Microsoft Word - 15.KA Maryani -Implementasi Knowledge Management pada KLPM-PTS -Ok.doc 142 ComTech Vol.3 No. 1 Juni 2012: 142-148 IMPLEMENTASI KNOWLEDGE MANAGEMENT PADA KLPM-PTS: PEMBENTUKAN SHARING CULTURE ANTAR ANGGOTA KLPM-PTS DI INDONESIA Maryani Computerized Accounting Department, School of Information Systems, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 yanie@binus.edu ABSTRACT This paper is an idea to implement a knowledge management system for a real action for optimization efforts of private higher institutions due to the development of national human resources. Knowledge management is a technique of organizing knowledge within an organization. The goal is to accelerate the innovation by improving the effectiveness and efficiency of knowledge absorption through knowledge sharing process. Four activities underlying knowledge management system are using knowledge, finding knowledge, creating knowledge and packaging knowledge. These processes required to convert tacit knowledge into explicit knowledge that can be transferred to other people. Regarding to the background of the Consortium members who come from all corners of the archipelago, a web based knowledge management system is the best option. The system is built on many aspects, but can do a variety of simplifications that can be realized in the form of knowledge management portal. To make this system developed well, some attitudes need to be cultivated to create, capture, capture, store, process and disseminate knowledge. Keywords: consortium, knowledge management, web portal, tacit knowledge, explicit knowledge ABSTRAK Tulisan ini merupakan gagasan untuk mengimplementasikan suatu sistem manajemen pengetahuan sebagai tindakan nyata dalam upaya optimasi perguruan tinggi swasta (PTS) dalam pengembangan SDM nasional. Knowledge management merupakan teknik mengorganisasi knowledge dalam sebuah organisasi. Tujuannya adalah mempercepat terjadinya inovasi dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyerapan knowledge melalui proses knowledge sharing. Empat aktivitas yang mendasari knowledge management system adalah using knowledge, finding knowledge, creating knowledge dan packaging knowledge. Dalam proses ini dituntut untuk mengkonversi tacit knowledge menjadi explicit knowledge sehingga bisa ditransfer kepada orang lain. Mengingat latar belakang anggota Konsorsium yang berasal dari seluruh pelosok nusantara maka web based knowledge management system merupakan pilihan terbaik. Sistem ini terbangun atas banyak aspek, tapi bisa dilakukan berbagai penyederhanaan sehingga bisa diwujudkan dalam bentuk knowledge management portal. Supaya sistem ini dapat terbangun dengan baik, perlu dibudayakan sikap menciptakan, menangkap, menjaring, menyimpan, mengolah dan menyebarluaskan knowledge. Kata kunci: Konsorsium, knowledge management, web portal, tacit knowledge, explicit knowledge Implementasi Knowledge Management… (Maryani) 143 PENDAHULUAN Konsorsium Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Swasta, disingkat KLPM-PTS, didirikan pada hari Senin, 6 Maret 2000, oleh 28 Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang hadir pada Lokakarya Peran Perguruan Tinggi Swasta dalam Pemberdayaan Keluarga Pra Sejahtera dan Desa Tertinggal melalui Pengabdian kepada Masyarakat yang Berkelanjutan, yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 4-6 Maret. Konsorsium ini bertujuan meningkatkan kualitas pelaksanan PKM secara terpadu dan berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengoptimalkan potensi daerah dan masyarakatnya. Dengan Visi Konsorsium adalah Pemberdayan masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan agar tercapai masyarakat yang sejahtera, adil dan demokratis.Misi Konsorsium adalah Memberdayakan Lembaga Pengabdian