Microsoft Word - 13_ARS_Michael Isnaeni_PERMODELAN SIMULASI-HS.doc Permodelan Simulasi Parametric … (Michael Isnaeni Djimantoro) 291  PERMODELAN SIMULASI PARAMETRIC UNTUK MENENTUKAN PANDUAN RANCANG KOTA Michael Isnaeni Djimantoro1 1Department of Architecture, Faculty of Engineering, Binus University Jalan K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 michael.binus@gmail.com; michaeldj@binus.ac.id ABSTRACT The development of the city is along with population growth in the city, from low density into a higher density. Along with the development of the population of the city that is denser, it is necessary to change the pattern of development, where the trend today is leading to the vertical development although increasing the density of the area is not an easy thing. This is because an increase in the density of the area must be balanced with an increase in facilities and adequate infrastructure. If it is not fulfilled then it will have a negative impact on the city or region. One of the necessary infrastructure for the development is transportation infrastructure since the development of a city will increase density therefore in turn it will generate the daily trip, both from the region and towards the region. In the field of urban design, the formula for the density limitation is set in the urban design guidelines that functions as the foundation for an architect to design the building. Urban design guidelines is mainly formulated in the numbers BCR, FAR, and the maximum height of buildings that will form the frame of the building mass. Therefore, this paper intends to explain the optimum modeling between the density of a region with the treshold of existing road infrastructure. With the modeling of the optimum, then the negative impacts can be reduced and the modeling results will get the maximum density that can be accommodated in an area. Keywords: parametric design, density, design guide city ABSTRAK Perkembangan kota seiring dengan pertumbuhan penduduk yang ada di kota, dari kepadatan rendah menjadi kepadatan yang lebih tinggi. Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk kota Jakarta yang semakin padat, maka diperlukan perubahan pola pembangunan dengan tren yang terjadi sekarang ini mengarah ke pembangunan secara vertikal walaupun meningkatkan kepadatan kawasan bukanlah sebuah hal yang mudah. Hal ini karena peningkatan kepadatan kawasan harus diimbangi dengan peningkatan fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Jika hal itu tidak terpenuhi maka akan menimbulkan dampak negatif pada kota atau kawasan tersebut. Salah satu infrastruktur yang diperlukan untuk pengembangan kota adalah infrastruktur transportasi karena pembangunan kota akan meningkatan kepadatan sehingga menciptakan perjalanan baik ke atau dari kawasan. Dalam bidang perancangan kota, rumusan untuk membatasi kepadatan tersebut dimasukkan ke dalam panduan rancang kota yang berfungsi sebagai landasan ketika seorang arsitek merancang bangunan. Panduan rancang kota ini terutama dirumuskan dalam angka-angka KDB, KLB, dan ketinggian bangunan yang akan membentuk kerangka massa bangunan di kawasan itu. Oleh karena itu, tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan permodelan yang optimum antara kepadatan sebuah kawasan dengan daya dukung infrastruktur jalan yang ada. Dengan adanya pemodelan yang optimum tersebut, maka dampak negatif bisa dikurangi dan hasil pemodelan akan mendapatkan hasil maksimum kepadatan yang bisa ditampung pada sebuah kawasan. Kata kunci: parametrik desain, kepadatan, panduan rancang kota 292 ComTech Vol. 6 No. 2 Juni 2015: 291-300  PENDAHULUAN Perkembangan kota seiring dengan pertumbuhan penduduk dari kepadatan rendah menjadi kepadatan yang lebih tinggi. Dengan perkembangan teknologi terutama di bidang kesehatan, jumlah kematian menjadi lebih menurun dan angka kelahiran yang lebih meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Selain itu, pembangunan daerah tidak merata sering meningkatkan urbanisasi dari daerah pedesaan ke kota-kota. Mereka mencari kehidupan yang lebih baik daripada di desa. Sehingga faktor- faktor tersebut meningkatkan jumlah populasi dalam sebuah kota. Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk kota Jakarta yang semakin padat maka diperlukan perubahan pola pembangunan dengan tren yang terjadi sekarang ini mengarah ke pembangunan secara vertikal. Hal ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang berdampak lurus dengan meningkatnya kebutuhan ruang baik untuk hunian atau untuk sarana dan prasarana kegiatan sehari-hari. Secara geografis posisi Jakarta sudah diapit dengan kota-kota lain di sekelilingnya sehingga pelebaran kota secara horizontal sudah tidak dimungkinkan. Hal ini membuat pengembangan kota Jakarta ini cenderung menjadi secara vertikal yaitu dengan luas kawasan yang sama, jumlah populasi penduduk meningkat sehingga kepadatan kawasan meningkat. Meningkatkan kepadatan kawasan bukan sebuah hal yang mudah karena peningkatan kepadatan kawasan harus diimbangi dengan peningkatan fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Jika hal itu tidak terpenuhi maka akan menimbulkan dampak negatif pada kota atau kawasan tersebut. Salah satu infrastruktur yang diperlukan untuk pengembangan kota adalah infrastruktur transportasi karena pembangunan kota akan meningkatan kepadatan sehingga menciptakan perjalanan baik dari atau menuju kawasan. Hal ini karena setiap penduduk di kota perlu melakukan aktivitas mereka sehari-hari, mereka harus pergi ke kantor, ke sekolah, ke rumah sakit, bahan makanan belanja, dan sebagainya, yang akan meningkatkan perjalanan dari atau menuju kawasan. Di negara-negara berkembang seperti di kota Jakarta, pembangunan infrastruktur transportasi masih memiliki kecenderungan dengan sistem transportasi gaya lama yaitu dengan pengembangan jaringan jalan. Hal ini tercermin dalam berbagai kota besar di Indonesia yang masih tidak memiliki sistem transportasi massal yang baik. Perjalanan penduduk kota akan lebih bergantung pada kemampuan jaringan jalan untuk menampung aktivitas mereka. Namun, pembangunan perkotaan akibat meningkatnya kepadatan di suatu kawasan cenderung sangat cepat dibandingkan dengan pengembangan jaringan jalan sehingga pada akhirnya menjadi melebihi kapasitas atau yang dikenal dengan kemacetan. Gambar 1. Kemacetan Karena Peningkatan Kepadatan Tidak Seimbang dengan Pengembangan infrastruktur Sumber gambar: http://www.pidas81.org/wp-content/uploads/2013/12/13553236811212644580.jpg Permodelan Simulasi Parametric … (Michael Isnaeni Djimantoro) 293  Dalam bidang perancangan kota, rumusan untuk membatasi kepadatan tersebut dimasukkan ke dalam panduan rancang kota yang berfungsi sebagai landasan ketika seorang arsitek merancang bangunan. Panduan rancang kota ini terutama dirumuskan dalam angka-angka KDB, KLB, dan ketinggian bangunan yang akan membentuk kerangka massa bangunan di kawasan itu. Oleh karena itu, tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan permodelan yang optimum antara kepadatan sebuah kawasan dengan daya dukung infrastruktur jalan yang ada. Dengan adanya pemodelan yang optimum tersebut, maka dampak negatif bisa dikurangi dan hasil pemodelan akan mendapatkan hasil maksimum kepadatan yang bisa ditampung pada sebuah kawasan. Tinjauan Pustaka Panduan Rancang Kota Panduan Rancang Kota adalah ketentuan-ketentuan tata bangunan dan lingkungan pada suatu lingkungan/kawasan yang memuat rencana peruntukan lahan makro dan mikro, rencana perpetakan, rencana tapak, rencana sistem pergerakan, rencana aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana lingkungan, rencana wujud visual kawasan dan rencana ruang terbuka hijau (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2007). Keberadaan panduan rancang kota ini dimaksudkan untuk memberikan arahan lugas dan sistematis mengenai implementasi ketentuan dasar dari perancangan di sebuah kawasan dan mengintervensi desain bangunan agar memberikan dampak yang baik, terarah dan terukur pada suatu kawasan yang direncanakan. Pada pelaksanaannya, panduan rancang kota ini meliputi beberapa komponen rancangan suatu kawasan. Pertama, Struktur Peruntukan Lahan yaitu merupakan komponen rancangan kawasan yang berperan penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yang telah ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalan rencana tata ruang wilayah. Komponen penataan peruntukan lahan ini meliputi peruntukan lahan makro yang mengatur fungsi tata guna lahan secara umum dan dan peruntukan lahan mikro yanng mengatur pada skala ruang yang lebih rinci termasuk secara vertikal. Kedua, Intensitas Pemanfaatan Lahan yaitu tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya. Intensitas pemanfaatan lahan ditentukan agar mendapatkan distribusi kepadatan kawasan yang selaras pada area yang direncanakan dan juga merangsang pertumbuhan kota dan berdampak langsung pada perekonomian kawasan. Komponen penataan intensitas pemanfaatan lahan ini yaitu: (1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yaitu angka presentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan yang