113 Volume 46, Number 3, September 2013 Research Report Peran kalsium sebagai prevensi terjadinya hipoplasia enamel (The role of calcium on enamel hypoplasia prevention) Soegeng Wahluyo Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya – Indonesia abstract Background: Fluoride is a trace element found in many natural and commonly consumed by humans in the form of fluoride salts such as Sodium Fluoride (NaF). The impacts that are most often caused by the intake of fluoride is a damage of enamel tooth/enamel hypoplasi or fluorosis. The manifestations of these effects are defects in teeth with whitish colour, brown to black colour effected on the aesthetic. So that the prevention of fluorosis is required. Purpose: The aim of this study was to analyze the effect of calcium as prevention against tooth enamel fluorosis in Wistar rats caused by exposure to fluoride through indicators of Amelogenin, Calbindin- 28kDa protein expression, the matrix of tooth enamel density and distance between ameloblast cell. Methods: This was an experimental studies, post-test only control group design. This study used three groups of rats. Group 1 (Control) was induced by sterile destilled water, group 2 (treatment 1) was induced by fluoride and group 3 (treatment 2) was induced by combination of fluoride and calcium. Each induction was done through sonde for 28 days. results: The results showed that the induction of fluoride causes the increased expression of Amelogenin protein; decreased expression of Calbindin-28kDa protein; a decrease in the density of the enamel matrix and widen the distance between cells ameloblast, while the result of the combination induced by fluoride and calcium showed increased protein expression of Calbindin-28kDa and increased density of the enamel matrix. Conclusion: Calcium can be used as an alternative preventive against the occurrence of enamel hypoplasia due to exposure of fluoride in Wistar rats. Key words: Fluorosis, calcium, amelogenin, calbindin-28kDa, enamel matrix density abstrak latar belakang: Fluorida adalah salah satu trace element yang ada dialam dan sering dikonsumsi manusia dalam bentuk garam fluorida yaitu sodium fluoride (NaF). Paparan fluorida biasanya berkaitan dengan asupan fluorida yang dapat membahayakan enamel gigi yaitu terjadinya hipoplasia enamel atau fluorosis. Manifestasi efek ini memberikan gambaran berupa defect pada enamel gigi ditandai dengan perubahan warna dari kecoklatan hingga kehitaman dan penyebab estetik yang tidak baik, maka diperlukan usaha pencegahan fluorosis tersebut. tujuan: Studi ini adalah menganalisis efek kalsium terhadap prevensi terjadinya fluorosis pada tikus Wistar yang terpapar fluorida, dengan indikator ekspresi protein Amelogenin, Calbindin-28kDa, densitas matriks enamel dan jarak antar sel ameloblas. Metode: Studi ini merupakan studi eksperimental dengan desain Post Test Only Control Group, yang menggunakan 3 kelompok tikus. Kelompok-1 (kontrol) di induksi dengan aquadest steril, kelompok-2 (treatmen-1) diinduksi dengan fluorida dan kelompok-3 (treatmen-2) diinduksi dengan kombinasi antara fluorioda dan kalsium. Induksi dilakukan selama 28 hari melalui sonde. hasil: Menunjukkan bahwa induksi dengan fluorida menyebabkan peningkatan ekspresi protein Amelogenin dan terjadi penurunan ekspresi protein Calbindin-28kDa, dan penurunan kepadatan matriks enamel serta pelebaran jarak antar sel. Tetapi bila diinduksi dengan kombinasi fluorida dan kalsium maka terjadi peningkatan ekspresi Calbindin-28kDa dan peningkatan densitas matriks enamel. 