Suma’inna dan Gugun Gumilar


  
 

ANALISIS KLASTER K-MEANS DARI DATA LUAS GRUP SUNSPOT DAN 
DATA GRUP SUNSPOT KLASIFIKASI MC.INTOSH YANG 

MEMBANGKITKAN FLARE SOFT X-RAY DAN 𝐇𝛂 

1Siti Jumaroh, 2Nanang Widodo, 3Wahyu H.Irawan 

1Jurusan Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 
2Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 

3jurusan Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 
 

Email: sjumaroh09@gmail.com 

ABSTRAK 

Analisis klaster merupakan teknik interpendensi yang mengelompokkan suatu objek berdasarkan 
kemiripan dan kedekatan jarak antar objek. Pengelompokan objek dengan jumlah banyak 
membutuhkan waktu yang lama. Salah satu analisis klaster yang dapat digunakan dalam situasi ini 
adalah analisis klaster non hierarki, yaitu K-means. Pada artikel ini mengelompokkan data luas grup 
sunspot dan data grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang membangkitkan flare soft X-Ray dan HΞ±. 
Untuk mengetahui luas grup sunspot dan grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang berpeluang 
membangkitkan flare soft X-Ray dan HΞ± dengan intensitas ledakan yang tinggi dan rendah. 
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh dua klaster yaitu klaster pertama yang tergolong mampu 
membangkitkan flare Soft X-Ray dan HΞ± dengan intensitas yang tinggi. Sedangkan klaster kedua yang 
tergolong mampu membangkitkan flare Soft X-Ray dan HΞ± dengan intensitas yang rendah. 

Kata kunci: analisis klaster, flare, luas grup sunspot dan grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh 

ABSTRACT 

Cluster analysis is an interdependence technique which classify an object based on the similarity and 
proximity distance between objects.  Objects clasifying by a lot of number takes long time. One 
of  the cluster analysis can be used in this situation is the analysis of  non-hierarchy cluster, it is K-
means. This article classifies extensive data group sunspot and data group sunspot classification 
Mc.Intosh that evokes a Soft X-Ray flares and HΞ±. To know the broad group sunspot sunspot group 
classification and Mc. Intosh who could evoke the Soft X-Ray  flares and HΞ± intensity blast of high and 
low. Based on the results of the analysis, retrieved two clusters i.ethe first cluster belongs is capable 
of arousing flares of Soft X-Ray  and HΞ± intensity high. While the second included cluster capable 
of arousing flares of Soft X-Ray  and HΞ± intensity is low. 
 

Keywords: cluster analysis, flare, extensive sunspot group and group sunspot classification Mc.Intosh 
 

 
PENDAHULUAN   

Matahari merupakan salah satu bintang 
yang dapat memancarkan cahaya. Beberapa energi 
di dalamnya bermanfaat bagi keberlangsungan 
makhluk hidup di muka bumi, namun sebagaian 
energi yang dipancarkan matahari berdampak 
negatif dapat menyebabkan kanker, contohnya 
sinar X lemah (Soft X-ray (SXR)). Peristiwa tersebut 
disebabkan oleh aktivitas matahari yaitu fenomena 
flare.  

Grup sunspot memiliki tingkat 
kompleksitas yang berbeda-beda yang ditunjukkan 
oleh formasi spot-spot dan panumbra-panumbra 
pada bagian preceeding dan following. Tingkat 
kompleksitas ini memiliki hubungan dengan 
fenomena flare, bahwa semakin besar tingkat 

kompleksitas suatu sunspot maka peluang 
terjadinya fenomena flare semakin besar. 
Perubahan luas grup sunspot tersebut juga 
mempengaruhi fenomena flare, karena semakin 
besar tingkat kompleksitas suatu sunspot maka 
kemungkinana luas grup sunspot semakin besar, 
sehingga fenomena flare kemungkinan besar 
terjadi. Fenomena flare melontarkan berbagai 
energi yang dapat diteliti pada panjang gelombang 
yaitu SXR, HΞ±, radio, dan sinar 𝛾. 

Pada penelitian ini objek-objek yang 
digunakan adalah klasifikasi Mc,Intosh dan luas 
grup sunspot yang membangkitkan flare. 
Sedangkan variabel-variabel yang digunakan 
antara lain flare SXR (π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ βˆ• π‘š2), termasuk di 
dalamnya terdapat kelas C, M dan X dan flare HΞ± 
kelas sub flare, 1, 2 dan 3 dengan satuan 



Siti Jumaroh 

 

2 Volume 4 No.1 November 2015 
 

(perbandingan luas flare terhadap luas permukaan 
matahari Γ— 106disk matahari. 

Dalam statistik, jika variabel yang 
digunakan lebih dari dua maka metode yang dapat 
digunakan yaitu analisis multivariat. Salah satunya 
yaitu analisis klaster. Analisis klaster terdiri dari 
dua jenis yaitu analisis klaster hierarki dan non 
hierarki. Sedangkan analisis klaster non hierarki 
yaitu K-means. Pengklasteran non hierarki lebih 
cepat daripada metode hierarki dan lebih 
menguntungkan kalau jumlah objek atau kasus 
besar sekali [1]. Hal ini yang melatar belakangi 
dilakukannya penelitian yang berjudul ”Analisis 
Klaster K-means dari Data Luas Grup Sunspot dan 
Data Grup Sunspot Klasifikasi Mc.Intosh 
yangMembangkitkan Flare Soft X-Ray dan Hα”. 

KAJIAN TEORI 

1. Analisis Multivariat 

Analisis multivariat adalah analisis statistik 
yang menggunakan banyak variabel secara 
simultan [2]. Teknik analisis multivariat 
diklasifikasikan menjadi dua yaitu metode 
ketergantungan (dependence method) dan metode 
saling ketergantungan (interdependence method).  

