158 Volume 47, Number 3, September 2014 Penatalaksanaan impaksi caninus permanen rahang atas dengan surgical exposure (The management of impacted permanent canine with surgical exposure) Syeh Brata Wijaya dan rinaldi Budi utomo Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta – Indonesia abstract Background: Impacted tooth is often unidentified because there is no symptom. It is found when patient is examined by dentist. The maxillary canine should be retained for strength masticatory function, esthetics and child development. Purpose: The article was aimed to report treatment options of impacted canine in the 13 years old child. Case: Thirteen years-old girl came to the Universitas Gadjah Mada Dental Hospital with complaints of the upper right permanent canine had not erupted, with no history of pain. Periapical radiograph showed the impacted position of tooth #13 mesioangular. The shift sketch technique radiograph showed the impacted canine located at the palatal site. Case management: surgical exposure the upper right maxillary canine was done, followed by orthodontic treatment to direct tooth position into occlusal line. Fixed orthodontic appliance used was Roth bracket with straight wire technique. After surgery and orthodontic treatment, #13 was in normal occlusion. Conclusion: The surgical exposure followed by orthodontic treatment could be done successfully with special consideration to the patient’s age, the dental space, location of dental crowns, dental inclination, the apical root form of impacted tooth and patient cooperation. Key words: Impacted, surgical exposure, orthodontic fixed appliance abstrak latar belakang: Terjadinya gigi impaksi biasanya diketahui setelah melakukan pemeriksaan ke dokter gigi karena jarang menimbulkan keluhan. Gigi caninus rahang atas sebaiknya dipertahankan untuk kekuatan fungsi pengunyahan, estetik dan tumbuh kembang anak. tujuan: Artikel ini bertujuan untuk melaporkan perawatan impaksi gigi kaninus atas pada anak 13 tahun. Kasus: Anak perempuan usia 13 tahun datang ke Rumah sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada dengan keluhan gigi kaninus permanen kanan atas yang belum erupsi, tanpa ada riwayat sakit di area tersebut. Hasil radiografi periapikal menunjukkan posisi gigi #13 impaksi mesioangular. Hasil radiografi dengan teknik shift sketch menunjukkan gigi kaninus yang impaksi terletak di palatal. tatalaksana kasus: Dilakukan perawatan exposure surgical pada gigi #13, dilanjutkan dengan perawatan ortodontik untuk menempatkan posisi gigi ke arah oklusal. Alat ortodontik cekat yang digunakan adalah braket Roth dengan teknik straight wire. setelah dilakukan tindakan bedah dan penarikan ortodontik, gigi #13 berada pada ruang yang telah disediakan dan sudah masuk pada posisi oklusi. Simpulan: surgical exposure yang dilanjutkan perawatan ortodontik dapat dilakukan dengan sukses dengan perhatian khusus pada usia pasien, ruang gigi, letak mahkota gigi, inklinasi gigi dan bentuk apeks akar gigi yang impaksi. Kata kunci: Impaksi, exposure surgical, alat ortodontik cekat Korespondensi (correspondence): Syeh Brata Wijaya, Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Jl. Denta I, Sekip Utara Yogyakarta 55281, Indonesia. E-mail: wsyekh@yahoo.com Case Report 159Wijaya dan Utomo: Penatalaksanaan impaksi caninus permanen rahang atas dengan surgical exposure pendahuluan Gigi geligi dalam rongga mulut akan mengalami erupsi menurut urutan waktu erupsi masing-masing jenis gigi, mulai dari fase gigi sulung sampai mengalami pergantian menjadi fase gigi permanen. Proses erupsi masing-masing gigi baik pada fase gigi sulung maupun permanen akan terjadi secara fisiologis dan jarang sekali mengalami gangguan. Gangguan erupsi pada umumnya akibat inflamasi kronis yang meyebabkan fibrosis mukosa di sekitarnya, ruangan yang tidak cukup karena perkembangan rahang yang tidak sempurna atau karena retensi geligi sulung, premature loss gigi sulung, dan nekrosis karena adanya infeksi.1 Menurut Bishara2 etiologi gigi impaksi dapat disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer meliputi trauma pada gigi sulung, benih gigi tanggal prematur gigi sulung, dan erupsi gigi kaninus dalam celah pada kasus celah langit-langit. Faktor sekunder meliputi kelainan endokrin, defisiensi vitamin D, dan febrile diseases. Gigi kaninus merupakan gigi kedua setelah gigi molar ketiga yang berfrekuensi tinggi untuk mengalami impaksi meskipun demikian gigi anterior di rahang atas lainnya seperti gigi insisivus pertama dan kedua rahang atas juga dapat mengalami kesulitan tumbuh akibat terletak salah di dalam rahang. Frekuensi terjadinya kaninus impaksi sebesar 0,8–2,8 persen.3 Ditinjau dari letaknya, 85 persen posisi gigi kaninus yang impaksi terletak di daerah palatal lengkung gigi, sedangkan 15 persen nya terletak di bagian labial atau bukal.4 Ada beberapa bukti yang menyatakan, bahwa penderita dengan maloklusi kelas II divisi 2 dan gigi