiswa Dual Mode System di STAI Pati yang menerima beasiswa dari pemerintah. Penerimaan beasiswa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan mereka. Walaupun faktor ini tidak menjadi faktor penentu utama namun cukup berpengaruh (Fatah, 2014). Selain faktor tersebut, faktor-faktor lain berpotensi menstimulasi kebahagiaan mahasantri. Tulisan ini secara khusus mencoba untuk mengkaji tentang logika kebahagiaan mahasantri IDIA Prenduan, serta faktor yang menjadikan mahasantri IDIA Prenduan menjadi bahagia. II. METODE PENELITIAN Tulisan disusun berdasarkan penelitian dengan metode deskriptif kualitatif, metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan sumber data pada penelitian ini terdiri dari dosen dan mahasiswa IDIA Prenduan. Adapun analisa data yang digunakan adalah analisis data interaktif model Miles dan Huberman dengan tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. III. IDIA, POTRET PESANTREN PERGURUAN TINGGI Institut Dirosah Islamiyah Al-Amien (IDIA) Prenduan adalah lembaga perguruan tinggi yang memiliki 3 program sekaligus dengan mengusung 4 fakultas dan 7 program studi di dalamnya. Ketiga program tersebut adalah program plus, program intensif dan program reguler. Fakultas yang ada di IDIA Prenduan pun kemudian berlatar belakang – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 197 keagamaan. Yaitu, fakultas Dakwah dengan dua program studi; Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) dan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Tarbiyah dua program studi; program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), Fakultas Usuluddin dengan dua program studi pula; Aqidah Filsafat Islam (AFI) dan Ilmu Alquran dan Tafsir (IAT), yang terakhir Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, dengan satu program studi; Perbankan Syariah. Dari masing-masing jurusan yang ada, para mahasiswa bebas menentukan fakultas dan program studi yang sesuai dengan kemampuan, minat dan bakat mereka. Kampus IDIA Prenduan ingin mengantarkan para lulusannya memiliki empat kekuatan, yaitu; 1). Beriman Sempurna, 2). Berilmu Luas, 3). Beramal Sejati, 4). Professional. Dua kekuatan yaitu beriman sempurna dan beramal sejati dikembangkan melalui jalur sistem pendidikan pesantren. Sedangkan dua kekuatan berikutnya yaitu berilmu luas dan profesional dikembangkan lewat jalur sistem pendidikan yang dilaksanakan di perguruan tinggi melalui bangku perkuliahan di masing- masing fakultas/ program studi. Pembagian kategori kekuatan tersebut tentu tidak dipahami secara kaku, melainkan keduanya saling mengisi dan juga peran itu dilakukan secara integral dan simultan. Bagi mahasiswa IDIA, pertama status mereka sebagai muslim, kemudian sebagai santri, baru yang ketiga status mereka sebagai mahasiswa. Menurut Wakil Rektor III IDIA Prenduan, Dr. KH. Muhtadi Abdul Mun’im (2017), kampus IDIA Prenduan menerapkannya dalam konsep kerja ikhlas, kerja cerdas, dan kerja keras. Kerja ikhlas merupakan implementasi dari prinsip Al-Amien Prenduan yang tercantum dalam visi IDIA yaitu: beriman sempurna. Kerja cerdas adalah implementasi dari prinsip berilmu luas. Sedangkan yang ketiga, kerja keras adalah implementasi dari prinsip amal sejati. Jadi, implementasi dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dalam seluruh kegiatan IDIA tercermin dalam keikhlasan, profesional, dan kegigihan. 