vol 38 no 2-2005 56 Sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode berbeda (Cytotoxicity of the hybrid acrylic resin after glass fiber reinforcement with difference method) Intan Nirwana dan R. Helal Soekartono Bagian Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya - Indonesia ABSTRACT Glass fiber reinforcement of the hybrid acrylic resin with difference method can enhance residual monomer content of the material; it can cause cytotoxic effect on fibroblast cells. The purpose of this study was to know the cytotoxicity of hybrid acrylic resins after glass fiber reinforcement with difference method on the cultured fibroblasts. The squared specimens of 10 mm in length, 10 mm in width and 1.5 mm in thickness were cured for 20 minutes at 100° C. The fibroblast cells were grown in Eagle's Minimum Essential Medium to be 2 × 105 cells/ml, then the cells were added to the samples in the plates and incubated at 37° C. After 48 hours, the cytotoxic effect was determined by direct cell number count using microscope and a hemocytometer. The statistical analyses using one way ANOVA and LSD test showed that there were significant difference in cell viability (p < 0.05) among the groups. The means percentage of cell viability were 90.00%, 99.,11%, 98.66%, it could be concluded that glass fiber reinforcement into hybrid acrylic resin with either first method or second method was not toxic. Key words: hybrid acrylic resins, cytotoxicity, glass fiber Korespondensi (correspondence): Intan Nirwana, Bagian Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jln. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya 60132, Indonesia. PENDAHULUAN Resin akrilik hybrid yang berkembang saat ini sangat efektif, praktis, dan mempunyai dua aktivator yaitu kimia dan panas serta proses kuring cepat hanya 20 menit suhu 100° C.1,2 Waktu tersebut sangat singkat dibandingkan dengan proses kuring resin akrilik terdahulu, sehingga waktu kerja lebih efisien. Kekurangan resin akrilik adalah mudah patah dan patahnya basis gigi tiruan dapat terjadi di luar mulut yaitu jatuh pada tempat yang keras, sedangkan patah yang terjadi di dalam mulut dapat disebabkan oleh karena fatique maupun occlusal forces.3 Patahnya basis gigi tiruan dapat disebabkan oleh fitting dari gigi palsu tidak baik, tidak adanya keseimbangan oklusi, dan fatique maupun jatuh.4 Untuk meningkatkan sifat mekanik resin akrilik yaitu dengan menambah fibers, carbon, aramid, glass dan metal wire5,6,7 atau dengan menambahkan ultra high modulus polyethylene fibers.8,9 Carbon dan aramid fiber dapat memperkuat polimetil metakrilat tetapi resin akrilik sukar dipulas dan estetik menjadi jelek.5 Metode tradisional terdahulu menggunakan metal wire sebagai penguat basis gigi tiruan. Resin akrilik yang mengandung glass fiber menunjukkan sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan resin akrilik tanpa penambahan glass fiber.10 Penambahan glass fiber dengan menggunakan metode berbeda menunjukkan kandungan monomer sisa yang meningkat,11 tentunya monomer sisa yang terlepas juga meningkat akhirnya akan mempengaruhi sitotoksisitas resin akrilik terhadap sel fibroblas secara in vitro.12 Kandungan monomer sisa yang tinggi berpotensi untuk menyebabkan iritasi jaringan mulut, inflamasi, alergi terutama daerah mukosa di bawah gigi tiruan.13,14 Selain itu kandungan monomer sisa yang tinggi dapat mempengaruhi sifat fisik polimer yang dihasilkan karena monomer sisa akan bertindak sebagai plasticiser dan membuat