Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 30 PENINGKATAN KAPASITAS MAHASISWA DALAM PENGELOLAAN SATUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH MELALUI PROGRAM MAGANG (Studi pada Mahasiswa Program Studi PLS STKIP Siliwangi) 1) Dewi Safitri Elsap, 2) Agus Hasbi Noor 1,2) STKIP Siliwangi Bandung 1) nouradewi@yahoo.com ABSTRAK Mahasiswa adalah salah satu komponen dalam pembangunan negara dan bangsa. Mahasiswa program studi PLS perlu untuk mengetahui dan memahami konteks pemberdayaan dan pengelolaan pendidikan luar sekolah secara menyeluruh dalam rangka menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat terhadap kualitas manajemen satuan pendidikan luar sekolah. Penelitian ini merumuskan masalah dalam peningkatan kapasitas dalam pengelolan satuan pendidikan luar sekolah melalui program magang. Metode yang yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Dengan teknik pengumpulan data adalah wawancara dan studi dokumentatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa mahasiswa membutuhkan penguatan dalam pembelajaran magang, pengelolaan satuan pendidikan luar sekolah perlu untuk ditingkatkan dan revitalisasi satuan pendidikan luar sekolah dapat didoring dengan peningkatan kapasitas mahasiswa pendidikan luar sekolah diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi penguatan kapasitas mahasiswa pendidikan luar sekolah. Kata Kunci : kapasitas mahasiswa, pengelolaan satuan PLS, magang PENDAHULUAN Namun, data kenaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia, perlu untuk kembali dikaji mengingat menurut data Badan Pusat Statistik, menjelaskan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen), berkurang 0,89 juta orang (0,53 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Angka tersebut masih dapat dikatakan cukup tinggi. Bahkan, harus kita akui bersama bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada pada level 6% pertahun bukan didorong karena tingginya investasi melainkan karena semakin tingginya angka kredit yang terus berputar di masyarakat untuk keperluan konsumsi. Inilah yang menjadi permasalahan. Karena, tumbuh kembang sebuah negara, bukan karena tingginya faktor konsumsi melainkan harus diimbangi dengan kekuatan investasi yang besar, agar bila pada suatu waktu terdapat ketidakseimbangan sistem ekonomi global, bangsa ini masih memiliki surplus devisa yang bisa membantunya untuk menyelamatkan keuangan negara. Mahasiswa adalah manusia terpilih yang memiliki kesempatan untuk meningkatkan kadar intelektualnya. Tak semua orang berkesempatan untuk menjadi mahasiswa. Dalam pelbagai situasi, mahasiswalah yang dapat bersikap independen tanpa tedeng aling-aling kepentingan manapun. Dengan independensi yang kuat, mahasiswa harusnya dapat mengkritisi setiap informasi yang didapat. Terutama konten media mainstream dengan berbagai kepentingan dibaliknya. Masyarakat terperangkap oleh kesimpangsiuran konten media tanpa tahu mana yang bisa dianggap benar. Pada situasi ini diharapkan mahasiswa, sebagai pihak yang berdiri secara independen, mempunyai tugas untuk membongkar apa yang ada dibalik konten media dan Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 31 memicu masyarakat berpikir kritis. Harapan terbebankan pada diri mahasiswa, mahasiswa adalah harapan bagi masyarakat. Masyarakat memerlukan alternatif media untuk mendapatkan informasi yang lebih objektif, jujur, tanpa adanya kepentingan penguasa yang membungkusnya. Mereka mencari alternatif, akibat kebosanan pada media mainstream. Sehingga medial atrnatif semakin memiliki banyak peminat. Berbagai informasi yang lugas, yang dianggap tabu oleh media mainstream, dapat dengan mudah ditemui dalam media-media alternatif, sebagai pembongkar kepalsuan media arus utama. Seringkali, mahasiswa yang memiliki kadar intelektual merasa belum mempunyai kapasitas untuk menciptakan media yang merdeka. Kapasitas seolah-olah menjadi momok yang menghambat untuk berkarya. Tak adanya kepekaan akan kepentingan masyarakat, membuat para mahasiswa bersikap acuh dengan informasi yang merugikan masyarakat. Keberanian untuk membongkar konten media mainstream hanya sebatas wacana tanpa realisasi. Padahal, kapasitas tak akan pernah bertambah tanpa adanya sebuah keberanian untuk bertindak menghancurkan mitologi media yang sudah terlanjur dianggap sebagai sebuah kebenaran. Kesempatan untuk meningkatkan kadar intelektual terdapat pada setiap individu yang berani berubah, mulai menciptakan alternatif bagi masyarakat. Dan, intelektualitas merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk meningkatkan kapasitas. Tujuan penelitian ini adalah; Mengetahui pola-pola pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kapasitas mahasiswa dalam pengelolaan satuan pendidikan PLS, Menemukan pola manajemen satuan PLS yang tepat, dalam program magang yang dilaksanakan oleh mahasiswa Prodi PLS STKIP Siliwangi Bandung, Menemukan pola revitalisasi Satuan pendidikan PLS agar mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat di sekitarnya. LANDASAN TEORI Kapasitas dalam terminologi umum, berkaitan dengan ruang lingkup, daya tampung, daya serap, keluaran maksimum atau kemampuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003). Peningkatan kapasitas adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk memberikan peningkatan kemampuan atau luaran maksimum. Dalam konteks pembangunan ekonomi bagi masyarakat, maka hal tersebut berhubungan dengan serangkaian upaya yang dilakukan agar masyarakat lebih berdaya dan lebih mampu untuk mengembangkan dirinya sendiri dalam rangka mencapai derajat kehidupan yang lebih baik. Inilah dasar utama dalam pengembangan kapasitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Ini sesuai dengan teori bahwa pembangunan masyarakat merupakan proses pembangunan dimana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi sendiri (Christenson dan Robinson, 1989: 32). Pembangunan dan pengembangan masyarakat pedesaan banyak berkembang yang berkaitan dengan munculnya wacana mengenai pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali diwacanakan dalam konfrensi di Stockholm pada tahun 1972. Selanjutnya konfrensi ini dikenal dengan “Stockholm Conference on Human and Environment”. Secara singkat definisi pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut, “Sustainable development is defined as a process of meeting the present needs without compromising the ability of the future generations to meet their own needs” (World Confrence on Environment and Development, 1987 : 8). Dalam kajian tentang pengembangan kapasitas masyarakat diperlukan juga tentang pengembangan kualitas ekologi yang ada di sekitar masyarakat. Manusia sebagai makhluk hidup maka keberadaan dan kesejahteraannya tergantung pada kelangsungan perikehidupan makhluk hidup yang lain. Jadi kerumah tanggaan manusia akan berhasil dikelola dengan baik Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 32 apabila kerumah tangga makhluk hidup secara keseluruhan dapat dikelola dengan baik (Soerjani et al., 2008). Lebih jauh dikemukan bahwa ekologi mencoba memahami seluruh aktivitas, proses, keterkaitan dan interaksi antar satu komponen dengan komponen lainnya dan dengan spesies lain, toleransi makhluk hidup menghadapi keterbatasan dan perubahan, dan bagaimana individu-individu dalam spesies sebagai bagian dari populasi atau komunitas mengalami pertumbuhan. Pengembangan kapasitas kehidupan masyarakat juga berkaitan dengan kualitas satuan pendidikan luar sekolah yang menjadi salah satu pendorong dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang merupakan tindak lanjut dari gagasan Community Learning Center telah dikenal di Indonesia sejak tahun enam puluhan. Secara kelembagaan, perintisannya di Indonesia dengan nama PKBM baru dimulai pada tahun 1998 sejalan dengan upaya untuk memperluas kesempatan masyarakat memperoleh layanan pendidikan (Sudjana, 2003, 2) METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode kualitatif dan menggunakan pendekatan triangulasi, dimana adanya proses penelitian melibatkan tiga pihak sebagai sumber validasi informasi yang didapatkan. Adapun pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini adalah : 1) Pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di tiga PKBM yang berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat, yaitu PKBM Geger Sunten, PKBM Kinanti dan PKBM Bina Mandiri Cimahi. 2) Para penilik PNFI yang secara langsung membina ketiga PKBM tersebut. 3) Mahasiswa Prodi PLS STKIP Siliwangi Bandung yang mengontrak mata kuliah magang 1. Metode Pelaksanaan program dilakukan di tengah masyarakat dengan melibatkan unsur- unsur terkait, seperti tokoh masyarakat, pemerintah setempat dan sebagainya. Hal ini untuk menjamin terlaksananya program penelitian yang juga berdampak pada peningkatan kualitas kehidupan masyarakat secara langsung. Metode pelaksanaan dilakukan seperti berikut ini : 1) Identifikasi Kebutuhan Program Penelitian 2) Penyusunan Rekomendasi Rencana Program Penelitian 3) Penyusunan rencana, yang diikuti dengan sosialisasi rencana program 4) Pelaksanaan Penelitian 5) Evaluasi dan Penyusunan Rekomendasi hasil penelitian PEMBAHASAN Subyek atau responden penelitian merupakan aspek yang sangat berpengaruh dari suatu penelitian guna mencari jawaban penelitian. Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian metode penelitian bahwa responden dalam penelitian ini berjumlah enam orang, dengan responden utama yang terdiri dari dua orang mahasiswa program studi Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung. Selain responden utama peneliti juga menggunakan responden pendukung yaitu dua orang dari pengelola dan dua orang dari penilik PLS. Pemilihan ini didasarkan pada kebutuhan pendalaman data penelitian yang membutuhkan pembanding dari mahasiswa, penilik dan pengelola. Mahasiswa diambil tiga orang karena kebutuhan dari program yang langsung menggunakan mahasiswa sebagai sasaran utama, Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 33 penilik dipilih sebagai salah satu pembanding data, dan pengelola dipilih sebagai salah satu pembanding pula dari sistem pengelola program magang 1 yang dilakukan di STKIP Siliwangi Bandung, dua pengelola karena mewakili daerah Kecamatan Lembang tempat PKBM Kinanti dan PKBM Geger Sunten berasal. Serta PKBM Bina Terampil Mandiri sebagai salah satu PKBM yang berada di wilayah kecamatan Cimahi. Menurut pendapat LL menyebutkan bahwa dalam proses perkuliahan magang 1 disebutkan bahwa identifikasi kebutuhan mahasiswa dilakukan dengan menggunakan pre-test dan juga penilaian secara kualitatif oleh program studi, senada dengan pendapat LL, responden HH pun mengungkapkan bahwa proses identifikasi kebutuhan program magang 1 dilakukan dengan menggunakan pre-test pada awal perkuliahan dan dilanjutkan dengan pendalaman secara kualitatif oleh dosen program studi. (PW 1) Kesimpulan : identifikasi kebutuan dalam program perkuliahan magang 1 diperlukan dengan menggunakan metode pre-test. Mengenai perumusan tujuan perkuliahan, LL dan HH sependapat bahwa proses perumusan tujuan perkuliahan dilakukan oleh dosen dengan menggunakan metode wawancara dan juga disesuaikan dengan kondisi pengembangan program yang dilakukan sebelumnya. “Proses rumusan tujuan disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa pada tiap angkatan yang mungkin dapat berbeda dengan proses perkuliahan pada periode sebelumnya. Tapi kami juga dilibatkan dengan menggunakan pendekatan wawancara secara khusus dengan para dosen program studi”. (PW 2) Kesimpulan : perumusan tujuan perkuliahan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan mahasiswa. Sedangkan mengenai metode perkuliahan yang digunakan, menurut pendapat responden LL mengemukakan bahwa hal tersebut disesuaikan ddiengan beban materi yang diberikan oleh dosen. Terutama pada proses observasi, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mempelajarai berbagai kasus yang ada di tengah masyarakat. “Kita diberikan kesempatan untuk dapat mempelajari bahkan mengumpulkan kasus yang berkaitan dengan pengelolaan satuan Pendidikan Luar sekolah yang ada disekitar kita. Sehingga kita dapat memahami berbagai permasalahan yang ada disekitar kita, dan merumuskan solusi yang mungkin dapat menjadi salah satu cara dalam membantu masyarakat berkembang”. Sedangkan HH mengungkapkan bahwa metode perkuliahan perlu untuk dikembangkan, terutama berkaitan dengan kasus yang berhubungan dengan pengelolaan satuan pendidikan luar sekolah. Ia mengungkapkan bahwa, “Kami sebenarnya nyaman saja dengan metode yang digunakan, terutama dengan menggunakan pendekatan kasus. Tapi kayaknya kita perlu juga untuk menggunakan pendekatan penelitian yang lebih luas untuk dapat mendorong perbaikan dan peningkatan kemampuan kita ya? Terutama ngasi dan nyari solusi untuk pengelolaan satuan PLS”. (PW3) Kesimpulan : Penggunaan metode analisis kasus diperlukan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa magang 1, terutama penguatan kompetensi mahasiswa. Sedangkan mengenai teknik evaluasi yang dilakukan untuk pengembangan program perkuliahan magang 1, responden LL menyebutkan bahwa dalam pendekatan yang digunakan perlu untuk ditambah lagi. “Saya ngerasa kalo ujiannya, terutama tes pasca perkuliahan perlu untuk dikembangkan. Karena, bukan hanya secara tertulis tapi juga membutuhkan ujian dengan menggunakan pendekatan yang lebih menyeluruh, misalnya dengan laporan praktek lapangan berupa portofolio yang lebih baik”. Senada dengan LL, responden HH pun mengungkapkan bahwa pendekatan dalam evaluasi perkuliahan perlu untuk dikembangkan