aplasia merupakan kelompok yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya kaninus ektopik.5 Untuk mengamati pergerakan gigi kaninus rahang atas dan menghitung jarak gerakan yang terjadi dapat digunakan metode pengamatan secara tiga dimensi dengan menggunakan foto sefalometri, periapikal dengan shift sketch dan foto oklusal.6 Untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada perawatan ortodonsi dengan kasus sukar diperlukan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat. Salah satu contohnya adalah perawatan ortodonsi dengan gigi kaninus rahang atas ektopik. Khususnya kasus caninus impkasi krn masih tumbuh kembang,foramen apikal belum tertutup sehingga gigi masih bisa bergerak Gigi kaninus impaksi dapat terletak ektopik dan sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Kejadian impaksi dengan letak ektopik ini belum diketahui penyebabnya yang pasti, dimungkinkan oleh karena sebab yang multifaktorial. Salah satu kemungkinan adalah jalan erupsi gigi kaninus yang lebih panjang bila dibandingkan dengan gigi permanen lainnya7. Adanya diskrepansi panjang lengkung, gigi berdesakan, diastema antar gigi, dan trauma pada gigi anterior di awal usia pertumbuhan dapat pula merupakan penyebab terjadinya gigi kaninus ektopik8. Keterlambatan proses eksfoliasi pada gigi kaninus sulung dapat pula menyebabkan terjadinya pergerakan gigi kaninus permanen ke arah palatal9,10 . Ada dugaan bahwa frekuensi terjadinya kaninus ektopik dapat terjadi pada anak yang mengalami gangguan pada proses erupsi.1 Laporan kasus ini bertujuan melaporkan perawatan impaksi gigi caninus rahang atas pada anak usia 13 tahun. kasus Anak perempuan berusia 13 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi Mulut Prof. Soedomo, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, dengan keluhan gigi taring permanen kanan atas yang belum tumbuh dan gigi taring susu belum tanggal sedangkan gigi taring permanen kiri atas sudah tumbuh. Keadaan umum pasien baik. Pada pemeriksaan ekstra oral (Gambar 1) menunjukan profil 3 kaninus rahang atas ektopik. Khususnya kasus caninus impkasi krn masih tumbuh kembang,foramen apikal belum tertutup sehingga gigi masih bisa bergerak Gigi kaninus impaksi dapat terletak ektopik dan sering dijumpai dalam praktek sehari- hari. Kejadian impaksi dengan letak ektopik ini belum diketahui penyebabnya yang pasti, dimungkinkan oleh karena sebab yang multifaktorial. Salah satu kemungkinan adalah jalan erupsi gigi kaninus yang lebih panjang bila dibandingkan dengan gigi permanen lainnya7. Adanya diskrepansi panjang lengkung, gigi berdesakan, diastema antar gigi, dan trauma pada gigi anterior di awal usia pertumbuhan dapat pula merupakan penyebab terjadinya gigi kaninus ektopik8. Keterlambatan proses eksfoliasi pada gigi kaninus sulung dapat pula menyebabkan terjadinya pergerakan gigi kaninus permanen ke arah palatal9,10 . Ada dugaan bahwa frekuensi terjadinya kaninus ektopik dapat terjadi pada anak yang mengalami gangguan pada proses erupsi.1 Laporan kasus ini bertujuan melaporkan perawatan impaksi gigi caninus rahang atas pada anak usia 13 tahun. KASUS Anak perempuan berusia 13 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi Mulut Prof. Soedomo, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, dengan keluhan gigi taring permanen kanan atas yang belum tumbuh dan gigi taring susu belum tanggal sedangkan gigi taring permanen kiri atas sudah tumbuh. Keadaan umum pasien baik. Pada pemeriksaan ekstra oral (Gambar 1) menunjukan profil pasien cembung dan pada pemeriksaan intra oral (Gambar 2A,B,C) semua gigi permanen sudah tumbuh kecuali kaninus kanan. Tulang pada bagian palatal regio gigi #13 menonjol dan teraba keras saat palpasi. Relasi molar kelas I Angle dengan jarak gigit 3 mm dan tumpang gigit 3 mm. Gambar 1. Pemeriksaan ekstra oral, profil wajah. Gambar 1. Pemeriksaan ekstra oral, profil wajah. 4 Gambar 2. Pemeriksaan intra oral (A) tampak samping kanan; (B) tampak depan; (C) tampak samping kiri Gambaran radiologis panoramik menunjukkan bahwa gigi #13 terletak di apikal gigi 51 dengan posisi mendorong apikal gigi 51 ke mesial (Gambar 3). Gambar 3. Gambaran radiografi panoramik. Gambar 4. Foto periapikal gigi impaksi #13. Foramen apikal belum menutup Gambar 2. Pemeriksaan intra oral (A) tampak samping kanan; (B) tampak depan; (C) tampak samping kiri. A B C 160 Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 47, Number 3, September 2014: 158–163 pasien cembung dan pada pemeriksaan intra oral (Gambar 2A,B,C) semua gigi permanen sudah tumbuh kecuali kaninus kanan. Tulang pada bagian palatal regio gigi #13 menonjol dan teraba keras saat palpasi. Relasi molar kelas I Angle dengan jarak gigit 3 mm dan tumpang gigit 3 mm. Gambaran radiologis panoramik menunjukkan bahwa gigi #13 terletak di apikal gigi 51 dengan posisi mendorong apikal gigi 51 ke mesial (Gambar 3). Diagnosis dari keluhan pasien adalah impaksi gigi #13 klas 1 menurut Archer. Rencana