TEOREMA TITIK TETAP DI RUANG BANACH 

Amanatul Husnia, Hairur Rahman 

Jurusan Matematika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 

e-mail: niaja10@yahoo.com 

ABSTRAK 

Ruang Banach merupakan suatu konsep penting dalam analisis fungsional. Pada tahun 1992, seorang 
ahli matematika berasal dari Polandia membuktikan teorema yang menyatakan ketunggalan titik tetap. 
Teorema tersebut disebut juga dengan teorema titik tetap Banach. Teorema titik tetap Banach (teorema 
kontraksi) merupakan teorema ketunggalan dari suatu titik tetap pada suatu pemetaan yang disebut 
kontraksi dari ruang metrik lengkap ke dalam dirinya sendiri. Pengertian ruang Banach sendiri adalah 
ruang norm yang lengkap, dikatakan lengkap jika barisan Cauchy tersebut konvergen.  Penelitian ini 
bertujuan untuk mengetahui pembuktian titik tetap di ruang Banach dengan kondisi yang diberikan yaitu 
pada pemetaan Kannan dan pemetaan Fisher. Berdasarkan hasil pembahasan, diperoleh bahwa pemetaan 
Kannan dan pemetaan Fisher mempunyai titik tetap yang tunggal 𝑇(π‘₯) = π‘₯ dan pemetaan tersebut 
merupakan pemetaan titik tetap terhadap dirinya sendiri di ruang metrik lengkap. 

Kata Kunci: Titik Tetap, Pemetaan Kontraksi, Ruang Metrik Lengkap, Ruang Banach 

ABSTRACT 

Banach space is an important concept in functional analysis. In 1992, a mathematician from Poland 
proved the uniqueness of fixed point. The theorem is also called Banach fixed point theorem. Banach fixed point 
theorem (contraction theorem) is a unique fixed point theorem on a mapping called the contraction  of a 
complete metric space into itself. The definition of Banach space itself is a complete norm space, to be said 
complete if the Cauchy sequence is convergent. This study aims to determine the evidence of fixed point in 
Banach space with the given conditions, namely Kannan mapping and Fisher mapping. Based on the results of 
the discussion, it is obtained that Kannan mapping and Fisher mapping has a single fixed point 𝑇(π‘₯) = π‘₯ and 
the mapping is a fixed point mapping to itself in a complete metric space. 

Keywords: Fixed Point, Contraction Mapping, Complete Metric Space, Banach Space  

 

PENDAHULUAN 

Matematika merupakan abstraksi dari 
dunia nyata. Abstraksi secara bahasa berarti 
proses pengabstrakan. Abstraksi sendiri dapat 
diartikan sebagai upaya untuk menciptakan 
definisi dengan jalan memusatkan perhatian 
pada sifat yang umum dari berbagai objek dan 
mengabaikan sifat-sifat yang berlainan. Untuk 
menyatakan hasil abstraksi, diperlukan suatu 
media komunikasi atau bahasa. Bahasa yang 
digunakan dalam matematika adalah bahasa 
simbol. Penggunaan bahasa simbol mempunyai 
dua keuntungan yaitu sederhana dan universal. 
Sederhana di sini berarti sangat singkat dan 
universal berarti bahwa ahli matematika di 
belahan bumi manapun akan dapat 
memahaminya (Abdussakir, 2009). 

Menurut Kreyzig (1978:1-2) misalnya 
dalam analisis fungsional memusatkan perhatian 
pada β€œruang”. Hal ini merupakan dasar penting 
untuk mengkaji ruang Banach, ruang norma, 

ruang metrik, dan ruang Hilbert dengan sangat 
rinci.  

Dalam hubungan ini konsep β€œruang” yang 
digunakan dalam ruang Banach mempunyai arti 
yang sangat luas. Ruang Banach adalah ruang 
norma yang lengkap, artinya bahwa ruang 
Banach adalah ruang norma, ruang yang 
memenuhi sifat-sifat ruang norma, dikatakan 
lengkap bahwa barisan Cauchy tersebut 
konvergen (Wilde, 2003:84). 

Ruang Banach merupakan suatu konsep 
penting dalam analisis fungsional. Pada tahun 
1992, seorang ahli matematika berasal dari 
Polandia membuktikan teorema yang 
menyatakan keberadaan dan ketunggalan suatu 
titik tetap. Teorema tersebut disebut juga dengan 
teorema titik tetap Banach atau prinsip kontraksi 
Banach. Teorema ini menyediakan teknik untuk 
memecahkan berbagai masalah yang diterapkan 
dalam matematika sains (ilmu matematika) dan 
ilmu teknik. Teorema titik tetap Banach (teorema 
kontraksi) merupakan teorema ketunggalan dari 



Teorema Titik Tetap di Ruang Banach 
 

 
Cauchy – ISSN: 2086-0382 117 

 

suatu titik tetap pada suatu pemetaan yang 
disebut kontraksi dari ruang metrik lengkap ke 
dalam dirinya sendiri.  

KAJIAN TEORI 

1. Ruang Metrik  

Ruang metrik memperjelas konsep jarak. 
Definisi dari metrik bermanfaat untuk 
mengetahui aplikasi yang lebih umum dari 
konsep jarak. Di dalam kalkulus dipelajari 
tentang fungsi-fungsi yang terdefinisi dalam garis 
bilangan real ℝ. Di dalam bilangan real ℝ 
terdefinisi fungsi jarak, yaitu memasangankan 
𝑑(π‘₯, 𝑦) =  |π‘₯ βˆ’ 𝑦| dengan setiap pasangan titik 
π‘₯, 𝑦 ∈ ℝ, jadi ℝ mempunyai fungsi jarak atau 
disebut dengan 𝑑, dimana jarak 𝑑 (π‘₯, 𝑦) = |π‘₯ βˆ’ 𝑦| 
dengan setiap pasangan titik π‘₯, 𝑦 ∈ ℝ (Kreyszig, 
1978:2-3). 

Definisi 2.1.1 

Ruang metrik (𝑋, 𝑑), dimana 𝑋 merupakan 
himpunan dan 𝑑 merupakan metrik di 𝑋 (fungsi 
jarak 𝑋) yaitu fungsi yang didefinisikan pada 𝑋 Γ—
𝑋 untuk setiap π‘₯, 𝑦, 𝑧 ∈ 𝑋, sehingga diperoleh 

1. 𝑑(π‘₯, 𝑦) β‰₯ 0 (𝑑 adalah bernilai real, terbatas, dan 
tidak negatif) 

2. 𝑑(π‘₯, 𝑦) = 0 ⇔ π‘₯ = 𝑦 
3. 𝑑(π‘₯, 𝑦) = 𝑑(𝑦, π‘₯) (simetri) 
4. 𝑑(π‘₯, 𝑦) ≀ 𝑑(π‘₯, 𝑧) + 𝑑(𝑧, 𝑦)   (ketaksamaan 

segitiga) (Kreyszig, 1978:3). 

Contoh  

Didefinisikan fungsi 𝑑: ℝ2 Γ— ℝ2 β†’ ℝ yaitu 

𝑑(π‘Ž, 𝑏) = √(π‘₯1 βˆ’ 𝑦1)
2 + (π‘₯2 βˆ’ 𝑦2)

2 

dengan π‘Ž = (π‘₯1, π‘₯2) dan 𝑏 = (𝑦1, 𝑦2). Tunjukkan 
bahwa fungsi 𝑑 adalah metrik! 
 

