Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 1 PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN PEMBANGUNAN MANUSIA INDONESIA Oleh: Prof.Dr.H. Engking S. Hasan,M.Pd Direktur Pascasarjana STKIP Siliwangi Bandung dan Sri Nurhayati, S.Pd, M.Pd Dosen STKIP Siliwangi Bandung Abstract Indonesia today is still struggling to find the best way in developing its human resources. The essence of human development according to Tilaar (1998:107) is the development of dignity and human quality, and to develop human dignity and quality is to give them choices, so the role of education is very vital in giving human the ability to choose and to widening their horizons on what they need to choose. According to National Education System Law No. 23, there are three lines of education: formal, nonformal, and informal education. Coombs (1973) defines nonformal education as every organized and sistematic activity outside the well-established schooling system, conducted independently or as part of wider activity, and intended to serve specific students in order to achieve their learning goals (Sudjana, 2004:22). This paper aims at providing information on how nonformal education has become the answer of today’s struggling of Indonesia in developing its human resources. Kata Kunci: Pendidikan nonformal, pembangunan manusia, kualitas sumber daya manusia. Pendahuluan Makalah ini mencoba untuk menganalisa pembangunan manusia Indonesia melalui upaya-upaya pendidikan. Sudah banyak kajian yang menyimpulkan bahwa pendidikan memiliki peran sentral dalam rangka pembangunan manusia. Namun, selama ini kajian yang menganalisa bagaimana upaya pembangunan manusia melalui jalur pendidikan nonformal belum banyak dikenal. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pendidikan formal cakupannya begitu terbatas untuk melayani kebutuhan pendidikan bagi bangsa sebesar dan sekompleks Indonesia baik bila dilihat dari segi geografis ataupun demografis. Asumsi kami adalah bahwa upaya-upaya pembangunan manusia Indonesia jauh lebih efektif dan efisien serta holistik dan kreatif sejalan dengan sifat pendidikan nonformal yang lentur dan bisa diselenggarakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 2 Ada fakta menarik dalam hasil survey UNDP pada tahun 2011 yang dikutip dari harian The Jakarta Post (http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/02/ indonesia-ranks-124th-2011-human-development-index.html), Indonesia menempati posisi ke 124 dari 187 negara yang disurvey dengan skor 0,617 yang mengalami kenaikan skor sebesar 0,004 dari tahun sebelumnya. Ini berarti secara statistik pembangunan manusia Indonesia mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Indonesia bukanlah negara yang jumlah penduduknya sekecil Singapura (5,08 juta jiwa pada Juni 2010) dan Malaysia (28,53 juta jiwa pada Juni 2010). Dalam pendataan penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai angka yang fantastatis, yaitu sebanyak 259,94 juta jiwa (http://nasional.kompas.com/read/2011/09/19/ 10594911/Jumlah.Penduduk.Indonesia), tersedia [on line] diakses tanggal 20 Februari 2012. Sehingga percepatan penaikan angka Indeks Pembangunan Manusia di negara-negara yang jumlah penduduknya relatif kecil tentu lebih mudah daripada di negara yang jumlah penduduknya lebih besar. Selain itu, Indonesia juga secara geografis mencakup area yang sangat luas yang berdampak pada kecepatan mobilitas sumber daya yang diperlukan dalam rangka pembangunan manusianya. Seringkali, Indonesia tampak sangat jelek bila dibandingkan dengan prestasi pembangunan manusia di negara lain. Padahal, belum tentu perbandingan tersebut dilakukan secara adil. Mungkin saja, kesalahan yang seringkali kita perbuat adalah kesalahan membandingkan. Meskipun negara yang dibandingkan dengan Indonesia dalam hal pembangunan manusia masih satu kawasan, namun dari segi kompleksitas manusia dan area, Indonesia tentu memiliki keunikan dan tingkat evolusinya sendiri. Dengan segala kemampuan, kompleksitas, serta