Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 1 DESAIN PAUD ACCESSIBLE BAGI SEMUA Lenny Nuraeni Program Studi PG PAUD STKIP SILIWANGI BANDUNG lennynuraeni86@gmail.com ABSTRAK Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan di usia dini merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini. Berdasarkan berbagai penelitian bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik dalam mengembangkan kehidupannya di masa depan. Selain itu pendidikan diusia dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar anak dalam menerima proses pendidikan di usia-usia berikutnya. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatkan perhatian dan bantuan dari orang lain. Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing – masing . Dalam penyusunan progam pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya. Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional . Karaktristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensori motor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 2 kemampuan berinteraksi social serta kreativitasnya. Pendidikan inklusif sebagai suatu trend baru dalam sistem pendidikan hadir sebagai konsekuensi logis dari adanya demokrasi pendidikan dan tegaknya hak asasi manusia di seluruh dunia. Pendidikan inklusif semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education For All dideklarasikan. Pendidikan inklusif berimplikasi terhadap sistem persekolahan yang dapat dilihat melalui adanya modifikasi kurikulum dan program pendidikan, metode pembelajaran, media, lingkungan, bahkan sistem evaluasinya, sehingga keberadaan anak berkebutuhan khusus merasa mendapatkan tempat dan layanan pendidikan yang sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya. Demikianjuga, implementasi pendidikan inklusif menuntut model layanan bimbingan dan konseling yang efektif sehingga berhasil membawa misinya untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak berkebutuhan khusus secara optimal. Kata Kunci: PAUD Accessible Bagi Semua PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun pada dasarnya disemangati oleh seruan Intemasional Education for All (EFA) yang dikumandangkan UNESCO. Sebagai kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Sinegal tahun 2000, bahwa penuntasan EFA diharapkan tercapai pada tahun 2015. Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa pasal 31 Undang- undang Dasar 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pasal 32 LJUSPN Nomor 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Harus diakui, pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatlan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin tajam. Untuk mencapai tujuan idealiems pendidikan, tentu diperlukan komitmen dalam membangun kemandirian dan pemberdayaan yang mampu menopang kemajuan pendidikan di masa mendatang. Dalam menjalankan idealism tersebut, pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk merealisasikan visi dan misi pendidikan nasional yang reformatif dan berbasis kerakyatan. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 3 Sementara itu pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi dengan pemyataan Salamanca tahun 1994. Pemyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan Education for All dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif. Demikianjuga diperkuat oleh Deklarasi tentang Indonesia Menuju Pendidikan Inklusifyang dicetuskan di Bandung, 11 Agustus 2004. Pendidikan inklusif diharapkan mampu mendorong sekolah-sekolah reguler dapat melayani semua anak, terutama mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Pendidikan Inklusif merupakan wadah yang sangat ideal, yang diharapkan dapat mengakomodasi pendidikan bagi semua terutama anak-anak berkebutuhan khusus yang selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan sebagaimana layaknya anak- anak lain. Walaupun demikian pendidikan inklusif secara berangsur- angsur sudah mulai diterima sebagai bagian dari upaya yang memiliki nilai strategis dalam mengembangkan kebijakan pendidikan nasional. Adapun tujuan dari pembuatan tugas ini adalah: . 