Definisi 2.1.2 (Persekitaran) 

Misalkan (𝑋, 𝑑) adalah ruang metrik, maka 
untuk suatu > 0, persekitaran titik di π‘₯0 ∈ 𝑋 
merupakan himpunan  

π‘£πœ€ (π‘₯0) = {π‘₯ ∈ 𝑋: 𝑑(π‘₯0, π‘₯) < } (Sherbert dan 
Bartle, 2000:329). 

 

2. Himpunan Terbuka dan Himpunan 
Tertutup 

Definisi 2.2.1 

Misalkan (𝑋, 𝑑) adalah ruang metrik, 
untuk sebarang π‘₯ ∈ 𝑋 dan setiap π‘Ÿ > 0, 
himpunan-himpunan 

1. 𝐡π‘₯ (π‘Ÿ) = (𝑦 ∈ 𝑋 ⃓ 𝑑(π‘₯, 𝑦) < π‘Ÿ) disebut bola 
terbuka 

2. 𝐡π‘₯ (π‘Ÿ) = (𝑦 ∈ 𝑋 ⃓ 𝑑(π‘₯, 𝑦) ≀ π‘Ÿ) disebut bola 
tertutup (Rynne dan Youngson, 2008:13). 

 

Contoh  

a. Diketahui ruang metrik (𝑋, 𝑑) dengan 
metrik 𝑑(π‘₯, 𝑦) = |π‘₯ βˆ’ 𝑦| 

b. 𝐡(0,1) = (𝑦 ∈ 𝑋 ⃓ βˆ’ 1 < 𝑦 < 1) disebut 
bola terbuka berpusat di 0 dengan jari-jari 1 
pada ruang metrik (𝑋, 𝑑). 

c. Diketahui ruang metrik (𝑋, 𝑑) dengan 
metrik 𝑑(π‘₯, 𝑦) = |π‘₯ βˆ’ 𝑦| 

d. 𝐡(0,1) = (𝑦 ∈ 𝑋 ⃓ βˆ’ 1 ≀ 𝑦 ≀ 1) disebut 
bola tertutup berpusat di 0 dengan jari-jari 
1 pada ruang metrik (𝑋, 𝑑). 

Definisi 2.2.2 (Titik Interior) 

Titik 𝑝 disebut suatu titik interior 
himpunan 𝐸 jika terdapat suatu persekitaran dari 
𝑝 yang merupakan subset dari 𝐸 (Soemantri, 
1988). 

 

Definisi 2.2.3 (Himpunan Terbuka)  

Himpunan 𝐸 disebut himpunan terbuka 
jika setiap anggotanya merupakan titik interior 
himpunan 𝐸 (Soemantri, 1988). 

Definisi 2.2.4 (Titik Limit)  

Misalkan 𝐴 βŠ† ℝ, suatu titik 𝑐 ∈ ℝ disebut 
titik limit jika untuk setiap 𝛿 > 0 terdapat paling 
sedikit satu titik π‘₯ ∈ 𝐴, π‘₯ β‰  𝑐 sedemikian 
sehingga |π‘₯ βˆ’ 𝑐| < 𝛿 (Bartle dan Sherbert, 
2000:97). 

Menurut Soemantri (1988) titik 𝑝 ∈ 𝑋 
disebut titik limit himpunan 𝐸 subset 𝑋, bila 
setiap sekitar titik 𝑝 memuat paling sedikit satu 
titik π‘ž ∈ 𝑋 dan π‘ž β‰  𝑝. 

Definisi 2.2.5 (Himpunan Tertutup)  

Himpunan 𝐸 disebut tertutup jika semua 
titik limitnya termuat  di dalam 𝐸 (Soemantri, 
1988). 

Definisi 2.2.6 (Himpunan Terbatas)  

Himpunan 𝐸 dalam ruang metrik (𝑋) 
disebut terbatas jika terdapat titik 𝑝 ∈ 𝑋 dan 
bilangan 𝑀 > 0 sehingga untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑋, 
maka jarak 𝑑(𝑝, π‘₯) ≀ 𝑀 (Soemantri, 1988). 

3. Kekonvergenan dan Kelengkapan  

Definisi 2.3.1 (Barisan Terbatas) 

Barisan 〈π‘₯𝑛βŒͺ di ruang metrik 𝑋 = (𝑋, 𝑑) 
disebut barisan terbatas jika daerah jangkauan 

(range) dari barisan tersebut merupakan himpunan 

bagian terbatas di 𝑋 (Soemantri, 1988). 



Amanatul Husnia, Hairur Rahman  
 

  
118 Volume 3 No. 2 Mei 2014 

 

 

Definisi 2.3.2 (Barisan Konvergen)  

Barisan 〈π‘₯𝑛 βŒͺ di ruang metrik 𝑋 = (𝑋, 𝑑) 
dikatakan konvergen jika ada π‘₯ ∈ 𝑋, maka 

lim
π‘›β†’βˆž

𝑑(π‘₯𝑛 , π‘₯) = 0 

π‘₯ disebut limit dari 〈π‘₯𝑛βŒͺ dapat juga ditulis dengan 
lim

π‘›β†’βˆž
π‘₯𝑛 = π‘₯ 

atau  

π‘₯𝑛 β†’ π‘₯ 
Barisan 〈π‘₯𝑛 βŒͺ yang tidak konvergen disebut divergen 
(Kreyszig, 1978:25). 

 

Teorema 2.3.3 

Jika barisan 〈π‘₯𝑛βŒͺ konvergen di dalam 
ruang metrik (𝑋, 𝑑), maka barisan 〈π‘₯𝑛 βŒͺ tersebut 
terbatas dan limit barisan 〈π‘₯𝑛βŒͺ  tunggal. 

Definisi 2.3.4 (Barisan Cauchy)  

Barisan 〈π‘₯𝑛 βŒͺ di dalam ruang metrik (𝑋, 𝑑) 
dikatakan barisan Cauchy jika untuk setiap > 0, 
terdapat 𝑁 ∈ β„•  sedemikian sehingga untuk 
semua π‘š, 𝑛 > 𝑁 berlaku 

𝑑(π‘₯π‘š , π‘₯𝑛 ) <  (Ghozali, 2010:12). 
Teorema 2.3.5 

Setiap barisan yang konvergen dalam 
suatu metrik (𝑋, 𝑑) merupakan barisan Cauchy 

Definisi 2.3.6 (Ruang Metrik Lengkap)  

Ruang metrik (𝑋, 𝑑) dikatakan lengkap 
jika setiap barisan Cauchy konvergen di dalam 𝑋 
(Sherbet dan Bartle, 2000:330). 

4. Ruang Vektor Bernorma 

Definisi 2.4.1 (Ruang Vektor Bernorma)  

Ruang vektor bernorma adalah ruang 
vektor 𝑋 dengan pemetaan βˆ₯ βˆ₯: 𝑋 β†’ 𝑅+, dengan 
sifat-sifat 

1. βˆ₯ π‘₯ βˆ₯= 0 jika dan hanya jika π‘₯ = 0 (π‘₯ ∈ 𝑋) 
2. ‖𝛼π‘₯β€– = |𝛼|β€–π‘₯β€– untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑋 dan skalar 𝛼 
3. β€–π‘₯ + 𝑦‖ ≀ β€–π‘₯β€– + ‖𝑦‖ untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋 

Ruang vektor bernorma ini dinotasikan 
dengan (π‘₯, βˆ₯ βˆ₯) dan pemetaan ini βˆ₯ βˆ₯ disebut 
β€œnorma” pada ruang (Cohen, 2003:174). 

