Microsoft Word - 52 MT_ZAHEDI; FREDDY - STOCHASTIC BUS DISPATCHING-Ok.docx 1118 ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 1118-1128 STOCHASTIC BUS DISPATCHING MODEL UNTUK OPTIMALISASI JUMLAH BUS TRANSJAKARTA KORIDOR 3 Zahedi; Fredy Wijaya Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Program Ganda Teknik Informatika – Matematika, School of Computer Science, Binus University, Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 zahedizahedi@binus.ac.id ABSTRACT The increasing number of road user causing traffic jam finds out a way, busway. However, in its implementation, the number of fleet available does not enough to take the passengers. It results in the an amassed of passengers at several bus stops. This leads to passenger dissatisfaction satisfaction which eventually causes Transjakarta users to reuse private cars. Definitely this situation may builds up traffic jams. Stochastic Bus Dispatching Model is used to simulate public transportation that operates regularly. Keywords: fleet capacity optimization, engineering, Transjakarta. ABSTRAK Semakin banyaknya pengguna jalan menyebabkan kemacetan sehingga pemerintah mencari jalan keluar yaitu busway. Tetapi dalam implementasinya armada yang disediakan tidak mencukupi kebutuhan jumlah penumpang busway, sehingga terjadi penumpukan penumpang pada halte-halte yang memiliki jumlah penumpang yang padat. Hal ini menyebabkan berkurangnya kepuasan pengguna busway yang akhirnya menyebabkan pengguna beralih ke kendaraan pribadi yang kemudian menjadi faktor penyebab kemacetan. Stochastic Bus Dispatching Model adalah model simulasi yang digunakan untuk mensimulasikan angkutan umum yang beroperasi secara rutin. Kata kunci: optimisasi jumlah armada, perancangan, Transjakarta Stochastic Bus Dispatching… (Zahedi; Fredy Wijaya) 1119 PENDAHULUAN Kemajuan teknologi tidak dipungkiri lagi telah memudahkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek ini adalah dalam bidang tranportasi. Bila pada masa lalu jarak merupakan salah satu pembatas yang memisahkan manusia yang satu dan yang lainnya, pada jaman sekarang dengan adanya sistem transportasi jarak yang dulu ditempuh berhari-hari dapat ditempuh dalam hitungan jam. Tetapi kemudahan ini juga mendatangkan beberapa kerugian seperti polusi dan masalah kemacetan Di Indonesia, kemacetan di Jakarta menjadi sorotan karena semakin parahnya kemacetan dari hari ke hari yang disebabkan oleh penambahan jumlah kendaraan pribadi tidak sebanding dengan penambahan lebar ruas jalan. Salah satu solusi yang diterapkan oleh pemerintah kota untuk mengatasi masalah kemacetan ini adalah mengadakan sebuah sistem transportasi umum. Sistem transportasi ini lebih dikenal dengan sebutan Busway. Dari yang saya amati, meskipun memiliki kelebihan yaitu harga yang murah, masalah yang terdapat pada sistem Busway adalah kurangnya sarana bus sehingga banyak penumpang yang terpaksa berjejalan untuk menggunakan transportasi ini, bahkan terpaksa menunggu hampir berjam-jam di halte hanya untuk masuk ke dalam bus. Hal inilah yang menyebabkan beberapa orang lebih memilih kendaraan pribadi dibanding dengan tranportasi umum seperti Busway. Bus Dispatching Model Definisi Dasar Dengan asumsi kita akan menjalankan bus sepanjang rute dengan halte yang telah ditetapkan yaitu 0,1,…,N dimana 0 merepresentasikan tempat keberangkatan bus dan N sebagai halte terakhir. Sistem akan beroperasi selama T satuan waktu setiap hari. Untuk memudahkan, waktu ini akan dibagi menjadi periode-periode yang merepresentasikan 