resin akrilik menjadi fleksibel dan kekuatan menurun. Salah satu metode penambahan glass fiber adalah merendam glass fiber tersebut dalam metil metakrilat selama 15 menit (metode 1). Hal tersebut menyebabkan kandungan monomer dalam resin akrilik lebih banyak dari perbandingan polimer dan monomer yang telah ditentukan pabrik. Metode lain adalah menambahkan glass fiber langsung dalam campuran polimer dan monomer yang baru diaduk, jadi viskositas campuran resin akrilik masih rendah (metode 2). Beberapa metode penambahan glass fiber yang digunakan oleh peneliti terdahulu tersebut perlu dipertimbangkan karena masih mempunyai kekurangan, sedangkan faktor yang mempengaruhi jumlah monomer 57Nirwana: Sitotoksisitas resin akrilik hybrid sisa dalam resin akrilik adalah perbandingan antara bubuk atau likuid bahan resin akrilik, proses kuring, dan jenis polimerisasi.1 Resin akrilik dalam pemakaiannya sebagai gigi tiruan memang tidak diimplantasikan ke dalam jaringan, tetapi karena pemakaiannya di dalam rongga mulut cukup lama, maka kemungkinan kontak dengan mukosa rongga mulut sangat besar, sehingga persyaratan biokompatibilitas sangat mutlak diperlukan. Sitotoksisitas merupakan uji tahap awal dari uji biokompatibilitas dan bahan kedokteran gigi harus memenuhi syarat biokompatibilitas yang dapat diterima oleh tubuh atau host atau dengan kata lain tidak membahayakan penderita.15 Jadi idealnya bahan yang diletakkan dalam mulut disyaratkan tidak toksik, tidak iritan, tidak karsinogenik dan tidak menimbulkan alergi.2,15 Sampai saat ini belum didapatkan informasi tentang uji sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu diteliti sitotoksisitas resin akrilik hybrid dengan kedua metode penambahan glass fiber yang berbeda tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sitotoksisitas resin akrilik hybrid dengan metode penambahan glass fiber yang berbeda yaitu dengan cara merendam glass fiber dalam metil metakrilat 15 menit terlebih dahulu, dan dengan cara menambahkan langsung (tanpa direndam) dalam campuran polimer dan monomer. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode berbeda, sehingga dapat dipilih metode penambahan glass fiber yang aman dan menghasilkan resin akrilik yang tidak toksik. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah resin akrilik hybrid (Biocryl), gips keras, glass fiber (Yakasu, Japan), sel BHK 21, media Eagle's, bouvine serum, larutan PBS, larutan trypsine versene, tripan biru. Alat yang digunakan adalah model master kuningan dengan ukuran 10 × 10 × 2,5 mm, kuvet logam, timbangan digital, termometer, pipet mikro, laminar flow cabinet, mikroskop, inkubator, hemositometer berskala, plate kaca. Cara kerja penelitian adalah sebagai berikut: gips keras dengan perbandingan 100 gram gips dan 24 ml air (sesuai petunjuk pabrik) diaduk dengan menggunakan spatel, kemudian diletakkan di atas vibrator dan dimasukkan ke dalam kuvet yang telah disiapkan di atas vibrator. Model master kuningan diletakkan ditengah kuvet didiamkan sampai gips mengeras. Setelah mengeras, permukaan gips diulasi vaselin, kuvet antagonis dipasang, diisi adonan gips di atas vibrator dan ditekan, dibiarkan sampai gips mengeras. Kuvet dibuka, model master diambil, maka didapat cetakan model (mould), kemudian diolesi separator, tunggu sampai kering selama 10 menit. Persiapan pembuatan sampel dengan penambahan glass fiber adalah sebagai berikut, glass fiber ukuran 8 × 8 mm ditimbang sebanyak 0,25 gr, kemudian direndam dalam metil metakrilat