63 Volume 47, Number 2, June 2014 Research Report Evaluasi karakteristik abu sekam padi dengan kitosan molekul tinggi nanopartikel sebagai bahan dentinogenesis (Characteristic evaluation of rice husk ash with chitosan high molecule nanoparticle as dentinogenesis material) Pretty farida Sinta Silalahi,1 trimurni abidin1 dan harry agusnar2 1Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara 2Departemen Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan - Indonesia abstract Background: Mineral trioxide aggregate (MTA) and resin modified glass ionomer cement (RMGIC) are the material used for indirect and direct pulp capping due to biocompatibility, but these materials have many shortcomings. Mineral trioxide aggregate contains a little amount of arsenic and has long setting time, while HEMA containing RMGIC are cytotoxic. Rice husk ash nanoparticles (RHAn) is a potential source of silica. High molecular chitosan nanoparticles (HMCn) can stimulate the formation of reparative dentin. Combination of these two materials is biocompatible and have good sealing ability. Purpose: This study was aimed to study RHAn + HMCn used as biomaterials for prevention of pulpodentinal complex by examined at the microstructure of dentin surfaces applied with RHAn + HMCn. Methods: Twenty-four mandibular premolar teeth extracted for orthodontic purposes, were made cavity class I preparation with 3 mm depth above the cemento-enamel junction (CEJ). Then each tooth was cut in bucco-lingual direction and each part was cut using a cervical disc bur. Samples were divided into 3 groups, group I the teeth were applied with MTA; group II the teeth were applied RMGIC; group III the teeth were apllied with RHAn + HMCn. Characterization was done by using Scanning Electron Microscopy (SEM) on the interface between test material and dentin adjacent to the pulp to see surface microstructure. results: Material microstructure of RHAn + HMCn applied to the dentine showed tags like structure which was more significant than MTA. RHAn + HMCn showed to have better sealing ability than MTA. Porosity of ASPn + HMCn was less than MTA and RMGIC. Conclusion: The study suggested that the combined RHAn + HMCn biomaterials could be used as an active biomaterial that can maintain the integrity of pulp dentinal complex. Key words: Rice husk ash nanoparticles (RHAn), high molecular chitosan nanoparticles (HMCn), scanning electron microscopy (SEM) abstrak latar belakang: Mineral trioksida agregat (MTA) dan semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) adalah bahan yang digunakan untuk pulp capping langsung dan tidak langsung karena biokompatibel, namun bahan ini memiliki banyak kekurangan. Trioksida Mineral agregat mengandung sejumlah kecil arsenik dan setting time-nya lama, sementara HEMA dalam SIKMR bersifat sitotoksik. Abu sekam padi nanopartikel (ASPn) merupakan sumber potensial dari silika. Kitosan molekul tinggi nanopartikel (KMTn) dapat merangsang pembentukan dentin reparatif. Kombinasi dari kedua bahan tersebut memiliki sifat biokompatibel dan memiliki kemampuan pelapisan yang baik. tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa karakteristik mikrostruktur hubungan permukaan abu sekam padi dengan kitosan molekul tinggi nanopartikel pada jaringan dentin untuk melindungi jaringan pulpodential kompleks. Metode: Dua puluh empat gigi premolar mandibula yang diekstraksi untuk tujuan ortodontik digunakan sebagai sampel, gigi dibuat preparasi kavitas klas I dengan kedalaman 3 mm di atas cemento enamel junction (CEJ). Kemudian masing-masing gigi dibelah dua 64 Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 47, Number 2, June 2014: 63–66 arah bucco-lingual dan setiap bagian dipotong menggunakan disc bur servikal. Sampel dibagi 3 kelompok, kelompok I diaplikasikan MTA, kelompok II diaplikasikan SIKMR, kelompok III diaplikasikan ASPn + KMTn. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) pada interface antara bahan uji dan dentin berdekatan dengan pulp untuk melihat struktur mikro permukaan. hasil: Microstructure bahan ASPn + KMTn yang diaplikasi pada dentin menunjukkan struktur seperti tag yang lebih signifikan daripada MTA. ASPn + KMTn menunjukkan kemampuan pelapisan yang lebih baik dari MTA. Porositas ASPn + KMTn lebih sedikit dari MTA dan SIKMR. Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi biomaterial ASPn + KMTn dapat digunakan sebagai biomaterial aktif yang dapat menjaga integritas pulpa. Kata kunci: Abu sekam padi nanopartikel (ASPn), kitosan molekul tinggi nanopartikel (KMTn), scanning electron microscopy (SEM) Korespondensi (correspondence): Pretty Farida Sinta Silalahi, Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Jl. Alumni No. 2 Kampus USU, Medan 20155, Indonesia. E-mail: pretty_tata2001@yahoo.com pendahuluan Evolusi dari produk bahan restorasi kedokteran gigi berkembang dengan cepat menghasilkan bahan-bahan yang beragam dengan sifat fisis dan mekanis yang meningkat serta mengutamakan sifat biokompatibel untuk digunakan dalam aplikasi klinis. Biokompatibilitas bahan material gigi terhadap jaringan pulpodentinal kompleks merupakan hal yang penting agar dapat digunakan dalam dunia kedokteran gigi.1 Masalah yang dihadapi di bidang kedokteran gigi saat ini di Indonesia adalah hampir semua bahan yang dipakai dalam perawatan gigi merupakan bahan impor dan harganya mahal. Khususnya di bidang konservasi gigi dalam mempertahankan jaringan pulpa tetap vital, bahan-bahan klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan adalah kalsium hidroksida. Namun melalui sejumlah penelitian bahan ini dinyatakan kurang mampu dalam menginduksi jebatan dentin. Mineral trioxide aggregate (MTA) dan semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) memiliki kemampuan dalam menginduksi dentinogenesis reparatif yang lebih unggul dibanding kalsium hidroksida. Mineral trioxide aggregate dan SIKMR masih memiliki kekurangan yaitu harga MTA yang mahal, manipulasi yang sulit, waktu pengerasan yang panjang, dan sedikit mengandung arsen,2 sedangkan SIKMR menggantikan SIK yang mampu melepaskan ion fluor sehingga dapat mencegah karies kambuhan3 namun SIKMR ini memiliki kekurangan yaitu Hidroxyethyl Methacrylate (HEMA) yang bersifat sitotoksik.4 Banyak penelitian untuk mencari bahan-bahan pengganti bahan impor dengan memakai bahan-bahan yang dapat diperoleh dari lingkungan alam. Indonesia kaya dengan bahan alam, contohnya abu sekam padi (ASP) dan kitosan. Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ASP mengandung silika dan terbukti mempunyai sifat osteoinduktif yang mampu menyebabkan terjadinya proliferasi sel osteoblast.5 Kitosan (poly-β-1,4- glukosamin) merupakan biopolimer alami yang banyak di jumpai di alam setelah selulosa dan merupakan hasil N- deasetilasi dari kitin. Kitosan memiliki sifat biokompatibel dan biodegradabel serta mukoadhesi yang dapat menjadi keuntungan bagi aplikasi biomedis.6 Pawlowska cit. Petri et al.,7 mengatakan bahwa bahan primer yang telah ditambahkan dengan kitosan dan diaplikasikan pada pulpa gigi tikus dapat menyebabkan sedikit perubahan patologis reversibel. Kitosan blangkas yang diuji oleh Abidin TM et al.,8 menunjukkan bahwa kitosan blangkas yang mempunyai berat molekul tinggi dapat menstimulasi dentin reparatif. Hasil penelitian Sutrisman et al.,9 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viabilitas sel yang signifikan jika 0,015% b/v kitosan nano belangkas ditambahkan SIKMR dan SIKMRn. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa karakteristik mikrostruktur hubungan permukaan abu sekam padi dengan kitosan molekul tinggi nanopartikel pada jaringan dentin untuk melindungi jaringan pulpodentinal kompleks. bahan dan metode Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium menggunakan dua puluh empat gigi premolar mandibular yang diekstraksi untuk keperluan ortodontik. Gigi-gigi tersebut dilakukan preparasi kavitas klas I sedalam 3 mm di atas cemento enamel junction (CEJ) (Gambar 1a). Gigi tersebut dibagi tiga kelompok yaitu: kelompok I diaplikasikan MTA, kelompok II diaplikasikan semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR), kelompok III diaplikasikan abu sekam padi nanopartikel (ASPn) + kitosan molekul tinggi nanopartikel (KMTn). Setelah mengeras, gigi tersebut dibelah dua dari arah bukal-lingual dan dipotong pada bagian servikal menggunakan bur disk (Gambar 1b). Sampel gigi dilekatan pada plastisin (Gambar 2). ASP yang berwarna merah jambu ditimbang sebanyak 20 gr. ASP dimasukkan ke dalam Planetary Ball Mills (Retsch, PM 200) sehingga partikel ASP menjadi nanopartikel, sekali perlakuan planetary ball mills memerlukan waktu 2 jam dengan kecepatan 250 rpm (Gambar 2). Gel kitosan molekul tinggi nanopartikel (KMTn) dibuat dengan melarutkan 1 gram kitosan dalam 100 ml larutan asam lemah (asam asetat 1%) lalu diaduk pada kecepatan 200 rpm selama ± 30 menit sehingga diperoleh gel. Kemudian 65Silalahi, et al.: Evaluasi karakteristik abu sekam padi dengan kitosan molekul tinggi nanopartikel gel kitosan ditetesi dengan larutan tripoliposphat (TPP) sebanyak 20 tetes sambil diaduk. Campuran larutan kitosan dengan larutan TPP diaduk kembali menggunakan stirrer selama ± 30 menit sampai berwarna keruh. Penambahan TPP dilakukan agar permukaan larutan halus. Larutan yang keruh tersebut dimasukkan ke dalam Ultrasonic bath untuk memecahkan partikel kitosan tersebut menjadi nano. ASP yang berwarna merah jambu ditimbang sebanyak 20 gram. ASP dimasukkan ke dalam Planetary Ball Mills (Retsch, PM 200), dengan kecepatan 250 rpm selama 2 jam sehingga partikel ASP menjadi ASPn. Bubuk ASPn + gel KMTn sebanyak 1% berat diaduk mengunakan spatula plastik selama ± 2 menit sehingga membentuk campuran homogen. Uji karakterisasi dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). SEM merupakan mikroskop elektron yang mampu menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari sebuah permukaan sampel, digunakan untuk menentukan struktur permukaan morfologi gabungan bahan biomaterial KMTn + ASPn dengan dentin yang mengarah ke pulpa yang dianalisa secara kualitatif (Gambar 2). hasil Hasil SEM pada penelitian ini terlihat adanya tag like structure pada MTA dan ASPn+KMTn serta adanya resin tag pada SIKMR, dan terlihat adanya permukaan yang porus pada ketiga sampel (Gambar 3 dan 4). (a) (b) Gambar 1. (a) premolar dengan kavitas klas 1; (b) gigi dibelah bucco lingual dengan bur disk. 5 Gambar 2. Permukaan sempel yang di-SEM. HASIL Hasil SEM pada penelitian ini terlihat adanya tag like structure pada MTA dan ASPn+KMTn serta adanya resin tag pada SIKMR, dan terlihat adanya permukaan yang porus pada ketiga sampel (Gambar 3 dan 4). (a) (b) (c) Gambar 3. Gambaran SEM tag like structure (a) MTA; (b) ASPn + KMTn; (c) resin tag SIKMR (pembesaran 100x). Gambar 2. Permukaan sempel yang di-SEM. 5 Gambar 2. Permukaan sempel yang di-SEM. HASIL Hasil SEM pada penelitian ini terlihat adanya tag like structure pada MTA dan ASPn+KMTn serta adanya resin tag pada SIKMR, dan terlihat adanya permukaan yang porus pada ketiga sampel (Gambar 3 dan 4). (a) (b) (c) Gambar 3. Gambaran SEM tag like structure (a) MTA; (b) ASPn + KMTn; (c) resin tag SIKMR (pembesaran 100x). 