1012 ComTech Vol.1 No.2 Desember 2010: 1012-1024 PENGATURAN PERUBAHAN FUNGSI PADA KAWASAN PERUMAHAN KONSERVASI: STUDI KASUS KAWASAN KONSERVASI CISANGKUY, BANDUNG Michael Isnaeni Djimantoro Jurusan Arsitektur, Fakultas Sains dan Teknologi, Bina Nusantara University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 michaeldj@binus.ac.id ABSTRACT Human life is more complex with more and diverse human activities, requires an adjustment function on an area of the city. City areas will be abandoned later died at a city area with many buildings that are not maintained anymore. Therefore it needs adjustment function, a function of the new requirement is necessary to maintain the vitality of an area. This principle applies generally to the entire region, including the old town conservation area. Many examples of successful for the revitalization of old town that is how the old town area can adapt to the needs of the new society. Cisangkuy area is part of the initial planning of Bandung city, which is planned as a residential area for officials Dutch East Indies. Current conditions, the region has experienced a change to suit the needs of society. On the other hand, this region also have the value - historical value can still be inherited by future generations. Therefore, the necessary arrangements for the changes that occur to meet the needs of today's society does not damage the characteristics of the region as a whole. Keywords: changes in the function of conservation areas, revitalization, regional Cisangkuy ABSTRAK Kehidupan manusia yang semakin kompleks dengan semakin beragamnya kegiatan manusia, membutuhkan penyesuaian fungsi pada suatu kawasan kota. Kawasan kota yang ditinggalkan kemudian akan menjadi kawasan mati pada sebuah kota dengan banyak bangunan-bangunan yang tidak terawat lagi. Oleh karena itu, penyesuaian fungsi terhadap kebutuhan baru sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan vitalitas suatu kawasan. Prinsip ini berlaku umum untuk seluruh kawasan, termasuk di dalamnya adalah kawasan konservasi kota lama. Banyak contoh yang berhasil untuk revitalisasi kota lama yaitu bagaimana kawasan kota lama tersebut dapat beradaptasi dengan kebutuhan-kebutuhan baru masyarakatnya. Kawasan Cisangkuy merupakan bagian dari perencanaan awal kota Bandung, dimana direncanakan sebagai area perumahan untuk pejabat-pejabat Hindia Belanda. Kondisi saat ini, kawasan tersebut sudah mengalami perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya. Di lain sisi, kawasan ini juga menyimpan nilai-nilai historis yang masih dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan agar perubahan-perubahan yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekarang ini tidak merusak karakteristik kawasan secara keseluruhan. Kata kunci: perubahan fungsi kawasan konservasi, revitalisasi, kawasan Cisangkuy mailto:michaeldj@binus.ac.id Pengaturan Perubahan Fungsi… (Michael Isnaeni Djimantoro) 1013 PENDAHULUAN Perubahan fungsi suatu kawasan adalah hal yang sangat diperlukan, di mana kawasan kota menyesuaikan dengan berbagai fungsi-fungsi baru yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar. Tetapi, perubahan penggunaan fungsi ruang kota tidak dapat serta merta dibiarkan terjadi begitu saja, terutama jika menyangkut pada kawasan konservasi. Perubahan fungsi pada kawasan konservasi memerlukan pengaturan yang lebih mendalam agar perubahan tersebut, selain dapat mengadaptasikan kebutuhan- kebutuhan baru juga tetap dapat mempertahankan karakteristik kota lamanya. Gambar 1 Perkembangan Kota Bandung 1906 - 1996 Kawasan Cisangkuy, Bandung, merupakan area