Masyarakat dan masyarakat melalui jalinan kerja sama dan kegiatan-kegiatan/program-program berlandaskan azas-azas pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang didukung oleh peningkatan kinerja dan peran serta LPM-PTS. Anggota Konsorsium adalah LPM-PTS di seluruh Indonesia yang memenuhi persyaratan. Untuk menjadi anggota Konsorsium, LPM-PTS harus menyatakan secara tertulis keikutsertaannya dan disampaikan melalui Pengurus Harian dengan tembusan kepada Koordinator Wilayah. Anggota konsorsium terdiri dari 122 Perguruan Tinggi Swasta yang berjauhan secara geografis. Dengan kondisi seperti itu, sharing fasilitas seperti gedung, dosen, peralatan praktek, workshop dan laboratorium hanya dapat dilakukan antar sesama anggota yang lokasinya berdekatan, sedangkan untuk knowledge sharing dan kepakaran masih relatif jarang dilakukan. Acara sharing semacam ini masih terbatas pada acara rutin pertemuan dalam bentuk konvensi tahunan pada anggota konsorsium sehingga bisa dikatakan resources sharing pada jaringan Konsorsium belum berfungsi maksimal, mengingat: (1) acara konvensi rutin dua tahunan tersebut umumnya tidak dapat dihadiri oleh seluruh dosen (peneliti) dari seluruh perguruan tinggi anggota karena keterbatasan waktu serta anggaran. Oleh karena itu, dosen yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut sering kali tidak mengetahui hal-hal yang dibahas pada pertemuan tersebut; (2) pembicaraan yang disampaikan dalam acara tersebut seringkali hanya seputar kebijakan dan manajemen organisasi, sedangkan presentasi kepakaran masih sangat minim; (3) dokumentasi database hasil tiap-tiap pertemuan masih dilakukan secara manual, yaitu berbentuk CD, prosiding, maupun tersimpan dalam harddisk panitia penyelenggara. Kondisi ini mencerminkan bahwa kondisi manajemen knowledge dalam Konsorsium belum terkonsep dengan baik sehingga belum saling memberikan manfaat positif antar sesama anggotanya. Dengan manajemen yang baik, banyak manfaat yang bisa dipetik misalnya mengenai manajemen pembelajaran, kurikulum, kepakaran bidang tertentu, pengembangan karir dan sebagainya. Untuk mewujudkan hal tersebut harus dibudayakan kebiasaan menulis dan mempublikasikan tulisan. Selain itu diperlukan juga system manajemen knowledge yang secara nasional tidak hanya dapat diakses oleh seluruh anggota konsorsium, tapi juga menuntut para anggotanya untuk mempublikasikan ide, gagasan atau hasil penelitiannya. Selain itu, wadah untuk menanggapi (diskusi) topik yang telah di-posting oleh member juga harus tersedia. Sistem manajemen knowledge organisasi semacam ini dikenal dengan istilah OKMS (Organization Knowledge Management System). Awad dan Ghaziri (2003) membedakan pengertian antara data, informasi dan pengetahuan, yaitu: “knowledge is neither data nor information, though it related to both, and the differences between these terms are often a matter of degree”. ‘Pengetahuan bukan sekedar data atau informasi, akan tetapi berhubungan dengan keduanya, dan perbedaan antara istilah-istilah ini sering kali adalah derajat kemateriannya’. Kebanyakan organisasi belum atau tidak mengetahui potensi knowledge 144 ComTech Vol.3 No. 1 Juni 2012: 142-148 tersembunyi yang dimiliki oleh anggotanya. Hal ini juga terjadi di lingkungan perguruan tinggi, termasuk asosiasi semacam Konsorsium. Riset Delphi Group menunjukkan bahwa knowledge dalam organisasi tersimpan dalam: 42 % dipikiran (otak) karyawan, 26 % dokumen kertas, 20 % dokumen elektronik, dan 12% knowledge base elektronik. Data ini menceritakan bahwa porsi knowledge yang paling besar (42%) tersimpan dalam otak saja. Knowledge semacam ini disebut dengan tacit knowledge, yaitu pengetahuan yang tersembunyi. Sedangkan materialisasi knowledge berbentuk dokumen kertas (26%), dokumen elektronik (20%) dan benda elektronik berbasis