Contoh  

Misalkan 𝑋 merupakan ruang vektor 
berdimensi hingga di 𝔽 dengan basis 
{𝑒1, 𝑒2, 𝑒3, … , 𝑒𝑛}  yang mana π‘₯ ∈ 𝑋 dapat juga 
ditulis dengan π‘₯ = βˆ‘ πœ†π‘—π‘’π‘—

𝑛
𝑗=1  dengan 

πœ†1, πœ†2, πœ†3, … , πœ†π‘› ∈ 𝔽. Maka fungsi β€–π‘₯β€–: 𝑋 β†’ ℝ 
didefinisikan dengan 

β€–π‘₯β€– = (βˆ‘|πœ†π‘— |
2
)

1
2

𝑛

𝑗=1

 

Merupakan norma di 𝑋 

5. Kekonvergenan dalam Ruang Bernorma 

Menurut Cohen (2003:178) dalam 
mempertimbangkan ruang bernorma menjadi 
ruang metrik dapat diketahui dengan satu cara. 
Kemudian gagasan yang terkait pada 
kekonvergenan barisan di ruang metrik dapat 
dipindahkan ke ruang bernorma. Oleh sebab itu, 
dapat disimpulkan dengan barisan 〈π‘₯𝑛βŒͺ di ruang 
norma konvergen jika terdapat bilangan > 0 
dan terdapat elemen π‘₯ ∈ 𝑋 serta terdapat 
bilangan bulat positif 𝑁 seperti 

β€–π‘₯𝑛 βˆ’ π‘₯β€– <  dimana 𝑛 > 𝑁 

dapat ditulis dengan π‘₯𝑛 β†’ π‘₯ atau π‘™π‘–π‘šπ‘₯𝑛 = π‘₯ dan 

π‘₯ disebut limit pada barisan. 

Definisi 2.5.1 (Ruang Banach)  

Setiap ruang vektor bernorma yang 
lengkap disebut ruang Banach (Cohen, 
2003:178). 

6. Teorema Titik Tetap 

Definisi 2.6.1 

Misalkan 𝑇 merupakan pemetaan dari 
ruang metrik (𝑋, 𝑑) ke dalam dirinya sendiri 

a. Sebuah titik π‘₯ ∈ 𝑋 sedemikian sehingga 𝑇(π‘₯) =
π‘₯ maka π‘₯ disebut titik tetap pada pemetaan 𝑇 

b. Jika ada 𝛼, dengan 0 < 𝛼 < 1, maka untuk setiap 
pasangan dari titik π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋 diperoleh 

𝑑(𝑇π‘₯ , 𝑇𝑦 ) ≀ 𝛼 𝑑(π‘₯, 𝑦) 

Kemudian 𝑇 disebut pemetaan kontraksi 
atau kontraksi sederhana, sedangkan 𝛼 disebut 
kontraksi konstan di  𝑇 (Cohen, 2003:116). 

Teorema 2.6.2 

Jika 𝑇 adalah pemetaan kontraksi di ruang 
metrik 𝑋 maka 𝑇 kontinu di 𝑋. 

Teorema 2.6.3 (Teorema Titik Tetap/ Titik Tetap 

Banach) 

Setiap pemetaan kontraksi di ruang metrik 
lengkap hanya mempunyai titik tetap tunggal. 

7. Pemetaan 

Definisi 2.7.1 (Pemetaan) 

Misalkan 𝑋 dan 𝑦 adalah ruang metrik. 
Pemetaan 𝑇 dari himpunan 𝑋 ke himpunan π‘Œ 
dinotasikan dengan 𝑇: 𝑋 β†’ π‘Œ adalah suatu 



Teorema Titik Tetap di Ruang Banach 
 

 
Cauchy – ISSN: 2086-0382 119 

 

pengawanan setiap π‘₯ ∈ 𝑋 dikawankan secara 
tunggal dengan 𝑦 ∈ π‘Œ dan ditulis 𝑦 = 𝑇(π‘₯). 

Definisi 2.7.2 (Pemetaan Kontinu) 

Misalkan 𝑋 = (𝑋, 𝑑1) dan π‘Œ = (π‘Œ, 𝑑2) 
adalah ruang metrik. Pemetaan 𝑇: 𝑋 β†’ π‘Œ 
dikatakan kontinu di titik π‘₯0 ∈ 𝑋 jika untuk setiap 

> 0 terdapat 𝛿 > 0 sedemikian sehingga untuk 
setiap π‘₯ ∈ 𝑋 dengan 𝑑1(π‘₯, π‘₯0) < 𝛿 maka berlaku 

𝑑2(𝑇(π‘₯), 𝑇(π‘₯0)) <  

Pemetaan 𝑇 dikatakan kontinu pada 𝑋 jika 
𝑇 kontinu di setiap titik anggota 𝑋. 

Definisi 2.7.3 (Komposisi Pemetaan) 

Misalkan 𝐴, 𝐡 dan 𝐢 adalah ruang metrik. 
jika 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 dan 𝑔: 𝐡 β†’ 𝐢 maka komposisi 
pemetaan π‘”π‘œπ‘“ merupakan pemetaan dari 𝐴 β†’ 𝐢 
yang didefinisikan  

(π‘”π‘œπ‘“)(π‘₯) = 𝑔(𝑓(π‘₯)) untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑋 

Komposisi (π‘“π‘œπ‘“)(π‘₯) = 𝑓(𝑓(π‘₯)) = 𝑓2(π‘₯) dan jika 
komposisi sebanyak 𝑛 suku, maka 
(π‘“π‘œπ‘“π‘œπ‘“π‘œ … π‘œπ‘“) = 𝑓𝑛 (π‘₯) 
 

Definisi 2.7.4 (Pemetaan Kontraksi) 

Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik. 
Pemetaan 𝑇: 𝑋 β†’ 𝑋 dikatakan pemetaan 
kontraksi, jika ada konstanta 𝑐 dengan 0 ≀ 𝑐 ≀ 1 
berlaku  

𝑑(𝑇(π‘₯)𝑇(𝑦)) ≀ 𝑐𝑑(π‘₯, 𝑦)  
untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋 

PEMBAHASAN 

Dalam matematika teorema titik tetap 
Banach juga dikenal sebagai teorema pemetaan 
kontraksi yang merupakan alat penting dalam 
teori ruang metrik, untuk menjamin keberadaan 
dan ketunggalan titik tetap pemetaan diri pada 
ruang metrik, dan menyediakan metode 
kontraksi untuk menemukan titik tetap (Banach, 
1992:133). 

Teorema 3.1.2 

Misalkan 𝑇 adalah pemetaan kontraksi 
pada ruang metrik (𝑋, 𝑑) ke dalam dirinya 
sendiri. Maka 𝑇 𝑛 adalah pemetaan Kannan, untuk 
setiap 𝑛 adalah bilangan bulat positif (Kannan, 
1969:71-78). 