kota lama Bandung, yang tercantum pada Master Plan Gemeente Bandoeng 1918-1923 (Kunto, 1996). Pada perencanaan awal, pemerintah Hindia Belanda mempersiapkan perpindahan ibu negeri (sebutan Hindia Belanda untuk ibu kota daerah jajahan) dari Batavia ke Priangan (Bandung). Selain membangun Gedung Sate sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda, mereka juga membangun kawasan sekitarnya untuk mendukung pemindahan ibu negeri itu. Berbagai fasilitas dibangun antara lain, fasilitas militer yang dibangun di daerah jalan Riau (sekarang digunakan sebagai markas Kodam III Siliwangi) dan fasilitas perumahan di daerah jalan Diponegoro, WR. Supratman, tepatnya pada kawasan Cisangkuy yang menjadi objek pengamatan. Gambar 2 1014 ComTech Vol.1 No.2 Desember 2010: 1012-1024 Kawasan Cisangkuy itu sendiri direncanakan oleh biro AIA (Algemeen Ingineurs En Architecten) pimpinan Ir. FJL Ghijsels.sesuai dengan konsep “Garden City” yang sedang marak di dataran Eropa. Konsep ini di terapkan dengan menjaga ruang terbuka hijau sepanjang aliran sungan Cisangkuy, Cilaki, ini dan juga dengan koefisien dasar bangunan yang rendah. Selain itu, bangunan- bangunan perumahan diletakkan mundur dari batas lahan, sehingga menciptakan taman-taman rumah yang menjadi bagian dari kawasan secara keseluruhan. Di kawasan ini juga ditanam berbagai macam pohon besar untuk menciptakan kawasan hunian yang hijau dan asri. Pada perkembangannya, kawasan Cisangkuy ini merupakan area yang strategis. Secara letak, kawasan ini menjadi terletak di pusat kota Bandung yang dapat dengan mudah dicapai dari berbagai penjuru kota Bandung. Terutama setelah dibangunnya jembatan Pasupati, yang menghubungkan bagian barat dengan bagian timur kota Bandung membuat kawasan ini semakin mudah dicapai. Dengan prinsip ilmu property, dimana nilai ekonomis lahan ikut meningkat sesuai dengan lokasi lahan yang strategis dan mudah dicapai, maka banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan kawasan ini. Tulisan ini mencoba untuk merumuskan hal-hal yang tetap perlu dipertahankan dalam upaya perubahan fungsi kawasan ini, sehingga akan menguntungkan banyak pihak. Baik untuk meningkatkan nilai pendapatan daerah secara keseluruhan dan juga tetap mempertahankan bangunan konservasi sebagai warisan masa lampau untuk masa yang akan datang. METODE Metode Penelitian yang digunakan dalam pembahasan ini adalah pengamatan langsung lapangan dan juga studi literatur. Pengamatan ini akan difokuskan pada komponen – komponen pembentuk dari suatu kawasan ataupun perkotaan seperti yang diungkap oleh Shirvani (1985), yaitu land use, building form and massing, circulation and parking, pedestrian ways, open space, activity support, signage, dan preservation. PEMBAHASAN Analisa Kondisi Eksiting dan Usulan Preservasi Kawasan Land Use Gambar 3 Perubahan fungsi perencanaan awal Pengaturan Perubahan Fungsi… (Michael Isnaeni Djimantoro) 1015 Pada kondisi sekarang ini, sudah terjadi beberapa perubahan fungsi yang pada perencanaan awal dikhususkan untuk fungsi hunian. Perubahan fungsi yang umumnya terjadi, dari fungsi hunian menjadi fungsi ekonomi dan bisnis berupa factory outlet, kantor-kantor dan juga lembaga pendidikan. Gambar 4 Perubahan Fungsi yang ada pada kawasan Dengan mempertimbangkan bahwa fungsi-fungsi ekonomi akan menarik jumlah pengunjung yang banyak, maka perubahan fungsi-fungsi tersebut diarahkan pada sepanjang jalan Diponegoro dan WR. Supratman yang memiliki ROW 4 jalur kendaraan bermotor. Sementara untuk jalan Cisangkuy– Cilaki–Citarum yang memiliki ROW 2 jalur kendaraan bermotor diarahkan untuk tetap mempertahankan