Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 1 EFEKTIFITAS PEMBERDAYAAN TERHADAP ANGGOTA PERSATUAN ISTERI PRAJURIT (PERSIT) Anita Rakhman STKIP SILIWANGI BANDUNG anitarakhman@yahoo.com ABSTRAK Dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang efektifitas pemberdayaan terhadap anggota Persatuan Isteri Prajurit (Persit) dalam berbagai kegiatan di Brigade Infanteri 15 Kujang II Cimahi. Tujuannya untuk mendeskripsikan sikap para anggota persatuan isteri prajurit setelah diberdayakan dan mendeskripsikan beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh para anggota Persatuan Isteri Prajurit (Persit) dalam berbagai kegiatan di Brigade Infanteri 15 Kujang II. Penelitian inimenggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti sebagai instrumen dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan secara rutin oleh para isteri prajurit dalam setiap minggunya yaitu, kegiatan volley ball, kegiatan pengajian dan kegiatan senam. Efektifitas pemberdayaan terhadap para isteri prajurit telah menjadikan para isteri prajurit yang terpilih untuk membina rekan-rekannya dalam memimpin sebuah kegiatan menjadikannya sosok yang mandiri, terampil dan dapat bersosialisasi dengan baik. Oleh karena itu, pemberdayaan merupakan strategi yang tepat dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian para anggota isteri prajurit (Persit). Kata Kunci: Pemberdayaan, Persatuan Isteri Prajurit (Persit) PENDAHULUAN Indonesia membutuhkan warga negara yang mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin, yang dapat memelihara dan melindungi Negaranya dari keterpurukan. Indonesia membutuhkan lebih banyak dari sosok- sosok panutan yang dapat meneruskan perjuangan pahlawan yang telah mailto:anitarakhman@yahoo.com Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 2 gugur dalam membela bangsanya. Sosok yang dapat membenahi moral warga Indonesia, sosok yang dapat membenahi perekonomian Indonesia dan sosok yang dapat melindungi alam Indonesia. Terlepas dari banyaknya konflik yang ada, untuk mendukung agar Indonesia dapat menghasilkan generasi yang bertanggung jawab, generasi yang dapat menjadi sosok pemimpin, generasi yang dapat menjadi panutan, dan generasi yang dapat memberikan kontribusi yang baik, maka perberdayaan merupakan salah satu strategi untuk menghasilkan itu semua. Pemberdayaan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dan juga menanamkan nilai tanggung jawab, kerja keras, keterbukaan, dan kemandirian. Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 1, ayat (8)). Inti pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat. Salah satu cara untuk dapat diberdayakan yaitu dengan cara bergabung dalam organisasi. Karena organisasi merupakan jembatan untuk melakukan perubahan dalam masyarakat. Dan organisasi juga merupakan wadah untuk mencapai tujuan dan cita-cita masyarakat secara berkesinambungan. Persatuan Isteri Prajurit (Persit) Kartika Chandra Kirana merupakan organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat yang mana Persatuan Isteri Prajurit mutlak tidak dapat dipisahkan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat, baik dalam melaksanakan tugas organisasi maupun dalam kehidupan pribadi. Oleh karena itu, setiap isteri prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat harus dapat membantu Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dalam menyukseskan tugasnya baik sebagai kekuatan pertahanan maupun sebagai komponen pembangunan bangsa untuk mencapai cita- cita bangsa Indonesia. Kegiatan Persit antara lain melakukan kegiatan di bidang organisasi, ekonomi, pendidikan, budaya dan sosial dengan persetujuan pembina utama Persit Kartika Chandra Kirana atau Pembina dan sepengetahuan Dharma Pertiwi setingkat. Dalam hal ini, organisasi Persatuan Isteri Prajurit (Persit) telah dan akan selalu melakukan pemberdayaan terhadap anggotanya agar anggota Persatuan Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 3 Isteri Prajurit (Persit) dapat berubah ke arah yang positif yaitu menjadi pribadi yang aktif, kreatif dan mandiri. LANDASAN TEORI A. Pemberdayaan 1. Konsep Dasar Empowerment atau pemberdayaan secara singkat dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat untuk berpartisipasi, bernegoisasi, mempengaruhi, dan