monomer sebanyak 3 ml selama 15 menit (metode 1), kemudian polimer dan monomer dengan perbandingan 4 g : 2 ml diaduk dalam pot porselin. Setelah 5 menit adonan mencapai tahap dough, selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam mould, yang bagian tengahnya diletakkan glass fiber yang telah direndam dalam metil metakrilat monomer. Kuvet ditutup sebelumnya resin akrilik ditutup dengan kertas selopan dan ditekan perlahan- lahan dengan press hidrolik. Kuvet dibuka kembali, kelebihan dipotong kemudian kuvet ditutup kembali, dilakukan penekanan dengan tekanan 2200 psi atau 50 kg/cm2, prosedur diulang 3 kali, dibiarkan selama 15 menit (aturan pabrik). Kuvet yang berisi resin akrilik dengan penambahan glass fiber dilakukan proses kuring dengan suhu 100° C selama 20 menit. Sedangkan pada metode 2, polimer dan monomer yang baru diaduk dimasukkan ke dalam mould yang ditengahnya diletakkan glass fiber, kuvet ditutup yang sebelumnya resin akrilik ditutupi dengan kertas selopan. Dilakukan penekanan dengan press hidrolik ditunggu selama 5 menit kemudian kuvet dibuka, kelebihan dipotong kemudian kuvet ditutup lagi selanjutnya dilakukan penekanan dan proses kuring seperti pada metode 1 di atas. Pada penelitian ini terdapat 3 kelompok: 1) resin akrilik hybrid tanpa glass fiber (kontrol); 2) penambahan glass fiber dalam resin akrilik hybrid yang sebelumnya direndam dalam metil metakrilat monomer selama 15 menit (metode 1); 3) penambahan glass fiber langsung dalam resin akrilik yang baru diaduk (metode 2). Uji sitotoksisitas dilakukan di PUSVETMA dan tahapannya adalah sebagai berikut: persiapan kultur cell line BHK-21 clone 21: kultur BHK-21 dalam bentuk monolayer ditanam dalam roux besdar. Setelah confluent (penuh), kultur dipanen dengan menggunakan larutan trypsine versene. Hasil panenan dicampur kembali dalam media yang mengandung 10% bouvine serum dan dibuat kepadatan 2 × 10 5 sel/ml, kemudian sel tersebut dipindahkan dalam roux kecil. Selanjutnya sel siap untuk digunakan dalam pengujian sampel. Persiapan sampel: sampel terlebih dahulu ditempelkan menggunakan silicone grease pada dasar plate, disterilkan dengan ultra violet selama 15 menit kemudian ditambahkan sel yang telah mempunyai kepadatan 2 × 105 sel/ml dengan menambahkan fetal bouvine serum 10%, selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator CO2 selama 48 jam dengan suhu 37° C, diamati pertumbuhan sel di sekitar sampel. Perhitungan jumlah pertumbuhan sel diamati selama 48 jam. Persiapan perhitungan sel setelah 48 jam dalam inkubator: setelah 48 jam kultur sel dikeluarkan dari inkubator, kemudian media kultur sel dibuang, sel dicuci dengan phosphate buffer saline sebanyak 2 kali agar sisa- sisa media benar-benar hilang. Selanjutnya dilakukan tripsinasi dengan menambahkan trypsine versene guna merontokkan sel dari dinding plate dengan cara ditunggu 58 Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 2 April–Juni 2005: 56–59 beberapa saat (5 menit) kemudian diberi lagi fetal bouvine serum 10% agar diperoleh suatu suspensi sel (kepadatan sel 2 × 105 sel/ml). Cara perhitungan: diambil sebanyak 0,1 cc (sel dengan media serum) ditambahkan 0,9 cc cairan tripan biru, kemudian sel dihitung dengan alat hemositometer (0,0025 mm2). Alat tersebut terdiri dari 9 kotak, sehingga hasil yang diperoleh berupa jumlah rata- rata sel hidup dan mati dari ke sembilan kotak tersebut. Sel yang hidup ditandai dengan tidak terserapnya warna biru (warna terang), sedangkan sel mati menyerap warna