fungsi perumahan yang cenderung tidak akan menarik pengunjung dari luar kawasan. Dengan arahan perubahan fungsi ini, secara umum fungsi perumahan tetap dapat dipertahankan dan juga dapat menampung fungsi-fungsi baru yang sesuai dengan kebutuhan masa kini maupun masa yang akan datang. Building Form and Massing Perletakkan Massa Bangunan Kawasan ini direncanakan untuk fasilitas perumahan sehingga setiap kapling mempunyai garis sempadan untuk meletakkan bangunannya. Area garis sempadan itu juga dimaksudkan untuk fasilitas ruang luar bersama dan juga menjaga agar area hunian terhindar dari kebisingan. Gambar 5 Figure Ground Kawasan Cisangkuy yang menunjukkan Setback bangunan Perubahan fungsi pada kawasan ini sebaiknya tetap mempertahankan garis-garis sempadan bangunan yang ada, sehingga akan membuat karakteristik kawasan ini sebagai kawasan yang memiliki karakteristik khusus. Selain itu, juga tidak dimungkinkan untuk membangun pengembangan bangunan pada area sempadan karena akan menghancurkan facade bangunan yang merupakan bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh hukum. Pada area yang mengalami perubahan fungsi, sepanjang jalan Diponegoro dan WR. Supratman, area sempadan dapat digunakan sebagai fasilitas parkir sebagai fasilitas penunjang untuk mendukung fungsi perekonomian. 1016 ComTech Vol.1 No.2 Desember 2010: 1012-1024 Gambar 6 Ruang sempadan bangunan yang digunakan sebagai taman bagi area luar Bentuk Bangunan Bentuk bangunan di kawasan ini sangat unik, berbeda dengan dengan gaya kolonial yang lainnya. Pada kawasan ini merupakan laboratorium para arsitek belanda untuk membuat bangunan kolonial yang cocok dengan kondisi iklim tropis. Oleh karena itu, pada kawasan ini, walaupun bangunan masih berupa bangunan kolonial, tetapi mempunyai teritisan yang lebar untuk menghindari bangunan dari curah hujan yang cukup tinggi. Pada kawasan ini terdapat 5 tipologi bentuk bangunan, yaitu: Gambar 7 Pembagian tipologi bangunan pada kawasan Cisangkuy Tipologi 1 Gambar 8 Tipologi bangunan 1 Pengaturan Perubahan Fungsi… (Michael Isnaeni Djimantoro) 1017 Tipologi bangunan 1 merupakan bangunan yang terletak pada sudut-sudut kawasan sehingga akan seperti sebuah akhiran dari rumah deret yang ada pada kawasan. Tipologi ini berupa bangunan dua lantai dengan sudut kemiringan atap 45°. Tipologi 2 Gambar 9 Tipologi bangunan 2 Tipologi bangunan 2 merupakan bangunan sudut, tetapi dengan ketinggian 1 lantai. Hal ini disebabkan karena walaupun terletak di sudut sebuah blok, tetapi masih merupakan area tengah secara keseluruhan kawasan. Oleh karena itu, bangunan ini dibuat 1 lantai. Tipologi 3 Gambar 10 Tipologi bangunan 3 Bangunan dengan tipologi 3 ini merupakan bangunan deret pengisi antar tipologi 1. Bangunan ini merupakan bangunan bergaya kolonial tropis, yang bisa dilihat dari kemiringan bentuk atap 35°. Bangunan ini juga tidak bertingkat sehingga memang tidak menonjol dibanding dengan tipologi bangunan 1. Menggunakan bentuk bulat sebagai bagian dari desain bangunan secara keseluruhan. Tipologi 4 Gambar 11 Tipologi bangunan 4 1018 ComTech Vol.1 No.2 Desember 2010: 1012-1024 Tipologi bangunan 4 ini merupakan bangunan 1 lantai seperti tipologi bangunan 3, hanya tetapi tidak memiliki unsur melengkung dalam bentuk bangunannya. Karakteristik lain dari tipologi ini yaitu sudah menggunakan atap genteng, sedangkan yang sebelumnya masih menggunakan atap sirap. Tipologi 5 Gambar 12 Tipologi bangunan 5 Tipologi bangunan ini bergaya arsitektur jengki, yang terlihat dari langgam bangunan dan juga kanopi teras nya. Pada saat ini terjadi beberapa penambahan bangunan seperti