Bukti 

Menurut definisi pemetaan kontraksi 
(definisi 2.7.4) bahwa misalkan (𝑋, 𝑑) 
merupakan ruang metrik. Pemetaan 𝑇: 𝑋 β†’ 𝑋 
dikatakan pemetaan kontraksi, jika ada 
konstanta 𝑐 dengan 0 ≀ 𝑐 ≀ 1 sehingga  

𝑑(𝑇(π‘₯)𝑇(𝑦)) ≀ 𝑐𝑑(π‘₯, 𝑦)  

untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋. 

Sekarang akan ditunjukkan bahwa  𝑇 𝑛 adalah 
pemetaan Kannan, jika ada konstanta π‘˜ dengan 
0 ≀ π‘˜ ≀ 1 sehingga  

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛 (𝑦)) ≀ π‘˜[𝑑(𝑇(π‘₯), π‘₯) + 𝑑(𝑇(𝑦), 𝑦)] 

untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋. 

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛 (𝑦)) = 𝑑(𝑇𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯), 𝑇𝑇 π‘›βˆ’1(𝑦))  

 ≀ 𝑐𝑑(𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯), 𝑇 π‘›βˆ’1(𝑦))  
 = 𝑐𝑑(𝑇𝑇 π‘›βˆ’2(π‘₯), 𝑇𝑇 π‘›βˆ’2(𝑦))  
 ≀ 𝑐 2𝑑(𝑇 π‘›βˆ’2 (π‘₯), 𝑇 π‘›βˆ’2(𝑦))  

Sehingga diperoleh 

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛 (𝑦)) ≀ 𝑐 𝑛 𝑑(π‘₯, 𝑦)      (3.1) 

untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋. 

Karena 𝑑(π‘₯, 𝑦) ≀ 𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), π‘₯) +

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛 (𝑦)) +                   𝑑(𝑇 𝑛 (𝑦), 𝑦) 

Dengan menggunakan ketaksamaan (3.1), maka 
diperoleh 

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛 (𝑦)) ≀ 𝑐 𝑛 𝑑(π‘₯, 𝑦)   
                             ≀ 𝑐 𝑛 [𝑑(𝑇 𝑛(π‘₯), π‘₯) +

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛 (𝑦)) +

𝑑(𝑇 𝑛(𝑦), 𝑦)] 
= 𝑐 𝑛 𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), π‘₯) +

𝑐 𝑛 𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛 (𝑦)) +

𝑐 𝑛 𝑑(𝑇 𝑛(𝑦), 𝑦)  

Sehingga mengakibatkan 

(1 βˆ’ 𝑐 𝑛 )𝑑(𝑇 𝑛(π‘₯), 𝑇 𝑛(𝑦)) ≀ 𝑐 𝑛[𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), π‘₯) +

                                                     𝑑(𝑇 𝑛 (𝑦), 𝑦)]  

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛 (𝑦)) ≀
𝑐 𝑛

(1βˆ’π‘ 𝑛)
[𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), π‘₯) +

                                    𝑑(𝑇 𝑛(𝑦), 𝑦)]                    (3.2) 

untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋. 

Karena 𝑐 < 1, maka dapat diambil 𝑛 

sebarang dengan 𝑐 𝑛 <
1

3
, sehingga 

(1 βˆ’ 𝑐 𝑛 ) > 1 βˆ’
1

3
  

(1 βˆ’ 𝑐 𝑛 ) >
2

3
 atau  

1

(1βˆ’π‘ 𝑛)
<

3

2
 

Oleh karena itu 
𝑐 𝑛

(1βˆ’π‘ 𝑛)
<

1

2
 

Dimana 
𝑐 𝑛

(1βˆ’π‘ 𝑛)
= π‘˜, dengan menggunakan 

ketaksamaan (3.2) diperoleh 

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛 (𝑦)) ≀ [𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), π‘₯) + 𝑑(𝑇 𝑛(𝑦), 𝑦)]  

untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋, dimana 0 ≀ π‘˜ ≀
1

2
. 

Sehingga terbukti bahwa 𝑇 𝑛 adalah pemetaan 
Kannan. 

Contoh  



Amanatul Husnia, Hairur Rahman  
 

  
120 Volume 3 No. 2 Mei 2014 

 

Misalkan 𝑋 adalah himpunan bilangan real 
dengan βˆ’2 < π‘₯ < 2 dan didefinisikan metrik 
dengan 

𝑑(π‘₯, 𝑦) = |π‘₯ βˆ’ 𝑦| 

𝑇 adalah pemetaan pada ruang metrik (𝑋, 𝑑) ke 
dalam dirinya sendiri dengan 

𝑇π‘₯ = {
βˆ’

π‘₯

4
, |π‘₯| ≀ 1            

π‘₯

4
, 1 < |π‘₯| < 2

 

Maka  

𝑑(𝑇π‘₯, 𝑇𝑦) = |𝑇π‘₯ βˆ’ 𝑇𝑦|  

 ≀ |𝑇π‘₯| + |𝑇𝑦| = |
π‘₯

4
| + |

π‘₯

4
|   

Sehingga mengakibatkan   

𝑑(𝑇π‘₯, 𝑇𝑦) ≀
1

4
|π‘₯| + |𝑦|      (3.3) 

untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋. 

𝑑(π‘₯, 𝑇π‘₯) = |π‘₯ βˆ’ 𝑇π‘₯| β‰₯ |π‘₯| βˆ’ |𝑇π‘₯| dan 
𝑑(𝑦, 𝑇𝑦) = |𝑦 βˆ’ 𝑇𝑦| β‰₯ |𝑦| βˆ’ |𝑇𝑦|  

Sehingga  

𝑑(π‘₯, 𝑇π‘₯) + 𝑑(𝑦, 𝑇𝑦) β‰₯ |π‘₯| βˆ’ |𝑇π‘₯| + |𝑦| βˆ’ |𝑇𝑦| 

= |π‘₯| βˆ’ |
π‘₯

4
| + |𝑦| βˆ’ |

𝑦

4
|  

= |π‘₯| (1 βˆ’
1

4
) + |𝑦|(1 βˆ’

1

4
)  

= |π‘₯| (
3

4
) + |𝑦|(

3

4
)  

   =
3

4
(|π‘₯| + |𝑦|) 

Maka  

𝑑(π‘₯, 𝑇π‘₯) + 𝑑(𝑦, 𝑇𝑦) β‰₯
3

4
(|π‘₯| + |𝑦|)      (3.4) 

Oleh karena itu, dengan menggunakan 
ketaksamaan (3.3)  dan (3.4) diperoleh 

𝑑(𝑇π‘₯, 𝑇𝑦) ≀
1

3
[𝑑(π‘₯, 𝑇π‘₯) + 𝑑(𝑦, 𝑇𝑦)] 

untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋. 

Jadi, terbukti bahwa 𝑇 adalah pemetaan Kannan. 

Dari teorema dan contoh di atas akan 
ditunjukkan bahwa pemetaan Kannan 
mempunyai titik tetap yang tunggal. 

Pertama akan ditunjukkan bahwa ruang 
metrik (𝑋, 𝑑) adalah lengkap, dapat diketahui 
bahwa kondisi pemetaan Kannan adalah 

𝑑(𝑇(π‘₯), 𝑇(𝑦)) ≀ π‘˜[𝑑(𝑇(π‘₯), π‘₯) + 𝑑(𝑇(𝑦), 𝑦)]  (3.5) 

untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋, dimana 0 ≀ π‘˜ <
1

2
. 

