Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 50 KETERAMPILAN BERWIRAUSAHA BAGI PEREMPUAN DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELUARGA Arifah A. Riyanto STKIP Siliwangi Bandung Abstrak Keterampilan berwirausaha bagi perempuan dapat dipilih yang sesuai dengan keterampilan yang biasa dilakukan seperti yang terkait dengan bidang boga, bidang busana, ataupun bidang kerajinan tangan. Keterampilan yang dimiliki seseorang, khususnya para perempuan yang bekerja di rumah dapat dijadikan kegiatan wirausaha. Dengan memiliki berbagai keterampilan dapat melakukan kegiatan berwirausaha, yang penting punya minat, semangat, dan jiwa wirausaha, serta mengimplmentasi kegiatan usahanya. Ada lima (5) keterampilan yang harus dimiliki calon wirausaha, yaitu keterampilan mengatur skala prioritas; keterampilan manajemen waktu; pengetahuan, dan keterampilan selalu di uprade; keterampilan multitasking; dan keterampilan dalam berkomunikasi. Hasil keterampilan berwirausaha yang dilakukan perempuan ini dapat dijadikan untuk menambah penghasilan keluarga terutama bagi mereka yang masih membutuhkan. Dengan pemenuhan kebutuhan yang optimal dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kata kunci : Keterampilan berwirausaha, perempuan, peningkatan kesejahteraan keluarga. A. Pendahuluan Keterampilan berwirausaha bagi perempuan dapat dijadikan masukan tambahan untuk penghasilan keluarga. Keterampilan berwirausaha bagi perempuan banyak jenisnya, baik di bidang boga, busana, ataupun bidang kerajinan tangan. Perempuan sebagai salah satu kelompok masyarakat Indonesia yang jumlahnya hampir sama dengan kaum laki- laki, yaitu menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 jumlah laki-laki 23.004.158 dan jumlah perempuan 22.336.641 Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 51 jiwa. Jadi, perempuan pun memiliki peluang usaha untuk berwirausaha yang hasilnya digunakan perbaikan ekonomi keluarga khususnya. Berbagai upaya perhatian pada perempuan telah dilakukan seperti dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, khususnya dalam pemberdayaan perempuan lewat ekonomi produktif (swadaya mandiri). Dalam Harian Umum Pelita 19 Januari 2006 dikemukakan pada halaman muka bahwa : Prioritas perbaikan ekonomi, pendidikan dan kesehatan menjadi kebutuhan bersama. Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan berusaha merancang strategi pemberdayaan perempuan melalui penguatan ekonomi. … . Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Sri Rejeki Sumaryoto,SH. mengemukakan ketika berlangsung Rapat Kerja Nasional di Jakarta yang dibuka Menko Kesra Drs. H. Yusuf Kalla dengan pemaparan di bidang ekonomi seperti usaha Kecil dan Menengah, Industri dan Perdagangan serta sejumlah nara sumber … . Kaum perempuan memiliki sejumlah potensi, kalau dikelola secara baik potensi itu akan memberi manfaat besar … . Padahal jumlah kaum perempuan jauh lebih besar, namun partisipasi dan peran aktifnya masih sangat subordinat. Apabila dilihat dari sensus 2000 bahwa komposisi penduduk di Indonesia berjumlah 203,4 juta atau sebanyak 50,3 % kaum perempuan. Potensi perempuan yang ada perlu dimotivasi untuk didayagunakan berarti perlu mendorong perempuan untuk dapat memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan, sehingga dapat mengatasi permasalahan antara lain memantapkan ekonomi keluarga. Salah satu upaya agar kehidupan keluarga secara ekonomi kebutuhannya terpenuhi, yaitu dengan memanfaatkan potensi dari perempuan. Bagi perempuan yang kreatif, potensi yang ada dapat didayagunakan agar dapat memiliki keterampilan berwirausaha dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan atau apabila telah memiliki keterampilan sesuatu dapat dimanfaatkan untuk memulai berwirausaha. Dari hasil berwirausaha dapat sebagai salah satu upaya pemenuhan ekonomi keluarga. Kondisi ekonomi keluarga yang terpenuhi secara optimal sebagai salah satu upaya untuk mencapai Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 52 kehidupan keluarga yang sejahtera yang menjadi idaman setiap keluarga. B. Pendidikan Nonformal Sebagai Wahana Pembelajaran Berwirausaha Bagi Perempuan Pemberdayaan perempuan menjadi seorang wirausahawan dapat dilakukan melalui pendidikan nonformal. Dalam pendidikan nonformal dapat dijadikan wadah untuk melakukan pemberian kekuatan, kemampuan atau daya yang diperlukan untuk menolong dirinya atau keluarga. Kelompok masyarakat perempuan dapat berpartisipasi untuk memecahkan masalah yang