198 | Iwan Kuswandi – Logika Kebahagiaan Mahasantri di Pesantren Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ustad Dr. Musleh Wahed (2017), selaku Wakil Rektor I IDIA Prenduan, bahwa kampus IDIA Prenduan tak lepas dari motto, keimanan sempurna. Menurutnya, semua program dan kegiatan berangkat dari sana, makanya nilai-nilai pendidikan yang ada di IDIA memang untuk memantapkan keimanan. Selain itu, kalau ilmu nafi’ atau ilmu yang bermanfaat, adalah ilmu yang berguna bagi masyarakat sekitar. Dalam hal ini, kampus IDIA mengacu pada motto, berilmu luas. Bahkan Ustad Musleh Wahed menambahkan bahwa pendidikan yang dipraktikkan di IDIA Prenduan merupakan pendidikan integral. Jadi IDIA Prenduan bukanlah semata-mata sebuah pesantren di perguruan tinggi atau perguruan tinggi di pesantren. Sebagaimana tradisi kehidupan pesantren, tentu pendidikan akhlak yang sangat diutamakan. Menurut KH.Mujammi Abdul Musyfi, Lc (2017) selaku mudir ma’had lil banin IDIA Prenduan, kampus IDIA sebagaimana pesantren-pesantren yang lain menitikberatkan pada penanaman akhlak dan karakter, terutama dalam internalisasi nilai dan budaya Islam dan kepesantrenan dalam diri mahasiswa. Penanaman nilai pesantren tersebut, diaplikasikan dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Maksudnya hidup di pesantren itu ataupun kehidupan yang ada di pondok itu, yang meliputi: kesopanan, kesantunan, kebersamaan dan lain sebagainya. Dari hal-hal itulah kemudian nilai-nilai kepesantrenan langsung diaplikasikan atau diperaktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk kesopanan model pesantren yang ada di kampus IDIA adalah dalam bertatakrama dengan dosen. Di IDIA seluruh mahasiswa tidak ada yang memanggil bapak ke dosen. Namun mereka memanggil lumrahnya kepada guru di pesantren, yaitu panggilan ustadz dan kiai. Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa para mahasiswa IDIA memanggil para dosennya dengan panggilan ustadz. Pengertian ustadz menurut kamus Bahasa Arab dalam kitab Al-Mu’jamul Wasith, karangan Syauqi Dhaif (2011), kata ustadz memiliki beberapa makna sebagai berikut: Pertama, sebagai pendidik. Kedua, orang yang ahli dalam suatu bidang – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 199 industri dan mengajarkan pada yang lain. Ketiga, julukan akademis level tinggi di universitas, sebutan untuk seorang dosen dengan gelar Doktor, Professor atau Guru Besar. Di berbagai universitas negara Arab, istilah ustadz merujuk pada dosen atau ahli/akademisi yang memiliki kepakaran di bidang tertentu. Menurut M Miftachul Munif, panggilan ustad itu adalah fenomena baru yang dihadirkan oleh pondok-pondok pesantren modern. Pondok Modern Darussalam, Gontor - Ponorogo bisa disebut sebagai pelopornya. Hal ini bisa dimaklumi, karena percakapan pergaulan kesehariannya di dalam pesantren mereka menggunakan bahasa arab, dimana guru itu terjemahan bahasa arabnya adalah ustad. Dalam perkembangannya, istilah ustad ini tak hanya digunakan oleh orang-orang pesantren modernis saja. Di lingkunan masyarakat perkotaan, dimana ada orang yang bisa ngaji, maka orang itu akan dipanggil dengan sebutan Ustad. Bahkan meskipun orang itu tidak mengajar ngaji pun, kalo dalam lagak pakaian dan omongan kesehariannya itu agak kearab-araban, maka orang itu pun akan dipanggil Ustad, oleh masyarakat perkotaan yang modernis itu (https://www. facebook.com/PISS.KTB/posts/64943825 1776258). IV. LOGIKA KEBAHAGIAAN MAHASANTRI IDIA Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Mantiq (logika) merupakan undang- undang yang dapat dipergunakan untuk mengetahui pernyataan yang benar dari pernyataan yang