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛+1(π‘₯)) = 𝑑(𝑇𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯), 𝑇𝑇 𝑛(π‘₯)) 

Dengan menggunakan ketaksamaan (3.5), 
diperoleh 

𝑑(𝑇 𝑛(π‘₯), 𝑇 𝑛+1(π‘₯))

≀ π‘˜[𝑑(𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯), 𝑇 𝑛 (π‘₯))

+ 𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛+1(π‘₯))] 
 

Mengakibatkan  

(1 βˆ’ π‘˜)𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛+1(π‘₯)) ≀ π‘˜π‘‘(𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯), 𝑇 𝑛 (π‘₯)) 

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛+1(π‘₯))  ≀
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
𝑑(𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯), 𝑇 𝑛 (π‘₯))  

(3.6) 

Dengan mengubah 𝑛 menjadi 𝑛 βˆ’ 1 dari 
persamaan di atas, diperoleh 

𝑑(𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯), 𝑇 𝑛 (π‘₯))

≀
π‘˜

(1 βˆ’ π‘˜)
𝑑(𝑇 π‘›βˆ’2(π‘₯), 𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯)) 

Maka dari ketaksamaan (3.6), diperoleh  

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛+1(π‘₯)) ≀

 
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)

π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
𝑑(𝑇 π‘›βˆ’2(π‘₯), 𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯))  

= (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)2𝑑(𝑇 π‘›βˆ’2(π‘₯), 𝑇 π‘›βˆ’1(π‘₯))  

≀ (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)𝑛 𝑑((π‘₯), 𝑇(π‘₯))  

untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋, dimana 0 ≀ π‘˜ <
1

2
. 

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛+π‘Ÿ (π‘₯)) ≀ 𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛+(π‘₯)) +

                                         𝑑(𝑇 𝑛+1(π‘₯), 𝑇 𝑛+2(π‘₯)) + β‹― +

                                         𝑑(𝑇 𝑛+π‘Ÿβˆ’1(π‘₯), 𝑇 𝑛+π‘Ÿ (π‘₯))  

Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga, 
diperoleh 

𝑑(𝑇 𝑛 (π‘₯), 𝑇 𝑛+π‘Ÿ (π‘₯)) ≀ (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)

𝑛

𝑑((π‘₯), 𝑇(π‘₯))+≀

                                          (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)

𝑛+1

𝑑((π‘₯), 𝑇(π‘₯)) +

                                           … +≀

                                          (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)𝑛+π‘Ÿβˆ’1𝑑((π‘₯), 𝑇(π‘₯))    

= (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)

𝑛

[1 + (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
) + (

π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)

2

+ β‹― +

       (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)

𝑛+π‘Ÿβˆ’1

] 𝑑((π‘₯), 𝑇(π‘₯))  

≀ (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)

𝑛

[1 + (
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
) + (

π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)

2

+ β‹― +

       ∞] 𝑑((π‘₯), 𝑇(π‘₯))  

Dengan rasio 
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
< 1, maka barisan tersebut 

konvergen yaitu konvergen terhadap 
1

1βˆ’(
π‘˜

(1βˆ’π‘˜)
)
. 

Maka  

1 + (
π‘˜

(1 βˆ’ π‘˜)
) + (

π‘˜

(1 βˆ’ π‘˜)
)

2

+ β‹― + ∞

=
1

1 βˆ’ (
π‘˜

(1 βˆ’ π‘˜)
)

=
1 βˆ’ π‘˜

1 βˆ’ 2π‘˜
 

Dari persamaan di atas diperoleh 



Teorema Titik Tetap di Ruang Banach 
 

 
Cauchy – ISSN: 2086-0382 121 

 

𝑑(𝑇 𝑛(π‘₯), 𝑇 𝑛+π‘Ÿ (π‘₯))

≀ (
π‘˜

(1 βˆ’ π‘˜)
)

𝑛

(
1 βˆ’ π‘˜

1 βˆ’ 2π‘˜
) 𝑑((π‘₯), 𝑇(π‘₯)) 

Karena barisan βŒ©π‘‡ 𝑛 (π‘₯)βŒͺ adalah barisan Cauchy 
yang konvergen maka π‘₯ mempunyai titik tetap 
tunggal yaitu 𝑇(π‘₯) = π‘₯. 

 

Teorema 3.1.4  

Misalkan π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋 dan 𝛼, 𝛽 ∈ [0,
1

2
] dengan 

𝑑(𝑇(π‘₯), 𝑇(𝑦)) ≀ 𝛼[𝑑(𝑇(π‘₯), π‘₯) + 𝑑(𝑇(𝑦), 𝑦)           

+ 𝛽𝑑(π‘₯, 𝑦)] 

Maka 𝑇 mempunyai titik tetap tunggal di 𝑋 
(Fisher, 1976:193-194). 

Bukti 

Ambil titik π‘₯0 ∈ 𝑋 dan 〈π‘₯𝑛 βŒͺ barisan di 𝑋 
didefinisikan dengan 

π‘₯𝑛 = 𝑇π‘₯π‘›βˆ’1,             𝑛 ∈ 𝑁 
Maka 

π‘₯0,  π‘₯1 = 𝑇(π‘₯0),  π‘₯2 = 𝑇(π‘₯1),  π‘₯3 = 𝑇(π‘₯2), … , π‘₯π‘›βˆ’1  
= 𝑇(π‘₯π‘›βˆ’2), π‘₯𝑛 = 𝑇(π‘₯π‘›βˆ’1) 

Akan ditunjukkan bahwa 〈π‘₯𝑛βŒͺ adalah barisan 
Cauchy 

𝑑(π‘₯1, π‘₯2) = 𝑑(𝑇(π‘₯0), 𝑇(π‘₯1))  
≀ 𝛼[𝑑(𝑇(π‘₯0), π‘₯0) + 𝑑(𝑇(π‘₯1), π‘₯1)] + 𝛽𝑑(π‘₯0, π‘₯1) =
𝛼[𝑑(π‘₯1, π‘₯0) + 𝑑(π‘₯2, π‘₯1)] + 𝛽𝑑(π‘₯0, π‘₯1)  
= 𝛼[𝑑(π‘₯1, π‘₯2) + 𝑑(π‘₯0, π‘₯1)] + 𝛽𝑑(π‘₯0, π‘₯1)   

≀
𝛼

1βˆ’π›Ό
𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + 𝛽𝑑(π‘₯0, π‘₯1)   

 

𝑑(π‘₯2, π‘₯3) = 𝑑(𝑇(π‘₯1), 𝑇(π‘₯2))  
≀ 𝛼[𝑑(𝑇(π‘₯1), π‘₯1) + 𝑑(𝑇(π‘₯2), π‘₯2)] + 𝛽𝑑(π‘₯1, π‘₯2)  
= 𝛼[𝑑(π‘₯2, π‘₯1) + 𝑑(π‘₯3, π‘₯2)] + 𝛽𝑑(π‘₯1, π‘₯2)  
= 𝛼[𝑑(π‘₯2, π‘₯3) + 𝑑(π‘₯1, π‘₯2)] + 𝛽𝑑(π‘₯1, π‘₯2)   