dalam upaya mengantisipasi adanya mahasiswa yang tidak melaksanakan tugas perkuliahan Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 34 dengan tepat. Menurut HH, “Bagusnya siy, kalo bisa menggunakan ujian yang lebih komprehensif ya, biar kita juga bisa diukur dengan tepat dan cepet ketimbang kalo ujiannya hanya menggunakan tes tulis aja”. (PW 4) Kesimpulan : Penggunaan evaluasi dengan menggunakan tes tertulis, perlu untuk ditambah dengan tes portofolio sehingga dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang lebih komprehensif Sedangkan dalam progam tindak lanjut yang perlu dilakukan dalam mengembangkan perkuliahan, LL mengungkapkan bahwa perlu untuk dilakukan program yang lebih terbuka lebar untuk seluruh lapisan masyarakat, terutama dalam hal publikasi hasil observasi yang dilakukan mahasiswa, sehingga bisa lebih bermanfaat secara luas. “Bagusnya mah, kalo beres kuliah magang 1 ada seminar, sehingga semua orang bisa tahu tentang kondisi satuan pendidikan luar sekolah yang dijadikan tempat magang 1”. Senada dengan LL, responden HH pun mengungkapkan bahwa dengan adanya publikasi yang lebih luas, maka diharapkan hasil utama dalam proses observasi dapat dijadikan salah satu referensi dan rujukan dalam pengembangan kehidupan masyarakat yang lebih baik. “Iya, harus ada publikasi. Kayak seminar atau pelatihan, sehingga hasil observasi bisa jadi salah satu cara untuk membantu masyarakat, apalagi kalo berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan satuan pendidikan luar sekolah”. (PW 5) Kesimpulan : program tindak lanjut mata kuliah magang 1 perlu untuk dikembangkan dengan seminar atau workshop sehingga dapat dikembangkan dan dipublikasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama pengampu kepentingan dalam program perkuliahan magang 1. Sedangkan untuk pola manajemen satuan pendidikan luar sekolah pada program perkuliahan magang 1, berdasarkan pada hasil penelitian dengan menggunakan metode wawancara, maka dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut : Untuk perencanaan program responden LL mengemukakan bahwa dalam pola manajemen satuan PLS masih menggunakan pendekatan penelitian yang masih menggunakan pendekatan seadanya, dimana pengelola tidak merumuskan secara rinci mengenai program yang dilaksanakan. Sedangkan responden HH juga mengemukakan bahwa permasalahan utama untuk dalam pengelolaan satuan PLS adalah proses perencanaan yang masih alakadarnya. Terutama masih menyesuaikan dengan proyek pemerintah bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat atau warga belajar. “Kalo kita lihat, bahwa pengelolaan masih menggunakan pendekatan yang seadanya, soalnya pengelola masih ngeliat program apa yang sedang digalakkan pemerintah. Jadi programnya keliatan banyak yang stagnan, gitu-gitu aja. Kasian juga kalo lihat pengelola yang sepertinya tak berdaya, kalo mau ngembangin program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat”. Sedangkan responden YH yang juga seorang pengelola mengemukakan bahwa permasalahan utama dalam perumusan tujuan program pada satuan pendidikan luar sekolah adalah masih kurangnya pemetaan yang dilakukan pada program satuan pendidikan luar sekolah, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri, “Ya kita mau gimana lagi, soalnya masalah pengelolaan program PLS pada satuan PLS terutama PKBM tergantung pada program yang dijalankan pemerintah, dan kita yang ngikut saja. Apalagi masyarakat juga kadang masih abai karena tidak tahu apa yang harus dilakukan pada saat terlibat dalam program PLS di PKBM seperti kita”. Responden AN juga mengemukakan bahwa, “Sebenernya kita sudah mengantisipasi dengan melakukan berbagai perencanaan dengan masyarakat, lalu kita umumkan dan baru kita laksanakan. Tapi masalahnya kadang masyarakat juga cuma mau ikut kalo kita ngeluarin dana untuk pelaksanaan program, walaupun memang kadang ada swadaya, tapi namanya masyarakat kecil, mereka pasti mentingin perut daripada sekolah yang dampaknya kerasa nanti beberapa Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 35 waktu ke depan kan? Bukan sekarang”. Pendapat tersebut juga dibenarkan oleh EE sebagai penilik dan NL. “Ya, memang sulit ya, kalo bukan dari kesadaran yang lebih baik dari masyarakat. Karena masalahnya adalah keberlanjutan program pendidikan luar sekolah hanya bisa berkembang jika ada kemauan dari masyarakat. Tapi masalahnya adalah terkendala kondisi kehidupan masyarakat yang masih terpaut dengan kondisi kebutuhan pokok dan kehidupan sehari-hari. Ini memang menjadi