1 jam atau kurang. Interval ( t-1,t ) akan mengacu sebagai periode t. Setiap harinya dan pada setiap periode, kebutuhan di setiap halte akan berubah- ubah. Misalkan sebagai jumlah penumpang yang diperkirakan pada halte i pada periode t dan bertujuan ke halte j. Kapasitas penumpang pada setiap bus adalah K. Anggap adalah jumlah bus yang diperkirakan pada periode t yang tiba pada halte i. Ini adalah variabel pada permodelan ini. Variabel yang akan digunakan untuk perhitungan adalah karena semua variabel lainnya akan ditentukan oleh dinamika sistem, contohnya waktu tempuh dari satu halte ke halte lainnya. Maka dari itu, kita berasumsi setelah bus berangkat dari tempat keberangkatan pertama (titik 0), bus akan berjalan sepanjang rute tanpa delay selain waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Karena permodelan didesain untuk sistem transit massal yang bekerja secara terus- menerus, penjadwalan tidak selalu akan tetap dan tak ada masalah apabila bus berangkat sedikit mendahului atau telat dari jadwal yang telah ditentukan. Jumlah dari tidak harus berupa integer, karena dapat dianggap sebagai frekuensi. Sebagai contoh, bila periode waktu adalah satu jam nilai dari = 3.5 dapat dianggap sebagai “memberangkatkan bus setiap 60/3.5=17.14 menit”. Fungsi tujuan yang diinginkan adalah total dari jumlah bus yang akan diberangkatkan, yaitu: Dinamika Perjalanan Bus Terdapat waktu tempuh antar halte/halte yang pada umumnya bukan berupa integer, dan bisa saja bergantung pada waktu dan acak. Misalkan Ti ( ) adalah waktu tempuh tepat saat bus meninggalkan titik awal keberangkatan dan sampai pada halte i, dan berangkat pada waktu . Secara umum variabel ini adalah acak dan kita akan menentukan sebarannya sebagai: 1120 ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 1118-1128 ; Waktu ini tidak hanya meliputi waktu tempuh, tetapi juga semua jeda pada halte-halte yang dilewati. Keacakan pada sebaran ini mencerminkan kejadian-kejadian seperti kemacetan, dan lampu lalu lintas. Sebaran ini dapat diperkirakan dari data yang telah ada pada sistem, dan kita akan mengambil asumsi bahwa sebaran ini telah diketahui. Perkiraan jumlah bus yang terlihat pada periode t pada halte i adalah fungsi dari jumlah bus yang diberangkatkan pada periode t,t-1,t-2, dan seterusnya. Batasan Permintaan Kita sekarang akan menunjukkan bagaimana menuliskan sebuah batasan yang memastikan level servis akan terpenuhi. Kita perlu memastikan bahwa pada waktu t semua permintaan yang berasal dari halte-halte sebelum halte i (termasuk i ) yang bertujuan ke halte setelah halte i harus kurang dari kapasitas bus yang melewati/datang ke i. Misalkan adalah nilai minimum yang dapat diterima untuk kapasitas penumpang yang ditawarkan pada segmen i (dari halte i sampai dengan i+1) pada periode t. Asumsikan bahwa setiap bus memiliki kapasitas penumpang K sehingga modelnya harus memiliki batasan bentuk 0, … , 1, 1, … , , yang menyatakan bahwa kapasitas penumpang yang ditawarkan lebih besar dari kapasitas yang diinginkan. Sebagai perkiraan awal kita dapat menghitung sebagai permintaan dari halte sebelum i yang bertujuan ke halte setelah i, pada periode t , sebagai berikut: Ini adalah perkiraan, karena sebenarnya kita harus mempertimbangkan tidak hanya permintaan pada periode t, tapi juga pada periode sebelum t. Jika frekuensi permintaan tidak berubah terlalu banyak pada setiap periode, pendekatan ini akan memberikan perkiraan estimasi yang cukup akurat untuk perkiraan permintaan sepanjang segmen. Tetapi, karena permintaan penumpang adalah acak, kita akan selalu menginginkan kapasitas ekstra sebagai tindakan jaga-jaga dan karena itu harus lebih besar dari perkiraan arus penumpang. Kita akan mengacu pada model ini sebagai Stochastic Bus Dispatching Model (SBDM). Ini adalah dasar dari model yang akan kita bahas. 