perawatan meliputi Dental Health Education (DHE), bedah exposure, dan perawatan ortodontik melakukan traksi gigi #13. tatalaksana kasus Pada kunjungan pertama di klinik Gigi Anak, Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada telah dilakukan DHE, scaling and root planning, pencetakan gigi rahang atas dan bawah untuk keperluan model studi, pengambilan radiografik panoramik, sefalometri dan periapikal (Gambar 4 dan 5). Pada kunjungan kedua dilakukan pemasangan alat ortodontik cekat teknik straight wire dengan 2 x 4 mini roth braces diameter slot 0.22 cm, kawat NiTi 0,12 dan menggunakan open coil pada regio #23 untuk mempertahankan ruang tempat erupsi gigi #23. Pada kunjungan ketiga dilakukan bedah exposure gigi #23 oleh tim bedah minor gigi anak di Klinik Gigi Anak, Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada. Teknik bedah exposure dengan flap tertutup berbentuk trapesium. Prosedur bedah exposure gigi #13 dilakukan sebagai berikut, pertama, operator mendudukkan pasien di kursi gigi dan memeriksa tanda vital pasien (tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu tubuh). Pemberian antiseptik oral di dalam dan luar rongga mulut dengan povidone iodine (Gambar 6a). Dilakukan anestesi lokal infiltrasi pada bagian labial dan palatinal regio gigi #13 (Gambar 6b), setelah 10 menit dibuat flap pada bagian palatal. Insisi flap dibuat sepanjang bone crest melalui periosteum dari servikal palatal gigi #11-#14 (Gambar 6c), kemudian dilakukan pemisahan jaringan periosteum dengan insisi vertikal pada palatal (Gambar 6d). Setelah kaninus terlihat lakukan penghilangan lapisan tipis pada lapisan tulang alveolar. Tulang pada bukal ridge sampai cingulum dibuang dengan menggunakan bur tulang low speed. Setelah terbebas dan gigi #13 terlihat, dilakukan isolasi sekitar gigi kemudian dilakukan pemasangan bagian labial dengan button (Gambar 6e). Dengan mematuhi tahap-tahap dari pemasangan braket. Pada button kemudian diberi power chain yang dikaitkan pada gigi #14 yang telah diligasi dengan gigi #15 #16 untuk menarik gigi #13 ke bagian insisal (Gambar 6f). Flap dikembalikan pada posisi semula dan dijahit dengan menggunakan metode interrupted pada distal #11 dan distal #12 (Gambar 7). Luka ditutup dengan tampon dan evaluasi perdarahan sekitar 10 menit. Tampon selanjutnya dilepas 30 menit dengan instruksi pada pasien yaitu tidak boleh berkumur terlalu sering, tidak menghisap luka, dan tidak memainkan dengan lidah pada bekas operasi. Setelah bedah, pasien diberikan medikasi oral antibiotik, analgesik dan anti-inflamasi. Foto saaat operasi, cara inicisi, peletakkan braket. Kontrol bedah dilakukan pada hari ketujuh yang menunjukkan penyembuhan luka yang baik dan selanjutnya dilakukan pengambilan jahitan. Tiga bulan pasca 4 Gambar 2. Pemeriksaan intra oral (A) tampak samping kanan; (B) tampak depan; (C) tampak samping kiri Gambaran radiologis panoramik menunjukkan bahwa gigi #13 terletak di apikal gigi 51 dengan posisi mendorong apikal gigi 51 ke mesial (Gambar 3). Gambar 3. Gambaran radiografi panoramik. Gambar 4. Foto periapikal gigi impaksi #13. Foramen apikal belum menutup Gambar 3. Gambaran radiografi panoramik. 5 Gambar 5. Foto oklusal gigi impaksi #13. Diagnosis dari keluhan pasien adalah impaksi gigi #13 klas 1 menurut Archer. Rencana perawatan meliputi Dental Health Education (DHE), bedah exposure, dan perawatan ortodontik melakukan traksi gigi #13. TATALAKSANA KASUS Pada kunjungan pertama di klinik Gigi Anak, Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada telah dilakukan DHE, scaling and root planning, pencetakan gigi rahang atas dan bawah untuk keperluan model studi, pengambilan radiografik panoramik, sefalometri dan periapikal (Gambar 4 dan 5). Pada kunjungan kedua dilakukan pemasangan alat ortodontik cekat teknik straight wire dengan 2 x 4 mini roth braces diameter slot 0.22 cm, kawat NiTi 0,12 dan menggunakan open coil pada regio #23 untuk mempertahankan ruang tempat erupsi gigi #23. Pada kunjungan ketiga dilakukan bedah exposure gigi #23 oleh tim bedah minor gigi anak di Klinik Gigi Anak, Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada. Teknik bedah exposure dengan flap tertutup berbentuk trapesium. Prosedur bedah exposure gigi #13 (Gambar 6a) dilakukan sebagai berikut, pertama, operator mendudukkan pasien di kursi gigi dan memeriksa tanda vital pasien (tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu tubuh). Pemberian antiseptik oral di dalam dan luar rongga mulut dengan povidone iodine (Gambar 6a). Dilakukan anestesi lokal infiltrasi pada bagian labial dan palatinal regio #gigi 13 (Gambar 6b), setelah 10 menit dibuat flap pada bagian palatal. Insisi flap dibuat sepanjang bone crest melalui periosteum dari servikal palatal gigi 11-14 (Gambar 6c), kemudian dilakukan pemisahan jaringan periosteum dengan insisi vertikal pada palatal (Gambar 6d). Setelah kaninus terlihat lakukan penghilangan lapisan tipis pada lapisan tulang alveolar. Tulang pada bukal ridge sampai cingulum dibuang dengan menggunakan bur tulang Gambar 4. Foto periapikal gigi impaksi #13. Terlihat foramen apikal yang belum menutup (tanda panah). Gambar 5. Foto oklusal gigi impaksi #13. 