114 Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 46, Number 3, September 2013: 113–118 pendahuluan Salah satu permasalahan di bidang kesehatan gigi adalah peningkatan prevalensi hipoplasia enamel di daerah dengan kadar fluorida yang relatif tinggi. Hipoplasia enamel adalah kelainan pembentukan enamel yang tidak sempurna yang sering ditandai dengan perubahan warna gigi kekuningan, kemerahan, coklat sampai kehitaman dan pada kasus yang berat memberikan manifestasi perubahan struktur dan anatomi gigi. Dental fluorosis adalah suatu gambaran hipoplasia enamel gigi yang disebabkan oleh pajanan fluorida dengan dosis diatas optimal dalam waktu yang relatif lama pada saat fase pembentukan dan kalsifikasi gigi.1 Prevalensi dental fluorosis di Indonesia bervariasi tergantung tinggi-rendahnya kadar fluorida yang terdapat dalam air tanah yang digunakan sebagai konsumsi air minum masyarakat. Berbagai penelitian telah dilakukan tentang dental fluorosis seperti yang dilakukan oleh Wondwossen,2 menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan pada 233 anak di daerah dengan kadar 0,5 ppm dihasilkan 24,1% mengalami dental fluorosis sedang dan 75,9% dengan derajat ringan. Penelitian terbaru pada tahun 20113 di daerah Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo-Jawa Timur yang merupakan daerah endemik fluorosis memberikan hasil bahwa rerata kadar fluorida dalam air minum sebesar 2,08–2,90, prevalensi dental fluorosis sebesar 78,75–98,33% dengan rerata community fluorosis index (CFI) 0,80–1,60. Penelitian terdahulu lebih terfokus pada kajian secara epidemiologis yaitu besarnya prevalensi terjadinya dental fluorosis dan beberapa aspek seperti aspek biologis dan klinis terutama yang berkaitan dengan teknik perawatannya. Persoalan yang sampai saat ini belum menyentuh aspek preventif dari dental fluorosis tersebut.4-6 Berbagai upaya harus diusahakan untuk melakukan usaha preventif terhadap terjadinya dental fluorosis. Salah satu alternatif upaya preventif pada penelitian ini adalah dengan menggunakan induksi kalsium klorida (CaCl2). 7 Penggunaan CaCl2 sebagai bahan untuk induksi merujuk pada National Research Council of United States (2005) yang menyatakan bahwa bahan tersebut digunakan sebagai campuran bahan makanan dan aman bagi kesehatan. Studi ini menggunakan beberapa parameter antara lain ekspresi protein amelogenin, calbindin-28kDa, densitas matriks enamel dan jarak antar sel ameloblas. Tujuan studi adalah untuk meneliti dan menganalisa pengaruh induksi kalsium (CaCl2) sebagai bahan alternatif untuk prevensi terhadap terjadinya hipoplasia enamel akibat pajanan fluorida. Studi ini tidak dilakukan pada manusia karena beberapa alasan etika namun dilakukan pada hewan coba yaitu Rattus Norvegicus strain Wistar. bahan dan metode Studi ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain Randomized post test only control group design. Studi ini menggunakan binatang coba sebagai model yaitu Rattus norvegicus strain Wistar jantan usia 10–11 minggu dengan berat badan 150–170 gram,8 yang terdiri dari 3 kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 8 ekor tikus yang diambil secara acak: kelompok 1: dipajan dengan aquades steril sebesar 2 ml (sebagai kontrol); kelompok 2: dipajan dengan NaF (6,75 mgr dalam 2 ml aquades steril); kelompok 3: dipajan dengan NaF + CaCl2 (6,75 mgr + 3 mgr dalam 2 ml aquades steril). Besarnya dosis fluorida yang berdampak terjadinya hipoplasia enamel (fluorosis) dan pajanan kalsium sebagai prevensi, menggunakan pendekatan beberapa referensi.9-12 Analisis penelitian dilakukan setelah 28 hari induksi yang meliputi beberapa aspek sebagai bukti dan penunjang analisis antara lain ekspresi protein amelogenin dan calbindin-28kDa dengan menggunakan antibodi