1, … , , 1, … , 1 0 1, … , , 1, … , Jumlah Kumulatif Bus Seperti yang telah dikemukakan di atas kita tidak harus menganggap sebagai integer, karena dapat dianggap sebagai frekuensi. Bagian ini akan menampilkan persamaan sederhana untuk memastikan bahwa jumlah kumulatif bus yang diberangkatkan pada setiap akhir periode memenuhi nilai yang diharapkan oleh permodelan. Definisikan jumlah kumulatif bus yang meninggalkan halte i pada waktu t sebagai 1, … , , 1, … , Stochastic Bus Dispatching… (Zahedi; Fredy Wijaya) 1121 Pergerakan Penumpang Untuk mendapatkan gambaran dari yang lebih baik diperlukan pembuatan model dalam detail pergerakan penumpang dalam sistem. Asumsikan bahwa penumpang tiba pada setiap model bergantung pada proses Poisson yang independen dan non-homogen. Asumsi ini beralasan karena penumpang tidak memperdulikan jadwal bus, tetapi mereka hanya tiba di halte bus tanpa waktu yang pasti. Proses stokastik yang ditbutuhkan untuk mendeskripsikan pergerakan penumpang adalah: misalkan , 0 merepresentasikan proses Poisson non-homogen dari jumlah pengguna yang tiba pada halte i pada waktu dan bertujuan pada halte j. Arus penumpang perlu dideskripsikan di berbagai titik sepanjang rute antara i dan j. Untuk hal ini, misalkan sebagai jumlah (kumulatif) penumpang yang meninggalkan halte k pada waktu , datang dari halte i yang bertujuan ke j, untuk . Misalkan adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang penumpang untuk mencapai halte k jika dia tiba pada halte i pada waktu . Waktu ini termasuk waktu menunggu di halte i sampai dengan bus tiba, waktu tempuh total dan jeda antara i dan k (termasuk i tetapi tidak termasuk k). Untuk memudahkan perhitungan, dapat diasumsikan lebih jauh bahwa penumpang tiba pada laju tetap pada setiap periode t. Asumsi ini tidak terlalu membatasi dan apabila ingin mengestimasi laju kedatangan penumpang dari data lapangan membutuhkan pembagian hari menjadi interval dan mengasumsukan laju konstan pada setiap periode. Proses stokastik dalam teori probabilitas adalah lawan dari proses deterministik yang menghitung satu hasil yang mungkin bagaimana suatu proses berkembang seiring dengan waktu tetapi pada proses stokastik, memiliki ketidak-pastian yang dideskripsikan dengan distribusi probabilitas. Proses Poisson adalah proses stokastik yang berasal dari nama matematikawan Prancis Siméon-Denis Poisson (1781–1840), dimana proses ini kejadian terjadi secara terus menerus dan berdiri sendiri. Level Servis Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan level servis. Karena terdapat asumsi bahwa bus berjalan secara rutin, sumber utama ketidanyamanan penumpang adalah tidak dapat naik ke bus pertama yang tiba dikarenakan kurangnya kapasitas. Karena sistem ini dianggap sistem stokastik, kebutuhan tidak dapat selalu terpenuhi, tetapi dapat diasumsikan bahwa setiap penumpang dapat naik ke bus pertama yang tiba dengan probabilitas (anggap 95%) yang disebut level servis (servis level). Misalkan adalah jumlah kumulatif bus yang meninggalkan halte i sampai dengan waktu , dan ingat bahwa setiap bus memiliki kapasitas K, maka kebutuhan dapat dituliskan sebagai karena penambahan independen dari proses Poisson, jumlah penumpang pada periode