≀
𝛼

1βˆ’π›Ό
𝑑(π‘₯1, π‘₯2) + 𝛽𝑑(π‘₯1, π‘₯2)   

≀ (
𝛼

1βˆ’π›Ό
)2𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + 𝛽

2𝑑(π‘₯0, π‘₯1)  

 

𝑑(π‘₯3, π‘₯4) = 𝑑(𝑇(π‘₯2), 𝑇(π‘₯3))  
≀ 𝛼[𝑑(𝑇(π‘₯2), π‘₯2) + 𝑑(𝑇(π‘₯3), π‘₯3)] + 𝛽𝑑(π‘₯2, π‘₯3)  
= 𝛼[𝑑(π‘₯3, π‘₯2) + 𝑑(π‘₯4, π‘₯3)] + 𝛽𝑑(π‘₯2, π‘₯3)  
= 𝛼[𝑑(π‘₯3, π‘₯4) + 𝑑(π‘₯2, π‘₯3)] + 𝛽𝑑(π‘₯2, π‘₯3)  

≀
𝛼

1βˆ’π›Ό
𝑑(π‘₯2, π‘₯3) + 𝛽𝑑(π‘₯2, π‘₯3)  

≀ (
𝛼

1βˆ’π›Ό
)3𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + 𝛽

3𝑑(π‘₯0, π‘₯1)  
.
.
.
  

𝑑(π‘₯𝑛 , π‘₯π‘›βˆ’1) = 𝑑(𝑇(π‘₯𝑛), 𝑇(π‘₯π‘›βˆ’1))  
≀ 𝛼[𝑑(𝑇(π‘₯𝑛 ), π‘₯𝑛 ) + 𝑑(𝑇(π‘₯π‘›βˆ’1), π‘₯π‘›βˆ’1)] +
    𝛽𝑑(π‘₯𝑛, π‘₯π‘›βˆ’1)  
= 𝛼[𝑑(π‘₯𝑛, π‘₯π‘›βˆ’1) + 𝑑(π‘₯𝑛+1, π‘₯𝑛 )] + 𝛽𝑑(π‘₯𝑛 , π‘₯π‘›βˆ’1)  
= 𝛼[𝑑(π‘₯π‘›βˆ’1 , π‘₯𝑛+1) + 𝑑(π‘₯𝑛 , π‘₯π‘›βˆ’1)] + 𝛽𝑑(π‘₯𝑛 , π‘₯π‘›βˆ’1)  

≀
𝛼

1βˆ’π›Ό
𝑑(π‘₯𝑛 , π‘₯π‘›βˆ’1) + 𝛽𝑑(π‘₯𝑛 , π‘₯π‘›βˆ’1)  

≀ (
𝛼

1βˆ’π›Ό
)𝑛 𝑑(π‘₯𝑛, π‘₯π‘›βˆ’1) + 𝛽

𝑛 𝑑(π‘₯𝑛, π‘₯π‘›βˆ’1)  

Secara umum diperoleh jika π‘š merupakan 
bilangan bulat positif maka berlaku 

𝑑(π‘₯π‘š , π‘₯π‘š+1) ≀ (
𝛼

1βˆ’π›Ό
)π‘š 𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + 𝛽

π‘š 𝑑(π‘₯0, π‘₯1)  

= (π‘ž)π‘š 𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + π‘Ÿ
π‘š 𝑑(π‘₯0, π‘₯1) (3.7) 

dengan π‘ž =
𝛼

1βˆ’π›Ό
 dan π‘Ÿ = 𝛽. 

Karena 𝛼, 𝛽 ∈ [0,
1

2
], jelas bahwa 0 < π‘ž < 1 dan 

0 < π‘Ÿ < 1 

Ambil > 0 dan ambil bilangan 𝑛, π‘š ∈ β„• dengan 
sifat ketaksamaan segitiga pada metrik dan 
jumlah dari barisan geometri, didapatkan untuk 
𝑛 > π‘š 

𝑑(π‘₯π‘š , π‘₯𝑛 ) ≀ 𝑑(π‘₯π‘š , π‘₯π‘š+1) + 𝑑(π‘₯π‘š+1, π‘₯π‘š+2) +
                        𝑑(π‘₯π‘š+2, π‘₯π‘š+3) + β‹― + 𝑑(π‘₯π‘›βˆ’1, π‘₯𝑛)  ≀
(π‘žπ‘š + π‘žπ‘š+1 + π‘žπ‘š+2 + π‘žπ‘š+3 + β‹― +
      π‘žπ‘›βˆ’1)𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + (π‘Ÿ

π‘š + π‘Ÿπ‘š+1 + π‘Ÿπ‘š+2 +
      π‘Ÿπ‘š+3 + β‹― + π‘Ÿπ‘›βˆ’1)𝑑(π‘₯0, π‘₯1)  
 

≀ π‘žπ‘š (1 + π‘ž + π‘ž2 + π‘ž3 + β‹― + π‘žπ‘›βˆ’π‘šβˆ’1)𝑑(π‘₯0, π‘₯1)   
+ 

π‘Ÿπ‘š (1 + π‘Ÿ + π‘Ÿ2 + π‘Ÿ3 + β‹― + π‘Ÿπ‘›βˆ’π‘šβˆ’1) 𝑑(π‘₯0, π‘₯1)  =
π‘žπ‘š βˆ‘ π‘žπ‘–π‘›βˆ’π‘šβˆ’1𝑖=0  𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + π‘Ÿ

π‘š βˆ‘ π‘Ÿπ‘–π‘›βˆ’π‘šβˆ’1𝑖=0   
    𝑑(π‘₯0, π‘₯1)  
= π‘žπ‘š βˆ‘ π‘žπ‘–βˆžπ‘–=0  𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + π‘Ÿ

π‘š βˆ‘ π‘Ÿπ‘–βˆžπ‘–=0  𝑑(π‘₯0, π‘₯1) 
(3.8) 

Karena 0 < π‘ž < 1 dan 0 < π‘Ÿ < 1,  maka 
deret βˆ‘ π‘žπ‘–βˆžπ‘–=0  pada ketaksamaan (3.8) konvergen 

ke  
1

1βˆ’π‘ž
 dan deret βˆ‘ π‘Ÿπ‘–βˆžπ‘–=0  konvergen ke  

1

1βˆ’π‘Ÿ
 

Sehingga diperoleh 

𝑑(π‘₯π‘š , π‘₯𝑛 ) ≀
π‘žπ‘š

1 βˆ’ π‘ž
𝑑(π‘₯0, π‘₯1) +

π‘Ÿπ‘š

1 βˆ’ π‘Ÿ
𝑑(π‘₯0, π‘₯1) 

untuk 𝑛 > π‘š > 𝑁. 

Karena π‘™π‘–π‘šπ‘šβ†’βˆžπ‘ž
π‘š = 0 dan π‘™π‘–π‘šπ‘šβ†’βˆžπ‘Ÿ

π‘š = 0, maka 
π‘™π‘–π‘šπ‘šβ†’βˆžπ‘‘(π‘₯π‘š, π‘₯𝑛) = 0 

maka 〈π‘₯𝑛βŒͺ adalah barisan Cauchy. 

Karena 𝑋 lengkap, maka 〈π‘₯𝑛βŒͺ konvergen. 