dikuasai. (2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yaitu angka presentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan/tanah perpetakan yang dikuasai. (3) Koefisien Daerah Hijau (KDH) yaitu angka presentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka diluar bangunan yang diperuntukan bagi pertamanan dan penghijauan dengan luas lahan/tanah perpetakan yang dikuasai. (4) Koefisien Tapak Basement (KTB) yaitu angka persentase perbandingan antara luas tapak besmen dengan luas lahan/tanah perpetakan yang dikuasai. Ketiga, Tata Bangunan yaitu produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran dan konfigurasi dari elemen-elemen bangunan. Bagian dari sistem tata bangunan ini yang terkait adalah mengenai ketinggian bangunan dimana dimaksudkan untuk memberikan citra dan juga memperhatikan keselamatan operasi penerbangan. 294 ComTech Vol. 6 No. 2 Juni 2015: 291-300  Kemacetan Kemacetan dalam ilmu sipil transportasi dapat diartikan sebagai kapasitas kendaraan yang melebihi dari kemampuan jalan untuk menampung volume kendaraan yang melaluinya. Hal ini dirumuskan dalam Tingkat Pelayanan (Level of Service / LOS) jalan. Tingkat pelayanan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia diklasifikasikan atas: (1) Tingkat Pelayanan A. Dengan kondisi arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi; kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan; pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan. (2) Tingkat Pelayanan B. Dengan kondisi arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas; kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum memengaruhi kecepatan; pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan. (3) Tingkat Pelayanan C. Dengan kondisi arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi; kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat; pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului. (4) Tingkat Pelayanan D. Dengan kondisi arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus; kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar; pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat. (5) Tingkat Pelayanan E. Dengan kondisi arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah; kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi; pengemudi mulai merasakan kemacetan- kemacetan durasi pendek. (6) Tingkat Pelayanan F. Dengan kondisi arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang; kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama; dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0. Tingkat pelayanan jalan tersebut merupakan sebuah angka yang didapatkan dari pembagian antara volume kendaraan dengan kemampuan kapasitas jalan dalam menampung volume kendaraan yang ada.   LOS : Tingkat Pelayanan Jalan V : Volume Kendaraan (satuan mobil penumpang/jam) C : Kapasitas Jalan (satuan mobil penumpang/jam) Kapasitas jalan didefinisikan sebagai arus maksimum melalui titik di jalan yang dapat dipertahankan per unit jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua jalur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak jalur, yang dipisahkan aliran ditentukan oleh arah dan kapasitas per lajur. Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut: LOS  =                                 ....................................................................................................(1)  V  C  Permodelan Simulasi Parametric … (Michael Isnaeni Djimantoro) 295    C = Kapasitas (smp/jam) C0 = Kapasitas dasar (smp/jam) FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi) FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota Sedangkan volume kendaraan terdiri dari volume kendaraan yang melewati daerah dan juga volume kendaraan ke daerah itu. Semua Volume kendaraan dihitung dalam satuan mobil penumpang di mana ada koefisien yang berbeda antara mobil, sepeda motor, bus dan truk.   