biru. Metode yang digunakan untuk menghitung sel yang hidup adalah sebagai berikut:16 Jumlah sel hidup × 100% Jumlah seluruh sel (hidup dan mati) HASIL Hasil yang diperoleh pada penelitian tentang sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode berbeda adalah sebagai berikut: perhitungan sel hidup pada kelompok 1, 2 dan 3 diperoleh hasil rata-rata dan simpang baku yang terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Nilai rata-rata, simpang baku dan hasil uji ANOVA jumlah sel hidup pada kelompok 1, 2 dan 3 Kelompok N Rata-rata (%) Simpang Baku p 1 6 90,00 0,86 0,001 2 6 99,11 0,92 3 6 98,66 0,86 Keterangan: Kelompok 1 = Resin akrilik tanpa glass fiber (kontrol); Kelompok 2 = Resin akrilik ditambah glass fiber dengan metode 1; Kelompok 3 = Resin akrilik ditambah glass fiber dengan metode 2. Hasil ANOVA satu arah menunjukkan ada perbedaan yang bermakna dari jumlah sel hidup antara kontrol dan resin akrilik ditambah glass fiber dengan metode 1 dan 2 (p < 0,05). Untuk mengetahui perbedaan antar kelompok digunakan uji Honestly Significance Difference (HSD). Tabel 2. Uji HSD jumlah sel hidup (%) pada resin akrilik tanpa glass fiber dan resin akrilik ditambah glass fiber dengan metode 1 dan 2 Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 1 * * Kelompok 2 Kelompok 3 Keterangan: * = berbeda bermakna Pada tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok 1 dan 2, kelompok 1 dan 3. PEMBAHASAN Pada penggunaan gigi tiruan, salah satu bagian menempel pada gingiva yang sebagian besar terdiri dari sel fibroblas. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan uji sitotoksisitas terhadap kultur sel fibroblas. Sel fibroblas yang digunakan berasal dari Baby Hamster Kidney (BHK 21) oleh karena sel fibroblas BHK 21 mudah tumbuh dan mudah di sub kultur. Kultur sel terbaik berasal dari sel embrionik atau sel jaringan muda.17 Secara umum glass fiber kemungkinan bersifat sitotoksik apabila glass fiber kontak dengan media agar. Apabila jumlah glass fiber menyebabkan perubahan yang dapat mengakibatkan efek sitotoksik, maka jumlah fibers yang meningkat mengakibatkan efek sitotoksisitas lebih tinggi.18 Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji sitotoksisitas yang merupakan tahap awal uji biokompatibilitas menunjukkan persentase sel hidup 90,00% pada resin akrilik hybrid tanpa glass fiber (kontrol), sedangkan resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode 1 dan 2 masing-masing 99,11% dan 98,66%. Pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna persentase sel hidup pada resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode 1 dan 2 dibandingkan dengan kontrol (p < 0,05). Pada plat akrilik setelah penambahan glass fiber dengan metode 1 (kelompok 2) menunjukkan persentase sel hidup lebih besar (99,11%) dibandingkan dengan kontrol (90,00%). Secara teori adanya glass fiber yang direndam dalam monomer metil metakrilat (metode 1) berarti monomer lebih banyak dari yang seharusnya menurut ketentuan pabrik. Asumsinya monomer sisa menjadi lebih tinggi dan akibatnya efek sitotoksik tinggi. Hal tersebut tidak terjadi pada penelitian ini yang terbukti persentase tingginya jumlah sel hidup (99,11%). Kemungkinan hal ini disebabkan karena sebagian metil metakrilat bereaksi dengan glass fiber, dan pada saat dilakukan penekanan dengan press hidrolik pada waktu packing akrilik, metil metakrilat monomer yang terserap oleh glass fiber keluar dari glass fiber tampak pada gips sekitar akrilik basah oleh metil