Microsoft Word - 35_MT_ZAHEDI_ MODEL INTEGRASI PENJADWALAN BATCH-HS_OK.docx Model Integrasi Penjadwalan Batch.… (Zahedi) 397 MODEL INTEGRASI PENJADWALAN BATCH DAN PENJADWALAN PREVENTIVE MAINTENANCE DENGAN KRITERIA MINIMISASI BIAYA SIMPAN, BIAYA SETUP, BIAYA PM, SERTA BIAYA REWORK PADA MESIN STABIL Zahedi Mathematics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 zahedizahedi@binus.ac.id ABSTRACT This study developed a model of batch scheduling involving the unavailability machine to minimize setup costs, cost of preventive maintenance and the cost of rework in a stable machine. This model is considered necessary in order to understand the effect of the unavailability machine for production runs and to understand the effect on the batch production schedule. The results of this study indicate that the first and last run will not give single batch. Given a hypothetical example of how the model and algorithm developed solve the problem instance. Keywords: flow time, production run, stable machine ABSTRAK Penelitian ini mengembangkan model penjadwalan batch dengan melibatkan waktu ketidaktersediaan mesin dengan kriteria minimisasi biaya simpan, biaya setup, biaya preventive maintenance, serta biaya rework pada mesin stabil. Model ini dipandang perlu untuk dapat memahami pengaruh ketidaktersediaan mesin pada berbagai production run dan melihat pengaruhnya pada jadwal yang terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa run pertama dan terakhir akan memberikan jumlah batch yang tidak tunggal. Diberikan contoh hipotetis bagaimana model dan algoritma yang dikembangkan menyelesaikan problem contoh. Kata kunci: flow time, production run, mesin stabil 398 ComTech Vol. 5 No. 1 Juni 2014: 397-409  PENDAHULUAN Beberapa literatur tentang perawatan, seperti Barlow dan Proschan (1965), Sherwin dkk. (1993), Ebeling (1997) serta Rigdon dan Basu (2000), mengemukakan teori tentang reliabilitas, maintainabilitas dan optimisasi biaya pada penjadwalan perawatan. Fleischer dkk. (2008) mengemukakan model penaksiran life cycle cost dengan menggunakan simulasi Monte-Carlo dan fungsi tujuan minimisasi biaya penalti pihak pabrikan mesin terhadap variabilitas mesin-mesin yang diproduksi. Duarte dkk. (2006, 2007) membahas optimisasi rencana preventive maintenance untuk mesin tunggal dan mesin seri. Hal yang dapat diobservasi adalah bahwa literatur-literatur tersebut tidak mempertimbangkan penjadwalan produksi dalam pembahasannya. Di pihak lain beberapa penelitian mengenai penjadwalan produksi tidak mempertimbangkan aspek perawatan, baik pada penjadwalan job maupun batch. Pada penjadwalan job di antaranya adalah Olafson dan Shi (2000), Tansel dkk. (2001) serta Xiao dan Li (2002). Dalam penelitian tersebut permasalahan yang dibahas adalah penjadwalan produksi job dengan waktu pemrosesan job diketahui, namun tidak mempertimbangkan selang perawatan mesin. Pada penelitian-penelitian tentang penjadwalan batch, di antaranya Dobson dkk. (1987, 1989), Halim (1993), Halim dan Ohta (1994, 1996), Halim dkk. (2001), Buckchin dkk. (2002), serta Meng dan Heragu (2004). Permasalahan yang dibahas adalah penjadwalan batch dengan ukuran batch tidak konstan menjadi solusi yang diusulkan dan mesin diasumsikan tersedia selama perioda perencanaan produksi. Makalah ini mengusulkan suatu model penjadwalan