kanopi teras yang mengganggu penampilan bangunan secara keseluruhan. Ketinggian Bangunan Gambar 13 Garis ketinggian bangunan yang sama antar satu bangunan dengan bangunan lainnya Ciri khas pada kawasan ini yaitu ketinggian bangunan umumnya hanya 1 lantai. Ketinggian bangunan 2 lantai di fokuskan pada area sudut-sudut seluruh kawasan sebagai akhiran dari rumah- rumah deret yang ada. Perkembangan kawasan berikutnya juga harus mempertimbangkan ketinggian bangunan yang ada, sehingga tidak mengubah citra kawasan secara keseluruhan. Circulation and Parking Pada kawasan Cisangkuy—Diponegoro ini terdapat pembagian hirarki jalan, yaitu (1) Jalan Diponegoro merupakan jalan arteri primer dengan lebar jalan kurang lebih 12 meter, dilalui oleh 4 Pengaturan Perubahan Fungsi… (Michael Isnaeni Djimantoro) 1019 lajur kendaraan yang terbagi dalam 2 jalur; (2) Jalan Citarum dan jalan W.R. Supratman merupakan jalan kolektor primer dengan lebar jalan 10-12 meter, dilalui oleh 4 lajur kendaraan yang terbagi dalam 2 jalur; (3) Jalan Ciliwung merupakan jalan kolektor sekunder dengan lebar jalan 8-10 meter, dilalui oleh 4 lajur kendaraan dengan 2 jalur; (4) Jalan Cisangkuy merupakan jalan konektor dengan lebar jalan 8 meter, yang dilalui oleh 2 lajur kendaraan bermotor dalam 1 jalur; (5) Jalan Cimanuk, jalan Cipunegara dan Jalan Ciwulan termasuk dalam jalan lokal lingkungan dengan lebar jalan 6 meter yang dilalui oleh 2 lajur kendaraan bermotor dalam 1 jalur. Gambar 14 Hierarki jalan yang ada disekitar kawasan Gambar 15 Sirkulasi dan parkir Pengembangan jalur sirkulasi pada kawasan ini kurang memungkinkan dengan adanya pohon- pohon besar yang ada di sepanjang jalan sekitar kawasan. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan jalur-jalur di sekitar kawasan menjadi lebih efektif. Selain itu, pada kawasan ini tidak terdapat area khusus untuk parkir. Pertimbangan perencanaan adalah karena kawasan ini didesain untuk fungsi hunian, dimana tidak banyak menarik pengunjung. Kondisi saat ini, dimana sudah ada beberapa bangunan yang berubah fungsi, banyak terdapat parking on –street yang memanfaatkan bahu-bahu jalan. Jikalau perubahan fungsi menjadi area komersial ini terus terjadi, paka pertimbangan untuk 1020 ComTech Vol.1 No.2 Desember 2010: 1012-1024 menyediakan area parkir sebagai fasilitas pendukung komersial menjadi diperlukan. Perletakkan fungsi-fungsi parkir on-street jangan diletakkan pada jalur arteri primer dimana dapat mengganggu kelancaran sirkulasi di sekitar tapak, tetapi dapat diletakkan pada jalan-jalan kolektor maupun konektor ataupun pada area sempadan bangunan. Penyediaan parking on-street pada jalur kolektor maupun konektor perlu diimbangi dengan penyediaan jalur-jalur pejalan kaki dan pepohonan untuk memudahkan pencapaian ke fungsi-fungsi komersial. Pedestrian Way Gambar 16 Pedestrian way Secara umum, pada kawasan ini tidak terdapat jalur pedestrian yang nyaman bagi pejalan kaki. Hal ini dapat dipahami dimana kawasan ini direncanakan sebagai kawasan hunian bagi para pejabat Hindia Belanda dimana tidak terlalu banyak menarik orang untuk menggunakan jalur pedestrian. Jalur pedestrian hanya terdapat pada arteri utama yaitu jalan Diponegoro–WR. Supratman dengan pertimbangan banyak orang yang akan berjalan melintasi kawasan ini. Tetapi jalur pejalan kaki ini juga dirasakan kurang nyaman karena lebar jalur hanya 80 cm, hanya cukup untuk satu orang pejalan kaki. Oleh karena itu, pengembangan jalur pejalan kaki ini sangat diperlukan untuk menunjang perubahan fungsi kawasan ini. Jalur pejalan kaki yang perlu disediakan sepanjang jalur kolektor dan konektor