salah (Mundiri, 2000). Dalam kajian filsafat Islam, nama filosof Muslim al-Farabi (Latin: Alpharabius) begitu istimewa. Bukan saja posisinya yang sentral karena dapat mengawinkan antara Filsafat dan agama, melainkan juga karena prestasinya dalam menjelaskan dan mengulas-ulang pandangan Aristoteles. Ia mendapat gelar istimewa sebagai al-Mu‘allim al-Tsa>ni> (Guru Kedua), karena ia merupakan orang pertama yang memasukkan ilmu logika ke dalam kebudayaan Arab – sebagaimana Aristoteles mendapat predikat Guru Pertama karena ia orang pertama yang menemukan ilmu logika (Dzulhadi, 2014). 200 | Iwan Kuswandi – Logika Kebahagiaan Mahasantri di Pesantren Aristoteles mengatakan bahwa logika merupakan ilmu, logika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang menentukan penghargaan dan penelitian tentang suatu cara berfikir atau mengemukakan alasan- alasan, jika fakta-fakta yang dingunakan dalam cara berfikir itu sebelumnya sudah dinyatakan benar. Logika bukanlah suatu ilmu empirik tetapi ilmu yang bersifat normatif (Baihaqi, 1996). Manfaat mempelajari logika ialah: Pertama, membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Kedua, mendidik manusia bersikap objektif, tegas, dan berani; suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan tempat. Ketiga, melatih kekuatan akal pikiran dan perkembangannya dengan latihan dan selalu membahas dengan metode-metode berpikir. Dan Keempat, dapat meletakkan sesuatu tepat pada tempatnya dan melaksanakan pekerjaan tepat pada waktunya (Poespoprodjo, 1999). Menurut Ibnu Thufail dalam karyanya Hayy ibn Yaqdzan kebenaran bisa ditemukan manakala ada keserasian antara akal manusia dan wahyu. Dengan akalnya, manusia mencari Tuhan dan bisa sampai kepada Tuhan. Namun, penemuannya itu perlu konfirmasi dari Tuhan melalui wahyu, agar dapat menemukan yang hakiki dan akhirnya ia bisa berterima kasih kepada Tuhan atas segala nikmat yang diperolehnya terutama nikmat bisa menemukan Tuhan dengan akalnya itu (Nurwardani, dkk, 2016). Walaupun hidup dengan kesederhanaan di pesantren, mahasantri dapat betah tinggal di lingkungan kampus pesantren IDIA Prenduan. Menurut salah seorang mahasantri jurusan BPI, M. Ali Akbar asal Palembang Sumatera Selatan, ia mengatakan yang membuat dia betah di IDIA karena merantau dari Palembang ke Prenduan merupakan suatu kehormatan, bagi dirinya dan keluarganya. Sehingga sangat memalukan apabila pulang sebelum lulus dari IDIA Prenduan. Sedangkan menurut Syahrir Ridho, salah seorang mahasiswa asal Pragaan Kabupaten Sumenep Madura, yang membuat dia memilih IDIA sebagai tempat kuliah dan merasa betah, karena menurutnya IDIA satu-satunya kampus yang ada di Madura, yang – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 201 memiliki mahasiswa dari seluruh penjuru nusantara Indonesia. Baginya suatu kebanggaan dan kebahagiaan diri dengan memiliki teman baru dari luar Madura, baik ada yang dari Jawa, Sumatera, Papua, dan daerah lainnya. Setelah menjadi mahasantri di kampus IDIA Prenduan, ada beberapa hal yang membuat mereka lebih bahagia hidup di pesantren. Menurut Fathurrahman, mahasiswa jurusan KPI asal Palembang (2017), menurutnya bahwa dirinya memilih IDIA karena di IDIA menerapkan sistem belajar yang mengedepankan pelajaran kepesantrenan (ma’hadi), mengedepankan syari’at Islam, dan juga adanya program intensif yang di sana terdapat kegiatan yang sebagaimana ada pada pondok pesantren pada umumnya, hal ini karena IDIA juga termasuk lembaga yang dinaungi oleh pondok pesantren