knowledge (12%). Potensi tacit knowledge tersebut harus digali untuk kemudian dieksplisitkan untuk kemudian diorganisir bersama komponen knowledge yang lain supaya bisa di-trasfer kepada orang lain. Nonaka & Konno (1998) mengemukakan definisi Knowledge Management sebagai “the explicit and systematic management of vital knowledge and its associated processes of creation, organisation, diffusion, use and exploitation”, yang diterjemakan sebagai ‘manajemen pengetahuan vital secara eksplisit dan sistematis dan proses yang berasosiasi pada pembentukan, pengorganisasian, difusi, penggunaan dan eksploitasi’. Definisi tersebut bukanlah satu-satunya definisi yang benar secara mutlak karenatidak ada definisi yang universal mengenai knowledge management. Definisi tersebut merupakan definisi rumusan Skyrme yang paling merepresentasikan pengertian knowledge management berdasarkan pengalaman dan kepakarannya. Definisi yang lain menyebutkan “KM is the ‘process through which organizations generate value from intellectual and knowledge based assets”, maksudnya, knowledge management adalah proses bagaimana sebuah organisasi mengambil keuntungan dari aset berbasis intelektual dan pengetahuan. Makalah ini mengemukakan gagasan mengenai implementasi knowledge management pada Konsorsium untuk mengelola knowledge yang dimiliki oleh anggota Konsorsium sehingga terwujud budaya sharing sesama anggota Konsorsium. Terbentuknya konsep Konsorsium Organization Knowledge Management system yang merupakan implementasi manajemen knowledge dengan memberdayakan 4 fungsi yaitu: using knowledge, finding knowledge, creating knowledge dan packaging knowledge yang dapat diimplementasikan di organisasi konsorsium, serta membangun budaya knowledge sharing di kalangan dosen, peneliti dan praktisi paa institusi anggota Konsorsium sehingga diharapkan dapat mendorong untuk berinovasi baik secara kelompok ataupun individu. Permasalahan dirumuskan sebagai berikut: (1) bagaimanakah membangun budaya knowledge sharing sesama anggota Konsorsium untuk percepatan pengembangan institusi anggota?; (2) bagaimanakah konsep Knowledge Management system untuk Konsorsium dalam rangka optimasi pendidikan untuk pengembangan SDM nasional? Tujuan dari penulisan makalah ini adalah membuat sebuah knowledge base untuk Sharing Knowledge antar anggota konsorsium KLPM-PTS. Knowledge base dapat dikategorikan menjadi dua tipe, yaitu achinereadable knowledge base dan humanreadable knowledge base. Tipe pertama merupakan tempat menyimpan pengetahuan yang dapat dibaca oleh komputer yang digunakan untuk pemikiran deduktif secara otomatis. Sedangkan tipe kedua merupakan desain knowledge base yang mengijinkan manusia untuk mencari kembali dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk menyelesaikan permasalahan yang telah ada penyelesaiannya pada area permasalahan yang sama. Dengan demikian produk akhir dari makalah ini adalah pembangunan sebuah humanreadable knowledge base tentang operasional KLPM-PTS dengan menggunakan “wiki engine”. METODE Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menyelesaiakan makalah ini dimulai dengan studi literatur mengenai domain proses operasional di KLPM-PTS. Studi literatur ini dilakukan agar Implementasi Knowledge Management… (Maryani) 145 penulis mempunyai gambaran mengenai Kegiatam di KLPM-PTS. Kemudian dilanjutkan ke tahap pengumpulan pengetahuan. Pengetahuan ini ada yang telah terdokumentasikan dan ada yang belum. Untuk pengetahuan yang tak terdokumentasikan diambil dengan cara melakukan wawancara pada sejumlah pengurus dan pendapat dewan kehormatan pada pengoperasian KLPM-PTS Informasi hasil wawancara dengan para pengurus dan pakar (yang disebut dengan tacit knowledge) divalidasi oleh pakar yang kemudian diolah menjadi explicit knowledge. Pengolahan tacit