batch dengan melibatkan waktu ketidaktersediaan mesin pada kasus mesin stabil sebagai proporsi production run dengan kriteria minimasi total actual flow time. Dalam model awal ini diasumsikan mesin stabil dengan peluang kerusakan yang sama sepanjang planning horizon yaitu p. Semua part akan diserahkan pada waktu due date d. Semua part yang non comforming akan dikerjakan dalam suatu batch terakhir sebelum due date. METODE Misalkan sekumpulan q part (satu order) dari item sejenis akan diproses pada sebuah mesin dengan ketidaktersediaan mesin merupakan selang waktu PM. Setiap part hanya perlu satu operasi untuk menyelesaikan (single stage). Dalam model awal ini diasumsikan mesin stabil dengan peluang kerusakan yang sama sepanjang planning horizon yaitu p. Semua part akan diserahkan pada waktu due date d. Semua part yang non comforming akan dikerjakan dalam suatu batch terakhir sebelum due date dan diberi notasi Q. Permasalahan yang dibahas adalah menentukan ukuran-ukuran batch, jadwal batch, menentukan jumlah PM dan jadwal PM yang meminimasi biaya simpan, biaya setup, biaya PM serta biaya rework dalam kriteria penjadwalan waktu tinggal aktual. Parameter-parameter yang diketahui adalah t : waktu proses per part s : waktu setup antar batch q : jumlah part yang akan diproses d : waktu penyerahan seluruh part d (common due date) c1 : biaya simpan untuk finished-part per unit per satuan waktu dalam satuan biaya c2 : biaya simpan untuk work-in-process part per unit per satuan waktu dalam satuan biaya cPM : biaya satuan per PM Model Integrasi Penjadwalan Batch.… (Zahedi) 399 tPM : panjang interval waktu PM cs : biaya satuan untuk satu kali setup p : peluang kerusakan part Q[01] : ukuran batch untuk part non comforming, Q[01] = pq r : biaya rework satuan part non comforming Variabel-variabel keputusan adalah L[ik] : batch yang dijadwalkan pada posisi ke-i dalam cycle ke-k (secara backward) Q[ik] : ukuran batch L[ik] dalam unit N : jumlah seluruh batch B[ik] : saat mulai pemrosesan batch L[ik] C[ik] : saat selesai batch L[ik] APM[k] : saat awal PM ke-k BPM[k] : saat selesai PM ke-k Biaya simpan dalam Indrapriatna (2009) untuk satu production cycle adalah ToIC = c1∑ ∑ + ∑ ∑ (1) Suku pertama dalam biaya simpan (1) adalah total biaya simpan part dalam completed batch dan suku kedua dan ketiga adalah total biaya simpan selama part diproses dalam batch (in process batch) dalam satu production cycle. Persamaan (1) dan Gambar (1) dari Indrapriatna (2009) akan dikembangkan menjadi formulasi biaya simpan untuk g production cycle dan menyisipkan selang PM secara simultan. Berikut akan diturunkan formulasi biaya simpan untuk 2, kemudian 3, selanjutnya akan di generalisir untuk g production cycle. Jika dalam suatu production run terdapat g production cycle maka akan terdapat (g-1) interval PM sepanjang production run dan PM terakhir dilakukan tepat saat due date (PM-1). In-process completed parts parts in in batch L[2] batch L[2] B[N] B[N-1] B[2] B[1] d Gambar 1 Posisi batch dengan satu production cycle L{N] s L[N-1] s ..... s L[2] s L[1] 400 ComTech Vol. 5 No. 1 Juni 2014: 397-409  Pengembangan biaya simpan untuk g production cycle Production cycle-g Production cycle-2 Production cycle-1 ... … …. … … 0 B[Ngmax]g B1g APMg B[N2max]2 B[12] APM2 BPM2B[N1max]1 B11 B01 d=APM-1BPM-1 : Selang PM Gambar 2 Posisi batch dalam sistem manufaktur satu mesin dengan g production cycle Dengan memperhatikan perubahan yang terjadi untuk setiap production cycle dan jumlah PM maka untuk g production cycle dan g-1 selang PM maka dapat diformulasikan total biaya simpan adalah; ToIC(g) = c1∑ ∑ + ∑ ∑ + ∑ c1∑ ∑ + ∑ ∑ ) ∑ 1 ∑ (2) Untuk biaya PM sepanjang production run, dengan g production cycle dan g PM adalah TCPM = g cPM (3) Untuk total biaya setup adalah jumlah jumlah total batch dikalikan dengan biaya satuan setup, atau ditulis TCS = ∑ (4) Untuk total biaya rework sepanjang production run adalah TR = rpq (5) Fungsi tujuan yang akan digunakan adalah minimasi total biaya simpan, biaya PM dan biaya setup (TCS) serta biaya rework (TR) dapat dirumuskan sebagai minimasi persamaan (2), (3), (4) dan (5) atau Minimasi TC = ToIC(g) + TCPM + TCS + TR (6) Beberapa kendala pada problem penjadwalan satu item satu mesin dengan g interval PM dapat diuraikan sebagai berikut: Keseimbangan jumlah part dalam semua batch akan sama dengan jumlah keseluruhan part yang dijadwal, dengan asumsi proses sempurna tanpa kerusakan, dirumuskan sebagai jumlah dari jumlah part dalam batch ke-i pada production cycle ke-k atau 7 Setiap batch terjadwal diasumsikan datang tepat pada saat akan diproses dan harus rapat ke due date, atau dapat ditulis sebagai dua persamaan berturut-turut untuk production cycle pertama (8) dan untuk production cycle kedua dan selanjutnya (9) s L[Ngmax]g s L11 s L[N1max]1 s L12 s L1g s L[N2max]2 s L01 Model Integrasi Penjadwalan Batch.… (Zahedi) 401 , 1 (8) 1 , 1,2, … , 2,3, … , (9) Untuk pengaturan sequencing antar batch akan digunakan variable biner yang bernilai 0 atau 1, dimana bernilai 1 apabila batch ke-i pada production cycle-j mendahului batch ke-k pada production cycle ke-l secara backward, dan bernilai 0 untuk sebaliknya. Untuk semua batch terjadwal dapat dirumuskan sebagai , 0,1,2, … , 1 , 1 10 , 1,2, … , 1 , 2,3, … , 11 Dimana M adalah suatu bilangan yang cukup besar untuk menjamin sequencing, dalam prakteknya dapat diambil M=q(s+t). Metoda PM menggunakan regular PM, dimana interval waktu PM akan berada tepat ditengah setiap production cycle. Dengan memperhatikan Gambar 2 di atas, maka dapat diturunkan waktu mulai PM dan waktu berakhirnya PM untuk 2, 3 kemudian digeneralisir untuk g production cycle. 2 production cycle dengan 2 interval PM APM-1 = B01 + t Q01 APM-1 = d BPM-1 = APM-1 + tPM , selanjutnya APM-2 = B12 + t Q12 BPM-2 = APM-2 + tPM APM-2 + . 3 production cycle dengan 3interval PM APM-1 = B01 + t Q01 APM-1 = d BPM-1 = APM-1 + tPM , selanjutnya 402 ComTech Vol. 5 No. 1 Juni 2014: 397-409  APM-2 = B12 + t Q12 BPM-2 = APM-2 + tPM APM-2 + , selanjutnya APM-3 = B13 + t Q13 BPM-3 = APM-3 + tPM APM-3 + Generalisasi untuk g production cycle dengan g interval PM adalah APM-1 = B01 + t Q01 APM-1 = d BPM-1 = APM-1 + tPM , selanjutnya APM-2 = B12 + t Q12 BPM-2 = APM-2 + tPM APM-2 + , selanjutnya … APM-g = B1g + t Q1g BPM-g = APM-g + tPM APM-g + (12) Jumlah batch maksimum dihitung dengan persamaan 1 Dengan demikian Nmax = 1 (13) Dibutuhkan juga syarat-syarat kenonnegatifan variabel keputusan dan variabel biner sebagai 1 (14) 0 (15) q (16) 1 (17) Model Integrasi Penjadwalan Batch.