4 Gambar 2. Pemeriksaan intra oral (A) tampak samping kanan; (B) tampak depan; (C) tampak samping kiri Gambaran radiologis panoramik menunjukkan bahwa gigi #13 terletak di apikal gigi 51 dengan posisi mendorong apikal gigi 51 ke mesial (Gambar 3). Gambar 3. Gambaran radiografi panoramik. Gambar 4. Foto periapikal gigi impaksi #13. 161Wijaya dan Utomo: Penatalaksanaan impaksi caninus permanen rahang atas dengan surgical exposure pembedahan, gigi kaninus mulai terlihat turun ke bawah. Setelah separuh bagian labial mahkota gigi kaninus keluar, dilakukan penggantian button dengan braket 2 x 4 kaninus untuk mengkoreksi posisi gigi kaninus masuk dalam lengkung gigi yang benar. Selanjutnya kawat diganti sesuai dengan ketentuan alignment dan leveling sampai gigi kaninus terletak pada tempat yang benar. Gambar 8 menunjukkan kondisi saat kontrol bulan ke-3 (A); bulan ke-5 (B); bulan ke-6 (C) dan bulan ke-9 (D). pembahasan Gigi kaninus mempunyai peran penting dalam penampilan wajah, estetika gigi, perkembangan lengkung gigi dan fungsional oklusi,10 sehingga harus dipertahankan Gambar 6. Prosedur bedah exposure gigi #13. (a) Pemberian antiseptik pevidone iodine, (b)Anestesi lokal pada labial dan palatinal #13, (c) Insisi flap sepanjang bone crest, (d) Pemisahan jaringan periosteum, (e) Pemasangan button pada bagian labial, (f) Pemberian power chain 6 low speed. Setelah terbebas dan gigi 13 terlihat, dilakukan isolasi sekitar gigi kemudian dilakukan pemasangan bagian labial dengan button (Gambar 6e). Dengan mematuhi tahap- tahap dari pemasangan braket. Pada button kemudian diberi power chain yang dikaitkan pada gigi 14 yang telah diligasi dengan gigi 15 16 untuk menarik gigi 13 ke bagian insisal (Gambar 6f). Gambar 6 a-f. Prosedur bedah exposure gigi #13. Flap dikembalikan pada posisi semula dan dijahit dengan menggunakan metode interrupted pada distal 11 dan distal 12 (Gambar 7). Luka ditutup dengan tampon dan evaluasi perdarahan sekitar 10 menit. Tampon selanjutnya dilepas 30 menit dengan instruksi pada pasien yaitu tidak boleh berkumur terlalu sering, tidak menghisap luka, dan tidak memainkan dengan lidah pada bekas operasi. Setelah bedah, pasien diberikan medikasi oral antibiotik, analgesik dan anti-inflamasi. Foto saaat operasi, cara inicisi, peletakkan braket. Gambar 7. Flap dijahit. Gambar 7. Flap dikembalikan ke posisi semula dan dijahit dengan metode interrupted Gambar 8. Kondisi gigi pada saat kontrol: (A) bulan ke-3, (B) bulan ke-5, (C) bulan ke-6, (D) bulan ke-9. 7 Kontrol bedah dilakukan pada hari ketujuh yang menunjukkan penyembuhan luka yang baik dan selanjutnya dilakukan pengambilan jahitan. Tiga bulan pasca pembedahan, gigi kaninus mulai terlihat turun ke bawah. Setelah separuh bagian labial mahkota gigi kaninus keluar, dilakukan penggantian button dengan braket 2 x 4 kaninus untuk mengkoreksi posisi gigi kaninus masuk dalam lengkung gigi yang benar. Selanjutnya kawat diganti sesuai dengan ketentuan alignment dan leveling sampai gigi kaninus terletak pada tempat yang benar (Gambar 8). Gambar 8. Kontrol bulan ke-3, bulan ke-5, bulan ke-6, bulan ke-9. PEMBAHASAN Gigi kaninus mempunyai peran penting dalam penampilan wajah, estetika gigi, perkembangan lengkung gigi dan fungsional oklusi,10 sehingga harus dipertahankan dalam rongga mulut. Mekanisme pasti terjadinya impaksi sebenarnya belum dapat dijelaskan secara pasti.11-13 Pada erupsi normal, gigi kaninus permanen maksila akan turun di antara distal insisivus lateral permanen dan mesial premolar pertama, mengikuti apeks gigi kaninus desidui. Inklinasi kaninus ke midline meningkat lebih ke mesial maksimal sampai usia 9 tahun.14 Jika gigi kaninus menunjukkan inklinasi mesial sangat besar atau overlap dengan akar insisivus berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografis, berarti gigi kaninus memiliki kecenderungan untuk erupsi tidak benar. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan preventive untuk mengurangi resiko impaksi gigi kaninus dan resorbsi gigi permanen di sekitarnya.15-17 Deteksi awal dan pencegahan impaksi kaninus maksila adalah hal fundamental dan penting untuk mencegah komplikasi, waktu perawatan dan biaya perawatan tambahan untuk mereposisi gigi impaksi. Ada beberapa pilihan dalam perawatan gigi impaksi, antara lain: pencabutan atau pengambilan gigi impaksi, reposisi, bedah exposure dan ortodontik, serta replantasi. Perawatan konvensional untuk gigi anterior impaksi adalah surgical exposure dan traksi secara ortodontik. Prognosis untuk keberhasilan penempatan gigi kaninus ektopik sehingga 7 Kontrol bedah dilakukan pada hari ketujuh yang menunjukkan penyembuhan luka yang baik dan selanjutnya dilakukan pengambilan jahitan. Tiga bulan pasca pembedahan, gigi