knowledge menjadi explicit knowledge dengan menggunakan kodifikasi pengetahuan.Kodifikasi ini membuat bentuk dan struktur pengetahuan, dengan menggunakan map. Setelah proses klasifikasi, pengetahuan mengenai operasional KLPM-PTS disusunlah knowledge base dengan menggunakan “wiki engine” agar pengetahuan tersebut dapat diambil dan digunakan untuk kepentingan operasional dan managemen KLPM-PTS. Knowledge base tersebut merupakan prototipe awal yang akan digunakan untuk mengumpulkan pengetahuan tacit yang berikutnya. Pengetahuan yang belum ada dalam prototipe tersebut dapat ditambahkan dengan cepat setelah sesi wawancara berikutnya. Terakhir hasil prototipe knowledge base divalidasi oleh pakar dari KLPM-PTS. Rangkuman metodologi penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Metodelogi penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Penciptaan dan Pengembangan Knowledge Penciptaan pengetahuan melibatkan lima langkah utama (Nonaka & Konno, 1998), yaitu: (1) berbagi pengetahuan terbatinkan; (2) menciptakan konsep; (3) membenarkan konsep; (4) membangun prototype; (5) melakukan penyebaran pengetahuan di berbagai fungsi dan tingkat di organisasi. Siklus knowledge management mempunyai kelebihan dalam hal pengkategorian, pengoraganisasian dan penyimpanan, deseminasi, dan kemudahan untuk diakses. Dengan demikian siklus konsep yang dibangun atas knowledge management jauh lebih baik dan lebih mendorong terjadinya inovasi dibandingkan dengan siklus inovasi itu sendiri. Sistem pakar (expert system) merupakan salah satu teknologi andalan dalam knowledge management, terutama melalui empat skema penerapan dalam suatu organisasi, yaitu: (1) case-based reasoning (CBR) yang merupakan representasi knowledge berdasarkan pengalaman, termasuk kasus dan solusinya; (2) rule-based reasoning (RBR) mengandalkan serangkaian rules yang merupakan representasi dari knowledge dan pengalaman karyawan/manusia dalam memecahkan kasus-kasus yang rumit; (3) model-based reasoning (MBR) melalui representasi knowledge dalam bentuk atribut, perilaku, antar hubungan maupun simulasi proses terbentuknya knowledge; (4) constraint-satisfaction reasoning yang merupakan kombinasi antara RBR dan MBR. 146 ComTech Vol.3 No. 1 Juni 2012: 142-148 Di dalam konfigurasi yang demikian, dimungkinkan pengembangan knowledge management di salah satu unit organisasi dengan dokumentasi dan informasi dalam bentuk: (1) proses mengoleksi, mengorganisasikan, mengklasifikasikan, dan mendiseminasikan knowledge ke seluruh unit kerja dalam suatu organisasi agar knowledge tersebut berguna bagi siapapun yang memerlukannya; (2) kebijakan, prosedur yang dipakai untuk mengoperasikan database dalam suatu jaringan intranet yang selalu up-to-date; (3) penggunaan ICT yang tepat untuk menangkap knowledge yang terdapat di dalam pikiran individu sehingga knowledge itu bisa dengan mudah digunakan bersama dalam suatu organisasi; (4) lingkungan untuk pengembangan aplikasi expert systems; (5) analisis informasi dalam databases, data mining atau data warehouse sehingga hasil analisis tersebut dapat segera diketahui dan dipakai oleh lembaga; (6) identifikasi kategori knowledge yang diperlukan untuk mendukung lembaga, Mentransformasikan basis knowledge ke basis yang baru; (7) kombinasi pengindeksan, pencarian knowledge dengan pendekatan semantics atau syntacs; (8) organisasi dan penyediaan know-how yang relevan, kapan, dan bilamana diperlukan, mencakup proses, prosedur, paten, bahan rujukan, formula, best practices, prediksi dan cara-cara memecahkan masalah. Secara sederhana, intranet, groupware, atau bulletin boards adalah sarana yang memungkinkan lembaga menyimpan dan mendesiminasikan knowledge; (9) pemetaan knowledge (knowledge mapping) pada suatu organisasi baik secara online atau off-line, pelatihan, dan