 
2. Analisis Klaster 

Analisis klaster merupakan suatu teknik 
analisis statistik yang ditujukan untuk membuat 
klasifikasi objek-objek ke dalam kelompok-
kelompok lebih kecil yang berbeda satu dengan 
yang lain [3] .Terdapat beberapa langkah dalam 
analisis klaster yaitu: [4] . 

1. Pengukuran jarak sebagai ukuran kemiripan 
Jarak Euclid merupakan jarak langsung dan 
lurus dari satu titik ke titik lainnya [5]. Ukuran 
jarak antara objek ke-i dengan ke-j dapat 
diperoleh melalui jarak Euclid sebagai berikut: 

𝑑𝑖𝑗 = βˆ‘(π‘₯π‘–π‘˜ βˆ’ π‘₯π‘—π‘˜ )
2

𝑝

π‘˜=1

 
(1) 

2. Eliminasi data pencilan (Outlier) 
Data outlier adalah data yang secara nyata 
berbeda dengan data-data yang lain. Deteksi 
terhadap outlier dapat dilakukan dengan 
menentukan nilai batas yang akan 
dikategorikan sebagai data outlier yaitu dengan 
cara mengkonversi nilai data ke dalam skor 
standardized atau yang biasa disebut z-score 
[6]. 

3. Membentuk klaster 
Ada dua pilihan dalam membentuk klaster 
yaitu: 
a. Metode hierarki 

Metode ini memulai pengelompokan 
dengan dua atau lebih objek yang 

mempunyai objek paling dekat. Kemudian 
proses diteruskan dengan meneruskan ke 
objek lain yang memiliki kedekatan kedua. 
Demikian seterusnya. Metode yang ada 
pada analisis ini adalah metode 
agglomerative terdiri dari single linkage, 
complete linkage, average linkage serta 
metode ward dan metode devisif. 

b. Metode non hierarki (metode K-means) 

Metode K-means pada dasarnya adalah 
metode partisi yang digunakan untuk 
menganalisis data dan memperlakukan 
pengamatan data sebagai objek berdasarkan 
lokasi dan jarak antara tiap data [7]. Proses 
pengelompokan dengan Metode K-means 
adalah menentukan besarnya nilai K, yaitu 
banyaknya klaster, menentukan centroid 
(pusat) di setiap klaster, menghitung jarak 
tiap objek dengan setiap centroid, 
menghitung kembali rataan untuk klaster 
yang baru terbentuk dan mengulang langkah 
kedua sampai tidak ada lagi pemindahan 
objek antar klaster [1] 
 

3. Analisis Varian 

Teknik analisis varian (Anova) digunakan 
untuk menguji perbedaan rata-rata hitungan jika 
kelompok sampel yang diuji lebih dari dua buah 
populasi yang berbeda. Berdasarkan banyaknya 
klasifikasi anova dibagi menjadi dua, yaitu anova 
satu jalan dan anova dua jalan [8].  

 
4. Matahari 

Matahari merupakan suatu bola gas yang 
berukuran sangat besar dengan ukuran diameter 
mencapai 1,4 juta kilometer. Pada lapisan matahari 
terdiri dari beberapa fenomena di antaranya: 

1. Sunspot 
Sunspot adalah suatu daerah di fotosfer yang 
memiliki medan magnetik yang kuat. Sunspot 
mengalami perubahan jumlah, letak, luas dan 
medan magnet dari polaritas sederhana 
menjadi kompleks. 

2. Klasifikasi Mc.Intosh 
Klasifikasi grup sunspot Mc.Intosh merupakan 
perubahan dan penyempurnaan dari klasifikasi 
grup sunspot Zurich. Klasifikasi grup Mc.Intosh 

dinyatakan dengan penulisan tiga huruf. 
Huruf pertama menunjukkan modifikasi klasifikasi 
Zurich, huruf kedua menunjukkan bentuk 
penumbra pada spot terbesar di dalam grup, dan 
huruf ketiga menunjukkan distribusi spot yang 
membentuk grup. Contohnya kelas Dao, Eao, Ekc, 
Fai, 

 



Analisis Klaster K-means dari Data Luas Grup sunspot dan Data Klasifikasi Mc.Intosh yang 
Membangkitkan Flare Soft X-Ray dan H𝜢 

CAUCHY – ISSN: 2086-0382/E-ISSN: 2477-3344  3 
 

3. Flare 
Flare adalah ledakan kuat yang terjadi di 
kromosfer matahari di atas sunspot. Flare dapat 
diklasifikasikan di antaranya yaitu  
a. Klasifikasi flare SXR 

Menurut [9] ledakan yang terjadi di 
matahari diklasifikasikan dalam beberapa 
kelas berdasarkan kecerlangannya pada 
panjang gelombang sinar SXR antara 1-8 
Angstroms antara lain flare kelas-X, flare 
kelas-M dan flare kelas-C 

b. Klasifikasi flare HΞ± 
Menurut [10] klasifikasi flare H dibagi 
menjadi 5 kelas yaitu sub flare, kelas1, 2, 3 
dan 4. Sedangkan berdasarkan tingkat 
kecerahan dibedakan dalam tiga kriteria 
yaitu: faint (f), normal (n) dan bright (b). 