mengendalikan kelembagaan masyarakat secara bertanggung jawab demi perbaikan kehidupannya. Pemberdayaan juga diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau kekuatan (strength) kepada masyarakat. Dalam bahasa Inggris, kata empowerment mempunyai arti pemberdayaan. Kata power artinya yang punya kekuatan untuk memberdayakan. Atau pemberian kemampuan kepada yang lemah, supaya berdaya dengan cara menggali potensi-potensi yang ada pada mereka. Jadi pemberdayaan bisa diartikan member kemampuan kepada orang yang lemah (Sonahi dan Suhana, 2011:93). Kemampuan ini bukan berarti modal, mampu memiliki uang, tapi kekuatan atau mobilitas yang tinggipun itu kemampuan pemberdayaan dirinya sendiri. Atau aktifitas bersifat partisipasif bisa disebut pemberdayaan. Menurut Mulyana (2008:51) menyebutkan bahwasannya pemberdayaan adalah upaya memampukan (enabling) masyarakat kecil atau bawahan yang selama ini dianggap tidak atau kurang berperan agar meningkat dan memiliki kemampuan yang lebih baik sehubungan dengan status dan peranan mereka di dalam sistem sosial. Pemberdayaan tidak hanya sekedar menghasilkan nilai tambah tetapi nilai manfaat yang berorientasi kebutuhan masyarakat. Konsep pemberdayaan merupakan upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, maupun dalam bidang politik, ekonomi dan lain- lain. Keberhasilan dalam proses pemberdayaan akhirnya dapat menumbuhkan timbulnya percaya diri dan selanjutnya masyarakat bisa mengembangkannya ke arah yang lebih baik. Kindevatter memberikan definisi pemberdayaan dipandang dari hasilnya “People gaining an understanding of and control over social, economic, and/or political forces and improve their standing in society” (Sobahi dan Suhana, 2011:94). Batasan ini menekankan pada Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 4 produk akhir pada proses pemberdayaan, yaitu masyarakat memperoleh pemahaman dan mampu mengontrol daya-daya sosial, ekonomi dan politik agar bisa meningkatkan kedudukannya di masyarakat. Peningkatan kedudukan dalam masyarakat dimaksudkan meliputi keadaan-keadaan sebagai berikut: 1) Akses, memiliki peluang yang sangat besar untuk mendapatkan sumber-sumber daya. 2) Daya pengungkit, meingkat dalam hal daya tawar kolejtifnya. 3) Pilihan-pilihan, mampu dan memiliki peluang memeilih berbagai pilihan. 4) Status, meningkat citra diri, kepuasan diri, dan memiliki perasaan yang positif atas identitas budayanya. 5) Kemampuan refreksi kritis, menggunakan pengalaman untuk mengukur potensi keunggulannya atas berbagai peluang pilihan- pilihan dalam pemecahan masalah. 6) Legitimasi, ada pertimbangan ahli yang menjadi jastifikasi atau yang memebenarkan terhadap alasan-alasan rassional atas kebutuhan- kebutuhan masyarakat. 7) Disiplin, menetapakan sendiri standar mutu untuk pekerjaan yag dilakukan untuk orang lain, dan 8) Persepsi kreatif, sebuah pandangan yang lebih positif dan inovatif terhadap antar hubungan dirinya dengan lingkungannya. Konsep empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, maupun dalam bidang politik, ekonomi dan lain- lain. pemberdayaan merupakan suatu upaya yang harus diikuti dengan tetap memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Diperlukan langkah-langkah yang lebih positif selain dari menciptakan iklim dan suasana. perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta membuka akses kepada berbagai peluang (upportunities) yang nantinya dapat membuat masyarakat menjadi semakin berdaya. 2. Proses Pemberdayaan Dalam proses pemberdayaan Pranaka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa “proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, pemberdayaan yang menekankan pada proses Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 5 memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog” (Sobahi dan Suhana, 2011:104). Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggung jawab. Adi (2003) menyatakan bahwa meskipun proses pemberdayaan suatu masyarakat merupakan suatu proses yang berkesinambungan, namun dalam implementasinya tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus dalam pelaksanaannya(Sobahi dan Suhana, 2011:105). Tak jarang ada kelompok-kelompok dalam komunitas yang melakukan penolakan terhadap pembaharuan ataupun inovasi yang muncul. 