Katakan π‘₯𝑛 β†’ π‘₯. Artinya sedemikian sehingga 
jika 𝑁 ∈ β„•, untuk setiap 𝑛 β‰₯ 𝑁 berlaku 

𝑑(π‘₯𝑛 , π‘₯) <
πœ€

2
  

Akan ditunjukkan bahwa π‘₯ adalah titik tetap dari 
pemetaan 𝑇. Dari sifat ketaksamaan segitiga dan 
prinsip Fisher, didapatkan 

𝑑(π‘₯, 𝑇(π‘₯)) ≀ 𝑑(π‘₯, π‘₯𝑛) + 𝑑(π‘₯𝑛 , 𝑇(π‘₯))  
= 𝑑(π‘₯, π‘₯𝑛) + (𝑇(π‘₯π‘›βˆ’1), 𝑇(π‘₯))  
≀ 𝑑(π‘₯, π‘₯𝑛) + 𝛼[𝑑(𝑇(π‘₯π‘›βˆ’1), π‘₯π‘›βˆ’1) +

                          𝑑(𝑇(π‘₯), π‘₯)] + 𝛽𝑑(π‘₯π‘›βˆ’1, π‘₯)  
Karena π‘₯𝑛 β†’ π‘₯ diperoleh ketaksamaan 

𝑑(π‘₯, 𝑇(π‘₯)) <
πœ€

2
+ 𝛼[𝑑(𝑇(π‘₯π‘›βˆ’1), π‘₯π‘›βˆ’1) +

                         𝑑(𝑇(π‘₯), π‘₯)] + 𝛽𝑑(π‘₯π‘›βˆ’1, π‘₯)  



Amanatul Husnia, Hairur Rahman  
 

  
122 Volume 3 No. 2 Mei 2014 

 

<
πœ€

2(1βˆ’π›Ό)
+ (

𝛼

1βˆ’π›Ό
) 𝑑(𝑇(π‘₯π‘›βˆ’1), π‘₯π‘›βˆ’1) + 𝛽𝑑(π‘₯π‘›βˆ’1, π‘₯)  

=
πœ€

2(1βˆ’π›Ό)
+ (

𝛼

1βˆ’π›Ό
) 𝑑(π‘₯π‘›βˆ’1, π‘₯𝑛) + 𝛽𝑑(π‘₯π‘›βˆ’1, π‘₯)  

Menurut ketaksamaan (3.8) 

𝑑(π‘₯π‘›βˆ’1, π‘₯𝑛) ≀ (
𝛼

1 βˆ’ 𝛼
)

π‘›βˆ’1

 𝑑(π‘₯0, π‘₯1)

+ (𝛽)π‘›βˆ’1 𝑑(π‘₯0, π‘₯1) 

Sehingga diperoleh 

𝑑 ≀
πœ€

2(1βˆ’π›Ό)
+ (

𝛼

1βˆ’π›Ό
) (

𝛼

1βˆ’π›Ό
)

π‘›βˆ’1

 𝑑(π‘₯0, π‘₯1) +

(
𝛽

1βˆ’π›½
)

π‘›βˆ’1

 𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + 𝛽𝑑(π‘₯π‘›βˆ’1, π‘₯)    

=
πœ€

2(1βˆ’π›Ό)
+ (

𝛼

1βˆ’π›Ό
)

𝑛

 𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + (
𝛽

1βˆ’π›½
)

𝑛

 𝑑(π‘₯0, π‘₯1)  

=
πœ€

2(1βˆ’π›Ό)
+ π‘žπ‘›  𝑑(π‘₯0, π‘₯1) + (π‘Ÿ)

π‘›βˆ’1 𝑑(π‘₯0, π‘₯1)  

Untuk 𝑛 β†’ ∞, maka π‘žπ‘› β†’ 0 dan π‘Ÿπ‘› β†’ 0, sehingga 

𝑑(π‘₯, 𝑇(π‘₯)) <
2(1 βˆ’ 𝛼)

 

Karena  sebarang, maka 𝑑(π‘₯, 𝑇(π‘₯)) = 0 

atau 𝑇(π‘₯) = π‘₯, dengan demikian terbukti bahwa 
pemetaan Fisher pada 𝑋 yang lengkap 
mempunyai titik tetap tunggal. 

Contoh 

Misalkan 〈π‘₯𝑛βŒͺ adalah barisan Cauchy di 𝑙2 

Akan ditunjukkan bahwa barisan di 𝑙2 tersebut 
konvergen, untuk setiap 𝑛 ∈ 𝑁 dan π‘₯𝑛 =
(π‘₯𝑛1, π‘₯𝑛2, π‘₯𝑛3, … ) yang telah didefinisikan pada 
ruang 𝑙2 atau βˆ‘ |π‘₯π‘›π‘˜ |

2∞
π‘˜=1  konvergen terhadap 𝑛.  

Dimana 〈π‘₯𝑛βŒͺ adalah barisan Cauchy, untuk setiap 
> 0 terdapat bilangan bulat positif 𝑁, sehingga 

βˆšβˆ‘|π‘₯π‘›π‘˜ βˆ’ π‘₯π‘šπ‘˜ |
2

∞

π‘˜=1

<  

dengan π‘š, 𝑛 > 𝑁. Dengan menggunakan definisi 
𝑙2, diperoleh 

βˆ‘ |π‘₯π‘›π‘˜ βˆ’ π‘₯π‘šπ‘˜ |
2∞

π‘˜=1 <
2,      π‘š, 𝑛 > 𝑁  

sehingga  

|π‘₯π‘›π‘˜ βˆ’ π‘₯π‘šπ‘˜ | < ,     π‘š, 𝑛 > 𝑁 

untuk setiap π‘˜ ∈ 𝑁. Maka untuk setiap π‘˜, (π‘₯π‘›π‘˜ ) 
adalah barisan Cauchy di 𝐢 sehingga π‘™π‘–π‘šπ‘›β†’βˆžπ‘₯π‘›π‘˜ 
ada ketika 𝐢 merupakan ruang metrik lengkap. 

π‘™π‘–π‘šπ‘›β†’βˆžπ‘₯π‘›π‘˜ dimana π‘₯ = (π‘₯1, π‘₯2, π‘₯3, … ) 

Akan ditunjukkan bahwa π‘₯ ∈ 𝑙2 dan 〈π‘₯𝑛 βŒͺ 
konvergen terhadap π‘₯. Maka 𝑙2 dapat dikatakan 
lengkap   

βˆ‘ |π‘₯π‘›π‘˜ βˆ’ π‘₯π‘šπ‘˜ |
2π‘Ÿ

π‘˜=1 <
2,      π‘š, 𝑛 > 𝑁  

Dapat diperhatikan bahwa π‘Ÿ = 1,2,3, … 

Maka 𝑛 merupakan titik dan π‘™π‘–π‘šπ‘šβ†’βˆžπ‘₯π‘šπ‘˜ = π‘₯ Β· π‘˜ 

βˆ‘ |π‘₯π‘›π‘˜ βˆ’ π‘₯ Β· π‘˜|
2π‘Ÿ

π‘˜=1 <
2,      𝑛 > 𝑁  

Ambil titik  

(π‘Ž1, π‘Ž2, π‘Ž3, … , π‘Žπ‘Ÿ ), (𝑏1, 𝑏2, 𝑏3, … , π‘π‘Ÿ ), (𝑐1, 𝑐2, 𝑐3, … , π‘π‘Ÿ )
∈ 𝐢 π‘Ÿ  

dengan menggunakan ketaksamaan segitiga di 
𝐢 π‘Ÿ, diperoleh 

βˆšβˆ‘|π‘Žπ‘˜ βˆ’ π‘π‘˜ |
2

π‘Ÿ

π‘˜=1

 ≀ βˆšβˆ‘|π‘Žπ‘˜ βˆ’ π‘π‘˜ |
2

π‘Ÿ

π‘˜=1

 