METODE PENELITIAN 

Data yang digunakan dalam melakukan 
penelitian ini berupa data sekunder yang diambil 
secara online berupa data luas grup sunspot dan 
data grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare SXR dan HΞ± dari tanggal 2 
Januari 2000 sampai dengan 18 Januari 2005. 
Kemudiam diklasifikasikan menjadi 4 jenis data, 
yaitu luas grup sunspot yang membangkitkan flare 
SXR,  luas grup sunspot yang membangkitkan flare 
HΞ±, grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare SXR dan grup sunspot 
klasifikasi Mc.Intosh yang membangkitkan flare 
HΞ±. Kegiatan penelitian ini dilakukan di Balai 
Pengamatan Dirgantara Lembaga Penerbangan dan 
Antariksa Nasional (LAPAN) Watukosek, Pasuruan, 
Jawa Timur. Adapun langkah-langkah dalam 
menganalisis data adalah: 

1. Mendeskripsikan data 
2. Melakukan analisis klaster 

i. Menghitung standarisasi variabel pada 
masing-masing data. 

ii. Menghitung jarak Euclid, untuk mengukur 
kemiripan suatu objek. 

3. Melakukan proses clustering dengan metode K-
means 
i. Menentukan rata-rata di tiap kelas 
ii. Menentukan banyaknya klaster (K) 
iii. Menghitung jarak tiap objek dengan setiap 

rata-rata 
iv. Menghitung kembali rataan untuk klaster 

yang baru terbentuk 
v. Mengulangi langkah (iii) sampai tidak ada 

lagi pemindahan objek antar klaster. 
vi. Melakukan validasi klaster dengan ANOVA 

4. Interprestasi hasil klaster yang diperoleh 

PEMBAHASAN 

1. Deskripsi Data 

Data yang telah diperoleh harus 
dideskripsikan terlebih dahulu. Deskripsi data 
dapat dilakukan dengan membuat plot sebaran 
data dari semua variabel dan objek. Hasil sampling 
data intensitas flare SXR dan luas grup sunspot 
sebagai berikut: 

Luas Grup Sunspot (x10^-6)

In
t
e

n
s
it

a
s
 F

la
r
e

 S
X

R
 (

x
 1

0
^

-
6

)

25002000150010005000

600

500

400

300

200

100

0

 

Gambar 1. Grafik Sebaran Data Luas Grup Sunspot  
dengan Rata-rata Flare SXR 

 
Gambar 1. menunjukkan sebaran data luas 

grup sunspot dengan flare SXR. Dimana sumbu X 
menyatakan luas grup sunspot dan sumbu Y 
menyatakan intensitas flare SXR. flare SXR kelas C 
banyak terjadi pada luas grup sunspot yang 
memiliki luas 10 sampai 1500 Γ— 10βˆ’6 disk 
matahari. flare SXR kelas M tersebar merata. Pada 
kisaran luas grup sunspot 10 sampai 2000 Γ—
10βˆ’6disk matahari. flare SXR kelas X yang 
mempunyai intensitas besar hanya mampu 
dibangkitkan dari grup sunspot yang mempunyai 
luas antara 250 sampai 2200 Γ— 10βˆ’6disk matahari. 
Sedangkan hasil sampling data intensitas flare HΞ± 
dan luas grup sunspot sebagai berikut: 

 

Luas Grup Sunspot (x 10^-6)

L
u

a
s
 F

la
r
e

 H
-
a

lf
a

 (
x
 1

0
^

-
6

 d
is

k
 m

a
t
a

h
a

r
i)

25002000150010005000

800

700

600

500

400

300

200

100

0

 

Gambar 2. Grafik Sebaran Data Luas Grup Sunspot 
dengan Rata-rata Flare HΞ± 

 
Pada Gambar 2. menunjukkan sebaran data 

luas grup sunspot dengan nilai flare HΞ±. Flare HΞ± 
kelas Sf dibangkitkan oleh semua luas grup sunspot 
dengan luas 10 sampai 2200 Γ— 10βˆ’6disk matahari.  
Flare HΞ± kelas 1 mayoritas terjadi pada luas grup 



Siti Jumaroh 

 

4 Volume 4 No.1 November 2015 
 

sunspot 10 sampai 1700 dengan luas penampang 
100 sampai 250 Γ— 10βˆ’6 disk matahari. Namun ada 
1 flare HΞ± kelas 1 yang muncul pada luas 
penampang 299 Γ— 10βˆ’6disk matahari. Hal ini 
diduga kemungkinan luas grup sunspot memiliki 
energi kecil untuk membangkitkan flare HΞ± kelas 2. 
Flare HΞ± kelas 2 mayoritas terjadi pada luas grup 
sunspot dengan luas penampang 250 sampai 600 Γ—
10βˆ’6disk matahari. Terdapat lima peristiwa flare 
HΞ± kelas 3. Empat peristiwa diantaranya 
dibangkitkan dari grup sunspot dengan luas 
penampang lebih dari 500 Γ— 10βˆ’6 disk matahari. 

Berikut sampel data  grup sunspot klasifikasi 
Mc.Intosh yang membangkitkan flare SXR 
ditampilkan pada Gambar 3 dibawah ini: 

 

Nilai Kelas Mc.Intosh

In
te

n
s
it

a
s
 F

la
re

 S
X

R
 (

 x
 1

0
^

-6
)

6050403020100

600

500

400

300

200

100

0

 
 

Gambar 3. Grafik Sebaran Data Nilai Kelas 
Mc.Intosh dengan Flare SXR 

 
Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa 

sebanyak 38 nilai kelas Mc.Intosh dapat 
menimbulkan flare SXR dengan tingkatan 
intensitas yang berbeda-beda. flare kelas C 
tersebar merata pada kelas Mc.Intosh yang bernilai 
5 sampai 60. flare SXR kelas M mayoritas terjadi 
pada kisaran kelas Mc.Intosh yang bernilai 20 
sampai 60 dengan nilai flare SXR 60 Γ— 10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ βˆ•
π‘š2. Hanya 7 flare SXR kelas X yang muncul pada 
nilai kelas 30 sampai 60. Karena memiliki 
intensitas besar, sehingga diperlukan potensi 
energi yang sangat besar dari grup sunspot yang 
besar pula. Hasil sampling data flare HΞ± yang 
dibangkitkan dari grup sunspot dengan nilai 5 
sampai dengan 60 klasifikasi Mc.Intosh 
ditampilkan dalam Gambar 4 berikut. 