monoklonal anti amelogenin dan anti calbindin-28kDa yang diukur dengan cara menghitung jumlah sel ameloblas yang memberikan reaksi positif. Ekspresi kedua protein ini dilakukan melalui teknik perwarnaan imunohistokimia yang dihitung per 10 high power field (HPF) dan diamati melalui mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x.13,14 Untuk analisis densitas matriks enamel diukur secara kualitatif berdasarkan perubahan yang terjadi dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM) dengan pembesaran 20.000x. Analisis melalui SEM ini menggunakan pendekatan kriteria Dudea15 yang membagi gambaran hasil SEM pada gigi menjadi 4 kuadran dan masing-masing kuadran dinilai sesuai dengan besarnya prosentase porositas dari kuadran tersebut (skor 1–3). Unit analisis yang lainnya yang digunakan adalah pengukuran densitas enamel adalah dengan mengukur jarak antar sel ameloblas pada ketiga kelompok tersebut (Soft ware: Cell-D). Analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis perbedaan tiap variabel antara kelompok kontrol dan perlakuan menggunakan uji Anava dan LSD, sedangkan untuk menganalisis beberapa variabel yang berpengaruh Simpulan: Kalsium dapat digunakan sebagai alternative terhadap terjadinya hipoplasia enamel akibat paparan fluorida pada tikus Wistar Kata kunci: Fluorosis, kalsium, amelogenin, calbindin-28kDa, kepadatan matriks enamel Koresponsdensi (correspondence): Soegeng Wahluyo, Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jln. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya 60132, Indonesia. 115Waluyo: Peran kalsium sebagai prevensi terjadinya hipoplasia enamel pada studi ini digunakan uji korelasi Pearson dan uji regresi linier. hasil Efek pajanan NaF pada Rattus Norvegicus akan memberikan dampak perubahan pada gigi insisivus rahang bawah berupa hipoplasia enamel serta berpengaruh terhadap struktur sel ameloblas. Perubahan tersebut seperti terlihat pada Gambar 1. Dampak yang terjadi setelah terpajan fluorida yaitu gigi tikus akan mengalami fluorosis seperti terlihat pada Gambar 1B, sedangkan pada Gambar 1C adalah gambar gigi tikus yang mengalami mineralisasi setelah dipajan kombinasi antara NaF+CaCl2. Terjadinya hipoplasia enamel pada gigi tidak terlepas dari peran protein Amelogenin yang selama proses mineralisasi akan mengalami delay proses degradasi sehingga menghasilkan struktur enamel yang terisi oleh protein tersebut. Sebagai akibat keadaan ini akan terjadi peningkatan ekspresi amelogenin pada kelompok yang dipajan fluorida seperti terlihat pada Tabel 1. Peran kalsium pada studi ini sangat penting. Sebagai akibat induksi kalsium (CaCl2) maka terjadi peningkatan transportasi kalsium menuju sel target yaitu sel ameloblas yang dibuktikan melalui teknik Imunohistokimia (IHC) menggunakan antibodi monoklonal anti calbindin-28kDa dengan hasil terjadi peningkatan ekspresi protein calbindin- 28kDa pada sel ameloblas yang mengalami dental fluorosis seperti pada Gambar 2. Setelah dilakukan pajanan dengan fluorida tanpa kalsium maka ekspresi protein calbindin-28kDa akan mengalami penurunan (Gambar 2B), namun setelah dilakukan pajanan kombinasi fluorida+kalsium, maka terjadi peningkatan ekspresi protein calbindin-28kDa (Gambar 2C). Besarnya peningkatan ekspresi protein tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis mengenai densitas matriks enamel melalui pemeriksaan Scanning Electron Microscopy (SEM) melalui pembesaran 20.000 kali seperti tampak pada Gambar 3. Untuk membuktikan pengaruh induksi kalsium terhadap densitas matriks enamel dilakukan analisis jarak atau kerapatan antar sel ameloblas gigi insisivus tikus seperti tampak pada Gambar 4. Dari hasil