1. Bagi Peserta Didik bisa mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur dan jenjang pendidikan tertentu. 2. Bagi Guru/tenaga pengajar:mampu mengatur segala proses dan perencanaan pembelajaran bagi semua peserta didik sampai pada tahapan evaluasi serta guru dituntut sebagai figure yang benar- benar dipercaya dan diyakini dalam menumbuhkan sikap kebebasan terhadap anak didik untuk mengungkapkan problematikanya. Dari hasil penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Dari segi teoritis, tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pendidikan anak usia dini 2. Dari segi praktis, tulisan ini diharapkan dapat membantu memberikan memberikan pencerahan bagi usaha-usaha yang dilakukan dalam peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia sejak dini sampai usia dewasa dalam bingkai pendidikan untuk semua dan pendidikan sepanjang hayat. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 4 ISI KAJIAN Desain Pembelajaran berbasis kompetensi yang accessible bagi semua peserta didik seyogyanya didasarkan pada kompetensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Desain ini dirancang berdasarkan kebutuhan nyata setiap peserta didik di lapangan. Penerapan program berdasarkan kompetensi dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) pada seluruh jenjang dan jalur pendidikan. Pola ini terkait dengan “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” yang telah dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2002. Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebebasan berfikir dan bertindak seperti yang dikemukakan oleh McAshan (1981: 54), sebagai berikut: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactory perform particular cognitive, affective and psychomotor behavior” Kompetensi yang harus dikuasai oleh setiap peserta didik perlu dinyatakan agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar. Tentunya dengan mengacu pada pengalaman langsung melalui interaksi dengan lingkungan di sekitarnya baik benda-benda maupun orang. Peserta didik perlu mengetahui tujuan akhir belajar dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit dan memiliki kontribusi terhadap kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajari. Beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi menurut Gordon (1988: 109 dalam Mulyasa, E 2004: 39) yaitu sebagai berikut: 1. Pengetahuan, merupakan kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. 2. Pemahaman, merupakan kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya, seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 5 tentang karakteristik dan kondisi setiap peserta didik agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. 3. Kemampuan, adalah suatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya, kemampuan guru dalam memilih dan membuat alat peraga sederhana untuk member kemudahan belajar kepada setiap peserta didik. 4. Nilai, adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya: standar perilaku guru dalam pembelajaran seperti kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan sejenisnya. 5. Sikap, merupakan perasaa senang tidak senang, suka tidak suka atau reaksi terhadap suati rangsangan yang datang dari luar. Misalnya, reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji dan sebagainya. 6. Minat, adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya, minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu. Keterampilan seorang guru seperti yang dinyatakan pada pernyataan tersebut, akan Nampak pada saat berlangsungnya pembelajaran di kelas. Keterampilan tersebut merupakan perilaku guru yang efektif, artinya guru hendaknya secara sistematik menyajikan kompetensi-kompetensi yang efektif untuk berbagai situasi belajar. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu mencapai sasaran kompetensi dengan memanfaatkan kemampuan, minat dan kesiapan menerima pembelajaran dari setiap peserta didik. Kompetensi-kompetensi sistem pembelajaran yang melandasi suatu proses pembelajaran efektif hendaknya mengacu pada konseptual model pembelajaran individual. Elemen yang ada pada konseptual pembelajaran individual meliputi Elicitors, Behaviors, Reinforces, Terminal Objective dan Enroute. Keenam elemen konseptual model tersebut sangat berperan dalam proses pembelajaran. Pengertian keenam elemen tersebut sebagai berikut: 1. Elicitors (E), merupakan peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan atau menyebabkan perilaku. Elicitors terjadi melalui peralatan pembelajaran seperti alat bermain atau toys, bentuk Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 6 permainan edukatif, buku, instrument tes, gambar-gambar, alat tulis seperti Crayon. Selain itu, Elicitors dapat juga berupa bentuk-bentuk arahan atau perintah, permintaan, demonstrasi, atau seperangkat bentuk arahan atau petunjuk-petunjuk tertentu. Juga melalui seseorang dengan berbagai macam bentuk seperti senyuman sebagai tanda persetujuan, atau kerutan dahi sebagai tanda tidak setuju. Penyebab perilaku dapat terjadi oleh salah satu atau merupakan gabungan dari beberapa elicitors tersebut. 2. Behaviors atau perilaku (B), merupakan kegiatan dari peserta didik, atau sesuatu yang dapat ia lakukan. Misalnya berlari, berjalan, berbicara, menulis, menyusun atau memasangkan kembali suatu permainan dengan bentuk papan permainan atau Puzzle, membaca, menjawab pertanyaan, menyimpan angka pada suatu penjumlahan dengan deret ke bawah atau kemampuan duduk di kursi. 3. Reinforces atau Penguatan (R), adalah suatu kejadian atau peristiwa yang muncul sebagai akibat dari perilaku dan dapat menguatkan perilaku tertentu yang dianggap baik. Penguatan dapat berupa peningkatan kepuasan dari perilaku untuk masa depan. Terhadap suatu stimulus atau rangsangan yang mengikuti perilaku yang tidak memuaskan atau yang tidak sesuai dengan haraan tidak akan diberikan penguatan. 4. Entering Behavior atau Kesiapan menerima pembelajaran. Sebelum guru memulai melakukan kegiatan pembelajaran terhadap peserta didik, sangat esensial jika guru mengetahui terlebih dahulu mengenai kesiapan setiap peserta didiknya. Entering Behavior ini sangat penting disebabkan guru harus mempertimbangkan secara matang dalam menyampaikan beberapa tugas akademik. Hal ini hendaknya dapat menjawab pertanyaan “tugas akademik yang manakah dalam suatu kegiatan belajar yang diterapkan guru agar sesuai dengan perilaku-perilaku pembelajaran khusus?” Artinya bentuk elicitors (E) mana untuk setiap peserta didik agar yang bersangkutan dapat melakukan tanggapan atau respon. “perilaku manakah yang dimunculkan oleh setiap peserta didik?” juga “Dengan penguatan atau reinfors (R) yang manakah sehingga untuk dapat memperkuat respon-respon yang diinginkan atau dianggap berguna?” 5. Terminal Objective. Beberapa program pembelajaran seharusnya dapat menghasilkan perubahan perilaku melalui antara (Terminal Objective) yang dapat dilanjutkan sebagai wujud outcome atau hasil akhir berupa keluaran pembelajaran yang telah dirancang oleh seorang guru. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 7 6. Enroute Objective. Merupakan suatu langkah dari Entering Behaviors menuju ke Terminal Objectives yang terbagi ke dalam beberapa langkah kegiatan pembelajaran. Setiap Enroute Objective dapat menggambarkan suatu pencapaian sasaran yang harus dicapai oleh setiap peserta didik sebelum mereka pindah ke encourate objective berikutnya. Model konseptual secara nyata akan memunculkan suatu proses kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru akan mampu mengidentifikasi peserta didiknya berkaitan dengan tingkat kemampuan akademik atau tingkat kemampuan sosial peserta didiknya, arah tujuan dari pembelajaran, dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Model dari proses pembelajarannya memungkinkan seorang guru mampu melakukan pengidentifikasian secara tepat pada setiap titik sasaran. Pengindentifikasian terhadap peserta didik disesuaikan dengan kesiapan dirinya untuk dapat menerima tugas-tugas pembelajaran atau entering behaviors encourate objective atau suatu keadaan yang sesuai dengan urutan pembelajaran dan sasaran antara yang dituju atau Terminal Objective. Kompetensi-kompetensi sistem