3. Tujuan Pemberdayaan Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani (2004) menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri (Sobahi dan Suhana, 2011:106). Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi ddengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki. Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik/material. Kemandirian masyarakat dapat dicapai tentu memerlukan sebuah proses belajar. Masayrakat yang mengikuti proses belajar, secara bertahap akan memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan secara mandiri. Dalam Sobahi dan Suhana (20011:109) berdasarkan pendapat Sumodiningrat berarti pemberdayaan melalui suatu proses belajar, Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 6 hingga mencapai status mandiri. Proses belajar dalam rangka perberdayaan masyarakat berlangsung secara bertahap yaitu: 1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli, sehingga yang bersangkutan merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri, 2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan berpikir atau pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar dapat mengambil peran di dalam pembangunan, dan 3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapn-keterampilan sehingga terbentuk inisiatif, kreatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Sulistiyani, 2004) B. Persatuan Isteri Prajurit 1. Sejarah Singkat Tentang Persatuan Isteri Prajurit Organisasi istri prajurit TNI AD, Persit Kartika Chandra Kirana yang pada awalnya bernama Persatuan Kaum lbu Tentara (PKIT) lahir di tengah-tengah perjuangan bangsa lndonesia yang dijiwai semangat dan cita-cita luhur untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Meskipun pada saat itu belum memiliki wadah yang nyata dalam bentuk organisasi, tetapi para istri prajurit baik perseorangan maupun kelompok telah berhasil memberikan dorongan semangat kepada para prajurit untuk meneruskan perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa lndonesia. Lahirnya organisasi istri prajurit bukanlah karena anjuran atau perintah dari Komandan Badan Keamanan Rakyat/Tentara Keamanan Rakyat (BKR/TKR), tetapi karena didorong oleh kesadaran yang timbul di kalangan istri prajurit sebagai pendamping suami yang sedang berjuang menegakkan dan mempertahankan proklamasi kemerdekaan bangsanya. Di daerah Jawa Barat, Komandan Badan Keamanan Rakyat/Tentara Keamanan Rakyat yang kemudian menjadi TNl AD menghadapi banyak ancaman karena daerah itu merupakan salah satu sasaran utama. Markas Komandemer TKR Jawa Barat yang berkedudukan di Purwakarta menjadi pusat kegiatan pengerahan prajurit. prajurit yang berangkat ke garis depan diatur disini, demikian pula para prajurit yang kembali dari pertempuran. Bahkan mereka yang gugur dirawat dan dimakamkan di Punarakarta. Komandan Komandemen pada saat itu adalah Mayor Jenderal Didi Kartasasmita dan Kepata Stafnya adalah Kolonel Hidayat. Kenyataan yang dihadapi pada saat itu sangatlah menyentuh hati nurani. Banyak pasien terlantar di RS Purwakarta karena tempat di rumah sakit tidak cukup lagi menampung banyaknya prajurit yang luka- Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 7 luka dari medan pertempuran di daerah sekitar Bogor, Garut, Bekasi, Karawang, Tambun dan Cileungsi. Sarung bantal, seprei dan selimut tidak ada Prajurit yang saat itu gugur di medan juang dimandikan bukan dengan sabun melainkan dengan daun-daunan dan dikafani dengan kain bagor (karung). Prajurit yang dirawat sangat membutuhkan dorongan moril. Kenyataan inilah ditambah dengan rasa kemanusiaan dan sifat keibuan telah menimbulkan inisiatif di hati Ny. Ratu Aminah Hidayat (isteri dari Kolonel Hidayat, Kepala Staf Komandemen l) untuk mengumpulkan para istri perwira Markas Komandemen I di kediamannya. Kediaman Kolonel Hidayat waktu itu terletak dekat sebuah danau kecil di daerah Purwakarta, Dalam pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 3 April 1946 tersebut dihadiri oleh 4 orang rekannya yaitu Ny. Sumarna, Ny. Achmad sukarnawijaya, Ny Dana Kusumah dan Ny. Gerda Mokoginta. Pada kesempatan itu, lbu Ratu Aminah Hidayat mengutarakan pemikiran dan hasratnya untuk menggerakkan para lsteri Prajurit melakukan sesuatu guna membantu prajurit di