… (Zahedi) 403 Model Dan Algoritma Penyelesaian Model dengan g production cycle dengan g interval PM dengan kriteria minimasi biaya simpan, biaya PM dan biaya setup serta biaya rework dapat ditulis sebagai berikut. Model Minimasi TC = ToIC + TCPM + TCS + TR (18) Kendala 19 , 1 (20) 1 , 1,2, … , 2,3, … , (21) , 0,1,2, … , 1 22 , 1,2, … , 1 , 2,3, … , 23 APM-1 = B01 + t Q01 APM-1 = d BPM-1 = APM-1 + tPM , selanjutnya APM-2 = B12 + t Q12 BPM-2 = APM-2 + tPM APM-2 + , selanjutnya … APM-g = B1g + t Q1g BPM-g = APM-g + tPM APM-g + (24) 404 ComTech Vol. 5 No. 1 Juni 2014: 397-409  1 (25) 1 (26) 0 (27) q (28) 1 (29) Untuk menyelesaikan model ini dirancang suatu algoritma sehingga model ini dapat dioperasikan. Algoritma Step-1. Hitung Tmin = q.t Step-2. Problem layak jika dan hanya jika Tmin +(g-1) ≤ d. Lanjutkan Step-3. Jika Tmin + > d, maka problem tidak layak, stop. Step-3. Hitung N(max) dengan persamaan (25). Step-4. Set k = 1 (k production cycle dengan k PM) Step-5. Substitusikan nilai-nilai dari N dengan N = ⎣ Nmaks ⎦, r, p, q, t, s, d, , dan ′ ke dalam model. Step-6. Set = 1, jika ij mendahului kl secara backward, ∀ i, j, i≠j, dan Yij = 0 untuk yang lainnya. Step-7. Set TC(0) = q (c1+c2+cPM+cs) Step-8. Set i = 1, j=k, set Xij= 1, dan Xij= 0 untuk yang lain. Step-9. Selesaikan Model pada Step-7. Step-10. Apakah B[ij] ≥ 0, - Jika ya, tulis TCij, - Apakah TCij < TC(0), - Jika ya, set i = i + 1, lanjutkan ke step-8. - Jika tidak atau tidak layak, set k = k+1, kembali ke step-4. -Jika tidak, Solusi optimal tercapai, lanjutkan step-11. Step-11. Tulis nilai fungsi tujuan dan semua nilai variabel keputusan. Akan diberikan suatu contoh untuk melihat bagaimana algoritma ini bekerja: Misalkan jumlah part yang akan dijadwal pada mesin stabil berjumlah q = 200 part, waktu setup antar batch s = 30 menit, waktu proses per part t = 20 menit, panjang interval ketidaktersediaan mesin tPM = Model Integrasi Penjadwalan Batch.… (Zahedi) 405 60 menit, waktu penyerahan seluruh part d = 5000, biaya simpan finished part c1 = 20 US$, biaya simpan in process part c2 = 10 US$, biaya satuan preventive maintenance cPM = 600 US$, biaya satuan setup cs = 50 US$, biaya satuan restorasi r = 60 US$ dan peluang kerusakan part selama diproses adalah konstan p = 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Step-1 sampai step-3 memberikan Tmin= 4000, 4000+60 < 5000, dan Nmax=34, sehingga problem layak untuk model. Step-4 sampai 11 pada prinsipnya dimulai dengan satu production cycle dengan satu PM, selanjutnya tingkatkan jumlah batch pada production cycle pertama ini secara backward sampai diperoleh jumlah batch optimal ditandai dengan kenaikan total cost (TC) atau problem tidak layak. Kemudian dua production cycle dengan dua PM, dimulai dengan meningkatkan jumlah batch pada production cycle-1 kemudian production cycle-2 sampai terjadi kenaikan TC atau problem tidak layak. Proses ini dilanjutkan sampai diperoleh jumlah production cycle dan jumlah PM optimal dengan TC minimum. SET production cycle k=1, berturut-turut untuk jumlah batch tidak termasuk rework batch dengan TC adalah Tabel 1 Iterasi pada satu production run Jumlah batch TC 2 2,41101 x 108 3 2,10424 x 108 4 2,00887 x 108 5 1,96612 x 108 6 Tak Layak SET production cycle k=2, berturut-turut untuk jumlah batch tidak termasuk rework batch dengan TC adalah Tabel 2 Iterasi pada dua production run Jumlah batch PC-1 