t, akan menjadi variabel acak. Waktu Tempuh Penumpang Pada bagian akan diberikan detail tentang bagaimana menghitung distribusi dari variabel acak , total waktu tempuh untuk penumpang yang berangkat dari i ke j dan berangkat pada waktu . Waktu ini termasuk tidak hanya waktu tempuh sebenarnya tetapi juga waktu menunggu bus. Untuk penumpang yang menaiki bus pada halte i, waktu tempuh total dapat dituliskan sebagai Dimana adalah waktu tunggu penumpang untuk bus pada halte i dan adalah waktu tempuh bus antara halte i dan i+1, termasuk jeda pada halte i untuk keluar masuknya penumpang. Hal wajar untuk mengasumsikan bahwa setiap penumpang yang tiba pada waktu tertentu akan berada 1122 ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 1118-1128 diantara bus yang sedang menuju halte tersebut dan bus yang baru saja meninggalkan halte, maka jika diasumsikan sebuah pola deterministik untuk kedatangan bus, waktu tunggu bus, , adalah sebuah variabel acak seragam antara 0 dan lama waktu kedatangan. Karena pada periode t, waktu kedatangan adalah 1/ , hal ini berarti bahwa waktu ini bukanlah parameter dari model tetapi sebuah fungsi dari variabel yang ditentukan. Tetapi, pada pendekatan pertama dapat diasumsikan frekuensi untuk diketahui dan menggunakan waktu tunggu rata-rata berdasarkan frekuensi ini. Pendekatan ini dapat diperbaiki lebih lanjut dengan menyelesaikannya secara iterasi untuk model optimisasi. Bagaimanapun, pada perjalanan umum, harus kecil dibanding dengan waktu tempuh sebenarnya . Meski tidak tertulis secara pasti pada notasi, masing-masing dari variabel ini tergantung pada waktu mulai dari perjalanan yang bersangkutan. Jika menggunakan notasi untuk merepresentasikan waktu tempuh yang mulai dari waktu , maka seharusnya bergantung pada dan bergantung pada , dan seterusnya. Ukuran Armada Ingat bahwa ∑ adalah jumlah kumulatif bus yang diperkirakan meninggalkan halte i sampai dengan waktu t. Perhatikan bahwa kuantitas mewakili jumlah bus yang diperkirakan berada di dalam sistem pada waktu t. Ini dapat digunakan untuk menentukan ukuran armada yang dibutuhkan untuk level servis atau untuk menentukan apakan sebuah level servis dapat dicapai dengan armada yang telah ada. Jika ada ukuran armada tetap M, permodelan dapat memasukkan batasan dari bentuk Frekuensi Minimum Waktu tunggu penumpang tidak diperhitungkan secara eksplisit karena kita berbicara tentang servis rutin, ketidaknyamanan utama dari penumpang adalah menunggu lebih dari 1 bus. Tetapi mudah untuk membatasi waktu tunggu dengan menetapkan frekuensi minimum ƒ (atau, ekuivalen dengan laju maksimum 1/ƒ ) pada setiap halte dengan batasan sederhana seperti Catat bahwa frekuensi minimum ini dapat ditetapkan dengan nilai yang berbeda untuk periode berbeda dan bagian berbeda dari rute. Waktu Tempuh Homogen Jika distribusi waktu tempuh tidak bergantung variabel lain, maka kita dapat mengatakan bahwa waktu tempuh adalah homogen. Hal ini akan menjadi pasti apabila setiap bus memiliki jalur eksklusif sehingga lalu-lintas lain tidak dapat mengganggu laju bus. Periode Yang Tidak Merata Pada bagian ini, kita akan melakukan generalisasi untuk menghadapi kasus dimana kita mendapatkan periode yang tidak merata. Hal ini memungkinkan kita untuk membuat model dengan detail yang lebih untuk bagian tertentu dalam 1 hari (misal jam sibuk) dengan membuat periode yang lebih pendek, dan membuat periode yang lebih panjang ketika detail tidak terlalu dibutuhkan, sehingga mengurangi beban perhitungan. Stochastic Bus Dispatching… (Zahedi; Fredy