dengan lebar minimun 120 cm sehingga dapat dilalui untuk dua orang melintas. Jalur- jalur pedestrian ini juga perlu dilengkapi dengan pepohonan dan street amenities untuk mendukung kenyamanan orang berjalan. Open Space Gambar 17 Ruang terbuka yang ada di kawasan Pengaturan Perubahan Fungsi… (Michael Isnaeni Djimantoro) 1021 Konsep awal untuk pengembangan kawasan ini yaitu Garden City di mana banyak ruang- ruang terbuka hijau yang direncanakan pada kawasan. Fokus ruang terbuka ini adalah sepanjang sungai Cisangkuy—Cilaki dan juga ruang-ruang terbuka yang ada pada sempadan bangunan. Sampai sekarang ini, kawasan Cisangkuy ini masih merupakan salah satu kawasan yang masih memiliki ruang terbuka hijau yang cukup banyak. Gambar 18 Suasana kawasan yang terbentuk dari pepohonan rindang Ruang terbuka ini merupakan bagian dari ruang terbuka kota bandung yang luasnya hanya 1.4% dari luas keseluruhan kota bandung. Pepohonan yang ada di kawasan ini merupakan pepohonan asli dari perencanaan awal. Ruang-ruang terbuka yang ada di kawasan ini merupakan ruang terbuka aktif, dimana sering digunakan, tidak hanya oleh masyarakat sekitar kawasan, tetapi juga oleh masyarakat kota bandung keseluruhan untuk berolahraga di pagi hari. Ruang terbuka hijau ini juga sangat berguna sebagai area penyerapan air hujan untuk kota bandung. Oleh karena itu, pola perubahan fungsi tidak boleh mengurangi luasan ruang terbuka yang ada. Activity Support Gambar 19 Activity support Kegiatan penunjang pada kawasan ini berupa pedagang-pedagang kaki lima yang berjualan mulai malam hari. Selain itu, banyak pedagang-pedagang musiman seiring dengan ramainya taman ini digunakan untuk berolah raga pada pagi hari maupun hari libur. Oleh karena itu, perencanaan perubahan fungsi kawasan ini perlu memperhatikan sektor informal ini, dengan merencanakan area yang dapat digunakan dan manajemen kebersihan lingkungan. Sehingga perubahan fungsi tidak akan mengganggu karakteristik kawasan dan tetap dapat disesuaikan dengan kebutuhan fungsi yang saat ini. Signage Perubahan fungsi dari fungsi hunian ke fungsi komersial tentu memerlukan penataan penanda yang menunjukkan fasilitas-fasilitas komersial yang ada. Seringkali, penataan penanda ini dilupakan sehingga dibuat sejajar dengan tampak bangunan, sehingga mengganggu tampak bangunan konservasi secara keseluruhan. Perletakkan penanda untuk fasilitas komersial ini sebaiknya diletakkan tegak lurus dengan tampak bangunan sehingga tidak mengganggu tampak bangunan konservasi. 1022 ComTech Vol.1 No.2 Desember 2010: 1012-1024 Gambar 12 Perletakkan penanda untuk fasilitas komersial yang mengganggu tampak bangunan konservasi Preservation Preservasi yang perlu dilakukan di kawasan konservasi ini berkaitan dengan detail – detail bangunan. Secara umum, bangunan-bangunan yang ada di kawasan ini memiliki langgam arsitektur kolonial yang disesuaikan dengan iklim tropis. Elemen-elemen arsitektur yang perlu dipertahankan yaitu: (1) bentuk atap dengan kemiringan 45°, material atap dapat disesuaikan dengan material atap yang ada sekarang ini; (2) teritisan yang lebar sebagai upaya untuk mengatasi curah hujan yang cukup tinggi di kota Bandung. Bentuk-bentuk bangunan sudut yang memiliki dua lantai. Ketinggian bangunan tetap perlu dipertahankan untuk menjaga citra kawasan secara keseluruhan proporsi dan bentuk jendela yang khas dari bangunan di kawasan ini. Gambar 13 Elemen-elemen bangunan yang perlu untuk dikonservasi SIMPULAN Kawasan Cisangkuy ini merupakan kawasan lama kota Bandung yang perlu untuk dipertahankan karakteristiknya karena memiliki ciri khas yang dapat diwariskan ke