tantangan kita ke depannya”. (PW 6) Kesimpulan : perencanaan program masih membutuhkan peningkatan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan warga belajar. Sedangkan untuk program pengorganisasian satuan pendidikan luar sekolah, responden LL mengemukakan bahwa dalam pelaksanaannya, walaupun perencanaan tidak jelas, tapi masyarakat masih mau untuk terlibat dalam satuan pendidikan luar sekolah. Hal ini menjadi dorongan tersendiri untuk dapat meningkatkan kualitas program pendidikan luar sekolah pada satuan pendidikan yang ada di lokasi observasi program magang 1. Senada dengan LL, responden HH pun mengungkapkan bahwa proses pengorganisasian dapat berjalan dengan baik. “Bagus tapinya, kalo pas saat ada acara semuanya bisa kumpul, dan produknya juga bisa dihasilkan dengan baik”. Sedangkan menurut YH, yang merupakan pengelola mengungkapkan bahwa dalam hal pengorganisasian, masyarakat seringkali terlibat secara aktif dalam program yang ada di PKBM. “Aktif semua, bisa datang. Kalo pas ada jadwal pembelajaran, walaupun hanya sebagian. Tapi semuanya bisa hadir dan saling membelajarkan, apalagi bila diantaranya ada yang sudah punya pengalaman sebelumnya. Jadi bisa saling menguatkan”. Responden AN yang juga merupakan seorang pengelola mengungkapkan bahwa, “Warga belajar PKBM sini sering hadir dan aktif. Ini karena tutornya juga rajin dan tepat waktu. Sehingga kepercayaan warga belajar bisa dipelihara”. Dengan adanya berbagai pendekatan, menurut responden EE, menyebutkan “Bagus di PKBM Geger Sunten, mereka sudah bisa berjalan dan konsisten dalam menjalankan program”. Senada dengan responden EE, Responden NL pun mengungkapkan bahwa semua program bisa berjalan. Hal ini juga sebenarnya karena adanya kepercayaan yang telah berlangsung dengan baik, sehingga masyarakat tidak lagi ragu untuk terlibat dalam program pendidikan luar sekolah. (PW 7) Kesimpulan : pengorganisasian pada satuan pendidikan luar sekolah telah berjalan dengan baik dan dapat saling membelajarkan. Mengenai pelaksanaan program, responden LL mengemukakan bahwa dalam perjalanan setiap program telah dijalankan dengan baik, sehingga setiap program yang ada dapat mencapai hasil yang diharapkan, “Bagus kalo untuk penyusunan program. Jadi hasilnya juga bagus”. Sedangkan responden HH mengungkapkan bahwa dalam prosesnya ternyata warga belajar terlihat antusias dalam mengikutinya, walaupun dalam berbagai keterbatasan yang ada. “Aku lihat semuanya berjalan dengan baik dan warga belajar dapat mengikuti berbagai program yang ditetapkan dengan baik. Mereka juga terlihat berpartisapasi dalam berbagai program yang ada, dengan luaran sebagaimana yang diharapkan”. Sementara itu, responden YH yang juga menjadi pengelola dari PKBM Geger Sunten mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai keterbatasan, namun semuanya dapat digantikan dengan sumber daya lainnya yang juga memiliki daya guna yang hampir sama. “Ya, kita gunakan saja alat peraga yang dianggap masih memiliki fungsi yang sama dengan yang aslinya. Walaupun pada dasarnya masih terdapat beberapa pengayaan sesuai dengan kreativitas dari para tutor dan instruktur teknis”. Pendapat senada juga dinyatakan oleh AN yang juga menjadi pengelola dari PKBM Bina Mandiri Cimahi, ia mengungkapkan, “Semuanya berlandaskan pada sistem yang diatur oleh pemerintah. Juga berbagai organisasi seperti forum PKBM yang telah mengatur dan membantu mengelola sistem program yang Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 36 ada. Semuanya berjalan dengan baik. Kalaupun ada beberapa penyesuaian masih dalam kerangka progam yang ada”. Penilik EE mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan program semua telah dilaksanakan sesuai dengan standar baku dari pemerintah dan kami juga turut mengawasi dan membantu memberikan arahan dan bimbingan”. Penilik NL mengungkapkan bahwa, “Dalam wilayah kerja saya, semuanya terpantau berjalan dengan baik dan berjalan sesuai dengan juklak dan juknis yang diberikan. Memang ada beberapa penyesuaian, karena disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Tapi kami tetap memberikan arahan, sehingga tetap sesuai dengan kerangka kerja yang ada”. (PW 8) Kesimpulan : pelaksanaan program disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, namun masih sesuai dengan ketentuan yang ada. Selanjutnya dalam evaluasi manajemen program pendidikan luar sekolah, dapat dilihat beberapa hasil sebagaimana yang diungkapkan oleh responden LL, “Evaluasi dilaksanakan pada saat program pembelajaran berakhir dan pada