Al-Amien Prenduan. Di samping itu, karena di IDIA juga ada program menghafal kitab Alquran, Jam’iyatul Qurra’ wa al-Huffadh (JQH), di dalamnya para santrinya diwajibkan menggunakan bahasa pengantar komunikasi dengan Bahasa Arab dan Inggris. Pada intinya banyak santri memilih kuliah di IDIA karena selain kuliah sekaligus bisa nyantri. Kebersamaan dalam belajar dapat menjadi faktor stimulan kebahagiaan bagi mahasiswa. Menurut Moh Hasanuddin, salah seorang mahasiswa BPI, cara untuk menghilangkan rasa jenuh dan bosan serta memunculkan rasa betah hidup dan kuliah di IDIA dengan cara sering berkunjung dan membaca buku yang ada di perpustakaan kampus. Di saat itulah mahasiswa dengan bersama teman lainnya melakukan diskusi tentang buku yang sedang di baca. Kebersamaan dalam diskusi inilah menjadi salah satu faktor yang membuat mahasiswa IDIA bahagia di pondok pesantren. Bukan hanya dalam belajar, mahasiswa di IDIA Prenduan, sangat senang pada saat melaksanakan shalat berjamaah dan mengaji Alquran bersama setelah shalat Maghrib. Sebagaimana penuturan Ibnu Syawaludin (2017), salah seorang mahasiswa program intensif dari fakultas Dakwah. Menurutnya yang menimbulkan rasa betah di IDIA adalah suasana 202 | Iwan Kuswandi – Logika Kebahagiaan Mahasantri di Pesantren menjelang terbenam matahari, muncul perasaan senang saat pulang kuliah, pulang ke asrama lalu melaksanakan shalat Maghrib berjamaah, mengaji bersama, suasana tersebut yang memunculkan rasa bahagia tinggal di kampus pesantren. Dalam kehidupan santri, kata bersama merupakan hal yang sudah tertanam pada diri seorang santri, senang, sedih, jenuh, bahagia, susah dan berbagai macam perasaan yang dijalani. Hidup di pesantren penuh dengan kebersamaan, mulai dari shalat, sekolah, belajar, makan, tidur, belajar dan berbagai kegiatan yang sudah ditetapkan oleh pesantren. Memang kehidupan di pesantren dapat membuka wacana seseorang tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan tanpa keegoisan semata, ketika ada sahabatnya sakit bersama-sama membantu, mencucikan baju, menjaganya sampai merawatnya hingga sembuh. Kebersamaan dalam kehidupan pesantren membuat persahabatan santri sangat erat dan terasa iklim kekeluargaannya antara mereka. Dengan persahabatan ini, nilai gotong royong yang hampir pudar di tengah menguatnya hedonisme, individualisme, dan egoisme, tetap tertanam begitu kuat di lingkungan pesantren. Menurut Myers dalam Marcham Darokah (2005), individu yang ceria, banyak memberi, memberikan pertolongan, dan jarang mengeluh merupakan individu yang memiliki skor tinggi dalam kebahagiaan. Para peneliti menemukan individu yang tinggal di lingkungan agamawan dan dalam masyarakat atau keluarga yang hubungannya juga memiliki skor tinggi dalam kebahagiaan. Selain itu, untuk menjadikan para mahasiswa/mahasantri senantiasa bahagia, para kiai senantiasa memotivasi hidup mereka dengan tema-tema syukur dalam ceramah dan pembelajaran yang diberikan oleh para kiai di IDIA Prenduan. Menurut salah seorang anggota Majlis Kiai Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, KH. Fauzi Rasul, Lc (2017), setiap risalah dalam kehidupan ini tidak lepas yang namanya rahmat dari Allah SWT, sebagaimana dalam kehidupan manusia, karena manusia tidak mampu – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 203 menghitung setiap nafas yang dihirup. Hal ini sebagaimana firman Allah, Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tak akan mampu menghitungnya. (QS.Ibrahim : 34). Kiai alumni Universitas