segala keterbatasan yang dimiliki secara unik oleh bangsa Indonesia, pemerintah dan masyarakat Indonesia sudah melakukan berbagai upaya positif dalam rangka membangun sumber daya manusianya. Upaya-upaya tersebut tersebar di seluruh bidang, baik di bidang agama, ekonomi, seni, pendidikan, budaya, politik, sosial dan kemasyarakatan, sampai upaya-upaya di bidang informasi dan teknologi. Tilaar (1998:107) mengemukakan bahwa inti dari pengembangan manusia adalah pengembangan martabat serta kualitas manusia, dan martabat serta kualitas manusia tidak lain dari memberikan pilihan-pilihan. Maka tidak dapat dipungkiri, peranan pendidikan dalam memberikan kemampuan kepada manusia untuk dapat memilih dan memperkaya horizon pilihannya itu. Pembangunan manusia adalah konsekuensi logis dari aktivitas pendidikan. Tanpa ada pendidikan, manusia mustahil bisa membangun dirinya sendiri. Secara kualitatif, tingkat keterdidikan seseorang akan berbanding lurus dengan http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/02/ http://nasional.kompas.com/read/2011/09/19/%2010594911/Jumlah.Penduduk.Indonesia http://nasional.kompas.com/read/2011/09/19/%2010594911/Jumlah.Penduduk.Indonesia Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 3 tingkat kemampuannya untuk membangun dirinya sendiri dengan mengolah hasil pendidikannya menjadi kebiasaan kebiasaan yang konstruktif dan produktif. Pembangunan manusia akan berdampak secara langsung pada pembangunan suatu bangsa, seperti yang dikemukakan oleh Suryadi (2009:11) yang berpendapat bahwa memajukan pendidikan berarti sama dengan memajukan martabat bangsa agar sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, pendidikan di Indonesia dibagi ke dalam tiga jalur, yaitu: jalur pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal, dan jalur pendidikan informal. Selama ini proses pembangunan manusia Indonesia melalui upaya-upaya pendidikan, lebih ditekankan pada pendidikan persekolahan atau pendidikan formal saja. Perhatian pemerintah dan masyarakat jarang sekali diarahkan kepada pendidikan nonformal yang sebenarnya memiliki nilai penting yang sama. Bahkan, dalam beberapa konteks situasi bisa dipandang lebih penting dalam rangka pembangunan manusia Indonesia secara efektif, efisien, integratif, kreatif, dan holistik. Hal ini senada dengan pemikiran Tilaar (1998:16) yang menyatakan bahwa jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah itu saling komplementer dalam sistem pendidikan nasional, sehingga perhatian yang sama dan adil harus diberikan kepada jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Pembangunan manusia Indonesia melalui jalur pendidikan formal selama ini sudah kita ketahui bersama. Meskipun pendidikan formal tampak lebih wajib dan dibutuhkan daripada pendidikan nonformal, pendidikan nonformal memiliki kiprah dan kontribusi yang tidak lebih penting daripada pendidikan formal. Hal ini senada dengan pendapat Suryadi (2009:28) yang menyatakan hal bahwa pendidikan nonformal belum mendapat pemahaman dan perhatian yang proporsional dari pemerintah maupun masyarakat dalam pembangunan nasional, baik yang berkenaan dengan peraturan perundangan maupun dukungan anggaran ehingga pemerataan pelayanan pendidikan nonformal bagi masyarakat di berbagai laposan dan di berbagai daerah belum dapat dilaksanakan secara informal. Kurangnya informasi mengenai kiprah dan kontribusi pendidikan nonformal dalam pembangunan manusia Indonesia menjadikan pendidikan nonformal dipandang sebagai jalur pendidikan “kelas dua”. Makalah ini bertujuan untuk memberi penjelasan mengenai bagaimana sebenarnya kiprah dan kontribusi Pendidikan Luar Sekolah dalam pembangunan manusia Indonesia di masa kini serta bagaimana Pendidikan Luar Sekolah berperan dalam meningkatkan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Indonesia kini dan nanti. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 4 Pendidikan Luar Sekolah untuk Membangun Manusia Indonesia lama sebelum sekolah-sekolah didirikan di Indonesia, pendidikan diselenggarakan secara nonformal dan informal. Pada awalnya, pendidikan yang berjalan di masyarakat berupa pesantrian-pesantrian yang bila ditilik dari segi sejarah, berawal ketika penyebaran islam di nusantara ini dilakukan secara intensif oleh Wali Songo. Sudjana (2004:2) menulis bahwa pendidikan nonformal telah tumbuh dan berkembang dalam alur kebudayaan setiap masyarakat, dan sering bersumber pada agama dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Coombs (1973) dalam Sudjana (2004:22) mendefinisikan pendidikan nonformal sebagai setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nonformal memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pengganti (substitusi), penambah (supplemen, dan pelengkap (komplemen) pendidikan formal bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dalam rangka pengembangan diri dan potensinya. Pendidikan nonformal mempunyai karakteristik memberi penekanan lebih pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional yang untuk tahap selanjutnya diarahkan pada longlife learning. Dalam perkembangannya, di masa kini pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) mengalami perubahan cakupan seperti yang dikemukakan Rogers (2004) “The term non-formal education now covers a very wide continuum of educational programmes. At one extreme lies the flexible schooling model - national or regional sub-systems of schools for children, youth and adults. At the other extreme are the highly participatory educational programmes, hand- knitted education and training, tailor-made for each particular learning group, one-off teaching events to meet particular localised needs.” Pendapat Rogers tentang perubahan paradigma pendidikan nonformal dalam makalahnya yang ditulis pada tahun 2004 tersebut membukakan mata kita bahwa pendidikan nonformal kini telah mengalami perluasan yang signifikan. Perluasan ini berdampak pada lebih meluas dan beragamnya jenis layanan pendidikan luar sekolah yang beredar di masyarakat. Secara riil yang terjadi di masyarakat Indonesia masa kini, upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya melalui program-program pendidikan nonformal dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: upaya yang muncul sebagai inisiatif dari pemerintah dan upaya yang muncul sebagai inisiatif dari individu atau masyarakat. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 5 Upaya-upaya yang muncul sebagai inisiatif pemerintah disalurkan kepada masyarakat melalui birokrasi pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal. Adapun program Ditjen PAUDNI di Tahun 2011 ini yang dikutip dari situs resminya (http://www.paudni.kemdiknas.go.id/profil_paudni.html) tersedia [on line] diakses tanggal 20 Februari 2012, diarahkan untuk memenuhi tuntutan peningkatan kualitas layanan dengan tetap berupaya terus mendorong ketersediaan dan akses layanan pendidikan yang semakin luas. Dalam melaksanakan tugasnya, Ditjen PAUDNI menyelenggarakan fungsi: 1. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan layanan PAUD yang memenuhi standar pelayanan minimal PAUD dan mendorong peningkatan mutu layanan secara simultan, holistik-integratif dan berkelanjutan, dalam rangka mewujudkan anak yang cerdas, kreatif, sehat, ceria, berakhlak mulia sesuai dengan karakteristik, pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga memiliki kesiapan fisik serta mental untuk memasuki pendidikan lebih lanjut. 2. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan keaksaraan usia 15 tahun ke atas yang berbasis pemberdayaan, berkesetaraan gender dan relevan dengan kebutuhan individu dan masyarakat dalam kerangka Literacy Initiative For Empowerment /LIFE. 3. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan kecakapan hidup, kursus dan pelatihan, dan pendidikan kewirausahaan yang bermutu dan berdaya saing serta relevan dengan kebutuhan pemberdayaan masyarakat, dunia usaha dan dunia industri, khususnya bagi penduduk putus sekolah dalam dan antar jenjang, sehingga dapat bekerja dan/atau berusaha secara produktif, mandiri, dan profesional. 