analisis ekspresi protein calbindin-28kDa, analisis densitas matriks enamel dengan mengunakan SEM dan analisis densitas matriks enamel dengan memperhitungkan jarak antar sel ameloblas dirangkum dalam hasil analisis tersebut seperti terlihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa rerata ekspresi protein calbindin-28kDa pada kelompok yang dipajan fluorida lebih kecil bila dibanding kelompok yang dipajan kombinasi fluorida+kalsium, sedangkan untuk besarnya porositas enamel, paling besar terjadi pada kelompok yang dipajan kombinasi fluorida dibanding kedua kelompok lainnya. Gambar 1. A) gigi incisivus normal (kelompok kontrol); B) gigi incisivus yang mengalami fluorosis (kelompok induksi NaF); C) gigi incisivus yang mengalami mineralisasi (kelompok induksi NaF+CaCl2). Gambar 2. A) Ekspresi protein calbindin-28kDa pada kelompok control; B) Ekspresi protein calbindin-28kDa kelompok yang dipajan NaF; C) Ekspresi protein calbindin-28kDa kelompok yang dipajan kombinasi NaF+CaCl2 (Pengecatan Imunohistokimia/IHC dengan pembesaran 400x). A B C A B C 116 Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 46, Number 3, September 2013: 113–118 Pada pengamatan jarak antar sel didapatkan hasil bahwa kerapatan atau jarak antar sel ameloblas pada kelompok yang dipajan dengan kalsium (CaCl2) lebih kecil bila dibanding dengan kelompok yang dipajan dengan NaF. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok yang dipajan dengan fluoride (K-2) dengan kedua kelompok lainnya (K-1 dan K-3) untuk ekspresi amelogenin, calbindin-28-kDa dan densitas matriks enamel serta analisis jarak antar sel ameloblas, sedangkan antara K-2 dan K-3 tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Analisis korelasi dan regresi memberikan hasil bahwa terdapat pengaruh dan keterkaitan antara beberapa veriabel dalam studi ini (koofisien korelasi = 0,804). pembahasan Pengaruh pajanan fluorida dan kalsium akan mempengaruhi keseimbangan beberapa protein utama pada masa tumbuh-kembang gigi antara lain amelogenin dan calbindin-28kDa serta berpengaruh terhadap densitas enamel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi amelogenin kelompok kontrol (K-1) paling rendah dibanding kelompok yang dipajan fluorida yang mempunyai nilai ekspresi paling tinggi. Hal ini disebabkan pada saat proses amelogenesis secara normal, amelogenin akan terdegradasi menjadi beberapa fragmen melalui proses hidrolisis oleh aktivitas Matrixmetalloproteinase-20 (MMP-20)16-18 yang merupakan mediator dari remodeling Gambar 3. A) Gambaran densitas matriks enamel pada kelompok control; B) Gambaran densitas matriks enamel kelompok yang dipajan NaF; C) Gambaran densitas matriks enamel kelompok yang dipajan NaF+NaCl2 (Pengamatan menggunakan SEM dengan pembesaran 20.000x). Gambar 4. A) Jarak antar sel ameloblas pada kelompok kontrol; B) Jarak antar sel ameloblas pada kelompok yang dipajan NaF; C) Jarak antar sel ameloblas pada kelompok yang dipajan NaF+CaCl2 (Pengamatan dengan mikroskop+Soft ware: cell-D). tabel 1. Rerata dan simpang baku ekspresi protein calbindin-28kDa, besarnya porositas matrik enamel gigi dan jarak antar sel ameloblas tikus Wistar yang dipajan NaF dan kombinasi NaF+CaCl2 Kelompok induksi Rerata + simpang baku Ekspresi amelogenin Ekspresi calbindin- 28kDa Besarnya porositas enamel Jarak antar sel ameloblas Induksi aquades (K-1) 5,88 ± 2,031 12,13 ± 1,808 1,0625 ± 0,11573 58,7200 ±4,54538 Induksi NaF (K-2) 14,75 ± 2,375 3,50 ± 1,414 2,5938 ± 0,22903 111,6775±21,13876 Induksi NaF + CaCl2 (K-3) 6,38 ± 1,061 12,00 ± 1,852 1,1875 ± 0,11565 73,3387 ± 9,10034 A B C A B C 117Waluyo: Peran kalsium sebagai prevensi terjadinya hipoplasia enamel