ada, antara lain dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Berperannya pendidikan nonformal di masyarakat, khususnya kelompok masyarakat perempuan menjadi suatu wadah untuk melaksanakan pembelajaran, di antaranya pembelajaran keterampilan berwirausaha. Pembelajaran berwirausaha bisa bersifat pelatihan, bimbingan, motivasi diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas hidup dari kehidupan keluarganya, yang akhirnya menjadi kualitas hidup dan kehidupan masyarakat. Sesuai dengan yang dikemukakan D. Sudjana (1996) bahwa ”Pengembangan masyarakat mempunyai tujuan untuk terjadinya : (a) peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat …”. Kelompok masyarakat perempuan yang sosial ekonomi keluarga menengah ke bawah pada umumnya mengalami masalah dalam memecahkan masalah ekonomi keluarga. Salah satu pemecahannya dengan jalan berwirausaha, untuk mendapatkan keuntungan yang memadai. Program-program pendidikan nonformal ada yang dapat dilkelompokkan pada program pembangunan ekonomi, seperti yang dikemukakan oleh Husen dan Postlethivaite ”… bahwa pendidikan luar sekolah …, berkaitan erat dengan program-program pembangunan ekonomi seperti pertanian dan industri, gerakan ekonomi masyarakat, kewirausahaan, …”. (D.Sudjana, 1996). Pendidikan nonformal dapat mewadahi program pembelajaran keterampilan berwirausaha bagi perempuan di desa maupun di kota yang tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan berwirausaha yang dapat dilakukan di kota atau di desa. Dalam pembuatan program pembelajaran keterampilan berwirausaha perlu partisipasi dari kelompok masyarakat perempuan yang akan ikut pembelajaran dari Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 53 mulai perencanaan sampai dengan evaluasi. Pembelajaran keterampilan berwirausaha dapat dilakukan secara klasikal atau dalam kelompok- kelompok belajar berwirausaha yang disesuaikan dengan jenis minat masing-masing. Kelompok-kelompok selama pelatihan akan diimplementasikan secara bertahap sehingga dapat berinisiatif, semangat, bertanggung jawab melakukan pekerjaan yang harus diselesaikan. Dalam kelompok- kelompok tersebut ada yang menjadi fasilitator, motivator, sebagai pembimbing, dan sebagai sumber. Sebagai fasilitator hendaknya dapat bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan berwirausaha dan berperan sebagai motivator dalam melakukan pemikiran dalam kelompok masing-masing. Integritas dari refleksi dan pelaksanaan pembelajaran perlu dialami sendiri oleh orang atau setiap kelompok. Dalam pembelajaran keterampilan berwirausaha diperlukan metode dan teknik pembelajaran yang dapat membangun keterampilan berwirausaha seperti dalam kelompok tersebut ada diskusi, di dalamnya ada pimpinan kelompok, fasilitator untuk mendorong para perempuan, belajar bertanggung jawab, membangun kepercayaan diri, mengembangkan sosial dan ekonomi. Uraian tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Suzanne Kindervatter (1979) sebagai berikut : 1) Small group structure. … . 2) Transfer of responsibility. … . 3) Participant leadership. … . 4) Agent as facilitator. … . 5) Democratize and non hierarchical relationships and processes. … . 6) Integration of reflection and action. … . 7) Methods which encourage self-reliance. … . 8) Improvement of social, economic, … Model pembelajaran yang dikemukakan tersebut dapat diterapkan pada model pembelajaran keterampilan berwirausaha bagi kaum perempuan untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Jadi, pembelajaran keterampilan berwirausaha yang dilakukan dapat berupa pembelajaran klasikal ataupun kelompok. Apabila pembelajaran dilakukan secara kelompok akan disesuaikan dengan jumlah peserta, sehingga besarnya kelompok dapat disesuaikan, misalnya dalam kelompok kecil. Dalam kelompok kecil dapat memberi peluang secara lebih banyak kepada semua orang untuk melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan potensi setiap orang atau perempuan secara bertahap. Dalam kelompok ini pun akan dapat dijadikan peluang untuk belajar bertanggung jawab bagi peserta didik, karena mereka, setiap orang akan merasa program yang diikutinya sebagai programnya sendiri, selain itu Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 54 dalam kelompok tersebut akan dapat menjadi berpartisipasi dalam kepemimpinan, dapat bertukar pengalaman, dan sumber belajar hanya sebagai fasilitator saja. Para peserta didik dapat mengemukakan secara demokratis, dapat mengemukakan masalah-masalah yang