Hubungan antara Luas Total Bangunan dengan Volume Kendaraan Setiap kota akan meningkatkan pembangunan pembangkit lalu lintas di wilayah kota. Pembangkit lalu lintas besar dari pembangunan kota yang dijelaskan dalam tabel berikut (Stover dan Koepke, 1983): Tabel 1 Pembangkit Lalu Lintas Besar dari Pembangunan Kota Perumahan Apartmen Kondominium Komunitas orang tua 5,7 kendaraan per unit per hari 5,1 kendaraan per unit per hari 3,3 kendaraan per unit per hari Institusi Pendidikan tinggi Sekolah menengah Sekolah dasar Rumah sakit Perpustakaan Bangunan pemerintah 2,2 kendaraan per mahasiswa per hari 1,3 kendaraan per siswa per hari 1,0 kendaraan per siswa per hari 9,4 kendaraan per tempat tidur per hari 58,4 kendaraan per pegawai per hari 64,6 kendaraan per 1.000 kaki persegi per hari Komersial Pusat perbelanjaan (regional) Pusat perbelanjaan (lokal) Perkantoran Bank Bengkel mobil 315 kendaraan per netto are per hari 949 kendaraan per netto are per hari 15 kendaraan per 100 kaki persegi per hari 43 kendaraan per pegawai per hari 57 kendaraan per pegawai per hari Industri Industri aneka Kawasan industri Gudang 79 kendaraan per netto are per hari 64 kendaraan per netto are per hari 81 kendaraan per netto are per hari           C = C0 x FCW FCsf x x x FCsp FCCS    ...............................................................................................(2)  296 ComTech Vol. 6 No. 2 Juni 2015: 291-300  METODE Untuk permodelan tiga dimensi dalam merumuskan panduan rancang kota ini akan digunakan program Grasshooper yang merupakan pug-in dari program CAD Mc Neel - Rhinoceros. Tujuan penting dari penelitian ini adalah untuk dapat membaca data dari file terpisah dan menulis variasi dalam komponen belalang tanpa harus mengimpor/ekspor dari paket perangkat lunak lain. Dengan program ini dapat meringkas sistem dan dapat membuat lebih mudah bagi perancang kota untuk mendapatkan solusi maksimum dalam waktu yang singkat. Dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Monchaux et. al. (2010) untuk mengelola file impor di Grasshopper, data kemudian dimasukkan ke komponen Grasshopper menggunakan bahasa pemrograman VB.net yang terdapat dalam program Grasshopper. Output data dari komponen membaca langsung file lembar kerja sehingga tidak perlu terlebih dahulu mengimpor data ke program Rhinoceros. Gambar 2 Data Input, Data Processing dan Output Data dalam Program Grasshopper HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menentukan panduan rancang kota diperlukan beberapa input berupa variabel bebas yang dapat diubah untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Gambar 3 Input Data Permodelan Simulasi Parametric … (Michael Isnaeni Djimantoro) 297  Gambar 4 Data Output yang dihasilkan Gambar 5 Visualisasi 3 Dimensi yang dihasilkan 298 ComTech Vol. 6 No. 2 Juni 2015: 291-300  Dengan mengubah input data yang merupakan variabel bebas, maka akan didapatkan output data dan visualisasi 3 dimensi yang berbeda juga. Dengan demikian dapat ditentukan hasil optimum yang dapat ditampung oleh kawasan tersebut. Gambar 6 Input data 1, Perhitungan Kepadatan Kawasan dan Bentuk Kawasan yang Dapat Dihasilkan Gambar 7 Perubahan Input Data yang Menghasilkan Perubahan Kepadatan dan Citra Kawasan Input  3D Kawasan yang dihasilkan  Permodelan Simulasi Parametric … (Michael Isnaeni Djimantoro) 299  Gambar 8 Kepadatan yang Lebih Tinggi dengan Jumlah Jalur Jalan yang Lebih Banyak. SIMPULAN Ketika lokasi dan informasi tata ruang direpresentasikan dalam bentuk grafik melalui alat yang dinamis, perancang kota bisa mendapatkan kesempatan untuk mengeksplorasi variasi dengan penempatan desain bangunan, organisasi bangunan, dan selubung bangunan. Hasilnya adalah model parametrik yang mencakup lokasi dan informasi tata ruang sebagai masukan yang dapat menghasilkan representasi dinamis berbagai kemungkinan solusi. Selain itu, model parametrik juga mampu mengeksplorasi variasi desain yang melampaui aturan-aturan umum yang berlaku terutama bagi arsitek yang ingin bereksperimen dengan kemungkinan-kemungkinan baru. Meskipun peraturan zonasi berbeda dari satu kota ke kota lain, zonasi dan terminologi LOS digunakan untuk penelitian ini cukup konsisten untuk digunakan dengan model yang parametrik ini. Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan dengan mengkaji faktor-faktor spesifik yang ada di lokasi yang berbeda. Faktor-faktor yang spesifik itu akan membuat sebuah algoritma pemikiran yang berbeda yang dapat membuat bentukan kawasan yang berbeda antara satu dengan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Bina Marga. (1997). Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Kementerian Pekerjaan Umum Repyublik Indonesia. Direktorat Jenderal Cipta Karya. (2007). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 300 ComTech Vol. 6 No. 2 Juni 2015: 291-300  Monchaux, N., Patwa, S., Golder, B., Jensen, S., Lung, D. (2010). Local Code: The Critical Use of Geographic Information Systems in Parametric Urban Design. Proceedings of ACADIA Life In: Formation, NY, NY. Stover, W., Koepke, A. (1983), Traffic access and impact studies for site development: a recommended practice, Institute of Transportation Engineers, Transportation Planners Council,