dalam melaksanakan tugasnya. Dalam pertemuan tersebut belum ditentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara dan lainnya sebagaimana lazimnya pembentukan suatu organisasi. Namun sejak itulah para istri prajurit yang berdomisili di Purwakarta mulai memikirkan untuk membentuk suatu wadah bagi kelompok istri prajurit yang kemudian dinamakan Persatuan Kaum lbu Tentara (pKlT) yang adalah cikal bakal Persit Kartika Chandra Kirana. Pada waktu yang hampir bersamaan, di Purwokerto, Jawa Tengah lahir pun organisasi Persatuan lstri Tentara yang diketuai oleh Ny. Soehardi. Demikian juga di Malang, organisasi yang sama lahir dan diketuai oleh Ny. SR. Lasmindar. Dalam periode 1947 kegiatan para istri prajurit semakin meluas. Hal itu terjadi karena adanya gerakan-gerakan pihak lawan yang terus-menerus mengadakan serangan terhadap perjuangan Republik lndonesia. Para istri prajurit melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuannya, Oleh karena itu di samping menjahit dan membuat tanda-tanda pangkat pejuang, mereka melakukan kegiatan sebagai juru rawat dalam Palang Merah lndonesia. Para istri prajurit memberikan perawatan dan pertolongan kepada pejuang yang luka atau gugur di medan bakti. Selain itu, ada juga yang mendapat tugas menyelidiki kekuatan dan lokasi musuh, suatu tugas yang tidak ringan dan penuh dengan resiko tertangkap oleh pihak lawan. Dalam periode ini pimpinan organisasi istri prajurit di daerah Aceh dipimpin oleh Ny. Salamah Hussein Yusuf, Ny. Cut Anjung, Ny. Husin Setia, dan Ny. Bachtiar Sabirin. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 8 Untuk menghadapi tantangan perjuangan yang semakin berat, maka pada tanggal 15 Agustus 1946 PKIT mengadakan konferensi di Garut, Jawa Barat guna mempersatukan organisasi-organisasi istri tentara yang ada di daerah-daerah. Dalam konferensi tersebut dibahas masalah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Saran dari utusan Banjar Ny. Hamara Effendi tentang perubahan nama organisasi yang semula PKIT diubah menjadi Persatuan lstri Tentara (Persit). Selanjutnya kegiatan Persit semakin meningkat seiring dengan perkembangan organisasi TNI AD. Selanjutnya guna membangun soliditas organisasi, penyelenggaraan konferensi dilaksanakan secara berkesinambungan, dan memakai nama Kongres, mulai dari: 1) Kongres I tahun 1950 di Semarang 2) Kongres ll tahun 1951 di Bandung 3) Kongres lll tahun 1953 di Denpasar, Bali 4) Kongres lV tahun 1955 diYogyakarta 5) Kongres V tahun 1958 di Matang 6) Kongres Vl tahun 1960 di Magelang 7) Kongres Vll tahun 1963 di Jakarta 8) Kongres Vlll tahun 1964 di Jakarta, merupakan kongres darurat yang dipimpin oleh Ny. A. Yani istri Men/Pangad selaku Ketua Umum Dpp Persit. 9) Pada Kongres lX tahun 1967, ditetapkan lambang Persit Kartika Chandra Kirana yang merupakan hasil karya Mayor Caj Tranggono. Kemudian istilah Kongres berubah menjadi Rapat Kerja dan sejak tahun 1978 istilah Rapat Kerja diganti menjadi Musyawarah Pusat (Mupus) yang diadakan setiap 3 tahun sekali. Hingga tahun 2010, Persit Kartika chandra Kirana telah rnenyelenggarakan Musyawarah pusat yang ke Xl. Pada tahun 1962 ditetapkan Hymne dan Mars Persit Kartika Chandra Kirana yang diciptakan oleh A. Tampubolon. Dalarn perjalanan sejarahnya Persit Kartika Chandra Kirana pernah menerbitkan majalah Mekar pada tahun 50-an namun tidak diketahui pasti kelanjutan penerbitannya hingga akhirnya menghilang. Tahun 1983 persit Kartika Chandra Kirana kembali menggiatkan media penerangan kepada anggotanya melalui penerbitan majalah Kartika Kencana yang berlangsung hingga saat ini. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 9 Pada tanggal 7 Juli 1967, atas prakarsa Ketua Umum Persit Kartika Chandra Kirana yang pada saat itu dijabat oleh lbu Siti Hartinah Soeharto, didirikan Yayasan Kartika Jaya yang secara khusus mengelola aset organisasi terutama sekolah-sekolah milik Persit Kartika Chandra Kirana. Kala itu masing-masing yayasan berdiri dan dijabat secara fungsional oleh Ketua dan Wakil Ketua Persit Kartika Chandra Kirana di masing-masing tingkat kepengurusan Daerah, Gabungan dan Cabang Berdiri Sendiri. Tahun 1996, atas prakarsa Ny. R. Hartono, Ketua Umum Persit Kartika Chandra Kirana, kedudukan Yayasan Kartika Jaya yang dikelola