matriks enamel pada pH 7,2–7,3. Tetapi akibat pajanan fluorida, maka akan terjadi peningkatan ion F yang akan berikatan dengan tiga komponen asam amino yang terkandung dalam protein amelogenin yaitu glutamin dan histidin yang akan mempengaruhi sifat basa dari residu asam amino tersebut sehingga terjadi perubahan pH menjadi 5,5–5,6. Perubahan ini akan menghambat aktivitas MMP- 20 dalam mendegradasi amelogenin sehingga terjadi delay proses reduksi amelogenin. Hambatan ini akan memberikan dampak pada struktur dan komposisi matriks enamel yang akan terisi oleh sebagian besar protein amelogenin sehingga saat maturasi enamel didapatkan adanya beberapa porositas dan jarak antar sel melebar/panjang, hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.19,20 Pemberian kalsium bertujuan untuk meningkatkan mineralisasi dan untuk meningkatkan transportasi kalsium ke dalam matriks enamel. Efektivitas kalsium menuju sel target yaitu ameloblas memerlukan media transport yaitu protein calbindin-28kDa yang merupakan superfamili Calmodulin dan mempunyai afinitas tinggi dalam mengikat kalsium, serta berfungsi sebagai fasilitator diffusi, sensor dan buffering kalsium. Pada studi ini setelah dilakukan pajanan fluorida+ kalsium pada kelompok-3 (K-3) terjadi penurunan ekspresi amelogenin dan terjadi peningkatan ekspresi calbindin-28kDa (Tabel 1). Hal ini seperti diungkapkan oleh peneliti terdahulu bahwa pajanan kalsium memberikan dampak meningkatnya beberapa chaperon dan beberapa reseptor dari kalsium. Dalam intraseluler konsentrasi kalsium adalah 10-7 akan bergerak keluar sel dalam bentuk ikatan antara Ca++ + Calbindin- 28D.21 Sebagai akibat dari keadaan tersebut maka terjadi peningkatan rangsangan sekresi MMP-20 yang selanjutnya akan mempercepat proses degradasi amelogenin. Peran calbindin-28kDa sangat besar sebagai transport kalsium karena protein tersebut mempunyai affinitas yang tinggi22,23 di dalam mengikat kalsium melalui empat sisi/ lengan dan jumlahnya lebih banyak bila dibanding dengan protein calbindin lainnya sehingga kontribusinya terhadap transportasi dan endapan kalsium sangat besar. Efek pemberian kalsium juga terkait dengan proses pembentukan kristal pada matriks enamel, maka sejak awal proses pembentukan enamel sampai maturasi akan memberikan akses terjadinya penggabungan beberapa kristal menjadi beberapa kristal yang lebih besar dan padat. Proses tersebut diikuti dengan proses degradasi protein amelogenin, karena pada proses normal akan terjadi fase ini yang selanjutnya posisi amelogenin yang terdegradasi akan digantikan oleh beberapa mineral. Untuk memperkuat bukti tersebut maka studi ini dilakukan analisis dengan menggunakan SEM. Hasil pemeriksaan SEM (dengan pembesaran 20.000x) yang sesuai hasil rujukan peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa material organik matriks enamel (4–10%) berisi air dan protein memberikan gambaran spesifik berupa warna kehitaman sedangkan material anorganik (90%) berisikan mineral hidroksi apatit (Ca10(PO4)10(OH)2) akan memberikan gambaran warna cerah/putih.24 Hal ini menunjukkan tingkat kepadatan dan berat molekul yang tinggi. Analisis SEM menunjukkan adanya perbedaan bermakna untuk densitas pada ketiga kelompok, secara setatistik dinyatakan bahwa perbedaan antara kelompok kontrol/K-1 dan kelompok yang dipajan dengan kombinasi fluorida+kalsium/K-3 memberikan hasil yang tidak signifikan (Tabel 1) dan hal ini juga dibuktikan pada gambar 2-A dan 2-C, sedangkan hasil analisis SEM antara kelompok yang dipajan dengan fluorida terdapat perbedaan yang bermakna dengan kedua kelompok lainnya. Keadaan ini disebabkan susunan matriks enamel lebih banyak terisi oleh material organik yang didominasi oleh protein amelogenin yang tidak terdegradasi oleh MMP-20 sehingga memberikan manifestasi gambaran banyaknya porositas matriks enamel (Gambar 3B). Pembuktian lain yaitu melalui analisis jarak antar sel ameloblas yang menggambarkan kepadatan matriks enamel. Pada kelompok yang dipajan dengan NaF memberikan manifestasi jarak antar sel ameloblas yang paling besar bila dibanding dua kelompok lainnya. Hal ini disebabkan akibat paparan fluorida yang selanjutnya akan menyebabkan kematian sel ameloblas. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap eksistensi sel ameloblas, sehingga pada kelompok yang dipajan dengan fluorida tampak lebih renggang jarak antar sel-nya. Pada kelompok yang dipajan dengan kombinasi antara NaF+CaCl2 akan terjadi mineralisasi akibat fungsi kalsium yang akan meningkatkan mineralisasi matriks enamel dan menekan terjadinya kematian sel ameloblas melalui proses apoptosis dengan menekan fungsi protein caspase-3 sebagai eksekutor pada proses apoptosis. Sesuai dengan fungsi calbindin-28kDa yaitu sebagai protein anti apoptosis dan sebagai buffering terhadap kalsium pada tumbuh-kembang ameloblas atau osteoblas namun juga merupakan protein penghambat caspase-3 dengan cara memblokade sebagian fungsi degradasi dan sintesis substrat alami dari caspase-3.25 Pada konsentrasi Ca++ yang tinggi merupakan media dari perubahan morfologi sel ameloblas, karena ameloblas secara cepat akan memompa Ca++- ATPase dan Ca++- Calbindin-28kDa. Hal ini merupakan salah satu mekanisme potensial dari ameloblas dalam meregulasi proses maturasi enamel dengan mengontrol Ca++-transpor ke dalam matriks enamel. Analisis korelasi dan regresi untuk beberapa variabel menunjukkan bahwa semua variabel yang terkait sangat signifikan pengaruhnya pada studi ini (koofisien korelasi = 0,804). Berdasarkan kajian dan beberapa fakta dan bukti hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa kalsium sangat berperan dalam prevensi terjadinya hipoplasia enamel akibat paparan fluorida/dental fluorosis pada binatang coba. Penggunaan pada manusia diperlukan penelitian lebih lanjut tentang dosis konversi untuk manusia dan waktu yang efektif untuk pemberian kalsium. Hal ini diperlukan untuk menghindari beberapa akibat yang disebabkan oleh fluorida dan kalsium terutama pada daerah endemik fluorosis. Hasil penelitian ini menurut peneliti adalah merupakan temuan dan sumbangan pikiran bagi prospek masa depan untuk penanggulangan dental fluorosis. 118 Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 46, Number 3, September 2013: 113–118 daftar pustaka 1. Mc. Donald RE, Avery DR, Dean JA. Dental fluorosis in child. In: Dentistry for the child and adolescent). 6th ed. Saint Louis-Missouri: The CV Mosby; 2005. p. 115-22, 230–1. 2. Wo n d wo s s e n F, A s t r o m A N , Bj o r v a t n K , B a r d s e n A . Sociodemographic and behavoural correlates of severe dental fluorosis. Inter J Paediatric Dent 2006; 16(2): 95–103. 3. Wahluyo S, Rahayu RP. Beberapa sumber fluorida dalam makanan dan sumber air serta dampak konsumsi fluorida pada anak. Laporan Penelitian Hibah Pemerintah, Provinsi Jawa Timur (Bappedal); 2011. p. 1–53. 4. Wa hluyo S. Hubungan anta ra terjadinya hipoplasia enamel dengan kadar kalsium dan fluor dalam air minum pada anak usia 11–13 tahun. Tesis. Surabaya: Program S-2 Pascasarjana Universitas Airlangga; 1995. 5. Aoba T, Fejerskov O. Dental fluorosis: Chemistry and biology. Sage J 2002, 13(2): 155–70. 6. Fagin D. Fluoride. J of Scientific America 2008. Available from: http://www.SciAm.com. Diakses tanggal 7 Juli 2009. 