Wijaya) 1123 Kita akan membagi alur waktu menjadi instan terpisah 0= , , …. Kita akan mengacu pada interval ( , ) sebagai periode p. Misalkan adalah panjang periode ke p. Misalkan merepresentasikan jumlah bus yang diperkirakan melewati halte i pada periode p (perhatikan bahwa p tidak lebih besar daripada frekuensi). Jika bus diberangkatkan pada laju tetap, maka frekuensi dimana bus diberangkatkan adalah Optimalisasi Dikarenakan rumitnya sistem dinamik pada busway, maka akan ditetapkan asumsi bahwa setiap penumpang akan menaiki bus sampai dengan halte terakhir dengan demikian kapasitas bus akan dihitung berdasarkan kemampuan kapasitas total sistem untuk mengangkut seluruh penumpang yang masuk ke dalam halte untuk satu waktu sirkulasi. Berdasarkan “Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur” oleh Departemen Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, dalam perhitungan ini terdapat beberapa variabel yang berpengaruh, yaitu: Faktor Muatan (Load factor) Faktor muatan adalah keseimbangan supply-demand sebagai tolok ukur kemampuan operasional kendaraan pada suatu rute. Faktor muatan (load factor) adalah hasil bagi dari permintaan (demand) yaitu jumlah penumpang, dengan supply yaitu kapasitas bus yang tersedia. Faktor muatan memiliki peran untuk mengetahui apakah jumlah armada yang ada masih kurang, mencukupi, atau melebihi kebutuhan untuk suatu rute. Apabila load factor melebihi 100% artinya jumlah kapasitas armada yang tersedia masih kurang. Nilai load factor dapat dihitung dengan rumus: 100% Dimana: = load factor (%) Psg = total jumlah penumpang (penumpang) C = kapasitas bus (penumpang) (Departemen Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat) Dalam perhitungan load factor yang akan digunakan adalah 90% yang menggambarkan jumlah penumpang adalah 90% dari kapasitas yang tersedia. Waktu Antara (Headway) Waktu antara (Headway) adalah interval keberangkatan antara satu bus dengan bus berikutnya yang dihitung dalam satuan waktu pada titik tertentu pada setiap rute. Headway adalah salah satu hal yang berpengaruh pada tingkat pelayanan (service level). Pengaturan headway berakibat pada pengangkutan penumpang. Headway yang terlalu rendah akan mengakibatkan kapasitas yang melebihi permintaan karena laju kedatangan bus akan lebih besar daripada laju datangnya penumpang. Sedangkan headway yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan waktu tunggu yang terlalu lama bagi penumpang. Frekuensi Frekuensi adalah jumlah bus yang diberangkatkan dalam waktu tertentu yang dapat diukur sebagai frekuensi tinggi atau frekuensi rendah. Frekuensi tinggi dapat diartikan sebagai banyak bus yang diberangkatkan dalam kurun waktu tertentu dan frekuensi rendah berarti jumlah bus yang diberangkatkan dalam kurun waktu tertentu adalah sedikit. Frekuensi memiliki hubungan dengan 1124 ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 1118-1128 headway, jika nilai headway tinggi maka frekuensi rendah dan jika nilai headway rendah maka nilai frekuensi adalah tinggi. Hubungan antara headway dan frekuensi adalah 1 ƒ Sedangkan frekuensi yang diharapkan untuk tingkat pelayanan yang memadai adalah adalah ƒ ƒ Dimana: H = Headway (menit) ƒ = Frekuensi C = Kapasitas bus (penumpang) P = Jumlah penumpang per jam dalam 1 koridor ƒ = Load factor (digunakan 90%) Sehingga waktu antara (headway) bus dapat dituliskan sebagai berikut: 60 dimana H= Headway (menit) C= Kapasitas bus (penumpang) P= Jumlah penumpang per jam dalam 1 koridor ƒ= Load factor (digunakan 