oleh PD, PG dan PCBS dilebur ke dalam satu wadah tunggal dengan nama Yayasan Kartika Jaya yang langsung berada di bawah naungan Persit Kartika Chandra Kirana Pengurus Pusat. Sejak 16 Februari 2005, seiring dengan ketentuan UU Rl No 16 tahun 2004 tentang yayasan maka jabatan Ketua dan Wakil Ketua Yayasan tidak lagi dijabat secara fungsional oleh Ketua dan Wakil Ketua Umum Persit Kartika Chandra Kirana dan selanjutnya Yayasan Kartika Jaya menjadi badan hukum yang berdiri sendiri. Pada tanggal 2 April 2002, atas prakarsa Ny. Andy E. Sutarto selaku Ketua Umum Persit Kartika Chandra Kirana, didirikan Yayasan Yatim, Yatim Piatu “Kartika Asih”. Yayasan ini khususnya memberikan beasiswa bagi putra-putri prajurit yang gugur di dalam melaksanakan tugas, sebagai wujud kepedulian dan rasa tanggung jawab Persit Karlika Chandra Kirana terhadap masa depan generasi penerus bangsa (http://korem033wp.mil.id/serba-serbi/). 2. Tugas Pokok Persatuan Isteri Prajurit. Kegiatan Persit Kartika Chandra Kirana adalah untuk mendukung suami dalam melaksanakan tugasnya dan hal ini tercantum dalam tugas pokok : 1) Membantu Kepala Staff Angkatan Darat dalam pembinaan istri prajurit dan keluarganya khususnya di bidang mental, fisik, kesejahteraan dan moril sehingga dapat berpengaruh terhadap keberhasilan tugas prajurit. 2) Mendukung kebijaksanaan pemimpin TNI dengan membina dan memgarahkan istri anggota TNI AD menciptakan rasa persaudaraan dan kekeluargaan, rasa persatuan dan kesadaran nasional (http://serbapersit.blogspot.co.id/2012/12/tugas- pokok-persit.html). http://korem033wp.mil.id/serba-serbi/ http://serbapersit.blogspot.co.id/2012/12/tugas-pokok-persit.html http://serbapersit.blogspot.co.id/2012/12/tugas-pokok-persit.html Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 10 METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Yang mana akan terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah yang dibawa oleh peneliti dalam penelitian. Yang pertama, masalah yang dibawa oleh peneliti tetap. Yang kedua masalah yang dibawa oleh peneliti setelah memasuki penelitian berkembang. Yang ketiga masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total. Oleh karena itu, institusi yang menangani penelitian kualitatif harus mau dan mampu menyesuaikan dengan karakteristik masalah kualitatif ini (Sugiyono, 2013:205). B. Instrumen Penelitian Nasuti0n (1988) menyatakan: “Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menajdikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Maslaah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan jelass itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”. (Sugiyono. 2013:223). Jadi instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. C. Teknik Pengimpulan Data Menurut Catherine Marshall, Grethen B Rossman, menyatakan bahwa “The fundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering information are, participation in the setting, direct observation, in-dept interviewing, document review”. Maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. 1) Observasi. Nasution (1998) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Dalam penelitian ini menggunakan observasi terus terang atau tersamar, yakni peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. (Sugiyono, 2013:228). Pada penelitian ini, peneliti melakukan obseravasi pada Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 11 kegiatan posyandu selama dua kali yaitu pada minggu kedua bulan Agustus dan minggu kedua bulan September 2015. 2) Wawancara. Esterberg (2002) mendifinisikan wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. (Sugiyono, 2013:231). Peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur, dimana peneliti bisa menemukan permasalahan dengan lebih terbuka, pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. 3) Dokumentasi. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2013:240). Dalam penelitian ini dokumentasi berbentuk tulisan dan gambar. D. Teknik Analisis Data Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai dilapangan. Menurut Sugiyono (2013) komponen dalam analisis data sebagai berikut: 1) Reduksi Data Data yang diperoleh dilapangan cukup banyak, peneliti melakukan dua kali observasi dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dalam observasi penelitian ini perlu dicatat secara rinci dan teliti. Peneliti merangkum, memilih hal-hal yang pokok dicari tema dan polanya. Dengan demikian akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti dalam pengumpulan data. 2) Penyajian Data Dalam penyajian data, setelah melakukan observasi lalu peneliti melakukan pencatatan dalam bentuk uraian singkat. Dengan menyajikan data maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi. 3) Verfikasi Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan teknik akhir dalam analisis data. Kesimpulan yang berupa deskripsi yang jelas. HASIL PENELITIAN 1) Sikap para anggota Persatuan Isteri Prajurit setelah diberdayakan Pemberdayaan bisa diartikan member kemampuan kepada orang yang lemah (Sonahi dan Suhana, 2011:93). Dan menurut Mulyana (2008:51) menyebutkan bahwasannya pemberdayaan adalah upaya memampukan (enabling) masyarakat kecil atau bawahan yang selama ini dianggap tidak atau kurang berperan agar meningkat dan Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 12 memiliki kemampuan yang lebih baik sehubungan dengan status dan peranan mereka di dalam sistem sosial. Hasil dari observasi dan wawancara peneliti dengan beberapa anggota Persatuan isteri Prajurit setelah diberdayakan sebagai berikut: a. Merasa lebih percaya diri karena dianggap mampu memimpin dan membina teman lainnya. b. Merasa lebih mandiri, karena bisa menyelesaikan tugas yang diberikan. c. Merasa lebih dianggap oleh teman lainnya, tidak disepelekan. d. Merasa betah tinggal di asrama karena banyak teman. e. Sosialisai lebih baik, lebih banyak mengenal teman. f. Merasa lebih disiplin. Karena dalam lingkungan Angkatan darat, disiplin lebih diutamakan. g. Merasa terhormat, bisa dipercaya oleh ketua dalam menjalankan organisasi. h. Merasa senang 2) Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh para anggota Persatuan Isteri Prajurit (Persit) dalam berbagai kegiatan di Brigade Infanteri 15 Kujang II. Adapun beberapa kegiatan yang dilaksanakan setiap minggunya antara lain: a. Kegiatan volley ball. Kegiatan ini wajib dilaksanakan oleh setiap anggota Persatuan Isteri Prajurit. Para anggota yang diberdayakan diharuskan mengabsen anggota dan memberi pelatihan kemampuan bermain bola voli. b. Kegiatan pengajian. Dalam kegiatan ini setiap anggota Persatuan Isteri Prajurit wajib mengikutinya. Para anggota yang diberdayakan mengabsen anggotanya dan menunjuk anggotanya untuk menjadi pembawa acara, pembaca ayat-ayat suci alquran dan pembaca doa. Sebelumnya para anggota yang diberdayakan memberikan bimbingan terlebih dahulu. c. Kegiatan senam. Pada kegiatan ini, para anggota yang diberdayakan melatih senam kepada anggota lainnya. d. Kegiatan Posyandu. Pada kegiatan ini para anggota yang diberdayakan memimpin pelaksanaan posyandu terhadap anggota lainnya. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 13 KESIMPULAN Mulyana (2008:51) menyebutkan bahwasannya pemberdayaan adalah upaya memampukan (enabling) masyarakat kecil atau bawahan yang selama ini dianggap tidak atau kurang berperan agar meningkat dan memiliki kemampuan yang lebih baik sehubungan dengan status dan peranan mereka di dalam sistem sosial. Efektifitas pemeberdayaan terhadap anggota Persatuan isteri Prajurit setelah diberdayakan telah menjadikan anggota tersebut menjadi lebih percaya diri karena dianggap mampu memimpin dan membina teman lainnya, lebih mandiri karena bisa menyelesaikan tugas yang diberikan, lebih dianggap oleh teman lainnya dan tidak disepelekan, lebih mampu bersosialisasi dengan baik, lebih banyak mengenal teman, lebih disiplin, lebih merasa terhormat, bisa dipercaya oleh ketua dalam menjalankan organisasi. Daftar Pustaka Mulyana, Enceng. 2008. Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam Perspektif Pendidikan Luar Sekolah. Bandung. Alfabeta Sobahi, Karna M.MPd & Suhana, Cucu M.MPd, 2011, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pendidikan di Era Otonomi Daerah, Cv Cakra, Bandung. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung. Alfabeta http://korem033wp.mil.id/serba-serbi/). (http://serbapersit.blogspot.co.id/2012/12/tugas-pokok-persit.html). http://korem033wp.mil.id/serba-serbi/ http://serbapersit.blogspot.co.id/2012/12/tugas-pokok-persit.html