7. Wahluyo S. Ekspresi Bcl-2, caspase-3, amelogenin, calbindin-28kDa dan densitas matriks enamel pada sel ameloblas akibat paparan sodium fluoride dengan atau tanpa tambahan kalsium klorida. Disertasi. Surabaya: Program Studi S3 Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2012. 8. Isroi. Biologi Rattus Norvegicus. 2010. Available from: http://isroi. wordprss.com. Accessed Februari 26, 2011. 9. National Research Council of United States. Mineral tolerance of animals. 2nd ed. New York–Washington DC; The National Academies Press; 2005. p. 1–308. 10. National Research Council of United States. Calcium chlorida chemical profile. 2005. Available from: http://www.the-motivation- group.com. Accessed September 10, 2010. 11. Mathieu LG, Pelletier RP. A Study of the Oral Toxicity of Calcium Chloride, Scientific Commons-beta. 2009. Available from: http:// www.pubmedcentral.gov/articlevender.fegi. Accessed September 9, 2010. 12. Catani DB, Tenuta LMA, Andalo FA, Cury JA. Fluorosis in rats exposed to oscillating chronic fluoride doses. Braz Dent 2010; 21(1): 217–25. 13. Soresi AT. Interleukin 6 and its soluble receptor in patients with liver chirrosis and hepatocellular carcinoma. World J Gastroenterol 2006; 12(16): 2563–8. 14. Taylor CR, Shi SR, Bar NJ. Techniques of immunohistochemistry: P r inciple, pitfa ll sta nda rdization. I n: Dabbs D. diagnostic immunohistochemistry/theranostis, and genomic applications. Saunders Elsevier; 2010; p. 1–31. 15. Dudea D, Florea A, Mihu C, Câmpeanu R, Nicola C, Benga G. The use of scanning electron microscopy in the evaluating the effect of bleaching agent on the enamel surface (Original paper). Rom J Morphol Embryol 2009; 50(3): 435–40. 16. Fincham AG. Molecular mechanism of growth and development of dental enamel. Critical review in oral biology–Simmer and Fincham 2008; 6(2): 84. 17. Gibson CW, Yuan ZA, Hall B, Longenecker G, Chen E, Thyagarajan T, Sreenath T, Wright JT, Decker S, Piddington R, Harrison G, Kulkarni AB. Amelogenin-deficient mice display an amelogenesis imperfecta phenotype. J Biol Chem 2001; 276(34): 31871–5. 18. Tanimoto K, Le T, Zhu L, Witkowska HE, Robinson S, Hall S, Hwang P, DenBesten P, Li W. Reduced amelogenin-MMP-20 Interaction in amelogenesis imperfecta, research report biological. J Dent Res 2008; 87(5): 451–5. 19. DenBesten PK, Yan Y, Featherstone JDB, Hilton JF, Smith CE, Li W. Effect of fluoride on rat dental enamel matrix proteinase. Arch Oral Biol 2002; 47(11): 763–70. 20. Uskoković V, Khan F, Liu H, Witkowska HE, Zhu L, Li W, Habelitz S. Hydrolysis of amelogenin by matrix metalloprotease- 20 accelerates mineralization in vitro. Arch Oral Biol 2011; 56(12): 1548–59. 21. Chen JR, Huang ST, Huang Y, Gilchrist PH, Singh B, Borke JL. Calcium transport protein and amelogenin expression in ameloblastoma: relatinship to normal amelogenesis, Taiwan. J Oral Med Health Sci 2005; 21: 85–94. 22. Turnbull CI, Looi K, Mangum JE, Meyer M, Sayer RJ, Hubbard J. Calbindin independence of calcium transport in developing teeth. Contradicts the calcium ferry dogma. J Biol Chem 2004; 279(53): 55850–4. 23. Bronckers ALJ, Lyaruu DM, DenBesten PK. The impact of fluoride on ameloblasts and the mechanism of enamel fluorosis. J Dent Res 2009; 88(10): 877–93. 24. Soares CJ, Moura CCG, Soares PB, Naves LZ. Scanning electric microscopy used to analyse the effect of gamma radiation on enamel and dentin. Microscopy: science, technology, application and education. A Mendez–Vilas and J Diaz 2010; 372–8. 25. Bellido T, Huening M, Raval-Pandya M, Manolagas SC, Christakos S. Calbindin-28kD is expressed in ostoblastic cell and suppresses their apoptosis by inhibiting caspase-3 activity. J of Biol Chem 2008; 275(34): 26328–32.