generasi yang akan datang. Tetapi mempertahankan karakteristik ini juga perlu untuk menyesuaikan dengan kebutuhan- kebutuhan masyarakat yang sekarang ini. Perubahan fungsi kawasan dari kawasan hunian menjadi kawasan komersial perlu memperhatikan komponen-komponen kawasan, yaitu: Land Use Perubahan fungsi dari fungsi hunian menjadi komersial sebaiknya diarahkan pada jalan Diponegoro –WR. Supratman, sedangkan area lainnya sebaiknya tetap dipertahankan sebagai fungsi perumahan. Arahan perubahan fungsi ini dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan berupa jalur-jalur sirkulasi yang ada. Pengaturan Perubahan Fungsi… (Michael Isnaeni Djimantoro) 1023 Building Form and Massing Bangunan-bangunan yang ada pada kawasan ini sebaiknya tetap dipertahankan karena kondisinya yang masih sangat baik. Selain itu bangunan-bangunan ini memiliki langgam arsitektur yang khas yaitu kolonial tropis. Oleh karena itu, perubahan fungsi dari fungsi hunian menjadi fungsi komersial sebaiknya tidak merubah tampak bangunan. Penambahan-penambahan seperti kanopi dan lainnya sebaiknya juga tidak dilakukan, karena akan mengganggu tampak bangunan konservasi keseluruhan. Circulation and Parking Perubahan fungsi menjadi fungsi komersial yang akan menarik pengunjung dari luar kawasan memerlukan pengaturan sirkulasi pada kawasan. Hal ini dilakukan karena sudah tidak memungkinkan melebarkan jalan yang ada tanpa menebang pohon-pohon yang menjadi karakteristik lingkungan. Oleh karena itu, penyesuaian jalur sirkulasi diarahkan ke manajemen jalur sirkulasi. Perletakkan tempat parkir sangat diperlukan mengingat fasilitas parkir ini merupakan fasilitas penunjang untuk fungsi- fungsi komersial. Perletakkan tempat parkir diarahkan ke jalan kolektor dan konektor mengingat intensitas kendaraan yang masih rendah. Selain itu, perletakkan fungsi parkir ini perlu didukung dengan penyediaan jalur pejalan kaki yang akan memudahkan pencapaian ke fasilitas komersial. Pedestrian Ways Pada kawasan ini perlu disediakan jalur pejalan kaki yang selama ini belum tersedia. Jalur pejalan kaki ini diperlukan untuk menghubungkan antara fungsi-fungsi komersial di jalan Diponegoro–WR. Supratman dengan fasilitas pendukung berupa parkir di jalan kolektor dan konektor. Open Space Ruang terbuka yang ada sekarang ini tetap harus dipertahankan sebagai ciri khas kawasan secara keseluruhan dan juga sebagai ruang terbuka kota. Ruang terbuka ini dapat difungsikan secara aktif sebagai area olahraga masyarakat sekitar maupun dari kota Bandung secara umum. Activity Support Fungsi-fungsi informal yang ada disekitar kawasan tidak bisa dipungkiri memang diperlukan untuk menunjang kegiatan di kawasan secara keseluruhan sehingga memerlukan penataan yang lebih baik. Signage Penanda merupakan elemen yang penting dalam keberadaan fungsi-fungsi komersial. Tetapi perletakkan penanda ini perlu ditata sehingga tidak mengganggu tampak bangunan konservasi secara keseluruhan. Preservation Bangunan yang ada pada kawasan ini merupakan bangunan konservasi dengan kondisi yang sangat terawat. Oleh karena itu, perlu tetap dipertahankan sehingga dapat mempertahankan karakteristik lingkungan secara keseluruhan. Elemen-elemen yang tetap perlu dipertahankan antara lain bentuk atap, kemiringan bentuk atap dan jendela-jendela bangunan. Langgam bangunan juga perlu dipertahankan karena secara khusus hanya terdapat pada kawasan Cisangkuy ini saja. 1024 ComTech Vol.1 No.2 Desember 2010: 1012-1024 DAFTAR PUSTAKA Kunto, H. (1996). Balai Agung di kota Bandung. Granesia. Shirvani, H. (1985). The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold Co.