kaninus mulai terlihat turun ke bawah. Setelah separuh bagian labial mahkota gigi kaninus keluar, dilakukan penggantian button dengan braket 2 x 4 kaninus untuk mengkoreksi posisi gigi kaninus masuk dalam lengkung gigi yang benar. Selanjutnya kawat diganti sesuai dengan ketentuan alignment dan leveling sampai gigi kaninus terletak pada tempat yang benar (Gambar 8). Gambar 8. Kontrol bulan ke-3, bulan ke-5, bulan ke-6, bulan ke-9. PEMBAHASAN Gigi kaninus mempunyai peran penting dalam penampilan wajah, estetika gigi, perkembangan lengkung gigi dan fungsional oklusi,10 sehingga harus dipertahankan dalam rongga mulut. Mekanisme pasti terjadinya impaksi sebenarnya belum dapat dijelaskan secara pasti.11-13 Pada erupsi normal, gigi kaninus permanen maksila akan turun di antara distal insisivus lateral permanen dan mesial premolar pertama, mengikuti apeks gigi kaninus desidui. Inklinasi kaninus ke midline meningkat lebih ke mesial maksimal sampai usia 9 tahun.14 Jika gigi kaninus menunjukkan inklinasi mesial sangat besar atau overlap dengan akar insisivus berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografis, berarti gigi kaninus memiliki kecenderungan untuk erupsi tidak benar. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan preventive untuk mengurangi resiko impaksi gigi kaninus dan resorbsi gigi permanen di sekitarnya.15-17 Deteksi awal dan pencegahan impaksi kaninus maksila adalah hal fundamental dan penting untuk mencegah komplikasi, waktu perawatan dan biaya perawatan tambahan untuk mereposisi gigi impaksi. Ada beberapa pilihan dalam perawatan gigi impaksi, antara lain: pencabutan atau pengambilan gigi impaksi, reposisi, bedah exposure dan ortodontik, serta replantasi. Perawatan konvensional untuk gigi anterior impaksi adalah surgical exposure dan traksi secara ortodontik. Prognosis untuk keberhasilan penempatan gigi kaninus ektopik sehingga 7 Kontrol bedah dilakukan pada hari ketujuh yang menunjukkan penyembuhan luka yang baik dan selanjutnya dilakukan pengambilan jahitan. Tiga bulan pasca pembedahan, gigi kaninus mulai terlihat turun ke bawah. Setelah separuh bagian labial mahkota gigi kaninus keluar, dilakukan penggantian button dengan braket 2 x 4 kaninus untuk mengkoreksi posisi gigi kaninus masuk dalam lengkung gigi yang benar. Selanjutnya kawat diganti sesuai dengan ketentuan alignment dan leveling sampai gigi kaninus terletak pada tempat yang benar (Gambar 8). Gambar 8. Kontrol bulan ke-3, bulan ke-5, bulan ke-6, bulan ke-9. PEMBAHASAN Gigi kaninus mempunyai peran penting dalam penampilan wajah, estetika gigi, perkembangan lengkung gigi dan fungsional oklusi,10 sehingga harus dipertahankan dalam rongga mulut. Mekanisme pasti terjadinya impaksi sebenarnya belum dapat dijelaskan secara pasti.11-13 Pada erupsi normal, gigi kaninus permanen maksila akan turun di antara distal insisivus lateral permanen dan mesial premolar pertama, mengikuti apeks gigi kaninus desidui. Inklinasi kaninus ke midline meningkat lebih ke mesial maksimal sampai usia 9 tahun.14 Jika gigi kaninus menunjukkan inklinasi mesial sangat besar atau overlap dengan akar insisivus berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografis, berarti gigi kaninus memiliki kecenderungan untuk erupsi tidak benar. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan preventive untuk mengurangi resiko impaksi gigi kaninus dan resorbsi gigi permanen di sekitarnya.15-17 Deteksi awal dan pencegahan impaksi kaninus maksila adalah hal fundamental dan penting untuk mencegah komplikasi, waktu perawatan dan biaya perawatan tambahan untuk mereposisi gigi impaksi. Ada beberapa pilihan dalam perawatan gigi impaksi, antara lain: pencabutan atau pengambilan gigi impaksi, reposisi, bedah exposure dan ortodontik, serta replantasi. Perawatan konvensional untuk gigi anterior impaksi adalah surgical exposure dan traksi secara ortodontik. Prognosis untuk keberhasilan penempatan gigi kaninus ektopik sehingga 7 Kontrol bedah dilakukan pada hari ketujuh yang menunjukkan penyembuhan luka yang baik dan selanjutnya dilakukan pengambilan jahitan. Tiga bulan pasca pembedahan, gigi kaninus mulai terlihat turun ke bawah. Setelah separuh bagian labial mahkota gigi kaninus keluar, dilakukan penggantian button dengan braket 2 x 4 kaninus untuk mengkoreksi posisi gigi kaninus masuk dalam lengkung gigi yang benar. Selanjutnya kawat diganti sesuai dengan ketentuan alignment dan leveling sampai gigi kaninus terletak pada tempat yang benar (Gambar 8). Gambar 8. Kontrol bulan ke-3, bulan ke-5, bulan ke-6, bulan ke-9. PEMBAHASAN Gigi kaninus mempunyai peran penting dalam penampilan wajah, estetika gigi, perkembangan lengkung gigi dan fungsional oklusi,10 sehingga harus dipertahankan dalam rongga mulut. Mekanisme pasti terjadinya impaksi sebenarnya belum dapat dijelaskan secara pasti.11-13 Pada erupsi normal, gigi kaninus permanen maksila akan turun di antara distal insisivus lateral permanen dan mesial premolar pertama, mengikuti apeks gigi kaninus desidui. Inklinasi kaninus ke midline meningkat lebih ke mesial maksimal sampai usia 9 tahun.14 Jika gigi kaninus menunjukkan inklinasi mesial sangat besar atau overlap dengan akar insisivus berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografis, berarti gigi kaninus memiliki kecenderungan untuk erupsi tidak benar. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan preventive untuk mengurangi resiko impaksi gigi kaninus dan resorbsi gigi permanen di sekitarnya.15-17 Deteksi awal dan pencegahan impaksi kaninus maksila adalah hal fundamental dan penting untuk mencegah komplikasi, waktu perawatan dan biaya perawatan tambahan untuk mereposisi gigi impaksi. Ada beberapa pilihan dalam perawatan gigi impaksi, antara lain: pencabutan atau pengambilan gigi impaksi, reposisi, bedah exposure dan ortodontik, serta replantasi. Perawatan konvensional untuk gigi anterior impaksi adalah surgical exposure dan traksi secara ortodontik. Prognosis untuk keberhasilan penempatan gigi kaninus ektopik sehingga A B C D 6 low speed. Setelah terbebas dan gigi 13 terlihat, dilakukan isolasi sekitar gigi kemudian dilakukan pemasangan bagian labial dengan button (Gambar 6e). Dengan mematuhi tahap- tahap dari pemasangan braket. Pada button kemudian diberi power chain yang dikaitkan pada gigi 14 yang telah diligasi dengan gigi 15 16 untuk menarik gigi 13 ke bagian insisal (Gambar 6f). Gambar 6 a-f. Prosedur bedah exposure gigi #13. Flap dikembalikan pada posisi semula dan dijahit dengan menggunakan metode interrupted pada distal 11 dan distal 12 (Gambar 7). Luka ditutup dengan tampon dan evaluasi perdarahan sekitar 10 menit. Tampon selanjutnya dilepas 30 menit dengan instruksi pada pasien yaitu tidak boleh berkumur terlalu sering, tidak menghisap luka, dan tidak memainkan dengan lidah pada bekas operasi. Setelah bedah, pasien diberikan medikasi oral antibiotik, analgesik dan anti-inflamasi. Foto saaat operasi, cara inicisi, peletakkan braket. Gambar 7. Flap dijahit. 6 low speed. Setelah terbebas dan gigi 13 terlihat, dilakukan isolasi sekitar gigi kemudian dilakukan pemasangan bagian labial dengan button (Gambar 6e). Dengan mematuhi tahap- tahap dari pemasangan braket. Pada button kemudian diberi power chain yang dikaitkan pada gigi 14 yang telah diligasi dengan gigi 15 16 untuk menarik gigi 13 ke bagian insisal (Gambar 6f). Gambar 6 a-f. Prosedur bedah exposure gigi #13. Flap dikembalikan pada posisi semula dan dijahit dengan menggunakan metode interrupted pada distal 11 dan distal 12 (Gambar 7). Luka ditutup dengan tampon dan evaluasi perdarahan sekitar 10 menit. Tampon selanjutnya dilepas 30 menit dengan instruksi pada pasien yaitu tidak boleh berkumur terlalu sering, tidak menghisap luka, dan tidak memainkan dengan lidah pada bekas operasi. Setelah bedah, pasien diberikan medikasi oral antibiotik, analgesik dan anti-inflamasi. Foto saaat operasi, cara inicisi, peletakkan braket. Gambar 7. Flap dijahit. 6 low speed. Setelah terbebas dan gigi 13 terlihat, dilakukan isolasi sekitar gigi kemudian dilakukan pemasangan bagian labial dengan button (Gambar 6e). Dengan mematuhi tahap- tahap dari pemasangan braket. Pada button kemudian diberi power chain yang dikaitkan pada gigi 14 yang telah diligasi dengan gigi 15 16 untuk menarik gigi 13 ke bagian insisal (Gambar 6f). Gambar 6 a-f. Prosedur bedah exposure gigi #13. Flap dikembalikan pada posisi semula dan dijahit dengan menggunakan metode interrupted pada distal 11 dan distal 12 (Gambar 7). Luka ditutup dengan tampon dan evaluasi perdarahan sekitar 10 menit. Tampon selanjutnya dilepas 30 menit dengan instruksi pada pasien yaitu tidak boleh berkumur terlalu sering, tidak menghisap luka, dan tidak memainkan dengan lidah pada bekas operasi. Setelah bedah, pasien diberikan medikasi oral antibiotik, analgesik dan anti-inflamasi. Foto saaat operasi, cara inicisi, peletakkan braket. Gambar 7. Flap dijahit. 6 low speed. Setelah terbebas dan gigi 13 terlihat, dilakukan isolasi sekitar gigi kemudian dilakukan pemasangan bagian labial dengan button (Gambar 6e). Dengan mematuhi tahap- tahap dari pemasangan braket. Pada button kemudian diberi power chain yang dikaitkan pada gigi 14 yang telah diligasi dengan gigi 15 16 untuk menarik gigi 13 ke bagian insisal (Gambar 6f). Gambar 6 a-f. Prosedur bedah exposure gigi #13. Flap dikembalikan pada posisi semula dan dijahit dengan menggunakan metode interrupted pada distal 11 dan distal 12 (Gambar 7). Luka ditutup dengan tampon dan evaluasi perdarahan sekitar 10 menit. Tampon selanjutnya dilepas 30 menit dengan instruksi pada pasien yaitu tidak boleh berkumur terlalu sering, tidak menghisap luka, dan tidak memainkan dengan lidah pada bekas operasi. Setelah bedah, pasien diberikan medikasi oral antibiotik, analgesik dan anti-inflamasi. Foto saaat operasi, cara inicisi, peletakkan braket. Gambar 7. Flap dijahit. 