Jumlah batch PC-2 TC 1 1 6,21333 x 107 2 1 5,66864 x 107 3 1 5,47851 x 107 4 1 5,37449 x 107 5 1 Tidak layak 1 2 Tidak layak SET production cycle k=3, berturut-turut untuk jumlah batch tidak termasuk rework batch dengan TC adalah 406 ComTech Vol. 5 No. 1 Juni 2014: 397-409  Tabel 3 Iterasi pada tiga production run Batch PC-1 Batch PC-2 Batch PC-3 TC 1 1 1 3,12708 x 107 2 1 1 2,95578 x 107 3 1 1 2,88195 x 107 4 1 1 2,83000 x 107 5 1 1 Tidak layak, stop 4 2 1 2,94610 x 107 (TC meningkat, stop) 4 1 2 2,83395 x 107 (TC meningkat, stop) SET production cycle k=4, berturut-turut untuk jumlah batch tidak termasuk rework batch dengan TC adalah Tabel 4 Iterasi pada empat production run Batch PC-1 Batch PC-2 Batch PC-3 Batch PC-4 TC 1 1 1 1 2,10974 x 107 2 1 1 1 2,04077 x 107 3 1 1 1 2,00029 x 107 4 1 1 1 Tidak layak, stop 3 2 1 1 2,08458 x 107 (TC meningkat, stop) 3 1 2 1 2,00713 x 107 (TC meningkat, stop) 3 1 1 2 2,00930 x 107 (TC meningkat, stop) SET production cycle k=5, berturut-turut untuk jumlah batch tidak termasuk rework batch dengan TC adalah Tabel 5 Iterasi pada lima production run Batch PC-1 Batch PC-2 Batch PC-3 Batch PC-4 Batch PC-5 TC 1 1 1 1 1 1,67217 x 107 2 1 1 1 1 1,63765 x 107 3 1 1 1 1 Tidak layak, stop 2 2 1 1 1 1,65564 x 107 (TC meningkat, stop) 2 1 2 1 1 1,64569 x 107 (TC meningkat, stop) 2 1 1 2 1 1,64288 x 107 (TC meningkat, stop) 2 1 1 1 2 1,63936 x 107 (TC meningkat, stop) SET production cycle k=6, berturut-turut untuk jumlah batch tidak termasuk rework batch dengan TC adalah Model Integrasi Penjadwalan Batch.… (Zahedi) 407 Tabel 6 Iterasi pada enam production run Batch PC-1 Batch PC-2 Batch PC-3 Batch PC-4 Batch PC-5 Batch PC-6 TC 1 1 1 1 1 1 1,51039x107 2 1 1 1 1 1 Tidak layak, stop 1 2 1 1 1 1 1,56726x107 (TC meningkat, stop) 1 1 2 1 1 1 1,52003x107 (TC meningkat, stop) 1 1 1 2 1 1 1,51766x107 (TC meningkat, stop) 1 1 1 1 2 1 1,515294x107 (TC meningkat, stop) 1 1 1 1 1 2 1,51004x107 1 1 1 1 1 3 1,51426x107 (TC meningkat, stop) SET production cycle k=7, berturut-turut untuk jumlah batch tidak termasuk rework batch dengan TC adalah Tabel 7 Iterasi pada tujuh production run PC-1 PC-2 PC-3 PC-4 PC-5 PC-6 PC-7 TC 1 1 1 1 1 1 1 Tidak layak, terlalu dekat ke time zero Hasil optimal tercapai pada 6 production cycle dengan 6 PM dengan urutan dan ukuran batch serta waktu mulai pekerjaan dan waktu mulai dan berakhirnya PM sebagaimana tabel berikut Tabel 8 Hasil terbaik algoritma Lij Qij Bij APM BPM TC Q01 10 4800 5000 5060 1,51004 x 10 7 Q11 25 4270 Q12 35 3480 4180 4240 Q13 35 2690 3390 3450 Q14 35 1900 2600 2660 Q15 35 1110 1810 1870 Q16 19 640 1020 1080 Q26 16 290 408 ComTech Vol. 5 No. 1 Juni 2014: 397-409  SIMPULAN Dari contoh yang diberikan dapat diperlihatkan siklus yang pertama dan terakhir akan memberikan jumlah batch yang tidak tunggal. Ini disebabkan pada posisi awal penjadwalan secara backward, metoda penjadwalan dapat mengurangi waktu tinggal aktual. Kelanjutan Penelitian Memasukkan aspek deteriorasi mesin, dimana proses bergeser dari status in control menjadi status out of control mengikuti suatu fungsi kerusakan mesin berdistribusi IFR Weibull, kemudian menghitung restoring cost untuk mengembalikan status mesin dari out of control menjadi in control. DAFTAR PUSTAKA Barlow, R. E., Proschan, F., (1965). Mathematical theory of reliability. New