+ βˆšβˆ‘|π‘π‘˜ βˆ’ π‘π‘˜ |
2

π‘Ÿ

π‘˜=1

  

Misalkan π‘Žπ‘˜ = π‘₯ Β· π‘˜, π‘π‘˜ = π‘₯π‘›π‘˜ dan π‘π‘˜ = 0, sehingga 
diperoleh 

βˆšβˆ‘|π‘₯ Β· π‘˜|2
π‘Ÿ

π‘˜=1

 ≀ βˆšβˆ‘|π‘₯ Β· π‘˜ βˆ’ π‘₯π‘›π‘˜ |
2

π‘Ÿ

π‘˜=1

 + βˆšβˆ‘|π‘₯π‘›π‘˜ |
2

π‘Ÿ

π‘˜=1

  

 ≀ + βˆšβˆ‘ |π‘₯π‘›π‘˜ |
2π‘Ÿ

π‘˜=1  ≀ + βˆšβˆ‘ |π‘₯π‘›π‘˜ |
2∞

π‘˜=1   

Jika 𝑛 > 𝑁 dan konvergen terhadap βˆ‘ |π‘₯π‘›π‘˜ |
2∞

π‘˜=1 , 
tentu π‘₯ ∈ 𝑙2. Oleh karena itu, dapat dilihat pada 
ketaksamaan segitiga sebelumnya  

βˆšβˆ‘|π‘₯π‘›π‘˜ βˆ’ π‘₯ Β· π‘˜|
2

∞

π‘˜=1

< ,      𝑛 > 𝑁 

Yang mengakibatkan bahwa barisan 〈π‘₯𝑛βŒͺ 
konvergen terhadap π‘₯ dan 𝑙2 adalah lengkap. 

PENUTUP 

Dari pembahasan pada bab sebelumnya, 
dapat ditarik kesimpulan bahwa teorema titik 
tetap Banach juga dikenal sebagai teorema 
pemetaan kontraksi, sebelum mencari 
ketunggalan titik tetap dapat dicari kelengkapan 
ruang metrik, dikatakan lengkap jika suatu 
barisan Cauchy tersebut konvergen, sehingga 
dapat dibuktikan bahwa teorema titik tetap di 
ruang Banach mempunyai titik tetap yang 
tunggal. Dalam membuktikan teorema titik tetap 
di ruang Banach, diperlukan suatu teorema yaitu: 

Pemetaan Kannan 𝑑(𝑇(π‘₯), 𝑇(𝑦)) ≀
π‘˜[𝑑(𝑇(π‘₯), π‘₯) + 𝑑(𝑇(𝑦), 𝑦)] untuk setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋 

dan 𝛼 ∈ [0,
1

2
], maka 𝑇 mempunyai titik tetap tunggal 

di 𝑋. Dan Pemetaan Fisher 𝑑(𝑇(π‘₯), 𝑇(𝑦)) ≀

𝛼[𝑑(𝑇(π‘₯), π‘₯) + 𝑑(𝑇(𝑦), 𝑦) + 𝛽𝑑(π‘₯, 𝑦)] untuk 

setiap π‘₯, 𝑦 ∈ 𝑋 dan 𝛼, 𝛽 ∈ [0,
1

2
], maka 𝑇 mempunyai 

titik tetap tunggal di 𝑋. 



Teorema Titik Tetap di Ruang Banach 
 

 
Cauchy – ISSN: 2086-0382 123 

 

1. Saran 

Dalam penulisan skripsi ini, penulis 
menggunakan pemetaan Kannan dan pemetaan 
Fisher untuk membuktikan titik tetap di ruang 
Banach. Oleh karena itu penulis memberikan saran 
kepada pembaca yang tertarik pada permasalahan ini 

supaya mengembangkannya dengan menggunakan 

pada fungsi ruang yang lainnya 

 

BIBLIOGRAPHY 

 

[1] Abdussakir. 2009. Pentingnya Matematika  

dalam Pemikiran Islam: State Islamic 

University of Malang. (Online: 

http://abdussakir.wordpress.com/artikel/ 
diakses 20 Desember 2013). 

 

[2] Al-Mahali, M.J.A. dan As-Suyuthi, A.J.A.. 2010. 

Tafsir Jalalain 1. Surabaya: Bina Ilmu 

Surabaya 

 

[3]  Al-Maraghi, M.A.. 1993. Tafsir Al-Maraghi 2.  

Mesir: Musthafa Al-Babi Al-Halabi 

 

[4]  Banach, S.. 1992. Sur Les Operations Dans Les 

Ensembles Abstraits Et Leur Application Aux 

Equations Integrales, Fund. Math. 133-181. 

 

[5] Bartle, R.G. and Sherbert, D.R.. (2000). 

Introduction to Real Analysis, Third Edition. 

New York: John Wiley and Sons. 

 

[6]   Cohen, G.. 2003. A Course in Modern Analysis 

and Its Applications. United States of America: 

Cambridge University Press. 

 

[7] Fisher. 1976. A fixed Point Theorem for 

Compact Metric space. Publ. Inst. Math. 25, 

193-194. 

 

[8]  Ghozali, M.S.. 2010. Analisis Real 1. Bandung. 

Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan 

[9]  Kreyzig, E.. 1989. Introductory Functional 

Analysis with Application. United States of 

America. 

 

[10] Kannan, R.. 1969. Some Result on Fixed Point 

Theorems, Bull. Calcutta. Math. Soc, Vol. 60, 

71-78. 

 

[11] Nasoetion, A.H.. 1980. Landasan Matematika. 

Jakarta: PT. Bharatara Karya Aksara. 

 

[12] Quth, S.. 2002. Tafsir Fi Dzilalil Qur’an jilid 

24. Jakarta: Bina Insani 

 

[13] Rynne, B.P. and Youngson, M.A.. 2008. Linear 

Functional Analysis. New York: Springger-

Verlag. 

 

[14] Soemantri. 1988. Analisis Real 1. Jakarta: 

Universitas Terbuka 

 

[15] Wijaya, B.T.. 2011. Spectrum Detour Graf m-

Partisi Komplit. Skripsi S1. Malang: UIN 

Maulana Malik Ibrahim Malang. 

 

[16] Wilde, F.I.. 2003. Topological Vector Space. 

London.   

 

 

 

http://abdussakir.wordpress.com/artikel/

	Pendahuluan
	Kajian Teori
	1. Ruang Metrik
	2. Himpunan Terbuka dan Himpunan Tertutup
	3. Kekonvergenan dan Kelengkapan
	4. Ruang Vektor Bernorma
	5. Kekonvergenan dalam Ruang Bernorma
	6. Teorema Titik Tetap
	7. Pemetaan

	Pembahasan
	Penutup
	1. Saran

	Bibliography