4. Meningkatkan ketersediaan, mutu serta profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan PAUDNI melalui peningkatan kualifikasi, kompetensi serta pemberian penghargaan dan perlindungan yang bermutu, merata, berkelanjutan, dan berkedilan. 5. Mengembangkan layanan pembelajaran untuk menumbuhkan minat dan budaya baca masyarakat melalui penyediaan dan peningkatan layanan Taman Bacaan Masyarakat, penyediaan bahan-bahan bacaan yang berguna untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan dan produktifitas baik untuk aksarawan baru maupun untuk masyarakat umum lainnya. 6. Mengembangkan pendidikan pemberdayaan perempuan, lanjut usia, dan pengarustumaan gender, untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan, meningkatkan partisipasi perempuan dalam seluruh sektor pembangunan, dan menghapuskan diskriminasi serta kekerasan terhadap perempuan, mendukung upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang (trafficking), serta pendidikan keorangtuaan. http://www.paudni.kemdiknas.go.id/profil_paudni.html Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 6 7. Meningkatkan pelayanan pendidikan kepramukaan dalam rangka membangun karakter bangsa melalui pembinaan gugus depan, peningkatan mutu pembina dan pelatih pramuka serta jambore pramuka. 8. Meningkatkan mutu pelayanan program PAUDNI melalui pengembangan model dan program percontohan yang dilakukan oleh UPT Pusat dan Daerah. 9. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan kepastian layanan program PAUDNI melalui penyelenggaraan program PAUDNI oleh satuan kerja perangkat daerah Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota dan lembaga PAUDNI yang dikelola oleh masyarakat. 10. Meningkatkan kapasitas kelembagaan PAUDNI, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui perbaikan sistem manajemen informasi, peningkatan sarana dan prasarana yang memadai, agar lembaga PAUDNI mampu memberikan pelayanan prima bagi semua warga dan terjamin kepastian dan keberlangsungannya. Dari fungsi-fungsi yang diselenggarakan Ditjen PAUDNI di atas, bisa kita tarik kesimpulan bahwa layanan pendidikan nonformal dan informal di Indonesia secara resmi sangatlah luas. Mencakup layanan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Keaksaraan, Pendidikan kecakapan hidup, kursus dan pelatihan, pendidikan kewirausahaan, layanan Taman Bacaan Masyarakat, Pendidikan Pemberdayaan Perempuan, Pendidikan Keorangtuaan, dan Pendidikan Kepramukaan. Apabila layanan-layanan pendidikan nonformal ini sungguh-sungguh dilaksanakan, maka dampaknya akan sangat luar biasa bagi pembangunan manusia Indonesia. Terdapat beberapa karakteristik penting dari program- program pendidikan nonformal yang muncul sebagai inisiatif dari pemerintah. Pertama, sumber pendanaan program dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Kedua, meskipun pelaksanaan program pendidikan nonformal dilakukan oleh masyarakat sepenuhnya, namun pemerintah tetap melakukan supervisi, monitoring, dan evaluasi program. Ketiga, program-program pendidikan nonformal tersebut biasanya dimunculkan sebagai bagian dari kebijakan atau program pemerintah baik pemerintah Kota, Provinsi, maupun Pusat. Luasnya cakupan layanan pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) sama luasnya dengan kehidupan manusia itu sendiri. Dari mulai pendidikan anak usia dini sampai dengan pendidikan keorangtuaan. Hal ini bagaikan mengimplementasikan pepatah indah dari John Dewey, “life is the education itself.” Namun faktanya, layanan pendidikan ini di lapangan masih kurang terlihat (highlighted). Ada beberapa faktor yang bisa dijadikan bahan pemikiran kita bersama. Pertama, upaya-upaya pembangunan manusia melalui jalur pendidikan nonformal yang muncul sebagai inisiatif pemerintah Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 7 cenderung kurang menarik bagi masyarakat perkotaan karena biasanya hanya muncul sebagai program-program