perlengkapan akses ke knowledge. Proses Konversi Knowledge Nonaka & Konno (1998) menyatakan bahwa tacit knowledge maupun explicit knowledge dapat dikonversikan dengan proses sosialisasi, eksternalisasi, internalisasi, maupun kombinasi seperti yang terlihat pada Gambar 2. Untuk mengubah tacit knowledge menjadi explicit knowledge diperlukan proses eksternalisasi, sedangkan untuk mengubah explicit knowledge menjadi tacit knowledge diperlukan proses internalisasi. Gambar 2. Proses konversi tacit knowledge dan explicit knowledge. Pembudayaan Knowledge Sharing Knowledge Management system diharapkan mampu membuat berbagi informasi (information sharing) menjadi lebih baik. Knowledge management termasuk strategi dari tanggung jawab dan tindak lanjut (komitmen), baik untuk meningkatkan efektifitas organisasi maupun untuk meningkatkan peluang/kesempatan. Tujuan dari knowledge management adalah meningkatkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan proses inti lebih efisien. Supaya knowledge management system berhasil dilaksanakan pada Konsorsium, hal-hal berikut ini harus dibudayakan pada anggotanya, baik secara individu maupun institusi: (1) menciptakan knowledge: knowledge diciptakan begitu seseorang menentukan cara baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-kadang knowledge eksternal dibawa ke dalam organisasi/institusi; (2) menangkap Implementasi Knowledge Management… (Maryani) 147 knowledge: knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai dan direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal; (3) menjaring knowledge: knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks agar dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kedalaman manusia (kualitas tacit) yang harus ditangkap bersamaan dengan fakta eksplisit; (4) menyimpan knowledge: knowledge yang bermanfaat harus disimpan dalam format yang baik dalam penyimpanan knowledge, sehingga semua anggota dalam organisasi dapat mengaksesnya; (5) mengolah knowledge: seperti perpustakaan, knowledge harus dibuat up-to-date. Hal tersebut harus di- review untuk menjelaskan apakah relevan atau akurat; (6) menyebarluaskan knowledge: knowledge harus tersedia dalam format yang bermanfaat untuk semua orang dalam organisasi yang memerlukan, dimanapun dan tersedia setiap saat. Dalam organisasi Konsorsium aspek yang perlu untuk dikelola sebagai knowledge yang perlu dibagi di antaranya kemampuan, jadwal kegiatan (rapat, ceramah, diskusi, seminar, dsb), output yang dihasilkan misalnya pedoman, laporan, prosedur, klasifikasi dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut menjadi objek knowledge yang bermanfaat bagi seluruh anggota Konsorsium jika dikelola dengan baik, dieskplisitkan, dan bisa diakses oleh seluruh anggota. Catatan penting yang juga sangat mempengaruhi berhasil tidaknya knowledge management pada konsorsium adalah: (1) penerapannya tidak hanya menghasilkan knowledge baru, tetapi juga mendaur ulang knowledge yang sudah ada. Oleh karena itu knowledge yang dimiliki sejak lama harus digali kembali dan dieksplisitkan; (2) teknologi informasi memang merupakan sarana yang paling mudah dalam menjembatani terjadinya jejaring sistem knowledge management akan tetapi harus disadari pula belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi. Oleh karena itu, tatap muka juga masih tetap diperlukan; (3) sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui. Banyak knowledge penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal knowledge itu sudah dimiliki organisasi tersebut sejak lama. Usulan Konsep Konsorsium Knowledge Management Di banyak organisasi modern saat ini, pandangan tentang manajemen perubahan bersinggungan dengan cara mereka memberlakukan knowledge sebagai modal intelektual. Manajemen perubahan mencakup prinsip, alat