5 Gambar 2. Permukaan sempel yang di-SEM. HASIL Hasil SEM pada penelitian ini terlihat adanya tag like structure pada MTA dan ASPn+KMTn serta adanya resin tag pada SIKMR, dan terlihat adanya permukaan yang porus pada ketiga sampel (Gambar 3 dan 4). (a) (b) (c) Gambar 3. Gambaran SEM tag like structure (a) MTA; (b) ASPn + KMTn; (c) resin tag SIKMR (pembesaran 100x). 5 Gambar 2. Permukaan sempel yang di-SEM. HASIL Hasil SEM pada penelitian ini terlihat adanya tag like structure pada MTA dan ASPn+KMTn serta adanya resin tag pada SIKMR, dan terlihat adanya permukaan yang porus pada ketiga sampel (Gambar 3 dan 4). (a) (b) (c) Gambar 3. Gambaran SEM tag like structure (a) MTA; (b) ASPn + KMTn; (c) resin tag SIKMR (pembesaran 100x). Gambar 3. Gambaran SEM tag like structure (a) MTA; (b) ASPn + KMTn; (c) resin tag SIKMR (pembesaran 100x). (a) (b) (c) (a) Gambar 4. Gambaran SEM permukaan porositas (a) MTA; (b) ASPn + KMTn; (c) SIKMR (pembesaran 100x). 6 (a) (b) (c) Gambar 4. Gambaran SEM permukaan porositas (a) MTA; (b) ASPn + KMTn; (c) SIKMR (pembesaran 100x). PEMBAHASAN Interaksi permukaan dentin dengan bahan kedokteran gigi sangat berpengaruh dalam prosedur restorasi gigi. Idealnya bahan kedokteran gigi yang bersifat biokompatibel harus dapat berinteraksi dengan jaringan lunak dan jaringan keras gigi terutama pulpodentinal kompleks.10 Hasil karakteristik interaksi permukaan dentin dengan bahan biomaterial dapat dilihat melalui scanning electron microscope (SEM) dengan adanya tag like structure dan porositas. Tag like structure merupakan hasil dari pelepasan ion dari bahan yang mengakibatkan adanya pertumbuhan dan nukleasi pada lapisan apatit.11 Tag like structure pada MTA merupakan lapisan hidroksiapatit yang menyebabkan sealing ability MTA yang sangat baik.12 Reyes-Carmona et al.,13 melaporkan bahwa tag like structure merupakan hasil dari biomineralisasi. Dalam penelitian ini terlihat ASPn + KMTn menghasiilkan banyak tag like structure daripada MTA. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel ASPn + KMTn lebih kecil dari MTA. Makin kecil ukuran partikel makin besar nilai absorbansinya. Dengan adanya tag like structure yang lebih banyak berarti sealing ability ASPn+KMTn lebih kuat dibanding MTA. Resin tag SIKMR disebabkan proses adhesif, pada saat SIKMR berpolimerisai akan DENTIN ASPn+KMTn SIKMR DENTIN 6 (a) (b) (c) Gambar 4. Gambaran SEM permukaan porositas (a) MTA; (b) ASPn + KMTn; (c) SIKMR (pembesaran 100x). PEMBAHASAN Interaksi permukaan dentin dengan bahan kedokteran gigi sangat berpengaruh dalam prosedur restorasi gigi. Idealnya bahan kedokteran gigi yang bersifat biokompatibel harus dapat berinteraksi dengan jaringan lunak dan jaringan keras gigi terutama pulpodentinal kompleks.10 Hasil karakteristik interaksi permukaan dentin dengan bahan biomaterial dapat dilihat melalui scanning electron microscope (SEM) dengan adanya tag like structure dan porositas. Tag like structure merupakan hasil dari pelepasan ion dari bahan yang mengakibatkan adanya pertumbuhan dan nukleasi pada lapisan apatit.11 Tag like structure pada MTA merupakan lapisan hidroksiapatit yang menyebabkan sealing ability MTA yang sangat baik.12 Reyes-Carmona et al.,13 melaporkan bahwa tag like structure merupakan hasil dari biomineralisasi. Dalam penelitian ini terlihat ASPn + KMTn menghasiilkan banyak tag like structure daripada MTA. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel ASPn + KMTn lebih kecil dari MTA. Makin kecil ukuran partikel makin besar nilai absorbansinya. Dengan adanya tag like structure yang lebih banyak berarti sealing ability ASPn+KMTn lebih kuat dibanding MTA. Resin tag SIKMR disebabkan proses adhesif, pada saat SIKMR berpolimerisai akan DENTIN ASPn+KMTn SIKMR DENTIN (b) (c) 66 Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 47, Number 2, June 2014: 63–66 pembahasan Interaksi permukaan dentin dengan bahan kedokteran gigi sangat berpengaruh dalam prosedur restorasi gigi. Idealnya bahan kedokteran gigi yang bersifat biokompatibel harus dapat berinteraksi dengan jaringan lunak dan jaringan keras gigi terutama pulpodentinal kompleks.10 Hasil karakteristik interaksi permukaan dentin dengan bahan biomaterial dapat dilihat melalui scanning electron microscope (SEM) dengan adanya tag like structure dan porositas. Tag like structure merupakan hasil dari pelepasan ion dari bahan yang mengakibatkan adanya pertumbuhan dan nukleasi pada lapisan apatit.11 Tag like structure pada MTA merupakan lapisan hidroksiapatit yang menyebabkan sealing ability MTA yang sangat baik.12 Reyes-Carmona et al.,13 melaporkan bahwa tag like structure merupakan hasil dari biomineralisasi. Dalam penelitian ini terlihat ASPn + KMTn menghasiilkan banyak tag like structure daripada MTA. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel ASPn + KMTn lebih kecil dari MTA. Makin kecil ukuran partikel makin besar nilai absorbansinya. Dengan adanya tag like structure yang lebih banyak berarti sealing ability ASPn+KMTn lebih kuat dibanding MTA. Resin tag SIKMR disebabkan proses adhesif, pada saat SIKMR berpolimerisai akan membentuk ikatan yang berbentuk resin tag. Resin tag merupakan ikatan mikromekanikal dengan jaringan keras dan kandungannya adalah polimerisasi resin monomer.14 Pada penelitian ini SEM juga dapat menunjukkan porositas pada ketiga permukaan sampel, hal ini merupakan karakteristik dari semen gigi dengan mencampur bubuk dan cairan. Porositas ini disebabkan bersatunya gelembung udara mikroskopis selama pencampuran. Porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor: jumlah air yang digunakan selama pencampuran, prosedur pencampuran, tekanan yang digunakan untuk pemadatan, kelembaban, lingkungan, dan suhu. Porositas dan ukuran pori yang adekuat (5-10 µm) dapat memfasilitasi pemberian nutrisi bagi sel dan difusi melalui semua struktur sel-sel untuk mencapai rekonstruksi jaringan.4 Porositas pada MTA disebabkan bentuk MTA yang amorf dan pengendapan yang terus menerus secara internal di dalam MTA sehingga menyebabkan perubahan komposisi MTA yang berkontak dengan dinding dentin.15 Kalsium hidroksida dari hasil setting MTA mempunyai sifat alkalinitas yang menyebabkan peningkatan porositas. Terdapat banyak rongga dalam bentuk gelembung udara dan pori-pori pada saat MTA sudah mengeras.15 Silika ASPn + KMTn berbentuk amorf sama seperti MTA sehingga permukaan ASPn + KMTn juga berporus namun ASPn + KMTn ketahanan mekaniknya lebih baik dibanding MTA yang lebih rapuh. Hal ini disebabkan silika ASP merupakan bahan hidroksiapatit, kelemahan terbesar hidroksiapatit ialah mudah rapuh saat berkontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga sulit digunakan untuk meregenerisasi tulang. Cara untuk mengatasi permasalahan ini melalui pengkombinasian hidroksiapatit dengan matriks polimer seperti kitosan untuk meningkatkan osteokonduktivitas, biodegradabilitas