pemerintah (government centered) meskipun tampak seperti melayani kebutuhan masyarakat, tapi sebenarnya hal itu dilakukan sebagai bagian dari agenda pemerintah. Hal ini berdampak pada kurangnya motivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam program-program pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sehingga perjalanan program-program pendidikan nonformal yang dimunculkan oleh pemerintah biasanya berjalan tersendat-sendat seiring dengan tersendat- sendatnya pendanaan program dari pemerintah. Sedangkan upaya-upaya yang muncul sebagai inisiatif dari individu atau masyarakat meliputi program-program yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pendidikan yang ada di masyarakat. Program-program pendidikan nonformal ini biasanya dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, keresahan masyarakat akan berbagai permasalahan pendidikan yang ada di masyarakat. Misalnya, program les atau bimbingan belajar bagi para siswa sekolah formal. Kedua, idealisme yang muncul baik dari individu maupun masyarakat mengenai gambaran pendidikan yang berkualitas ideal yang ingin direalisasikan dalam lingkungan sekitarnya. Misalnya, program homeschooling yang dewasa ini marak di masyarakat. Yang terakhir adalah, lahirnya inovasi- inovasi baru dalam hal pembelajaran di bidang-bidang tertentu yang dibutuhkan dan diminati oleh masyarakat yang belum mampu diadopsi oleh sekolah formal. Misalnya program kursus Mathemagics. Idealnya, layanan pendidikan nonformal yang muncul sebagai inisiatif dari pemerintah dan inisiatif dari individu atau masyarakat ini dapat bersinergi dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya. Contohnya, program Pendidikan Keaksaraan dapat disinergikan dengan pelatihan-pelatihan merangkai bunga yang menarik dan populer. Pendidikan pemberdayaan perempuan dapat disinergikan dengan Hypnotic Goal Setting Workshop dan program sejenis lainnya yang banyak beredar di masyarakat. Bila hal ini diimplementasikan maka akan menjadi suatu terobosan baru dalam penyelenggaraan layanan pendidikan nonformal. Dengan program pelatihan atau kursus-kursus yang memang menggunakan penemuan-penemuan terkini (up to date) di bidang pembelajaran, pemerintah tidak perlu lagi pusing bagaimana menaikkan angka partisipasi sekolah dan bagaimana menolkan angka buta aksara, karena program pembelajarannya sendiri sudah sedemikian menariknya untuk diikuti oleh warga belajar yang merupakan sasaran pembangunan manusia Indonesia. Pembangunan manusia Indonesia melalui jalur pendidikan nonformal yang dibahas dalam makalah ini meliputi layanan program pendidikan anak usia Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 8 dini, pendidikan keaksaraan, Home Schooling, kursus dan bimbingan belajar, pelatihan, dan peningkatan budaya baca melalui taman bacaan masyarakat. Pendidikan anak usia dini di Indonesia diberikan bagi anak Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari usia 0-6 tahun. Usia 0 tahun ini tidak bisa dimaknai bahwa pendidikan anak usia dini diberikan setelah anak lahir. Namun, pendidikan diberikan dari sejak masa kehamilan ibu ketika fetus berusia 1 minggu sampai dengan anak lahir dan berkembang sampai usia 6 tahun. Mengingat banyaknya penemuan-penemuan empirik terkini yang menyimpulkan bahwa perkembangan besar dari segi fisik, kecerdasan, dan karakter justru terjadi pada usia 0-6 tahun, menyebabkan layanan pendidikan anak usia dini menjadi krusial dan sangat mendesak bila kita ingin membangun manusia Indonesia yang berkualitas dan berkarakter. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa pada tahun 2011, kebutuhan akan layanan PAUD Indonesia ke depan akan lebih banyak. Dengan demikian, para sarjana, akademisi, dan praktisi pendidikan nonformal memiliki kesempatan yang luas untuk bekerja bersama dengan pemerintah dalam membentuk lembaga-lembaga PAUD yang dibutuhkan masyarakat Indonesia. Selama ini, pemerintah melalui ditjen PAUDNI selalu memberikan bantuan dana bagi para pengelola PAUD dalam rangka pengembangan PAUD maupun dalam rangka pembentukan lembaga-lemabaga PAUD baru yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam penentuan indeks pembangunan pendidikan manusia, angka buta aksara adalah salah satu penentunya. Apabila suatu negara memiliki angka buta aksara yang tinggi, maka skor indeks pembangunan pendidikan akan semakin rendah. Oleh sebab itu, layanan pendidikan untuk pemberantasan buta aksara sangatlah urgent bagi pembangunan manusia Indonesia. Implikasi program-program pendidikan keaksaraan pada pembangunan manusia Indonesia sangat signifikan. Gerbang peningkatan pengetahuan adalah dengan membaca. tanpa kemampuan membaca ini otomatis tidak akan ada peningkatan pengetahuan. Pengetahuan akan membuka wawasan masyarakat tentang bagaimana memberikan nilai tambah dalam bidang-bidang yang terkait dengan dirinya. Semakin tinggi jumlah warga negara yang memiliki kemampuan keaksaraan dasar dan fungsional, maka akan semakin tinggi penyebaran dan penggunaan informasi yang tersedia begitu luas di era berteknologi tinggi sekarang ini. Dengan begitu, diharapkan ada pemerataan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk terus membangun dirinya melalui akses pengetahuan yang dimilikinya. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 9 Pendidikan keaksaraan tidak hanya berkutat dengan pemberantasan angka buta huruf saja. Namun berkaitan dengan peningkatan kemampuan keaksaraan fungsional dan advanced literacy yang mencakup kemampuan analisis, berpikir konseptual dan kritis, serta mencakup kemampuan untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan dirinya dalam rangka memberikan kontribusi yang bernilai bagi kemajuan dan kesejahteraan, baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. Peran para sarjana, akademisi, dan praktisi pendidikan nonformal sangat sentral dalam pemberian layanan pendidikan keaksaraan yang sangat krusial ini. Bersama-sama dengan pemerintah, para sarjana, akademisi, dan praktisi pendidikan nonformal dapat meningkatkan kemampuan keaksaraan masyarakat dari yang asalnya buta huruf, menjadi masyarakat yang mampu membaca, memperoleh dan mengolah informasi serta mampu memiliki kapasitas yang sesuai dengan tingkat advanced literacy. Home Schooling (Sekolah rumah) sangat marak terutama di kota-kota besar, hal ini dikarenakan banyaknya orangtua yang merasa lebih siap menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah ataupun karena kesibukan (misalnya para artis remaja) dan kebutuhan khusus (anak autis yang butuh pengawasan orangtua). Sekolah rumah ini berbeda dengan sekolah umum baik dalam hal pembelajarannya maupun dalam pendekatan kurikulumnya. Pembelajaran lebih bersifat student centered dan pendekatan kurikulumnya lebih banyak menggunakan materi-materi yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Sekolah rumah banyak dipilih karena dapat menyesuaikan dengan pribadi siswa yang unik. Para siswa dapat berfokus untuk mempelajari subjek-subjek yang dapat memperkuat kekuatan dirinya tanpa harus dipaksa untuk mengikuti pelajaran-pelajaran yang memang tidak disukainya sampai siswa dapat memperoleh suatu kecakapan khusus dalam bidang yang dia geluti dan menjadi menonjol di bidangnya tersebut. Di samping kelebihan-kelebihan sekolah rumah di atas, sekolah rumah juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu: anak akan kurang bersosialisasi dengan teman sebayanya karena anak hanya berinteraksi dengan keluarganya saja dan tidak banyak berinteraksi dengan teman seumurnya seperti halnya di sekolah- sekolah umum. Keunikan pembelajarannya membuat siswa sekolah rumah harus mengikuti ujian negara khusus untuk bisa menyetarakan diri dengan sekolah formal apabila siswa ingin melanjutkan sekolah ke sekolah umum. Hal ini tentu saja membutuhkan lebih banyak upaya dan tambahan waktu. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 10 Implikasi Sekolah Rumah pada pembangunan manusia Indonesia secara langsung adalah pada peningkatan rata-rata lama pendidikan yang pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi indeks pembangunan pendidikan manusia Indonesia. Selain itu, pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan pribadi siswa akan mempercepat pengaktualisasian potensi siswa sehingga dapat berkontribusi positif bagi pembangunan masyarakat dan negara Indonesia dengan aktualisasi dirinya itu. Kursus, Bimbingan Belajar, dan Pelatihan merupakan layanan pendidikan nonformal yang tidak pernah surut peminat. Ketiga layanan pendidikan nonformal ini banyak yang muncul sebagai inisiatif masyarakat. Meskipun banyak lembaga pemerintah yang juga memiliki badan pendidikan dan pelatihan (diklat), secara riil di lapangan, lebih banyak lembaga kursus, bimbingan belajar, dan pelatihan yang muncul akibat inisiatif-inisiatif masyarakat sebagai reaksi terhadap perkembangan-perkembangan yang terjadi di masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Kursus dan pelatihan merupakan wadah (tempat) belajar siapapun yang ingin memperoleh pengetahuan atau keterampilan spesifik tertentu dengan kurikulum yang spesifik. Nama kursus disesuaikan dengan isi kursus. Misalnya Kursus Memasak untuk kursus yang berisi segala pengetahuan dan keterampilan khusus untuk memasak saja. Atau kursus menjahit untuk kursus yang berisi segala pengetahuan dan keterampilan khusus untuk menjahit saja. Bimbingan belajar merupakan tempat dan kesempatan belajar di luar sistem sekolah yang penekanannya lebih kepada upaya untuk menguasai materi- materi yang berkaitan dengan kurikulum yang dipelajari di sekolah. Bimbingan belajar ini mengalami booming di Indonesia terutama ketika diberlakukannya standar kelulusan baik untuk ujian akhir semester ataupun ujian akhir nasional. Implikasi kursus, pelatihan, dan bimbingan belajar bagi pembangunan manusia Indonesia sangatlah signifikan. Kursus dan pelatihan merupakan tempat yang tepat bagi siapapun yang ingin mengurangi gap antara kebutuhan lapangan kerja riil dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Hal ini tentu dapat mengurangi pengangguran dan jumlah kemiskinan di Indonesia. Berkurangnya angka pengangguran dan kemiskinan akan memberikan pengaruh positif dalam indeks pembangunan kesehatan dan indeks pembangunan ekonomi yang dalam tahap selanjutnya berdampak besar pada skor pembangunan manusia Indonesia. Program pengembangan minat dan budaya baca merupakan salah satu upaya pembangunan manusia Indonesia melalui jalur pendidikan nonformal yang tujuannya adalah untuk mengembangkan budaya baca, bahasa, sastra Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 11 Indonesia dan daerah untuk membangun masyarakat yang berpengetahuan (Knowledge society), berbudaya, maju dan mandiri (Suryadi, 2009). Dalam implementasi di lapangan, lembaga yang memberikan layanan program pengembangan minat dan budaya baca ini adalah Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Pengembangan minat baca pada jalur pendidikan nonformal ini bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu Taman Bacaan Masyarakat, Bahan Bacaan, dan Calon Pembaca. TBM merupakan tempat pertemuan antara calon pembaca dan bahan bacaan yang merupakan sumber untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis. Pengetahuan dan keterampilan praktis yang didapatkan dari aktivitas membaca tersebut selanjutnya dapat berdampak pada peningkatan produktivitas masyarakat dan bangsa pada umumnya. Implikasi membaca pada pembangunan manusia Indonesia sangatlah besar. Pengetahuan pada zaman sekarang ini berubah sangat cepat. Bila manusia Indonesia tidak mengikuti perkembangan pengetahuan dengan sering membaca hasil-hasil perkembangan pengetahuan dalam bidang tertentu, maka tentu akan tertinggal karena berkutat dengan pengetahuan dan data yang sudah tidak valid. Ketersediaan bahan bacaan yang up to date tentu sangat membantu pertumbuhan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang bidang yang digelutinya. Dengan peningkatan pemahaman akan bidang yang digeluti oleh