analisis, ICT, teori perubahan strategis, peningkatan fungsi individu, sistem, struktur dan proses kerja yang didahului dengan desain organisasi, perbaikan kinerja pegawai, hubungan antar bidang/bagian/kelompok dalam suatu organisasi. Hal ini juga berlaku bagi Konsorsium. Gambar 3 menunjukkan usulan gambaran umum konsep Konsorsium knowledge management system. Sistem terbangun atas empat pilar utama, yaitu teknologi, aktifitas, interface, dan berbagai komponen. Aktifitas yang diperlukan dalam sistem ini di antaranya web browsing, computer based collaboration, searching dan data mining. Semua aktivitas itu bisa dilakukan dengan menggunakan web browser. Interface yang bisa dipergunakan untuk menjembatani terjadinya kolaborasi informasi ini selain web browser juga mailing list, forum diskusi, bahkan jika diperlukan aplikasi Customer Service. Adapun komponen yang ada dalam sistem untuk mensuplai terjadinya berbagai kegiatan tersebut meliputi database, web platform, data management tools, perangkat pengirim pesan, search engine, web service, document management serta interference engine. Teknologi yang dibutuhkan untuk menyokong layanan tersebut di antaranya adalah RDBMS, aplikasi client-server, web service serta artificial intelligence (AI). 148 ComTech Vol.3 No. 1 Juni 2012: 142-148 Gambar 3. Elemen penyusun konsorsium knowledge management system. Dengan latar belakang anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, hal yang paling memungkinkan Konsorsium knowledge management system tersebut adalah web based knowledge management portal, yaitu situs portal komunitas yang beranggotakan seluruh individu-individu dari institusi anggota Konsorsium yang bertujuan untuk saling sharing pengetahuan. Bentuk ini relatif sangat mudah untuk diwujudkan sedangkan manfaatnya juga sangat besar. Konsep semacam ini sudah dilaksanakan dengan sangat baik bahkan dipromotori secara mandiri oleh perorangan. Kedua situs tersebut dibangun untuk tujuan sharing ilmu, hanya saja dalam hal ini, dilakukan oleh sukarelawan yang berasal dari pribadi maupun berbagai kalangan yang dengan kesadaran men-share pikirannya untuk dipelajari orang. Berkembangnya opensource web platform yang sangat melimpah merupakan potensi yang sangat besar untuk implementasi sistem tersebut. Tentu saja hal ini masih memerlukan pencermatan yang lebih mendalam sehingga bisa dipilih web-platform yang memadai untuk melaksanakan fungsi ini. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih opensource web platform tersebut di antaranya: (1) semaksimal mungkin bisa menjalankan berbagai fungsi seperti yang telah diuraikan di atas, di antaranya fungsi manajemen data, manajemen dokumen, searching, messaging dan sebagainya; (2) banyak disuplai oleh berbagai plugin oleh komunitas terbuka sehingga memungkinkan penyempurnaan fasilitas jika diperlukan; (3) mudah diimplementasikan dengan interface yang user friendly; (4) multi-user sehingga memungkinkan penggunaan bersama-sama oleh seluruh anggota. Namun demikian juga harus ada feature untuk manajemen hak akses oleh anggota. PENUTUP Beberapa keuntungan dengan dimilikinya knowledge portal bagi konsorsium adalah adanya gambaran yang konsisten mengenai organisasi konsorsium, kemampuan mengelola dan mencari informasi, akses langsung ke informasi dan sumber daya organisasi, hubungan langsung ke laporan- laporan, dan pertanyaan-pertanyaan, hubungan langsung ke data yang dibutuhkan dan keahlian seseorang, serta identitas individu dan akses ke isi/subyek (content) yang dapat dipersonalisasi. DAFTAR PUSTAKA Awad, Elias M. & Ghaziri, Hasan M. (2003). Knowledge Management. New Jersey: Person Education. Nonaka, Ikujiro & Konno, Noboru. (1998). The concept of "ba": building a foundation for knowledge creation.California Management Review, 40 (3), 17.