pembelajaran yang melandasi suatu proses pembelajaran efektif hendaknya mengacu pada konseptual desain pembelajaran individual. Elemen yang ada pada konseptual pembelajaran individual meliputi Elicitors, Behaviors, Reinforces, Terminal Objective dan Enroute. Inti model pembelajaran berdasarkan pada kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK yang accessable bagi semua peserta didik adalah pengembangan lingkungan belajar secara terpadu. Pengembangan lingkungan secara terpadu dimaksudkan dengan lingkungan yang mempunyai prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip-prinsip umum pembelajaran meliputi: motivasi, konteks, keterarahan, hubungan sosial, belajar sambil bekerja, individualisasi, menemukan dan prinsip pemecahan masalah. Sedangkan prinsip- prinsip khusus disesuaikan dengan karakteristik khusus dari setiap penyandang kelainan. Misalnya untuk peserta didik dengan hambatan visual, diperlukan prinsip-prinsip kekongkretan, pengalaman yang menyatu, dan belajar sambil melakukan. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 8 Untuk peserta didik yang mengalami kesulitan mendengar dan berbicara diperlukan prinsip-prinsip keterarahan wajah. Peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mengatasi perasaan emosinya diperlukan prinsip-prinsip kebutuhan dan keaktifan, kebebasan yang mengarah, pemanfaatan waktu luang dan kompensasi, kekeluargaan dan kepatuhan kepada orang tua, setia kawan dan idola, perlindungan, minat dan kemampuan disiplin, serta kasih sayang. Peserta didik yang mengalami `kesulitan berfikir disebabkan adanya hambatan perkembangan fungsionalnya, maka prinsip-prinsip khusus yang diperlukan antara lain pengulangan, pemberian contoh dan arahan, ketekunan, kasih sayang, pemecahan materi menjadi beberapa bagian kecil atau task analysis. Bagan Future Behavior (Intended Achievement at Termination of Program) (Peter, L.J. 1957: 17) Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 9 Bagan The Conceptual Model (Peter, LJ., 1975: 14) Berdasarkan kedua prinsip tersebut, maka model pembelajaran yang accessible untuk semua dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) diperlukan perhatian guru terhadap komponen- komponen resionalitas, visi dan misi pembelajaran berdasarkan KBK, tujuan pembelajaran, isi pembelajaran, pendukung sistem pembelajaran dan komponen dasar utama pembelajaran. Penjelasan keenam komponen tersebut yakni sebagai berikut: 1. Rasionalitas Layanan pendidikan dan pembelajaran di Indonesia, Khususnya untuk sekolah luar biasa atau sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif, seyogyanya sejalan dan tidak terlepas dari psinsip-prinsip umum dan khusus. Kebijakan dan praktek pendidikan berkebutuhan khusus dalam mengaplikasikan gerakan, sejalan dengan prinsip pendidikan untuk semua atau education for all sebagai hasil konferensi dunia di Salamanca pada tanggal 7 hingga 10 juni 1994. Kemudian dilanjutkan dengan Deklarasi Dakar Tahun 2000 yang merupakan kerangka kerja untuk merespon kebutuhan dasar belajar warga masyarakat yang menggariskan bahwa pendidikan harus dapat menyentuh semua lapisan masyarakat tanpa mengenal batas, ras, agama dan kemampuan potensial yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Perubahan tersebut sangat besar dan mendasar sehingga layanan pendidikan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus tidak menutup Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 10 kemungkinan terhadap kepentingan untuk memberikan hak guna mendapatkan kesempatan atau opportunity right, sebagai makhluk Tuhan yang perlu mendapatkan kesejahteraan sosial atau Human Right, social and Welfare right. 