saat program berakhir masa kerjanya. Pada saat evaluasi saya lihat, banyak masukkan diantaranya adalah cara pembinaan tutor, warga belajar dan pemanfaatan berbagai perangkat pendukung pembelajaran”. Sedangkan responden HH menyebutkan bahwa, “Evaluasi dilakukan secara spontan dan tidak menggunakan instrumen yang baku untuk evaluasi manajemen program. Tapi untuk pembelajaran telah menggunakan instrumen sesuai dengan tujuan capaian pembelajaran yang ditentukan”. Responden lainnya, seperti YH mengungkapkan bahwa, “Evaluasi dilakukan untuk mendukung berbagai pelaksanaan konsep yang sesuai dengan juklak dan juknis. Terutama mengukur ketercapaian tujuan program yang ditentukan”. Responden AN mengungkapkan bahwa, “Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, sesuai dengan format evaluasi formatif maupun sumatif, sehingga sesuai dengan kebutuhan program itu sendiri. Secara umum evaluasi dilakukan untuk mengukur ketercapaian tujuan program yang dilakukan, sehingga dapat mendapatkan luaran yang ditetapkan”. Pada kesempatan lain, responden EE mengungkapkan bahwa evaluasi manajemen selalu dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak yang menjadi pengampu kepentingan dalam program pendidikan luar sekolah, termasuk pada satuan pendidikan nonformal”. Dan responden NL mengungkapkan bahwa, “Evaluasi manajemen program dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dimana setiap pengampu kepentingan berusaha untuk memberikan penilaian dan masukan terhadap pelaksanaan program yang ada. Sehingga program jadi lebih kaya dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri”. (PW 9) Mengenai hasil dalam hal ini adalah balikan (outcome) menjadi salah satu indikator dalam penelitian ini. Menurut responden LL mengungkapkan bahwa dalam beberapa kesempatan balikan (outcome) adalah peran serta warga belajar dalam program pendidikan luar sekolah, seperti kesetaraan, pelatihan dan kursus yang dilaksanakan ditunjukkan dengan adanya berbagai partisipasi dan adanya sharing pengalaman. Tidak jarang warga belajar menjadi nara sumber dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Sedangkan menurut responden HH, “Hasil utama dari manajemen program adalah adanya peningkatan kompetensi warga belajar, serta adanya peningkatan kualitas pengelolaan, karena ada pengembangan dan masukkan dari berbagai pihak yang terlibat dalam program yang dilaksanakan”. Menurut responden YH menyebutkan bahwa hasil utama dari outcome manajemen adalah adanya rekomendasi untuk peningkatan kualitas program yang dilaksanakan. Sedangkan responden AN menyebutkan bahwa, “Dengan adanya evaluasi manajemen dapat menjadi salah satu rekomendasi penguatan program, serta dapat meningkatkan kualitas program. Salah satu dampaknya adalah kualitas hasil yang lebih baik”. Sedangkan menurut responden EE mengungkapkan bahwa, “Dalam manajemen hasil program satuan pendidikan luar sekolah, termasuk pada satuan pendidikan luar sekolah, menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya terlihat bahwa para pengelola dapat mengelola Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 37 program dan satuan yang dipimpinnya. Dengan demikian, dapat memberikan nilai tambah terhadap kualitas hasil yang diberikan”. Sedangkan responden NL mengungkapkan bahwa “Manajemen hasil dalam pengelolaan program telah memberikan dampak terhadap peningkatan kompetensi warga belajar dan hasil yang didapatkan oleh warga belajar”. (PW 10) Kesimpulan : manajemen pengelolaan program yang baik telah dapat memberikan nilai hasil yang baik pula. Terutama dalam peningkatan kompetensi warga belajar dan hasil yang didapatkan oleh warga belajar. Menurut hasil penelitian, pola revitalisasi satuan pendidikan luar sekolah agar mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar adalah sebagai berikut : Menurut responden LL, pola identifikasi kebutuhan harus melibatkan sebanyak mungkin partisipasi dari warga belajar dan masyarakat. Senada dengan LL, responden HH pun mengungkapkan bahwa, “Identifikasi kebutuhan harus memberikan kesempatan kepada warga belajar dan masyarakat untuk dapat menemukan pola yang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sehingga dapat menjadi salah satu rekomendasi awal dalam pelaksanaan program pendidikan luar sekolah”. Menurut responden YH, “Identifikasi harus dapat memberikan kesempatan kepada pengelola untuk dapat berkreasi dan mengidentifikasi sesuai dengan kebutuhannya yang nyata. Dengan demikian, program benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga tepat sasaran”. Dan menurut responden AN, “Indentifikasi kebutuhan harus menjadi patokan dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, sehingga menjadi salah satu cara dalam mengembangkan program yang lebih baik”. Menurut responden EE, ”Identifikasi kebutuhan harus menjadi bagian utama dalam pengembangan program PLS sehingga lebih berdaya guna bagi masyarakat”. Sedangkan responden NL mengungkapkan bahwa, “Dengan adanya identifikasi kebutuhan yang nyata, dan dilakukan sepenuhnya oleh pengelola dan warga belajar itu sendiri, dapat memberikan gambaran dan penguatan yang jelas terhadap pelaksanaan program pada satuan pendidikan luar sekolah”. (PW 11). Kesimpulan : revitalisasi program PKBM dapat dilakukan dengan adanya identifikasi kebutuhan yang tepat pula, sehingga memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk mengembangkan dirinya secara tepat dan berkelanjutan. Mengenai perumusan tujuan dalam rangka revitalisasi satuan pendidikan luar sekolah, responden LL mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaannya, “Perumusan tujuan program seharusnya diberikan kepada pengelola, instruktur/ tutor dan warga belajar, sehingga setiap komponen program dapat mengembangkan pendekatan yang tepat dalam pelaksanaannya program tersebut”. Sedangkan responden HH mengungkapkan bahwa dalam hal pengembangan program, “Perumusan tujuan perlu untuk disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar dan sesuai dengan identifikasi kebutuhan”. Senada dengan pendapat HH, responden YH menyebutkan bahwa, “Proses pelaksanaan program revitalisasi satuan pendidikan luar sekolah, perumusan tujuan perlu untuk menyesuaikan sedekat mungkin dengan kebutuhan warga belajar dan situasi yang ada pada tiap satuan pendidikan luar sekolah”. Responden AN pun mengungkapkan hal yang sama, “Dimana-mana juga perumusan tujuan itu harus sesuai dengan kebutuhan dan hasil indentifikasi kebutuhan yang dilakukan, sehingga setiap orang dapat merasakan hasil yang sama dan bertanggungjawab pada apa yang dirumuskan sebagai tujuan program itu sendiri”. Responden EE, menyatakan bahwa, “Dalam rangka revitalisasi program satuan pendidikan luar sekolah, “Perumusan tujuan perlu untuk disesuaikan dengan berbagai kebutuhan yang dirasakan oleh warga belajar. Karena akan menentukan hasil dan pencapaian tujuan yang ada”. Senada dengan EE, responden NL menyatakan bahwa, “Perumusan tujuan penting untuk dapat disesuaikan Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 38 dengan kebutuhan warga belajar, agar dapat memenuhi standar yang ada dan dapat memenuhi kebutuhan warga belajar” (PW 12) Kesimpulan : Perumusan tujuan dilakukan untuk dapat mengembangkan capaian yang paling mungkin dan tepat dalam meningkatkan kompetensi warga belajar. Menegenai program revitalisasi pada pelaksanaan program pendidikan luar sekolah, responden LL mengungkapkan bahwa, “Dalam pelaksanaan program perlu untuk dilakukan prosedur yang lebih baik, sehingga warga belajar dapat mengukur programnya secara tepat”. Sedangkan responden HH mengungkapkan bahwa, “Dalam pelaksanaan program pendidikan luar sekolah diperlukan adanya proses pengukuran yang lebih tepat dalam menentukan program yang dapat dijalankan sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan warga belajar”. Responden YH juga mengungkapkan hal yang sama, bahwa proses pelaksanaan diperlukan prosedur yang tepat, namun masih memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk dapat berkembang”. Semantara responden AN mengungkapkan bahwa, “Dalam pelaksanaan program seharusnya memberikan keleluasaan dengan fleksibilitas yang tepat, sehingga dapat memberikan keluasan terhadap warga belajar dan pengelola untuk dapat mengembangkan program yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada”. Senada dengan responden AN, responden EE juga mengemukakan “Adanya kepentingan untuk dapat memberikan nilai tambah terhadap bentuk kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar, maka pelaksanaan harus sesuai prosedur dan pada saat yang sama juga harus memberikan kesempatan kepada semua warga belajar untuk dapat berkreasi”. Responden NL juga mengemukakan hal yang sama, terutama dalam pemberian kesempatan kepada pengelola dan warga belajar dalam membangun kompetensi yang sesuai dengan program, tapi memberikan kesempatan untuk berkreasi. (PW 13). Kesimpulan : Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan prosedur, namun tetap memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk mengembangkan kompetensi yang