metakrilat. Oleh karena itu monomer sisa dalam resin akrilik menjadi rendah dan akibatnya persentase sel hidup menjadi tinggi. Jadi perendaman glass fiber sebelum packing akrilik tidak meningkatkan kandungan monomer sisa dalam resin akrilik. Penelitian terdahulu pada resin akrilik hybrid tanpa penambahan glass fiber menunjukkan kandungan monomer sisa 1,9% 19 dan persentase sel hidup 90,00%. Hal tersebut berarti kandungan monomer sisa pada kelompok 2 kemungkinan lebih rendah dari 1,9% terbukti persentase sel hidup meningkat yaitu 99,11%. 59Nirwana: Sitotoksisitas resin akrilik hybrid Pada kelompok 3 penambahan glass fiber dengan metode 2 juga menunjukkan persentase sel hidup yang tinggi yaitu 98,66% dibandingkan dengan kontrol. Dapat dijelaskan bahwa perbandingan bubuk dan cairan resin akrilik sesuai ketentuan pabrik. Pada saat penambahan glass fiber, viskositas campuran bubuk dan cairan cukup rendah sehingga semua glass fiber dapat seluruhnya terbasahi oleh campuran tersebut. 20 Hal tersebut menyebabkan metil metakrilat monomer sebagian bereaksi dengan glass fiber sehingga kemungkinan kandungan monomer sisa dalam plat akrilik juga rendah akibatnya persentase sel hidup tinggi, sedangkan pada kelompok kontrol tanpa glass fiber menunjukkan persentase sel hidup lebih rendah, kemungkinan kandungan monomer sisa dalam plat akrilik lebih tinggi walaupun perbandingan bubuk dan cairan resin akrilik sesuai dengan ketentuan pabrik. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya glass fiber. Pada kelompok 2 dan 3 menunjukkan perbedaan persentase sel hidup yang tidak bermakna oleh karena kandungan monomer sisa dalam plat resin akrilik pada kedua kelompok tersebut kemungkinan sama rendahnya (< 1,9%) walaupun penambahan glass fiber dengan metode berbeda. Kandungan monomer sisa tidak boleh melampaui 2,2% untuk resin akrilik heat cured dan 4,5% untuk self cured.21 Parameter toksisitas adalah berdasarkan CD50, yang artinya suatu bahan dikatakan toksik apabila persentase sel hidup setelah terpapar bahan tersebut kurang dari 50%.22 Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode 1 maupun metode 2 adalah tidak toksik. DAFTAR PUSTAKA 1. Kedjarune U. Release of methylmethacrylate from heat cured and autopolymerized resins: cytotoxicity testing related to residual monomer. Australian Dental Journal 1999; 44(1): 25–30. 2. Craig RG. Restorative dental materials. 11st ed. Mosby-Year Book. Inc; 2002. p. 655–58. 3. Polyzois GL, Andrepoulos AG, Lagouvardos PE. Acrylic resin denture repair with adhesive resin and metal wires: Effects of strength parameters. J Prosthet Dent 1996; 75: 381–87. 4. Beyli MS, Fraunhover JA. An analysis of causes of fracture of acrylic resin dentures. J Prosthet Dent 1981; 46: 238–41. 5. Larson WR, Dixon DL, Aquilino SA, Clancy JM. The effect of carbon graphite fiber reinforcement on the strength of provisional crown and fixed partial denture resins. J Prosthet Dent 1991; 66: 216–20. 6. Vallittu PK. Dimensional accuracy and stability of poltmethyl methacrylate reinforced with metal wire or with continuous glass fiber. 1996. 75: 617–20. 7. Solnit GS. The effect of methyl methecrylate reinforcement with silane-treated and untreated glass fiber. J Prosthet Dent 1991; 66: 310–14. 8. Braden M, Davi KWM, Parker S. Denture base poly (methyl methacrylate) reinforced with ultra-high modulus polyethylene fibres. Br Dent J 1988; 164: 109–13. 9. Gutteridge DL. The effect of including ultra-high modulus polyethylene fibre on the impact strength of acrylic resin. Br Dent J 1988; 164: 177–80. 