2. Visi dan Misi Bertitik tolak dari hasil pengamatan dan harapan kebuthan di lapangan, maka model pembelajaran accessible mengarah kepada visi dan misi sebagai sumber pengertian bagi perumusan tujuan dan sasaran yang harus ditetapkan. Visi pembelajaran berdasarkan KBK, adalah membantu peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat memiliki sikap dan wawasan serta akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan menjunjung hak azasi manusia, saling pengertian dan berwawasan global (Mulyana, E. 2004: 19) Sasaran utama sebagai hasil keluaran atau outcome dari suatu program pembelajaran individual adalah kemampuan setiap peserta didik dalam mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (Kurikulum Pendidikan Luar Biasa, 1994: 6). Misi pembelajaran berdasarkan KBK terhadap Anak Berkebutuhan Khusus” adalah suatu upaya guru dalam memberikan layanan pendidikan agar setiap peserta didik menjadi individu yang mandiri, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, terampil, dan mampu berperan sosial (Mulyana, E., 2004: 20). Dalam rangka mengantisipasi kehidupan masa depan Anak Berkebutuhan Khusus, maka intervensi khusus selama proses kegiatan pembelajaran harus mampu menyentuh semua aspek perkembangan perilaku dan kebutuhan setiap peserta didik. Intervensi khusus berkaitan dengan kompetensi yang merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 11 3. Tujuan Pembelajaran Berdasarkan KBK Berdasarkan visi dan misi pembelajaran berdasarkan KBK, dapat ditentukan tujuan pembelajaran, antara lain sebagai berikut: 1) Agar dapat menghasilkan individu yang mampu melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain melalui kemampuan dirinya dalam menggunakan persepsi, pendengaran, penglihatan, taktil, kinestetik, fine motor dan grass motor. 2) Agar dapat menghasilkan individu yang mempunyai kematangan diri dan kematangan sosial. Misalnya, dapat berinisiatif, dapat memanfaatkan waktu luangnya, cukup atensi atau menaruh perhatian terhadao lingkungannya serta bersifat tekun. 3) Menghasilkan individu yang mampu bertanggung jawab secara pribadi dan sosial. Misalnya, dapat berhubungan dengan orang lain, dapat berperan serta, dan dapat melakukan suatu peran tertentu di lingkungan kehidupannya. 4) Agar dapat menghasilkan individu yang mempunyai kematangan untuk melakukan penyesuaian diri dan penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Misalnya, mampu berkomunikasi dengan orang lain melalui kematangan berbahasa. 4. Isi Program Pembelajaran Isi program pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dengan memanfaatkan permainan Therapeutic dikelompokkan sebagai berikut: 1) Tingkat perkembangan kemampuan fungsional dari setiap siswa meliputi: sensori motor, kreativitas, interaksi sosial dan bahasa. 2) Jenis-jenis permainan terapeutik meliputi permainan eksploratoris atau exploratory play, dan permainan memecahkan masalah melalui permainan keterampilan atau skill full play, permainan sosialisasi atau social play, permainan imajinatif atau imaginative play dan permainan memecahkan masalah melalui puzzle atau puzzle it-out play. 3) Sasaran perkembangan perilaku adaptif atau target behavior dapat dicapai melalui sasaran antara atau terminal objective berupa pengembangan keterampilan psikomotor dari setiap siswa dalam melakukan kegiatan permainan tertentu sebagai bentuk terapeutik. Selanjutnya target behavior diarahkan agar mampu mencapai tingkat perkembangan kognitif. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 12 5. Pendukung Sistem Model Pembelajaran dengan KBK Komponen pendukung system adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara dan meningkatkan program pembelajaran. Kegiatan-kegiatannya diarahkan pada hal-hal berikut: 1) Pengembangan dan manajemen program. Manajemen program dilakukan dengan upaya-upaya berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis dan tindak lanjut program. 2) Pengembangan staf pengajar. Dalam pengembangan ini tertuju pada penguasaan guru terhadap aspek-aspek kompetensi yang meliputi pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat. 3) Pemanfaatan sumber daya masyarakat dan pengembangan atau penataan terhadap kebijakan dan petunjuk teknis. 6. Komponen Dasar Model Pembelajaran Berdasarkan pada visi dan misi, kebutuhan peserta didik, dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran dengan menggunakan KBK maka isi layanan pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam bagian- bagian sebagai berikut: 1) Masukan, terdiri atas: (1) Masukan mentah, berupa: elicitors, behaviors dan reinforces, 2) Masukan Instrumen, berupa: program, guru kelas, tahapan dan sarana, 3) Masukan lingkungan, berupa: norma, tujuan, lingkungan dan tuntutan. 