6 low speed. Setelah terbebas dan gigi 13 terlihat, dilakukan isolasi sekitar gigi kemudian dilakukan pemasangan bagian labial dengan button (Gambar 6e). Dengan mematuhi tahap- tahap dari pemasangan braket. Pada button kemudian diberi power chain yang dikaitkan pada gigi 14 yang telah diligasi dengan gigi 15 16 untuk menarik gigi 13 ke bagian insisal (Gambar 6f). Gambar 6 a-f. Prosedur bedah exposure gigi #13. Flap dikembalikan pada posisi semula dan dijahit dengan menggunakan metode interrupted pada distal 11 dan distal 12 (Gambar 7). Luka ditutup dengan tampon dan evaluasi perdarahan sekitar 10 menit. Tampon selanjutnya dilepas 30 menit dengan instruksi pada pasien yaitu tidak boleh berkumur terlalu sering, tidak menghisap luka, dan tidak memainkan dengan lidah pada bekas operasi. Setelah bedah, pasien diberikan medikasi oral antibiotik, analgesik dan anti-inflamasi. Foto saaat operasi, cara inicisi, peletakkan braket. Gambar 7. Flap dijahit. 6 low speed. Setelah terbebas dan gigi 13 terlihat, dilakukan isolasi sekitar gigi kemudian dilakukan pemasangan bagian labial dengan button (Gambar 6e). Dengan mematuhi tahap- tahap dari pemasangan braket. Pada button kemudian diberi power chain yang dikaitkan pada gigi 14 yang telah diligasi dengan gigi 15 16 untuk menarik gigi 13 ke bagian insisal (Gambar 6f). Gambar 6 a-f. Prosedur bedah exposure gigi #13. Flap dikembalikan pada posisi semula dan dijahit dengan menggunakan metode interrupted pada distal 11 dan distal 12 (Gambar 7). Luka ditutup dengan tampon dan evaluasi perdarahan sekitar 10 menit. Tampon selanjutnya dilepas 30 menit dengan instruksi pada pasien yaitu tidak boleh berkumur terlalu sering, tidak menghisap luka, dan tidak memainkan dengan lidah pada bekas operasi. Setelah bedah, pasien diberikan medikasi oral antibiotik, analgesik dan anti-inflamasi. Foto saaat operasi, cara inicisi, peletakkan braket. Gambar 7. Flap dijahit. A B C D E F 162 Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 47, Number 3, September 2014: 158–163 dalam rongga mulut. Mekanisme pasti terjadinya impaksi sebenarnya belum dapat dijelaskan secara pasti.11-13 Pada erupsi normal, gigi kaninus permanen maksila akan turun di antara distal insisivus lateral permanen dan mesial premolar pertama, mengikuti apeks gigi kaninus desidui. Inklinasi kaninus ke midline meningkat lebih ke mesial maksimal sampai usia 9 tahun.14 Jika gigi kaninus menunjukkan inklinasi mesial sangat besar atau overlap dengan akar insisivus berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografis, berarti gigi kaninus memiliki kecenderungan untuk erupsi tidak benar. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan preventive untuk mengurangi resiko impaksi gigi kaninus dan resorbsi gigi permanen di sekitarnya.15-17 Deteksi awal dan pencegahan impaksi kaninus maksila adalah hal fundamental dan penting untuk mencegah komplikasi, waktu perawatan dan biaya perawatan tambahan untuk mereposisi gigi impaksi. Ada beberapa pilihan dalam perawatan gigi impaksi, antara lain: pencabutan atau pengambilan gigi impaksi, reposisi, bedah exposure dan ortodontik, serta replantasi. Perawatan konvensional untuk gigi anterior impaksi adalah surgical exposure dan traksi secara ortodontik. Prognosis untuk keberhasilan penempatan gigi kaninus ektopik sehingga dapat menempati lengkung gigi yang benar tergantung dari beberapa faktor. Faktor tersebut meliputi, usia penderita, adanya diastema atau ruang, adanya gigi yang berdesakan, dimensi vertikal, terbalik atau tidaknya letak mahkota, inklinasi letak gigi terhadap garis media wajah (tidak lebih dari 45 derajat), mengalami ankylosis atau mempunyai akar yang bengkok.18-19 Pada kasus ini, prognosis perawatan baik karena usia pasien masih muda, adanya ruang untuk erupsinya gigi impaksi kaninus setelah dilakukan traksi dan juga untuk mengkoreksi gigi-gigi berjejal adalah cukup, inklinasi gigi kaninus tidak lebih dari 45o ataupun mahkotanya tidak terbalik dan akar tidak bengkok. Perawatan harus segera dilakukan karena dilihat dari radiografik menunjukkan gigi kaninus yang impaksi telah mendesak akar gigi insisivus lateral ke mesial sehingga beresiko meresorbsi akar gigi permanen insisivus lateral. Erupsi spontan gigi impaksi biasanya terjadi setelah membuka ruang untuk erupsi dengan bedah sebelum perawatan ortodontik, menghilangkan faktor etiologi, exposure gigi yang impaksi dan mempertahankan ruang erupsi. Jika hal ini tidak dilakukan, gigi impaksi akan membutuhkan waktu yang lama untuk erupsi sekitar 3 tahun atau lebih. Oleh karena itu pemasangan alat ortodontik cekat sangat penting untuk merawat gigi yang impaksi sangat perlu.20 Teknik bedah exposure untuk erupsinya gigi kaninus pada kasus ini adalah dengan flap tertutup, dengan pertimbangan agar tidak terjadi kerusakan jaringan gingiva yang lebih besar dan estetis yang lebih baik, rasa sakit pasca bedah minimal dan lebih singkat.21-22 Penggunaan braket cekat lebih menguntungkan karena kontrol pembukaan akses gigi impaksi lebih mudah dan