 

Nilai Kelas Mc.Intosh

L
u

a
s
 F

la
r
e

 H
-
a

lf
a

 (
 x

 1
0

^
-
6

 d
is

k
 m

a
t
a

h
a

r
i)

6050403020100

800

700

600

500

400

300

200

100

0

 
 

Gambar 4 Grafik Sebaran Data Nilai Kelas 
Mc.Intosh dengan Flare H𝛼 

 
Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa flare 

H𝛼 kelas Sf banyak terjadi pada rentang nilai 
Mc.Intosh 20 sampai 60. Flare HΞ± kelas 1 
dibangkitkan dari kelas Mc Intosh di atas 20. flare 
HΞ± kelas 2 sering terjadi pada nilai kelas Mc.Intosh 
20 sampai 60. Namun, flare HΞ± kelas 2 jarang 
ditimbulkan dari  nilai kelas Mc.Intosh 5 sampai 20. 
Hal ini diduga bahwa kelas Mc.Intosh rendah (Cro, 
Cso, dll) ini mendapat tambahan energi dari 
lapisan dibawahnya atau dari grup sunspot besar 
yang ada disekitarnya sehingga dapat 
membangkitkan flare HΞ± kelas 2. hanya terdapat 3 
peristiwa flare yaitu pada grup sunspot Dso, Fki 
dan Fhc. Flare HΞ± kelas 3 ditimbulkan oleh kelas 
Mc.Intosh pada nilai 25 ke atas. 

 
2. Analisis Klaster 

Masing-masing data akan dilakukan proses 
analisis klaster dengan menggunakan metode non 
hierarki yaitu metode K-means. 

a. Standarisasi Variabel 
Perhitungan jarak Euclid sangat rentan 
terhadap perbedaan skala pengukuran, yang 
biasanya ditunjukkan oleh perbedaan variansi 
antar variabel. Sehingga perlu dilakukan 
standarisasi variabel. penulis menggunakan 
MINITAB 14. 

b. Menghitung Jarak Euclid 
Data standar tersebut kemudian digunakan 

untuk mengukur jarak Euclid. Misalnya hasil 

dari jarak Euclid setiap objek luas grup sunspot 

pada data flare SXR kelas C, M dan X dengan 

hasil sebagai berikut: 

 
Tabel 1. Hasil Jarak Euclid Data Luas Grup 

Sunspot yang Membangkitkan Flare 
SXR 

Objek 10 30  … 2200 

10 0     0,9458      …  1,1537 

20 1,6291          1,9418      …  2,2252 

22 0,0209     0,9660     …   1,1677 

  ⁞   ⁞  ⁞   ⁞  ⁞  

2200 1,1537     0,7742      …  0 

 
Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan bahwa 

luas ke-10 dengan 2200 memiliki jarak lebih 
pendek daripada luas ke-10 dengan 36. Perbedaan 
jarak tersebut menunjukkan bahwa luas ke-10 
dengan 2200 memiliki karakteristik yang lebih 
mirip daripada luas ke-10 dengan 36. Demikian 
seterusnya penafsiran untuk jarak tiap luas dengan 
luas lainnya. Hal ini juga berlaku pada data luas 
grup sunspot yang membangkitkan flare HΞ±, data 
grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 



Analisis Klaster K-means dari Data Luas Grup sunspot dan Data Klasifikasi Mc.Intosh yang 
Membangkitkan Flare Soft X-Ray dan H𝜢 

CAUCHY – ISSN: 2086-0382/E-ISSN: 2477-3344  5 
 

membangkitkan flare SXR dan data grup sunspot 
klasifikasi Mc.Intosh yang membangkitkan flare 
HΞ±. 

 
3. Proses Clustering dengan Metode K-means 

Setiap perhitungan dengan metode ini 
dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 

2010. 
i. Menentukan rata-rata di tiap klaster 

Langkah pertama dalam melakukan 
pengklasteran yaitu menentukan rata-rata di 
tiap klaster. Misalnya rata-rata tiap klaster pada 
luas grup sunspot yang membangkitkan flare 
SXR adalah 
 
Tabel 2. Hasil Rata-rata Tiap Luas Grup Sunspot 

yang Membangkitkan Flare SXR 

 

No 
Luas 
Grup 

Sunspot 
C M X 

Rata-
rata 

1 10 1,84 0 0 1,84 

2 20 2,41 79 0 40,70 

3 22 1,8 0 0 1,8 

⁞ ⁞ ⁞ ⁞ ⁞ ⁞ 
132 2200 0 0 120 120 

 
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai 0 

tidak terjadi fenomena flare dan  rata-rata terbesar 
terjadi pada luas 1160 sebesar 540 dan terkecil 
adalah 710 sebesar 1,2.  