90%) Dalam “Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur” oleh Departemen Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, P adalah jumlah penumpang per jam pada halte paling padat. Akan tetapi dalam perhitungan, hasil akhir yang didapat hanya memenuhi kebutuhan dari satu halte tersebut saja. Sehingga pada perhitungan ini P akan saya definisikan sebagai laju penumpang kumulatif dari semua halte yang berada dalam satu koridor atau dapat dituliskan sebagai: dimana P= Jumlah penumpang per jam dalam 1 koridor N= Jumlah halte total = Penumpang per jam pada halte n Waktu Tempuh Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh bus untuk melewati ruas jalan dari satu halte ke halte berikutnya termasuk waktu berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang serta perlambatan karena kemacetan. Dalam perhitungan ini kita akan mengabaikan waktu perlambatan kemacetan karena bus memiliki ruas jalan khusus (eksklusif). Penumpang menginginkan total waktu tempuh yang sesingkat mungkin. Total waktu tempuh ditentukan oleh dua hal yaitu: (1) mobilitas, yaitu kemudahan bus untuk bergerak; dipengaruhi oleh kecepatan bus; (2) aksesibilitas, yaitu kemudahan untuk mencapai tujuan yang ditentukan oleh lokasi tujuan. Waktu Sirkulasi Waktu sirkulasi adalah waktu perjalanan yang dibutuhkan oleh bus untuk melintasi sepanjang rute dari titik awal (A) ke titik akhir (B) kemudian kembali ke titik awal. Waktu tempuh memiliki deviasi untuk memudahkan perhitungan, deviasi ditetapkan sebagai 5% dari waktu perjalanan. Stochastic Bus Dispatching… (Zahedi; Fredy Wijaya) 1125 Waktu sirkulasi dapat dihitung dengan rumus: (Departemen Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat) dimana: = waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A = waltu perjalanan dari A ke B = waktu perjalanan dari B ke A = deviasi waktu perjalanan A ke B = deviasi waktu perjalanan B ke A TTA= waktu henti kendaraan di A TTB= waktu henti kendaraan di B Waktu Henti (Layover Time) Waktu henti adalah waktu tambahan pada akhir perjalanan ataupun waktu tunggu di titik awal keberangkatan. Waktu henti berguna untuk mengatur operasi bus dan memberi kesempatan kepada pengemudi bus untuk istirahat sejenak. Waktu henti kendaraan di asal atau di tujuan (TTA atau TTB) ditetapkan sebesar 10% dari waktu perjalanan antar A dan B. Jumlah Armada Untuk memenuhi pelayanan masyarakat maka tolok ukur tingkat pelayanan adalah terpenuhinya kebutuhan bus atau armada siap operasi dengan jumlah optimal. Yang dimaksud dengan jumlah optimal adalah seberapa banyak kapasitas yang harus disediakan dengan mempertimbangkan berapa jumlah penumpang. Jumlah yang optimal adalah kapasitas yang tersedia mampu memberikan pelayanan pada masa sibuk, namun tidak terlalu banyak kendaraan yang menganggur pada masa sepi. Dalam menentukan jumlah armada yang dibutuhkan untuk melayani suatu rute berdasarkan waktu tempuh, terdapat beberapa variabel utama, yaitu: (1) volume: jumlah bus yang dibutuhkan untuk melayani suatu rute; (2) waktu tempuh: waktu perjalananan yang dibutuhkan untuk melintas dari titik awal ke titik akhir dan kembali ke titik awal; (3) headway: selang waktu keberangkatan antar bus. Hubungan variabel tersebut dapat dibentuk dalam persamaan, yaitu: dimana V = volume/jumlah bus (unit) CT = waktu tempuh (menit) H = headway (menit) Besar kecilnya waktu tempuh dipengaruhi oleh kecepatan bus dan jarak antar halte. Semakin tinggi kecepatan bus maka akan semakin cepat pula waktu tempuh. Semakin pendek jarak maka waktu