kekuatan tarik dapat dikontrol, dibandingkan dengan alat ortodontik lepasan. Keuntungan lainnya lebih nyaman, pasien tidak harus kooperatif, kontrol pergerakan braket lebih baik, dan memungkinkan pergerakan gigi dalam tiga gerakan secara langsung.23 Pada pemakaian pertama braket, kawat yang digunakan adalah jenis nickel titanium karena memiliki elastisitas bagus dan dapat memperbaiki posisi gigi yang tidak beraturan ke dalam lengkung gigi yang benar. Setelah beberapa kali kontrol, jenis kawat diganti dengan dengan ukuran yang lebih besar untuk mencegah terjadi perubahan posisi pada gigi yang lain. Keberhasilan atau prognosis perawatan ortodonsi dengan disertai tindakan bedah exposure akan tergantung antara lain pada kerja sama pasien dan dokter gigi, karena perawatan akan dalam waktu yang lebih lama, selain itu perlu memperhatikan usia penderita, adanya ruang gigi, adanya gigi yang berjejal, terbalik atau tidaknya letak mahkota, inklinasi letak gigi terhadap garis media wajah, ada tidaknya ankylosis dan ujung akar gigi yang impaksi sudah terbentuk ataupun bengkok. Deteksi awal dokter gigi terhadap erupsi gigi kaninus permanen rahang atas dapat mengurangi waktu perawatan, kompleksitas, komplikasi dan biaya. Dapat disimppulkan bahwa surgical exposure yang dilanjutkan perawatan ortodontik dapat dilakukan dengan baik dengan pertimbangan khusus pada usia pasien, ruang gigi, letak mahkota, inklinasi, dan bentuk apeks gigi yang impaksi. daftar pustaka 1. Shah RM, Boyd MA, Vakil TF. Study of permanent toot anomaly in 7886 Cannadians individuals. J Canad Dent Assoc 1978; 44: 262–64. 2. Bishara SE. Management of impacted canines. Am J Orthod 1976; 69(4): 371–87. 3. Kindelan J, Cook P. The ectopic maxillary canine: a case report. Br J Orthod 1998; 25(3): 179–80. 4. Ericson S, Kurol J. Radiographic examination of ectopically erupting maxillary canine. Am J Orthod Dentofacial Orthop 1987; 91(6): 483–92. 5. Moose PA, Campbell HM, Luffingham JK. The palatal canine and adjacent lateral incisor: a study of a West of Scotland population. Br J Orthod 1994; 21(2): 268–74. 6. Coulter J, Richardson A. Normal eruption of the maxillary canine quantified in three dimension. Eur J Orthod 1997; 18: 449–56. 7. Jacob H. The etiology of maxillary canine impactions. Am J Orthod 1983; 84: 125–39. 8. Brencheley Z,Oliver RG. Morphology of anterior teeth associated with displaced canines. Br J Orthod 1997; 24(1): 41–5. 9. McSherry P, Richardson A. Ectopic eruption of the maxillary canine quantified in three dimensions on chephalometric radiographs between the ages of 5 and 15 years. Eur J Orthod 1999; 21(1): 41-8. 10. Rachmawati V. Kasus kaninus impaksi rahang atas di klinik Bedah Mulut dan Maksilofasial serta klinik Ortodontia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga periode Januari 2008 - Desember 2011. Penelitian Deskriptif Observasional. p. 1. 11. Shapira Y, Kuftinec MM. Early diagnosis and interception of potential maxillary canine impaction. J Am Dent Assoc 1998; 129(10): 1450-4. 12. Kurol J. Early treatment of tooth-eruption disturbances. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2002; 121(6): 588-91. 13. Warford JH Jr, Grandhi RK, Tira DE. Prediction of maxillary canine impaction using sectors and angular measurement. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2003; 124(6): 651-5. 163Wijaya dan Utomo: Penatalaksanaan impaksi caninus permanen rahang atas dengan surgical exposure 14. Kurol J, Ericson S, Andreasen JO. The impacted maxillary canine. In: Andreasen JO, Petersen JK, Laskin DM, editors. Textbook and colour atlas of tooth impactions: diagnosis, treatment, prevention. Copenhagen, Denmark: Munskgaard; 1997. p. 124-64. 15. Fernández E, Bravo LA, Canteras M. Eruption of the permanent upper canine: a radiologic study. Am J Orthod Dentofacial Orthop 1998; 113(4): 414-20. 16. Tsai HH. Eruption process of upper permanent canine J Clin Pediatr Dent 2001; 25(3): 175-9. 17. Alessandri Bonetti G, Zanarini M, Danesi M, Incerti Parenti S, Gatto MR. Percentiles relative to maxillary permanent canines inclination by age: a radiologic study. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2009; 36: 486.e1-6. 18. Brencheley Z, Oliver RG. Morphology of anterior teeth associated with displaced canines. Br J Orthod 1997; 24(1):41-5. 19. McSherry P, Richardson A. Ectopic eruption of the maxillary canine quantified in three dimensions on chephalometric radiographs between the ages of 5 and 15 years. Eur J Orthod 1999; 21(1): 41-8. 20. Be cker. Ea rly t reat ment for i mpact e d ma x i l la r y i ncisor s. International Symposium of Early Orthodontic Treatment February 2002; p. 8-10, 21. Dowsing P, Sandler PJ. How to effectively use a 2 x 4 appliance. J Orthod 2004; 31(3): 248-58. 22. Proffit, WR. Contemporary orthodontics. 4th ed. Mosby Elsevier; 2007. p. 361-5. 23. Nirwan AC. Frenectomy combined with a laterally displaced pedicle graft. Indian J Dent Sci 2010; 2(3): 1-2.