10. Vallittu PK. Some aspects of the tensile strength of unidirectional glass fiber-polymethyl methacrylate composite used in dentures. J Oral Rehabil 1998; 25: 100–05. 11. Handan Y, Cemal A Alper C, Ahmet Y. The effect of glass fiber reinforcement on the residual monomer content of two denture base resins. Quintessence Int 2003; 34: 148–53. 12. Lefebvre CA. Cytotoxicity of eluates from light- polymerized denture base resins. J Prosthet Dent 1994; 72: 644–50. 13. Hensten, Petterson A and Yacobson N. Perceived side effect of biomaterials in prosthetic dentistry. J Prosthet Dent. 1991; 65: p. 138–44. 14. Combe EC. Notes on dental materials. 6th ed. New York: Churchill Livingstone; 1992. p. 158–60. 15. Anusavice KJ. Phillips science of dental materials. 10th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1996. p. 246–49. 16. Bird BR, Forrester FT. Basic laboratory techniques in cell culture. US. Department of Health and Human services. Public Health Service. Centers for disease control; 1981. p. 33–43. 17. Freshney IR. Culture of animal cells. 2nd ed. New York: Alan R Liss Inc; 1987; p. 227–45. 18. Vallittu PK. In vitro cytotoxicity of fibre-polymethyl methacrylate composite used in dentures. J Oral Rehabilitation 1999; 26: 666– 71. 19. Intan N. Kandungan monomer sisa dalam resin akrilik rapid heat cured dengan proses kuring berbeda. Majalah Kedokteran Gigi 2001; 34(3): 119–21. 20. Vallittu PK, Lassila VP, Lappalainen. Acrylic resin fiber composite: The effect offiber concentration on fracture resistance. J Prosthet Dent 1994; 71: 607–12. 21. International Standards Organization. Denture base polymers (ISO/ DIS 1567). Geneva; 1998. p. 1–27. 22. Telli C, Serper A, Dogan AL, Gue D. Evaluation of the cytotoxicity of calcium phosphate root canal sealers by MTT assay. J Endodon 1999; 25: 811–13. << /ASCII85EncodePages false /AllowTransparency false /AutoPositionEPSFiles true /AutoRotatePages /All /Binding /Left /CalGrayProfile (Dot Gain 20%) /CalRGBProfile (sRGB IEC61966-2.1) /CalCMYKProfile (U.S. Web Coated \050SWOP\051 v2) /sRGBProfile (sRGB IEC61966-2.1) /CannotEmbedFontPolicy /Warning /CompatibilityLevel 1.4 /CompressObjects /Tags /CompressPages true /ConvertImagesToIndexed true /PassThroughJPEGImages true /CreateJDFFile false /CreateJobTicket false /DefaultRenderingIntent /Default /DetectBlends true /DetectCurves 0.0000 /ColorConversionStrategy /LeaveColorUnchanged /DoThumbnails false /EmbedAllFonts true /EmbedOpenType false /ParseICCProfilesInComments true /EmbedJobOptions true /DSCReportingLevel 0 /EmitDSCWarnings false /EndPage -1 /ImageMemory 1048576 /LockDistillerParams false /MaxSubsetPct 100 /Optimize true /OPM 1 /ParseDSCComments true /ParseDSCCommentsForDocInfo true /PreserveCopyPage true /PreserveDICMYKValues true /PreserveEPSInfo true /PreserveFlatness true /PreserveHalftoneInfo false /PreserveOPIComments false /PreserveOverprintSettings true /StartPage 1 /SubsetFonts true /TransferFunctionInfo /Apply /UCRandBGInfo /Preserve /UsePrologue false /ColorSettingsFile () /AlwaysEmbed [ true ] /NeverEmbed [ true ] /AntiAliasColorImages false /CropColorImages true /ColorImageMinResolution 300 /ColorImageMinResolutionPolicy /OK /DownsampleColorImages true /ColorImageDownsampleType /Bicubic /ColorImageResolution 300 /ColorImageDepth -1 /ColorImageMinDownsampleDepth 1 /ColorImageDownsampleThreshold 1.50000 /EncodeColorImages true /ColorImageFilter /DCTEncode /AutoFilterColorImages true /ColorImageAutoFilterStrategy /JPEG /ColorACSImageDict << /QFactor 0.15 /HSamples [1 1 1 1] /VSamples [1 1 1 1] >> /ColorImageDict << /QFactor 0.15 /HSamples [1 1 1 1] /VSamples [1 1 1 1] >> /JPEG2000ColorACSImageDict << /TileWidth 256 /TileHeight 256 /Quality 30 >> /JPEG2000ColorImageDict << /TileWidth 256 /TileHeight 256 /Quality 30 >> /AntiAliasGrayImages false /CropGrayImages true /GrayImageMinResolution 300 /GrayImageMinResolutionPolicy /OK /DownsampleGrayImages true /GrayImageDownsampleType /Bicubic /GrayImageResolution 300 /GrayImageDepth -1 /GrayImageMinDownsampleDepth 2 /GrayImageDownsampleThreshold 1.50000 /EncodeGrayImages true /GrayImageFilter /DCTEncode /AutoFilterGrayImages true /GrayImageAutoFilterStrategy /JPEG /GrayACSImageDict << /QFactor 0.15 /HSamples [1 1 1 1] /VSamples [1 1 1 1] >> /GrayImageDict << /QFactor 0.15 /HSamples [1 1 1 1] /VSamples [1 1 1 1] >> /JPEG2000GrayACSImageDict << /TileWidth 256 /TileHeight 256 /Quality 30 >> /JPEG2000GrayImageDict << /TileWidth 256 /TileHeight 256 /Quality 30 >> /AntiAliasMonoImages false /CropMonoImages true /MonoImageMinResolution 1200 /MonoImageMinResolutionPolicy /OK /DownsampleMonoImages true /MonoImageDownsampleType /Bicubic /MonoImageResolution 1200 /MonoImageDepth -1 /MonoImageDownsampleThreshold 1.50000 /EncodeMonoImages true /MonoImageFilter /CCITTFaxEncode /MonoImageDict << /K -1 >> /AllowPSXObjects false /CheckCompliance [ /None ] /PDFX1aCheck false /PDFX3Check false /PDFXCompliantPDFOnly false /PDFXNoTrimBoxError true /PDFXTrimBoxToMediaBoxOffset [ 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 ] /PDFXSetBleedBoxToMediaBox true /PDFXBleedBoxToTrimBoxOffset [ 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 ] /PDFXOutputIntentProfile () /PDFXOutputConditionIdentifier () /PDFXOutputCondition () /PDFXRegistryName () /PDFXTrapped /False /Description << /CHS /CHT /DAN /DEU /ESP /FRA /ITA /JPN /KOR /NLD (Gebruik deze instellingen om Adobe PDF-documenten te maken voor kwaliteitsafdrukken op desktopprinters en proofers. De gemaakte PDF-documenten kunnen worden geopend met Acrobat en Adobe Reader 5.0 en hoger.) /NOR /PTB /SUO /SVE /ENU (Use these settings to create Adobe PDF documents for quality printing on desktop printers and proofers. Created PDF documents can be opened with Acrobat and Adobe Reader 5.0 and later.) >> /Namespace [ (Adobe) (Common) (1.0) ] /OtherNamespaces [ << /AsReaderSpreads false /CropImagesToFrames true /ErrorControl /WarnAndContinue /FlattenerIgnoreSpreadOverrides false /IncludeGuidesGrids false /IncludeNonPrinting false /IncludeSlug false /Namespace [ (Adobe) (InDesign) (4.0) ] /OmitPlacedBitmaps false /OmitPlacedEPS false /OmitPlacedPDF false /SimulateOverprint /Legacy >> << /AddBleedMarks false /AddColorBars false /AddCropMarks false /AddPageInfo false /AddRegMarks false /ConvertColors /NoConversion /DestinationProfileName () /DestinationProfileSelector /NA /Downsample16BitImages true /FlattenerPreset << /PresetSelector /MediumResolution >> /FormElements false /GenerateStructure true /IncludeBookmarks false /IncludeHyperlinks false /IncludeInteractive false /IncludeLayers false /IncludeProfiles true /MultimediaHandling /UseObjectSettings /Namespace [ (Adobe) (CreativeSuite) (2.0) ] /PDFXOutputIntentProfileSelector /NA /PreserveEditing true /UntaggedCMYKHandling /LeaveUntagged /UntaggedRGBHandling /LeaveUntagged /UseDocumentBleed false >> ] >> setdistillerparams << /HWResolution [2400 2400] /PageSize [612.000 792.000] >> setpagedevice