masyarakat, maka pendapatan masyarakat akan mengalami peningkatan. Peningkatan ekonomi ini akan berdampak pada indeks pembangunan ekonomi yang selanjutnya berdampak pada peningkatan indeks pembangunan manusia Indonesia. Taman Bacaan Masyarakat yang ada di masyarakat ada yang didirikan sepenuhnya oleh masyarakat dan ada pula yang sepenuhnya didirikan oleh pemerintah. Bahan bacaan yang ada di Taman Bacaan Masyarakat itu ada yang sepenuhnya berasal dari masyarakat itu sendiri. Taman Bacaan Masyarakat sekarang menjangkau semua tempat yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Misalnya TBM @ Mall, TBM di perumahan, TBM di pendopo desa, TBM di pasar, TBM di perkampungan, dan lain-lainnya. Penutup Tidak dapat dipungkiri pembangunan manusia Indonesia harus dilaksanakan secara berkelanjutan, terintegrasi, efektif, efisien, holistik, dan merata pada seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana hal ini bisa dilakukan? Layanan pendidikan nonformal adalah jawabannya. Dengan kelenturan dan keluasan layanannya yang merupakan karakteristik penting pendidikan nonformal, pendidikan nonformal mampu menjadi solusi dari tantangan pembangunan manusia Indonesia. Di era learning society seperti sekarang ini, pendidikan Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012 12 nonformal memiliki dimensi yang begitu luas, karena peran, fungsi, dan layanannya selalu mengikuti dinamika kebutuhan masyarakat. Gambaran kiprah dan kontribusi pendidikan nonformal dalam rangka membangun manusia Indonesia telah disampaikan sehingga diharapkan adanya limpahan perhatian dan dukungan dari pemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan nonformal agar percepatan pembangunan manusia bisa tercapai sekaligus percepatan skor Indeks Pembangunan manusia pun bisa tercapai dan hanya ketika Indonesia bisa mencapai skor IPM yang tinggi sajalah negara kita bisa berubah status dari negara berkembang menjadi negara maju seperti yang kita idam-idamkan sejak awal pembentukan negara kesatuan ini. Daftar Rujukan Sudjana, Djudju. 2004. Pendidikan Nonformal. Bandung: Alfabeta. Sujiono, Yuliani Nurani. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks. Suryadi, Ace. 2009. Mewujudkan Masyarakat Pembelajar. Bandung: Widya Aksara Press. Tilaar, H.A.R. 1998. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya Djojonegoro, Wardiman. 1998. Education and Culture Key Aspects of Indonesia’s Development. Jakarta: Ministry of Education and Culture. Rogers, A. 2004. 'Looking again at non-formal and informal education - towards a new paradigm', the encyclopaedia of informal education, (online), ( www.infed.org/biblio/non_formal_paradigm.htm, diakses tanggal 20 Februari 2012) Soewarman, Engking. 2002. Strategi Menciptakan Sumber Daya Manusia Unggul. Jurnal Pendidikan dan Kebbudayaan, No. 37 (8): 532-542. Nurhayati, Sri. 2011. Proses Pembelajaran Pendidikan Holistik Berbasis Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini: Studi Kasus di Kelompok Bermain ANNUR di Desa Lampegan Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: PPS STKIP Siliwangi Bandung. Hatta, Muhammad. 2012. Rethinking Educational Administration. Makalah disajikan dalam Seminar International Rethinking Educational Administration, Universitas Pendidikan Bandung, Bandung, 11 Februari. http://nasional.kompas.com/read/2011/09/19/10594911/Jumlah.Penduduk. Indonesia (diakses tanggal 20 Februari 2012) http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/02/indonesia-ranks-124th- 2011-human-development-index.html (diakses tanggal 20 Februari 2012) http://www.infed.org/biblio/non_formal_paradigm.htm http://nasional.kompas.com/read/2011/09/19/10594911/Jumlah.Penduduk.Indonesia http://nasional.kompas.com/read/2011/09/19/10594911/Jumlah.Penduduk.Indonesia http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/02/indonesia-ranks-124th-2011-human-development-index.html http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/02/indonesia-ranks-124th-2011-human-development-index.html