Sedangkan pada luas grup sunspot yang 
membangkitkan flare HΞ±, rata-rata terkecil adalah 
luas 1280 sebesar 12 dan terbesar adalah 1525 
sebesar 744. Pada grup sunspot klasifikasi 
Mc.Intosh yang membangkitkan flare SXR rata-rata 
terbesar adalah kelas Ekc sebesar 119,42 dan 
terkecil adalah Dsc sebesar 1,3. Dan pada data grup 
sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang membangkitkan 
flare HΞ± rata-rata terbesar adalah kelas Fki sebesar 
333,56 dan terkecil adalah Dsc sebesar 10. 

ii. Menentukan banyak Klaster (k) 
Jumlah klaster (K) pada penelitian ini 

ditetapkan sebanyak 2, dengan berdasarkan 
pada ukuran jarak rata-rata terbesar dan 
terkecil. Pada luas grup sunspot yang 
membangkit flare SXR, rata-rata tekecil pada 
luas 710 (C; M; X) masing-masing dengan rata-
rata intensitas (1,2; 0; 0). Sedangkan rata-rata 
terbesar pada luas 1160 (C; M; X) masing-
masing dengan rata-rata intensitas (0; 0; 540). 
 Sedangkan pada luas grup sunspot yang 
membangkit flare HΞ±, rata-rata tekecil pada 
luas 1280 (Sf; 1; 2; 3) masing-masing dengan 
rata-rata luas flare (12; 0; 0; 0) dan rata-rata 

terbesar pada 1525 (Sf; 1; 2; 3) masing-masing 
dengan rata-rata luas flare (0; 0; 0; 744). 

Adapun pada grup sunspot klasifikasi 
Mc.Intosh yang membangkitkan flare SXR, rata-
rata terkecil pada kelas Dso (C; M; X) masing-
masing dengan rata-rata intensitas (1,3; 0; 0). 
Sedangkan rata-rata terbesar pada kelas Ekc (C; 
M; X) masing-masing dengan rata-rata 
intensitas (3,90; 39,36; 315). Pada grup sunspot 
klasifikasi Mc.Intosh yang membangkitkan flare 
HΞ±,  rata-rata terkecil pada  Dsc (Sf; 1; 2; 3) 
masing-masing dengan rata-rata luas flare (10; 
0; 0; 0). Sedangkan rata-rata terbesar pada Fki 
(Sf; 1; 2; 3) masing-masing dengan rata-rata 
luas flare (41,40; 132,50; 411,33; 749). 

iii. Menghitung jarak tiap objek ke tiap centroid 
(rata-rata) 

Setelah menentukan banyaknya klaster, 
maka langkah selanjutnya yaitu menghitung 
jarak setiap objek dari rata-rata terbesar (𝑐1) 
dan rata-rata terkecil (𝑐2) yang dihitung dengan 
menggunakan jarak Euclid pada masing-masing 
data. Misalnya hasil jarak tiap objek ke tiap 
centroid flare SXR pada luas grup sunspot 
sebagai berikut: 
 
Tabel 3 Hasil Jarak Tiap Objek ke Tiap Centroid    

Flare SXR pada Luas Grup Sunspot 
 

 
Dari hasil perhitungan jarak tiap objek ke 

tiap rata-rata terbesar (𝑐1) dan rata-rata 
terkecil (𝑐2) lalu dibandingkan. Jika jarak 
suatu kelas memiliki jarak dekat dengan  𝑐1 
maka akan masuk klaster 1. Begitu sebaliknya. 
Hal ini juga berlaku pada keempat jenis data. 

iv. Menentukan rata-rata (centroid) baru 
 Langkah selanjutnya yaitu menghitung 

rata-rata baru. Rata-rata baru diperoleh dari 
nilai rataan dari ketiga variabel (C; M; X) pada 
tiap klaster baru untuk luas grup sunspot dan 
grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare SXR. Sedangkan Rata-
rata baru diperoleh dari nilai rataan dari 
keempat variabel (Sf; 1; 2; 3) pada tiap klaster 
baru untuk luas grup sunspot dan grup 
sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare HΞ±. Misalnya pada luas 
grup sunspot yang membangkitkan flare SXR. 
Hasil rata-rata terbesar baru pada luas grup 

Luas Grup Sunspot 𝑐1 𝑐2 
10 540,00 0,64 

20 545,75 79,01 

22 540,00 0,60 

30 540,64 26,11 

⁞ ⁞ ⁞ 

2200 420,00 120,01 



Siti Jumaroh 

 

6 Volume 4 No.1 November 2015 
 

sunspot yang membangkitkan flare SXR adalah 
sebagai berikut: 

 
Tabel 4. Nilai Rata-rata Terbesar Baru Luas 

Grup Sunspot yang Membangkitkan 
Flare SXR pada Masing-masing 
Objek 

 
Sedangkan tabel rata-rata terkecil baru 

pada luas grup sunspot yang membangkitkan 
flare SXR: 

 
Tabel 5. Nilai Rata-rata Terkecil Baru Luas Grup  
               Sunspot yang Membangkitkan Flare SXR   
               pada Masing-masing Objek 
 

No 
Luas Grup 

Sunspot 
C M X 

1 10 1,84 0,00 0,00 
2 20 2,41 79,00 0,00 
3 22 1,80 0,00 0,00 
⁞ ⁞ ⁞ ⁞ ⁞ 

127 2200 0,00 0,00 120,00 
Rata-rata 4,20 32,83 154,41 

   
   Berdasarkan tabel 4 dan 5 menunjukkan 

nilai rata-rata baru terbesar dan terkecil pada 
luas grup sunspot yang membangkitkan flare 
SXR (C; M; X) dari tiap klaster adalah 𝑅1π‘Ž  (rata-
rata terbesar baru luas grup sunspot yang 
membangkitkan flare SXR)= (4,23; 33,66; 450) 
dan 𝑅2π‘Ž  (rata-rata terkecil baru luas grup 
sunspot yang membangkitkan flare SXR) = (4,20; 
32,83; 154,41). Sedangkan pada luas grup 
sunspot yang membangkitkan flare HΞ± (SF; 1; 2; 
3), nilai rata-rata baru terkecil (𝑅1𝑏 ) adalah 
(29,10; 180; 0,00; 703,80) dan nilai rata-rata 
baru terkecil adalah (𝑅2𝑏 ) adalah (36,01; 
152,88; 377,20; 0). 