York: John Willey & Sons, Inc. Buckchin, J., Tzur, M., Jaffe, M., (2002). Lot Splitting to Minimize Average Flow-Time in a Two- Machines Flow Shop. IEE Transactions, 34, 953-970. Dobson, G., Karmarkar, U.S., Rummel, J.L., (1987). Batching to Minimize Flow Times on One Machine. Management Science, 33, 784-799. Dobson, G., Karmarkar, U.S., Rummel, J.L., (1989). Batching to Minimize Flow Times on Heterogeneous Machines. Management Science, 35, 607-613. Duarte, J. C., Soares, C. G., (2007). Optimisation of preventive maintenance plan of a series components system with Weibull hazard function. RTA4, Special Issue, 33-39,. Duarte, J.C., Craveiro, J.T., Trigo, T. (2006). Optimization of the preventive maintenance plan of a series components system. International Journal of Pressure Vessels and Piping, 83, 244- 248. Ebeling, C.E., (1997). Reliability and Maintainability Engineering. Singapore: Mc-Graw Hill Inc. Fleischer, J., Waweria, M., Niggeschmidt, S. (2008). Machine Life Cycle Cost Estimation via Monte- Carlo Simulation. Proceeding of 4th CIR Conference on Life Cycle Engineering, 449-453. Halim, A. H. (1993). Batch Scheduling for Production Systems under Just in Time Environment. Disertasi Doktor, University Osaka Perfecture, Japan. Halim, A. H., Ohta, H. (1993). Batch-scheduling problems through flow shop with both receiving and delivery just in time. Int. J. Prod. Res, 31, 1943-1955. Halim, A. H., dan Ohta, H., (1994). Batch Scheduling Problems to Minimize Inventory Cost in the Shop with both Receiving and Delivery Just in Times. International Journal of Production Economics, 33, 185-195. Model Integrasi Penjadwalan Batch.… (Zahedi) 409 Halim, A. H., Miyazaki, S. Ohta, H., (1994). Batch-scheduling problems to minimize actual flow times of parts through the shop under JIT environment. European Journal of Operational Research, 72, 529-544. Halim, A. H., Ohta, H., (1996). A Dynamic Batch Scheduling Model for a Flow Shop with Just in Time Environment. Proceedings of The 1996 Pacific Conference on Manufacturing, Korea, 398-403. Halim, A. H., Silalahi, J., Ohta, H., (2001): A Batch Scheduling Model Considering Quality Costs for the Shop with Receiving and Delivery Just in Time. Proceedings of The 2001 International Conference on Production Research. Indrapriyatna, A.S., (2008). Batch Scheduling Model on Single Machine Deteriorated to Minimize Total Inventory and Quality Cost. Journal of Industrial Engineering, 10(1), 26-37. Meng, G., Heragu, S. (2004). Batch Size Modelling in a Multi-Items Discrete Manufacturing System via an Open Queuing Network. IEE Transactions, 36, 743-753. Olafson, S. dan Shi, L. (2000). A Method for Scheduling in Parallel Manufacturing Systems with Flexible Resources. IEE Transactions, 32, 135-146. Rigdon, S.E., Basu, A.P., (2000). Statistical Methods for Reliability of Repairable Systems. Canada: John Willey & Sons Inc. Sherwin, D.J., Bossche, A. (1993). The Reliability, Availability and Productiveness of Systems. Hongkong: Chapman & Hall. Tansel, B. C., Kara, B.Y., Sabuncouglu, I., (2001). An Efficient Algorithm for the Single Machine Total Tardiness Problem. IEE Transactions, 33, 661-676. Xiao, W., Li, C., (2002). Approximation Algorithms for Common Due Date Assignment and Job Scheduling on Parallel Machines. IEE Transactions, 34, 467-477.