Ummul Qura’ Makkah Saudi Arabia tersebut menambahkan bahwa begitu banyak di kalangan kita yang saat ini ada di rumah sakit, banyak dari kalangan mereka bernafas dengan oksigen, mereka juga harus membayar dengan sangat mahal. Untuk itu, mahasiswa di IDIA selalu diberikan materi tentang syukur agar mereka bisa bahagia terhadap nikmat yang diterimanya saat ini. Orang kaya tidak bersyukur apa yang ia punya maka hidupnya tidak akan merasa senang, selalu merasa susah.Dan sebaliknya, orang miskin tetapi ia bersyukur dengan apa yang ia punya, maka hidupnya akan bahagia. Syukur adalah bentuk rasa berterima kasih individu terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya, baik kejadian maupun menerima sesuatu dari pihak lain. Termasuk juga di dalamnya respon kegembiraan dan kecenderungan untuk melihat kehidupannya sebagai anugerah. Syukur memiliki hubungan dengan berbagai aspek dan komponen terhadap kebahagiaan, individu yang memiliki pola pikir untuk terus bersyukur adalah individu yang bahagia. Pada individu yang memiliki tingkat syukur yang tinggi, akan memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi pula karena ada kecenderungan untuk lebih puas dan optimis jika dibandingkan dengan individu yang tidak bersyukur. Kecemasan dan depresi diketahui lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak bersyukur (Sativa & Helmi, 2017). Hal ini senada dengan pendapat Untung Wardoyo (2008), bahwa bahagia menikmati apapun yang sudah diperoleh wujud lain dari makna kata bersyukur. Setelah lulus dari kuliah dan nyantri di IDIA, maka untuk program intensif, diwajibkan untuk melakukan tugas pengabdian. Dalam menjalankan tugas pengabdian, mereka menjalankan dua tugas utama, sebagai staf tenaga kependidikan, dan ikut membantu dalam perkuliahan kepondokan yang diselenggarakan di pagi hari. Tenaga pengabdian di IDIA merupakan pekerjaan mulia berdasarkan panggilan hati nurani, 204 | Iwan Kuswandi – Logika Kebahagiaan Mahasantri di Pesantren bukan semata-mata sebagai sumber penghasilan. Menurut penuturan salah seorang dosen di fakultas dakwah IDIA Prenduan, Rosyidi, M.Sos (2017). Ia menjelaskan bahwa pondok pesantren Al-Amien Prenduan, terutama di IDIA, tujuan pendidikannya salah satunya untuk membentuk pemimpin yang tangguh, yang sabar, dan yang bisa menerima apa adanya. Di dalamnya senantiasa melatih santri dan mahasiswanya untuk bersabar dalam pengabdian, karena di bayar atau tidaknya, bukan persoalan utama, namun mereka senantiasa diajari dan dididik untuk selalu mengedepankan keikhlasan dalam bekerja dan beramal shalih. Intinya pendidikan yang ditanamkan agar mereka juga menjadi tipe orang yang sabar dan ikhlas. Bahkan dalam benak para santri dan mahasiswa diajarkan bahwa Uang itu bukan sebuah kesuksesan, akan tetapi keikhlasan itu yang akan menjadi kesuksesan di dunia dan di akhirat. Menurut Siska Wulandari dan Ami Widyastuti (2014), pekerjaan bukan hanya alat untuk mendapatkan uang tetapi juga isyarat bahwa individu dihargai, dibutuhkan orang lain, dan meyakinkan bahwa individu mampu melakukan sesuatu sehingga pekerjaan memberikan makna lain pada kehidupan individu. Ada tiga konsep kerja, yaitu pekerjaan yang berfokus pada keuangan sehingga memandang pekerjaan sebagai keuntungan yang diperoleh dari provider untuk kebutuhan keluarga. Kedua, pekerjaan merupakan suatu karir dengan cara memfasilitasi motivasi berprestasi, mensimulasi kebutuhan untuk berkompetisi, atau meningkatkan harga diri dan kepuasan. Ketiga, pekerjaan