Sedangkan pada grup sunspot klasifikasi 
Mc.Intosh yang membangkitkan flare SXR (C; M; 
X), nilai rata-rata baru terkecil (𝑅1𝑐 ) adalah 
(4,22; 29,48; 221,94) dan nilai rata-rata baru 
terkecil adalah (𝑅2𝑐 ) adalah (3,39; 24,95; 110). 
Dan pada grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh 
yang membangkitkan flare HΞ± (SF; 1; 2; 3), nilai 
rata-rata baru terkecil (𝑅1𝑑 ) adalah (46,12; 
155,97; 410,83; 689,17) dan nilai rata-rata baru 
terkecil adalah (𝑅2𝑑 ) adalah (38,68; 155,39; 
365,10; 0). 

v. Menghitung jarak tiap objek ke tiap centroid 
(rata-rata) baru. 

Setelah mendapatkan rata-rata baru maka 
langkah selanjutnya yaitu menghitung jarak 
tiap objek ke tiap rata-rata baru dengan 
menggunakan jarak Euclid. Seperti halnya 
langkah (iii), misalnya pada luas grup sunspot 
yang membangkitkan flare SXR, sehingga 
diperoleh hasil sebagai berikut: 

 
Tabel 6 Hasil Jarak Tiap Objek ke Tiap Centroid    
              Baru Flare SXR pada Luas Grup Sunspot 

 
Luas Grup Sunspot R1a  R2a  

10 463,17 157,88 

20 465,68 161,18 

22 463,17 157,88 

30 462,50 154,56 

⁞ ⁞ ⁞ 

2200 331,74 160,39 

 
Dari hasil perhitungan jarak tiap objek ke 

tiap rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil 
lalu dibandingkan. Jika jarak suatu kelas 
memiliki jarak dekat dengan rata-rata terbesar 
maka akan masuk klaster 1. Begitu sebaliknya. 
Misalnya pada tabel 6, perbandingan jarak grup 
sunspot luas 20 terhadap R1a dan R2a yang 
memberikan nilai R2a < R1a menyatakan bahwa 
grup sunspot luas 20 tergolong klaster 2. 
Sehingga diperoleh luas grup sunspot yang 
tergolong klaster 1 adalah 400, 600, 730, 1160, 
dan 1630.  Sedangkan yang tergolong klaster 2 
adalah luas 10, 20, 22, 30, 36, 40, 48, 50, 60, 70, 
dll.Pada Tabel 6 ini menunjukkan bahwa hasil 
dari pengklasteran jarak tiap objek ke tiap rata-
rata baru ini memiliki anggota yang sama 
dengan jarak tiap objek ke tiap rata-rata pada 
Tabel 3, sehingga proses pengklasteran 
berhenti. Dari hasil pengklasteran luas grup 
sunspot yang membangkitkan flare SXR dapat 
ditunjukkan pada Gambar 5 di bawah ini: 

 

 
 

Gambar 5. Hasil dari Pengklasteran Luas Grup 
Sunspot yang Membangkitkan Flare SXR 

 
 

No 
Luas Grup 

Sunspot 
C M X 

1 400 4,13 36,5 360 
2 600 3,9 51,5 400 
3 730 4,65 13 570 
4 1160 0 0 540 
5 1630 0 0 380 

Rata-rata 4,23 33,66 450 



Analisis Klaster K-means dari Data Luas Grup sunspot dan Data Klasifikasi Mc.Intosh yang 
Membangkitkan Flare Soft X-Ray dan H𝜢 

CAUCHY – ISSN: 2086-0382/E-ISSN: 2477-3344  7 
 

Pada Gambar 5 mengilustrasikan adanya 
pemisahan klaster 1 dan klaster 2 sesuai 
dengan objek-objek yang saling berdekatan 
jaraknya. Klaster 1 terdiri dari objek 400, 600, 
730, 1160 dan 1630 mempunyai kesamaan atau 
kemiripan karakter dalam membangkitkan flare 
SXR. Hal ini juga berlaku pada kedua jenis data, 
yaitu luas grup sunspot yang membangkitkan 
flare  HΞ±, dan grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh 
yang membangkitkan flare HΞ±. Namun, pada 
grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare SXR terjadi sebanyak tiga 
kali iterasi, karena pada dua kali iterasi ada 
pemindahan klaster yaitu Eac yang semula 
masuk klaster 1 ke klaster 2. 

vi. Validasi klaster dengan uji ANOVA 
Setelah melakukan proses clustering, 

langkah selanjutnya yaitu mengecek apakah 
variabel-variabel yang telah membentuk klaster  
tersebut merupakan variabel pembeda atau 
bukan. Misalnya hasil Anova pada luas grup 
sunspot yang membangkitkan flare SXR adalah 
sebagai berikut: 

 
Tabel .  Hasil Anova pada Luas Grup Sunspot  
              yang Membangkitkan Flare SXR 

 
Vari 
abel 

Rata- 
rata 
Jumlah 
Kuadrat 

 
Df 

Kesalaha
n Rata-
rata 
Jumlah 
Kuadrat 

 
Df 

Fhitung Ftabel  

C 352872 83 185527 48 1,9 3,8 
M 325098 63 260478 68 1,3 3,8 
X 181472 16 306871 115 0,6 3,8 

 
Adapun langkah pertama dalam pengujian 

anova yaitu menetapkan hipotesis. Hipotesis 
yang akan di uji dalam penelitian ini adalah 
H0 = variabel C, M dan X bukan pembeda dalam   
         pengklasteran 
H1 = variabel C, M dan X pembeda dalam  
         pengklasteran 
 
kriteria uji tolak H0 jika  Fhitung >  Ftabel 

(F∝,Kβˆ’1,nβˆ’k). 
Tingkat signifikansi yang dipakai dalam 

penelitian ini adalah 5%. Pada luas grup sunspot 
yang membangkitkan flare SXR , nilai n = 132 
dan k = 2. Sehingga Ftabel = F∝,Kβˆ’1,nβˆ’k =
F0,05,1,130 = 3,8. Dari Tabel 7 menunjukkan 

bahwa semua ketiga variabel C, M dan X 
menerima H0, karena  nilai jika  Fhitung <  Ftabel. 