tempuh semakin cepat. Dengan berkurangnya waktu tempuh, maka jumlah armada yang dibutuhkan akan semakin sedikit. Sedangkan untuk menentukan jumlah armada yang dibutuhkan untuk melayani satu koridor dari busway per waktu sirkulasinya (waktu yang dibutuhkan dari A ke B, kembali ke A) dapat dituliskan dengan rumus berikut: dimana: K = jumlah armada per waktu sirkulasi (unit bus) = waktu sirkulasi bus dari A ke B, kembali ke A (menit) H = headway (menit) 1126 ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 1118-1128 ƒA = faktor ketersediaan kendaraan (diambil 100%) (Departemen Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat) Transportasi Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia melakukan aktifitas sehari-hari. Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya. Menurut Abbas, (2003, p.6), transportasi sebagai dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya transportasi menyebabkan, adanya spesialisasi atau pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat-istiadat, dan budaya suatu bangsa atau daerah. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau bangsa tergantung pada tersedianya pengangkutan dalam negara atau bangsa yang bersangkutan. Dalam transportasi kita melihat dua kategori yaitu: (1) pemindahan bahan-bahan dan hasil-hasil produksi dengan menggunakan alat angkut; (2) mengangkut penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa definisi transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi terlihat ada dua unsur yang terpenting yaitu: (1) pemindahan atau pergerakan (movement); (2) secara fisik mengubah tempat dari barang (komoditi) dan penumpang ke tempat lain Di negara maju, biasanya digunakan kereta bawah tanah (subway) dan taksi. Penduduk di negara maju jarang yang mempunyai kendaraan pribadi karena mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai transportasi mereka. Menurut Hay dalam Nur Nasution (2004,p.24-25) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan transportasi di masa akan datang seperti berikut: (1) ekonomi – alasan ekonomi biasanya merupakan dasar dari dikembangkannya sistem transportasi, dengan tujuan utama untuk mengurangi biaya produksi dan distribusi serta untuk mencari sumber daya alam dan menjangkau pasar yang lebih luas; (2) geografi – alasan dikembangkannya sistem transportasi pada awalnyaadalah untuk mengatasi keadaan alam setempat dan kemudian berkembang dengan upaya untuk mendekatkan sumber daya dengan pusat produksi dan pasar; (3) politik – alasan dikembangkannya suatu sistem transportasi secara politik adalah untuk menyatukan daerah-daerah dan mendistribusikan kemakmuran ke seluruh pelosok suatu negara tertentu; (4) pertahanan dan keamanan – alasan dikembangkannya sistem transportasi dari segi pertahanan keamanan negara adalah untuk keperluan pembelaan diri dan menjamin terselenggaranya pergerakan dan akses yang cepat ke tempat-tempat strategis, misalnya daerah perbatasan negara, pusat-pusat pemerintahan, atau instalasi penting lainnya; (5) teknologi – adanya penemuan-penemuan teknologi baru tentu akan mendorong kemajuan di keseluruhan sistem transportasi; (6) kompetisi – dengan adanya persaingan, baik antarmoda, maupun dalam bentuk lainnya, seperti pelayanan, material dan lain-lain, secara tidak langsung akan mendorong perkembangan sistem transportasi dalam rangka memberikan pilihan yang terbaik; (7) urbanisasi – dengan makin meningkatnya arus urbanisasi, pertumbuhan kota-kota akan semakin meningkat dan dengan sendirinya kebutuhan jaringan