diharapkannya. Dalam hal evaluasi program, responden LL mengemukakan bahwa “Evaluasi perlu untuk dilaksanakan secara berkelanjutan dan menyeluruh. Hal ini untuk mendukugn pengembangan program di masa yang akan datang”. Responden HH juga mengemukakan bahwa, “Evaluasi program perlu untuk dilakukan secara berkelanjutan dan menyeluruh supaya dapat dilihat dampak yang dihasilkan dari program yang dilaksanakan, baik dalam program kesetaraan, life skill maupun program lainnya”. Responden YH mengungkapkan bahwa, “Dalam proses evaluasi program satuan PLS, perlu dikembangkan adanya perluasan proses evaluasi dalam rangka memberikan kesempatan kepada para pengelola agar dapat menyesuaikan dengna fleksibilitas yang ada dalam pelaksanaan program”. Selanjutnya responden AN juga mengungkapkan, “Evaluasi seharusnya dapat mengukur ketimpangan antara hasil dan rencana. Namun, sering terdapat kesenjangan yang masih perlu untuk diperbaiki. Hal ini karena seringkali terdapat perbedaan antara perencanaan dengan hasil yang didapatkan. Untuk itu, perlu posisi jangkauan evaluasi yang lebih luas”. Responden EE juga mengungkapkan bahwa, “Dalam evaluasi seringkali tidak sesuai dengan harapan, karena adanya proses yang berjalan dengan tidak sempurna, namun demikian dapat diperbaiki dalam program lanjutan yang lebih menyeluruh”. Responden NL mengutarakan, “Setiap evaluasi dapat menghasilkan nilai tambah bagi program yang dijalankan, tapi perlu juga untuk dapat memberikan kesempatan kepada evaluator dan para pengampu kepentingan untuk dapat menyesuaikan dengan apa yang ada di lapangan”. (PW 14) Kesimpulan : dengan adanya evaluasi diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi program pendidikan luar sekolah, sehingga dapat dimanfaatkan oleh para pengampu kepentingan. Jurnal EMPOWERMENT Volume 6, Nomor 2 Oktober 2017, ISSN No. 2252-4738 39 Mengenai dampak dari program yang dilakukan, terutama dalam hal revitalisasi program pendidikan luar sekolah, responden LL mengemukakan bahwa, “Dampak terbesar dalam program pendidikan luar sekolah adalah peningkatan kualitas kehidupan, yang secara sederhana terlihat dari bagaimana masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kompetensinya untuk memberdayakan potensi yang ada”. Sedangkan menurut responden HH mengungkapkan bahwa, “Dampak dari program yang dilakukan, terutama dalam proses revitalisasi adalah upaya untuk terus meningkatkan kapasitas warga belajar dalam memanfaatkan hasil partisipasi dalam program pendidikan luar sekolah”. Sedangkan menurut responden YH mengungkapkan bahwa, “Dampak revitalisasi program adalah program semakin menguat dan memberikan kesempatan kepada para warga belajar terutama masyarakat untuk terus berkembang, melalui pendidikan luar sekolah”. Senada dengan YH, responden AN mengemukakan bahwa, “Revitalisasi memberikan kesempatan kepada kita untuk memberikan penguatan program dan warga belajar untuk terus berkembang”. Responden EE dan NL pun mengungkapkan bahwa, “Revitalisasi perlu untuk dilakukan, sehingga memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk terus mendapatkan tempat dalam pengembangan kompetensi dan peningkatan kualitas kehidupannya”. (PW 15) Kesimpulan : revitalisasi program diperlukan untuk mengembangkan kualitas program pendidikan luar sekolah agar sesuai dengan kebutuhan dan selaras dengan capaian yang ditentukan KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan maka diperoleh kesimpulan bahwa : pertama, peningkatan kualitas pembelajaran magang menjadi salah satu cara untuk membentuk kapasitas mahasiswa terutama dalam kompetensi manajemen satuan pendidikan luar sekolah. Kedua, manajemen satuan pendidikan luar sekolah perlu untuk ditingkatkan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kehidupan masyarakat. Ketiga, revitalisasi satuan pendidikan nonformal dapat menjadi penguat dalam pembentukan karakter dan kekuatan manajemen satuan pendidikan luar sekolah sehingga memperkuat kompetensi mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA Christenson, et.al. (1989). Community Development in Perspective. Iowa State University; United States of America. Sudjana, D. (2003). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Falsafah, Teori. Falah Production; Bandung. Suharto, Edi, (1997). Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan-STKS Solihin, D. (2005). Community Develompent. Prosiding pada Diklat JFP Tingkat Pertama Angkatan V, LPEM-UI, Jakarta 1 Agustus 2005 Thompson GF, FR Stainer. 1997. Ecological Design and Planning. J Wiley. New York.