Dengan demikian ketiga variabel tersebut 
merupak variabel bukan pembeda dalam 
pengklasteran dalam luas grup sunspot yang 
membangkitkan flare SXR. 

Hal ini juga berlaku pada luas grup sunspot 
yang membangkitkan flare  HΞ±, dan grup 
sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 

membangkitkan flare HΞ± dan grup sunspot 
klasifikasi Mc.Intosh yang membangkitkan flare 
SXR. Bahwa semua variabel pada ketiga jenis 
data tersebut bukan pembeda dalam 
pengklasteran. 

 

4. Interprestasi Klaster 

Interprestasi klaster merupakan proses 
terakhir dari pengklasteran, yang bertujuan untuk 
memberi ciri spesifik atau menggambarkan isi 
klaster yang terbentuk. Berdasarkan penjelasan 
subbab (v) di atas luas grup sunspot yang 
membangkitkan flare SXR dapat dikelompokkan 
menjadi dua yaitu 
1. Klaster pertama, terdiri dari 5 objek yaitu luas 

grup sunspot 400, 600, 730, 1160, dan 1630. 
Luas grup sunspot ini mampu membangkitkan 
flare SXR kelas X dengan intensitas sebesar 
450 Γ— 10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ βˆ• π‘š2. Sehingga objek-objek 
dalam klaster ini berpotensi membangkitkan 
flare SXR tinggi.  

2. Klaster kedua, terdiri dari 127 objek, misalnya 
luas grup sunspot 10, 20, 22, 2170, 2180 dll. 
Luas grup sunspot yang tergolong klaster kedua 
ini mayoritas membangkitkan flare SXR kelas C 
dan M. Namun ada luas grup sunspot yang 
mampu membangkitkan flare SXR kelas X 
dengan intensitas  kurang dari 250 Γ—
10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ βˆ• π‘š2. Sehingga klaster kedua 
digolongkan menjadi kelompok luas grup 
sunspot yang membangkitkan flare SXR rendah 

Sedangkan luas grup sunspot yang 
membangkitkan flare HΞ± dapat dikelompokkan 
sebagai berikut: 
1) Klaster pertama, terdiri dari 5 objek yaitu 90, 

630, 800, 1525 dan 2200. Luas flare HΞ± yang 
dihasilkan dari objek-objek ini mempunyai luas 
rata-rata di atas 600 Γ— 10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ βˆ• π‘š2disk 
matahari. Terdapat perkecualian, luas grup 
sunspot 90 ini mampu membangkitkan flare HΞ± 
kelas 3, karena hal ini diduga adanya suplai 
energi dari grup sunspot didekatnya. Sehingga 
klaster pertama digolongkan menjadi kelompok 
luas grup sunspot yang membangkitkan flare HΞ± 
tinggi.  

2) Klaster kedua, terdiri dari 127 objek misalnya 
10, 20, 200, 210, 1230, dll. Klaster ini memiliki 
rata-rata luas grup sunspot yang 
membangkitkan flare HΞ± relatif lebih rendah 
dari klaster pertama. Sehingga klaster kedua 
dapat digolongkan menjadi kelompok luas grup 
sunspot yang membangkitkan flare HΞ± rendah. 

Grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare SXR dapat dikelompokkan 
sebagai berikut: 
1) Klaster pertama, terdiri dari 5 objek yaitu Eko, 

Eki, Fki, Ekc dan Fkc. Grup sunspot klasifikasi 
Mc.Intosh ini mampu membangkitkan flare SXR 
kelas X dengan intensitas lebih dari 150 Γ—



Siti Jumaroh 

 

8 Volume 4 No.1 November 2015 
 

10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ βˆ• π‘š2. Grup sunspot klasifikasi 
Mc.Intosh yang masuk ke klaster 1 ini 
merupakan grup sunspot yang mempunyai dua 
kutub dengan ukuran besar dan luas daerah 
aktif lebih dari 100 bujur. Sehingga klaster 
pertama dapat digolongkan menjadi kelompok 
grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare SXR dengan intensitas 
yang besar. 

2) Klaster kedua, terdiri dari 33 objek misalnya 
Cro, Cao, Cso, dll. Objek-objek dalam klaster ini 
rata-rata hanya mampu membangkitkan flare 
SXR kelas C dan M. Namun, ada grup sunspot 
klasifikasi Mc.Intosh yang membangkitkan flare 
kelas X dengan intensitas  kurang dari 150 Γ—
10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ βˆ• π‘š2. Sehingga klaster kedua dapat 
digolongkan menjadi kelompok kelas grup 
sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare SXR dengan intensitas 
rendah. 

Sedangkan grup sunspot klasifikasi 
Mc.Intosh yang membangkitkan flare HΞ± dapat 
dikelompokkan sebagai berikut: 
1. Klaster pertama, terdiri dari 3 objek yaitu Dso, 

Fki, dan Fkc. Grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh 
ini mampu membangkitkan flare HΞ± kelas 3 
dengan luas penampang lebih dari 600 Γ—
10βˆ’6disk matahari. Sehingga klaster pertama 
dapat digolongkan menjadi kelompok kelas 
Mc.Intosh yang membangkitkan flare HΞ± tinggi. 