merupakan suatu panggilan hati yang bersumber dari kebermaknaan pribadi yang berasal dari keyakinan individu melakukan tujuan sosial yang bermanfaat sebagai bentuk pengembangan ke arah yang lebih baik. Individu yang bekerja dengan rasa bahagia adalah individu yang memiliki perasaan positif setiap waktu, karena individu tersebut yang paling tahu bagaimana mengelola dan mempengaruhi dunia kerjanya sehingga memaksimalkan kinerja dan memberikan kepuasan dalam bekerja. Ada lima faktor yang membuat seseorang bahagia di tempat – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 205 kerja. Faktor-faktor tersebut adalah hubungan positif dengan orang lain, prestasi, lingkungan kerja fisik, kompensasi, dan kesehatan. Hubungan positif dengan orang lain merupakan faktor terbesar yang membuat seseorang bahagia di tempat kerja. Walaupun status sosial sebagai guru/asisten dosen, namun tetap saja sebagai tenaga pengabdian, yang hanya hidup dengan kesederhanaan. Walaupun hanya mendapat fasilitas mandi seadanya, makan gratis dan uang saku sekadarnya, namun tidak mengurangi kebahagiaan tenaga pengabdian di IDIA Prenduan. Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ghafur Wibowo (2016), bahwa pendapatan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kebahagiaan masyarakat. Bahkan menurut Untung Wardoyo (2008), bahwa kesuksesan bukan hidup kaya raya atau sukses bukanlah kebebasan finansial. Anggapan kesuksesan yang selalu diidentikan dengan uang, merupakan anggapan yang sudah usang dan kuno. Anggapan seperti itu, justru diucapkan oleh mereka- mereka yang sudah atau pernah berada pada puncak tangga kesuksesan yang tinggi. Di awal-awalnya mereka memang pernah beranggapan seperti itu. Tetapi anggapan sukses adalah memiliki uang banyak, akhirnya mereka runtuhkan sendiri. Mereka lebih suka menganggap bila sukses adalah bahagia menikmati apa yang sudah diperoleh. Dan mereka juga yang mengatakan jika sukses tidak harus kaya, karena uang (harta kekayaan) bukanlah segalanya. Itu sebabnya komentar mereka sangat sederhana sekali terhadap masalah kesuksesan, nikmati saja hidup ini. Selain tidak beroirentasi kepada uang sebagai tujuan utama, di IDIA Prenduan, ditanamkan tentang nilai-nilai keikhlasan. Menurut salah seorang tenaga pengabdian, Khairul Basyar (2017), bahwa motivasi kerja para tenaga pengabdian dalam melaksanakan tugas karena adanya spirit keikhlasan. Menurut Untung Wardoyo (2008), keikhlasan adalah roh yang melandasi segala macam cabang-cabang keimanan manusia. Hanya niat ikhlas sajalah yang sudah dijamin (diridhoi) dapat menyelamatkan kelangsungan hidup manusia di kehidupan abadi nanti. Karena niat 206 | Iwan Kuswandi – Logika Kebahagiaan Mahasantri di Pesantren ikhlas adalah niat yang sudah pasti baik dan benar. Di dunia, niat ikhlas adalah tiket masuk menuju pintu gerbang tol taqwa guna menempuh jalan yang lurus (jalur keikhlasan) yang diridhoi dan berada langsung dalam pengawalanNya. V. KESIMPULAN Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh, maka dihasilkan kesimpulan bahwa logika kebahagiaan mahasantri di kampus IDIA Prenduan, mereka menjadi senang hidup nyantri di kampus pesantren tersebut karena memiliki teman baru dari seluruh penjuru nusantara Indonesia. Untuk mereka yang dari luar Madura, karena menjadi santri perantauan menjadi salah satu kebanggaan dan kebahagiaan diri bagi setiap mahasiswa. Selain itu, alasan mereka memilih IDIA sebagai tempat kuliah karena mempunyai program dan sistem belajar yang mengedepankan pelajaran kepesantrenan (ma’hadi), mengedepankan syari’at Islam, di dalamnya terdapat beberapa program unggulan yang dikenal dengan istilah program intensif. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa keunggulan diantaranya ada program tahfidh Alquran (JQH), di dalamnya juga para santrinya diwajibkan menggunakan bahasa pengantar komunikasi dengan Bahasa Arab dan Inggris. Selain itu, ada beberapa faktor yang membuat mereka bahagia hidup di IDIA Prenduan, banyak diantara mereka mendapatkannya dengan cara sering berkunjung dan membaca buku yang ada di perpustakaan kampus. Di saat itulah maka mahasiswa dengan bersama teman lainnya melakukan diskusi tentang buku yang sedang di baca. Kebersamaan dalam diskusi inilah menjadi salah satu faktor yang membuat mahasiswa IDIA kerasan di pondok pesantren. Bukan hanya dalam belajar, para mahasiswa di IDIA Prenduan, sangat senang pada saat melaksanakan shalat berjamaah, dan mengaji Alquran bersama setelah shalat Maghrib. Untuk menstimulasi kebahagiaan para mahasantri, para kiai senantiasa memotivasi hidup mereka dengan tema-tema syukur dalam ceramah dan pembelajaran yang – Vol. 2, No. 2, Juli – Desember 2017 | 207 diberikan oleh para kiai di IDIA Prenduan. Di samping itu, santri dan mahasiswanya senantiasa dilatih untuk bersabar dalam pengabdian, mereka senantiasa diajari dan dididik untuk selalu mengedepankan keikhlasan dalam bekerja dan beramal shalih bukan berorientasi pada materi yang didapatkan. DAFTAR PUSTAKA Arif, Mahmud. (2008). Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LkiS. Baihaqi, (1996). Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika. Bandung: Darul Ulum Press. Darokah, Marcham. (2005). Peran Akhlak Terhadap Kebahagiaan Remaja Islam. Jurnal Humanitas : Indonesian Psychological Journal. 2(1) Dhaif, Syauqi. (2011). Al-Mu’jam Al-Wasith. Mesir: Maktabah Shurouq ad- Dauliyah. Dzulhadi, Qosim Nursheha, (2014) Al-Fa>ra>bi> dan Filsafat Kenabian. Jurnal KALIMAH 12(1) Fattah, Ahmad. (2000). PENGARUH TINGKAT PENDAPATAN DAN KEPUASAN MENERIMA BEASISWA TERHADAP KEBAHAGIAAN PSIKOLOGIS MAHASISWA PROGRAM DUAL MODE SYSTEM DI STAI STAISTAI STAI PATI TAHUN 2013. Wahana Akademika : Jurnal Studi Islam dan Sosial, 1(1), 59-78. https://www.facebook.com/PISS.KTB/posts/649438251776258, ditulis oleh M Miftachul Munif, diposting pada 4 Oktober 2017, pukul 15.39 WIB Kompas.com. (2017) Menyoal Indeks Kebahagiaan Orang Indonesia Setelah 72 Tahun Merdeka. Selasa, 22 Agustus 2017. Mundiri. (2000). Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nurwardani, Paristiyanti, dkk. (2016). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti. Poespoprodjo, W. (1999). Logika Scientifica. Bandung: Pustaka Grafika. Rahman, Abd. (2017). Mahalnya Sebuah Identitas: Guru yang Termajinalkan. 208 | Iwan Kuswandi – Logika Kebahagiaan Mahasantri di Pesantren Yogyakarta: Lembaga Ladang Kata. Sativa, Alissa Rosi & Avin Fadilla Helmi. Syukur dan Harga Diri dengan Kebahagiaan Remaja. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Wardoyo, Untung. (2008). Teka-teki Sukses. Surabaya: Bina Ilmu. Walker, Timothy D. (2017). Teach Like Finland: Mengajar Seperti Finlandia. Jakarta: Grasindo. Wibowo, Muhammad Ghafur. (2016). Kebijakan Pembangunan Nasional: dari Pertumbuhan (growth) Menuju Kebahagiaan (Happiness). Jurnal Asy’Syir’ah: Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum. 50(1) Wulandari, Siska & Ami Widyastuti. (2014). Faktor-faktor Kebahagiaan di Tempat Kerja. Jurnal Psikologi, 10(1)