dan kekuatan mekaniknya. Kitosan memiliki aktivitas antimikroba, biokompatibel, dan dapat meningkatkan ketahanan korosi.13 Pelapisan hidroksiapatit ASPn + KMTn dilakukan untuk meningkatkan ketahanan mekanik, sehingga ketahanan ASPn+KMTn ini lebih baik dibanding MTA karena adanya kitosan. Sedangkan Porositas pada SIKMR terjadi pada saat bubuk dicampurkan dengan komponen cairannya dengan adanya induksi gelembung udara.16 Dapat disimpulkan bahwa kemampuan adhesi bahan ASPn + KMTn disebabkan karena adanya tag like structure dan porositas. Sealing ability yang baik pada bahan ASPn + KMTn menunjukkan kemampuannya dalam menjaga jaringan pulpodentinal kompleks sehingga diharapkan dapat memacu dentinogenesis. Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi biomaterial ASPn + KMTn dapat digunakan sebagai biomaterial aktif yang dapat menjaga integritas pulpa. daftar pustaka 1. Ghavamnasiri M, Mousavinasab M, Mohtahsam M. A histopathologic study on pulp response to glass ionomer cements in human teeth. J Dent 2005; 2(4): 135-41. 2. Monteiro Bramante C, Demarchi AC, de Moraes IG, Bernadineli N, Garcia RB, Spångberg LS, Duarte MA. Presence of arsenic in different types of MTA and white and gray portland cement. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2008; 106(6): 909- 13. 3. McCabe JF, Walls AWG. Applied bahan kedokteran gigi. 9th ed. Blackwell. 2008. p. 258-64. 4. Dahl JE, Ǿrstavik. Response of the pulp-dentin ogan to dental restorative biomaerials. Endodontic Topics 2010; 17: 65-71. 5. Indahyani DE, Hamzah Z, Barid I. Sifat osteoinduktif silika amorphous sekam padi. Dentika Dental Jurnal 2011; 16: 116-20. 6. Modena KC, Casas-Apayco LC, Atta MT, Costa CA, Hebling J, Sipert CR, Navarro MF, Santos CF. Cytotoxicity and biocompatibility of direct and indirect pulp capping. materials. J Appl Oral Sci 2009; 17(6): 544-54. 7. Petri DF, Donegá J, Benassi AM, Bocangel JA.. Preliminary study on chitosan modified glass ionomer restoratives. Dent Mater 2007; 23(8): 1004-10. 8. Abidin TM, Agusnar H, Wandania F. Efek dentinogenesis kitosan dan derivatnya terhadap inflamasi jaringan pulpa gigi reversibel. Laporan Akhir Penelitian Riset Pembinaan IPTEK Kedokteran; 2006. h. 1-20. 9. Sutrisman H. Efek penambahan kitosan molekul tinggi nanopartikel pada semen ionomer kaca nanopartikel terhadap viabilitas sel pulpa (in vitro). Tesis. Medan: FKG USU; 2012. h. 9-45. 10. Ferracane JL, Cooper PR, Smith AJ. Can interaction of materials with the dentin–pulp complex contribute to dentin regeneration?. Odontology 2010; 98(1): 2-14. 11. Chang SW. Chemical characteristics of mineral trioxide aggregate and its hydration reaction. Restor Dent Endod 2012; 37(4): 188-93. 12. Bird DC, Komabayashi T, Guo L, Opperman LA, Spears R. In vitro evaluation of dentinal tubule penetration and biomineralization ability of a new root-end filling material. J Endod 2012; 38(8): 1093-6. 13. Reyes-Carmona JF, Felippe MS, Felippe WT. The biomineralization ability of mineral trioxide aggregate and portland cement with dentin in a phosphate –containing fluid. J Endo 2009; 35: 731-6. 14. Robert TM, Heymann HO, Swift EJ. Sturdevant’s art and science of operative dentistry. 5th ed. Missouri: Elsevier; 2006. p. 502-4. 15. Marist AI. Pelapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada logam steinless steel 316 untuk meningkatkan ketahanaan korosi. Tesis. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor; 2011. h. 3-10. 16. Lohbauer U. Dental glass ionomer cements as permanent filling materials properties, limitations and future trends. J Materials 2010; 3: 76-96.