2. Klaster kedua, terdiri dari 35 objek misalnya 
kelas Cro, Cao, Cso dll. Grup sunspot klasifikasi 
Mc.Intosh yang masuk ke klaster ini mayoritas 
membangkitkan flare HΞ± kelas Sf, 1 dan 2. 
Sehingga klaster kedua dapat digolongkan 
menjadi kelompok kelas Mc.Intosh yang 

membangkitkan flare HΞ± rendah. 
 
KESIMPULAN 

Berdasarkan hasil analisis data luas grup 
sunspot dan data grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh 
yang membangkitkan flare SXR dan HΞ± 
menggunakan metode K-means. Dapat disimpulkan 
tergolong menjadi 2 klaster yaitu berdasarkan 
rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil. Berikut 
hasil klaster yang diperoleh: 

1. Klaster luas grup sunspot yang membangkitkan 
flare SXR adalah: 
a. Klaster pertama terdiri dari 5 objek 

tergolong grup sunspot yang 
membangkitkan flare SXR kelas X, dengan 
intensitas rata-rata 280,245 Γ— 10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ βˆ•
π‘š2. 

b. Klaster kedua terdiri dari 127 objek dan 
digolongkan menjadi klaster yang mampu 
membangkitkan flare SXR kelas M, dengan 
intensitas rata-rata 27,87 Γ— 10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ π‘š2⁄ . 

2. Klaster luas grup sunspot yang membangkitkan 
flare HΞ± adalah: 
a. Klaster pertama tergolong luas grup sunspot 

yang mampu membangkitkan flare HΞ± kelas 
2, dengan luas rata-rata 491,45 Γ— 10βˆ’6 disk 
matahari. 

b. Klaster kedua tergolong klaster yang 
mampu membangkitkan flare HΞ± kelas 1, 
dengan luas rata-rata 116,84 Γ— 10βˆ’6 disk 
matahari. 

3. Klaster grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare SXR adalah: 
a. Klaster pertama tergolong klaster yang 

mampu membangkitkan flare SXR kelas M 
dengan intensitas rata-rata 85,21 Γ—
10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ π‘š2⁄ . 

b. Klaster kedua tergolong klaster yang 
mampu membangkitkan flare SXR kelas M 
dengan intensitas rata-rata 14,59 Γ—
10βˆ’6π‘Šπ‘Žπ‘‘π‘‘ π‘š2⁄ . 

4. Klaster grup sunspot klasifikasi Mc.Intosh yang 
membangkitkan flare HΞ± adalah: 
a. Klaster pertama tergolong klaster yang 

mampu membangkitkan flare HΞ± kelas 2, 
dengan luas rata-rata 314,92 Γ— 10βˆ’6disk 
matahari. 

b. Klaster kedua tergolong klaster yang dapat 
membangkitkan flare HΞ± kelas 2 dengan luas 
rata-rata  130,37 Γ— 10βˆ’6 disk matahari. 

 
DAFTAR PUSTAKA 

 

[1]  R. Sitepu, Irmehyana and B. Gulton, "Analisis 
Cluster terhadap Tingkat Pencemaran Udara 
pada Sektor Industri di Sumatera Selatan," 
Jurnal Penelitian Sains, pp. 11-17, 2011.  

[2]  Widarjono, Analisis Statistika Multivariat 
Terapan, Yogjakarta: Unit Penerbit dan 
Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen 
YKPN, 2010.  

[3]  Narimawati, Teknik-teknik Analisis 
Multivariat Riset Ekonomi, Yogyakarta: Graha 
Ilmu, 2008.  

[4]  A. Abdillah, Analisis Klaster pada Grup 
Sunspot Klasifikasi Mc. Intosh Yang 
Berpotensi Membangkitkan Flare (Data Noaa, 
Studi Kasus di BPD LAPAN Watukosek)., 
Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang., 
2014.  

[5]  Gundono, Analisis Data Multivariat, 
Yogjakarta: BPFE-YOGJAKARTA, 2011.  

[6]  S. Yulianto and K. H. Hidayatullah, "Analisis 
Klaster Untuk Pengelompokan 
Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah 
Berdasarkan Indikator Kesejahteraan 
Rakyat," jurnal statistik, pp. 56-63, 2014.  

[7]  S. Ghosh and S. K. Dubey, "Comperative 



Analisis Klaster K-means dari Data Luas Grup sunspot dan Data Klasifikasi Mc.Intosh yang 
Membangkitkan Flare Soft X-Ray dan H𝜢 

CAUCHY – ISSN: 2086-0382/E-ISSN: 2477-3344  9 
 

Analysis of K-Means and Fuzzy C-Means 
Alogarithms," Internasional Journal of 
Advancea Computer Science and Applications, 
pp. 35-39, 2013.  

[8]  B. Nurgiyantoro, Statistik Terapan, 
Yogjakarta: Gadja Mada University Press, 
2009.  

[9]  A. Yamami, "Klasifikasi Flare Matahari," 8 
Agustus 2010. [Online]. Available: 
http://langitselatan.com/2010/08/08/klasifi
kasi-flare-matahari/. [Accessed 15 Februari 
2015]. 

[10]  M. Nathanael, "Flare Matahari dan 
Pengamatannya," 31 Agustus 2010. [Online]. 
Available: 
http://langitSelatan.com/2010/08/31/flare-
matahari-danpengamatannya/. [Accessed 15 
Februari 2015]. 

 
 
 


	PENDAHULUAN
	Kajian Teori
	1. Analisis Multivariat
	2. Analisis Klaster
	3. Analisis Varian
	4. Matahari

	METODE PENELITIAN
	PEMbahasan
	1. Deskripsi Data
	2. Analisis Klaster
	3. Proses Clustering dengan Metode K-means
	4. Interprestasi Klaster

	kesimpulan
	DAFTAR PUSTAKA