transportasi untuk menampung pergerakan warga kotanya pun akan semakin meningkat Stochastic Bus Dispatching… (Zahedi; Fredy Wijaya) 1127 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian dilakukan berdasarkan data selama seminggu, mulai Senin, 13 Desember 2010 sampai dengan Minggu, 19 Desember 2010, masing-masing pada periode yang paling padat (Tabel 1). Variabel lain yaitu kapasitas bus, waktu tempuh ditetapkan sebagai berikut: (1) kapasitas bus: bus Daewoo berwarna kuning - merah, dan warna abu-abu sebanyak 85 penumpang; (2) waktu tempuh: Pasar Baru - Kalideres, jumlah Halte 13 Buah, Jarak Tempuh 14 km, ditempuh 47 menit. Tabel 1 Data Pengujian Selama 13-19 Desember 2010 Data Data pengujian tanggal 13-19 Desember 2010 13 14 15 16 17 18 19 Halte 1 94 86 78 70 80 211 207 Halte 2 243 239 212 204 212 267 329 Halte 3 240 224 173 174 183 259 174 Halte 4 189 167 146 195 161 264 222 Halte 5 146 147 133 120 103 154 126 Halte 6 179 202 161 166 146 93 103 Halte 7 220 163 205 203 178 90 88 Halte 8 175 156 140 142 134 31 53 Halte 9 317 253 223 244 249 101 87 Halte 10 633 623 526 620 635 273 367 Halte 11 334 366 290 313 315 112 102 Halte 12 206 165 158 150 149 63 76 Halte 13 2180 1890 1487 1978 2114 955 889 Hasil Headway (menit) 0,890 0,980 1,167 1,002 0,985 1,597 1,625 Jumlah armada (unit) 129 117 99 115 117 72 71 PENUTUP Setelah melakukan analisa dan membahas permasalahan jumlah armada untuk bus TransJakarta, beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: (1) untuk memenuhi tingkat pelayanan untuk semua halte dalam satu koridor, kapasitas bus per waktu sirkulasi harus lebih besar dari laju penumpang per waktu sirkulasi; (2) armada bus yang dimiliki oleh pihak Transjakarta masih belum mencukupi untuk melayani jumlah penumpang yang berada di koridor 3; (3) program aplikasi yang dibuat penulis menggunakan metode dengan perhitungan sederhana sehingga input dapat diproses dan dihitung dengan cepat; (4) penerapan teknologi informasi memudahkan pengguna untuk melakukan perhitungan. Adapun saran yang diberikan oleh penulis untuk pengembangan program yang lebih lanjut adalah sebagai berikut: (1) dalam pengembangannya, perhitungan jumlah armada bus transjakarta dapat menggunakan dan mebandingkan dengan metode lain untuk mendapatkan perhitungan yang lebih akurat; (2) untuk penelitian lebih lanjut, faktor biaya/investasi juga dapat dijadikan salah satu variabel perhitungan; (3) dalam perhitungan ini, penulis mengasumsikan bahwa busway memiliki jalur eksklusif dan tidak terganggu oleh lalu lintas lainnya dan sudah seharusnya bus transjakarta tidak terganggu oleh lalu lintas lain, sehingga penertiban jalur busway adalah salah satu hal yang juga harus diperhatikan oleh pemerintah. 1128 ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 1118-1128 DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Perhubugan Darat. (2002). SK Dirjen No.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur. Diakses dari http://hubdat.web.id/keputusan-dirjen/tahun- 2002/423-sk-dirjen-no-687aj. Lethbridge, Timothy C. & Laganiere, R. (2002). Object Oriented Software Engineering: Practical Software Development Using UML and Java. Singapore: McGraw Hill International. Nasution, Nur M. (2003). Manajemen Transportasi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Pressman, Roger S. (2001). Software Engineering: A Practitioner’s Approach, Fifth Edition. Singapore: McGraw Hill International. Salim, Abbas. (2003). Manajemen Transportasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.