2) Proses, terdiri atas program pembelajaran individual, pelaksanaan intervensi, refleksi hasil pembelajaran, dan KBK. 3) Keluaran atau Outcome, berupa perubahan kompetensi setiap peserta didik Anak Berkebutuhan Khusus. Untuk lebih memperjelas uraian berkaitan dengan pembelajaran individual Anak Berkebutuhan Khusus melalui penerapan Kurikulum berbasis Kompetensi seperti yang telah diuraikan di atas, maka berikut ini, dapat dilihat model pembelajaran yang accessible bagi semua peserta didik. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 13 Diagram Model pembelajaran yang accessible Bagi Semua Peserta Didik KESIMPULAN Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap tunas-tunas bangsa dalam bidang pendidikan harus diakui masih belum menunjukan perubahan yang signifikan. Dalam hal ini masih terdapat system kategorisasi yang memisahkan antara anak normal dengan anak yang berkebutuhan khusus. Kondisi ini merupakan potret ketidakadilan pendidikan yang seharusnya diberikan kepada seluruh tunas-tunas bangsa tanpa terkecuali. Ini karena, semua warga Indonesia berhak mengenyam pendidikan di lembaga formal dengan fasilitas yang memadai. Pendidikan tidak hanya diprioritaskan bagi anak-anak yang memiliki tingkat kegeniusan tinggi maupun anak-anak yang berasal dari keluarga bangsawan, tetapi juga bagi mereka yang dianggap berbeda dan terbelakang dari anak-anak normal lainnya. Jika pendidikan Indonesia tidak memperhatikan masa depan anak yang berkebutuhan khusus, bila dipastikan mereka akan selalu termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal, apalagi untuk mendapatkan perlakuan khusus melalui pendidikan luar biasa yang memang diperuntukan bagi anak-anak yang berkelainan. Ditengah permasalahan yang menimpa anak berkebutuhan khusus, paradigma pendidikan inklusif agaknya bisa menjadi solusi mereka untuk melanjutkan pendidikan tanpa harus merasa kurang percaya diri ketika harus berkumpul dengan mereka yang memiliki fisik normal. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 14 Apalagi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan. Pendidikan inklusif sebagai suatu trend baru dalam sistem pendidikan hadir sebagai konsekuensi logis dari adanya demokrasi pendidikan dan tegaknya hak asasi manusia di seluruh dunia. Pendidikan inklusif semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education For All dideklarasikan. Pendidikan inklusif berimplikasi terhadap sistem persekolahan yang dapat dilihat melalui adanya modifikasi kurikulum dan program pendidikan, metode pembelajaran, media, lingkungan, bahkan sistem evaluasinya, sehingga keberadaan anak berkebutuhan khusus merasa mendapatkan tempat dan layanan pendidikan yang sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya. Demikianjuga, implementasi pendidikan inklusif menuntut model layanan bimbingan dan konseling yang efektif sehingga berhasil membawa misinya untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak berkebutuhan khusus secara optimal PENUTUP Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap tunas-tunas bangsa dalam bidang pendidikan harus diakui masih belum menunjukan perubahan yang signifikan. Dalam hal ini masih terdapat system kategorisasi yang memisahkan antara anak normal dengan anak yang berkebutuhan khusus. Kondisi ini merupakan potret ketidakadilan pendidikan yang seharusnya diberikan kepada seluruh tunas-tunas bangsa tanpa terkecuali. Ini karena, semua warga Indonesia berhak mengenyam pendidikan di lembaga formal dengan fasilitas yang memadai. Pendidikan tidak hanya diprioritaskan bagi anak-anak yang memiliki tingkat kegeniusan tinggi maupun anak-anak yang berasal dari keluarga bangsawan, tetapi juga bagi mereka yang dianggap berbeda dan terbelakang dari anak-anak normal lainnya. Jika pendidikan Indonesia tidak memperhatikan masa depan anak yang berkebutuhan khusus, bila dipastikan mereka akan selalu termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal, apalagi untuk mendapatkan perlakuan khusus melalui pendidikan luar biasa yang memang diperuntukan bagi anak-anak yang berkelainan. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 15 Ditengah permasalahan yang menimpa anak berkebutuhan khusus, paradigma pendidikan inklusif agaknya bisa menjadi solusi mereka untuk melanjutkan pendidikan tanpa harus merasa kurang percaya diri ketika harus berkumpul dengan mereka yang memiliki fisik normal. Apalagi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan. Pendidikan inklusif sebagai suatu trend baru dalam sistem pendidikan hadir sebagai konsekuensi logis dari adanya demokrasi pendidikan dan tegaknya hak asasi manusia di seluruh dunia. Pendidikan inklusif semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education For All dideklarasikan. Pendidikan inklusif berimplikasi terhadap sistem persekolahan yang dapat dilihat melalui adanya modifikasi kurikulum dan program pendidikan, metode pembelajaran, media, lingkungan, bahkan sistem evaluasinya, sehingga keberadaan anak berkebutuhan khusus merasa mendapatkan tempat dan layanan pendidikan yang sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya. Demikianjuga, implementasi pendidikan inklusif menuntut model layanan bimbingan dan konseling yang efektif sehingga berhasil membawa misinya untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak berkebutuhan khusus secara optimal Adapun rekomendasi adalah sebagai berikut : 1) Pendidikan inklusi hendaknya dilakukan secara perlahan-lahan, selangkah demi selangkah dan dapat dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini 2) Sebaiknya pihak sekolah yang hendak melaksanakan dan menerapkan pendidikan inklusi menggunakan nara sumber yang dapat memberikan bimbingan dan informasi yang dibutuhkan pihak sekolah 3) Sekolah perlu untuk mengembangkan ruang dan pusat sumber belajar serta sarana dan prasarana agar dapat menunjang pelaksanaan pendidikan 4) Guru atau tenaga kependidikan harus bersifat fleksibel, kreatif dan menghargai ke pluralitasan, mampu mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan individual anak, dan dapat bekerjasama dalam satu tim kerja demi tercapainya pelaksanaan pendidikan yang optimal di sekolah, mengembangkan iklim belajar yang sehat di lingkungan sekolah. Jurnal EMPOWERMENT Volume 5, Nomor 1 Februari 2016, ISSN No. 2252-4738 16 5) Untuk berbagai pihak agar pendidikan inklusi ini dipahami dan dikembangkan dengan sebaiknya, karena jika kita jauh berkaca dengan daerah lain, pendidikan inklusi gencar dilakukan. Selain itu juga harus ditunjang dengan sarana prasarana yang baik serta guru pendamping khusus yang benar-benar menguasai dan memiliki keahlian serta keterampilan dalam menangani anak berkebutuhan khusus sehingga tidak terbentur permasalahan dan tidak bingung sendiri dengan apa yang dihadapi. DAFTAR PUSTAKA Brameld, T. (1956). Toward a Reconstructed Philosophy of Education. New York: Holt, Delphie, B. (2003). Gerak Irama. Edisi Ketiga. Bandung: Mitra Grafika Diknas. (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dan Penjelasannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Dutton, D.H., and D.L. Dutton. (1990). "Technology to Support Diverse Needs in Regular Classes." In Support Networks/or Inclusive Schooling: Interdependent Integrated Education, edited by W. Stainback and S. Stainback. Baltimore: Paul H. Brookes. Elmira&Astati. (1984). Gerak Irama I dan II. Makalah Penataran Guru SPGLBCiloto Bogor. Jamaris, Martini. (2005). Perkembangan dan Perkembangan Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Prodi Pendidikan Anak Usia Dini UNJ. Mulyoni, Abdurrahman. (2007). Paradigma Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini. Jakarta: Prodi PAUD Pascasarjana UNJ. M. Takdir Illahi. (2013). Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi). Yogyakarta:Ar-Ruzz Media. Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks. Rinehart, and Winston. Choate, J.S., and S. Evans. (1992). "Authentic Assessment of Special Learners: Problem or Promise?" Preventing School Failure 37, 1: 6-9.