aktual yang dirasakannya, dan yang perlu dipecahkannya. Antara sumber belajar dan peserta didik tidak ada jarak hubungan yang akan menghalanginya, karena dari awal peserta didik sudah dilibatkan, sehingga program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik, yang dalam hal ini kelompok masyarakat perempuan. C. Keterampilan Berwirausaha Bagi Perempuan Perempuan relatif mempunyai potensi yang besar, apabila para perempuan berminat, berkeinginan untuk mengembangkannya. Potensi tersebut dapat diaktualisasikan apabila ada dorongan dari faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang akan lebih mendorong diri seseorang secara kuat untuk melakukan sesuatu, misalnya melakukan berwirausaha. Apapun yang akan terjadi biasanya faktor intern ini lebih kuat mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, misalnya berwirausaha, dibanding dari faktor ekstern. Faktor ekstern akan berlangsung apabila ada orang lain yang memotivasinya, misalnya untuk berwirausaha akan bertanggung jawab jika ada yang selalu memotivasinya, misalnya melakukan wirausaha karena dorongan keluarga yang disebabkan ekonomi keluarga sangat terbatas. Keterampilan berwirausaha yaitu perlu difahami mulai dari pengertian wirausaha. Istilah wirausaha ada yang menyamakan dengan istilah bahasa asing entrepreneur disepadankan ke dalam bahasa Indonesia dengan wiraswasta dan sekarang disepadankan dengan wirausaha. Istilah entrepreneur pada awalnya berasal dari bahasa Perancis kemudian diadopsi ke dalam bahasa Inggris dengan menggunakan istilah entrepreneur (entrepreneurship, entrepreneurial) dari pada istilah asalnya mendekati makna entrepreneur, yaitu projector (Arifah, 2006). Istilah ”wiraswasta” berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri atas tiga suku kata : ”wira”, ”swa”, dan ”sta”. Wira berarti mampu unggul, teladan, tangguh, berbudi luhur, berjiwa besar, berani, pahlawan, pionir, pendekar/pejuang kemajuan, memiliki keagungan watak. Swa artinya sendiri, dan sta berarti berdiri (suku kata sta ini sama dengan bahasa Belanda yang juga berarti berdiri). (Astim Riyanto dan Arifah, 2013). Selanjutnya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) dilihat dari istilah wiraswasta atau wirausaha tersebut berasal dari istilah yang Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 55 sama, yaitu ”entrepreneur”. Istilah ”wirausaha” ini terdiri dari dua suku kata, yaitu wira diartikan sebagai manusia unggul, teladan, tangguh, berbudi luhur, berjiwa besar, berani, pahlawan, pionir, pendekar/pejuang kemajuan, memiliki keagungan watak. Usaha berarti kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan (institusi) untuk mencapai suatu maksud, pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya guna) untuk mencapai suatu maksud, kegiatan di bidang perdagangan (dengan maksud mencari untung), perdagangan, perusahaan. Dengan demikian berwirausaha dapat diartikan melakukan kegiatan dengan mempergunakan kekuatan atau kemampuan sendiri, yang berarti mempergunakan potensi akal, pikiran, sikap dan keterampilan produktif yang nantinya akan mendapatkan keuntungan atau pendapatan untuk menambah penghasilan keluarga. Dari penghasilan tersebut selain sebagai keuntungan dapat meningkatkat kesejahteraan keluarga. Keterampilan berwirausaha bagi perempuan banyak jenisnya, seperti keterampilan berwirausaha bidang boga, bidang busana, dan bidang kerajinan tangan atau yang lainnya. Keterampilan dalam bidang boga termasuk di dalamnya keterampilan pembuatan berbagai masakan untuk pelayanan katering, keterampilan pembuatan berbagai kue basah, dan kering. Keterampilan dalam bidang busana, yaitu keterampilan pembuatan busana secara perorangan (konstruksi), pembuatan busana konfeksi busana bayi, keterampilan pembuatan konfeksi busana anak, dan dewasa. Bidang kerajinan tangan, yaitu keterampilan pembuatan berbagai aksesoris busana, keterampilan pembuatan milineris (pelngkap busana secara fungsioanl seperi sandal dari kain, dari tikar, loket, bandu, syal, kerudung, dan lain-lain). Keterampilan kerajinan tangan seperti pembuatan boneka, bros, bunga, dan lain-lain. Keterampilan pembuatan boga dapat membuka katering, penyiapan kue-kue basah dan kering baik berupa pesanan, atau toko-toko kue. Jenis usaha dari keterampilan pembuatan busana bisa membuka usaha modiste, atelier, tailor, dan konfeksi busana anak/bayi dan dewasa. Dari keterampilan pembuatan kerajinan dapat berusaha menjual hasil kerajinan tangan atau pesanan membuat kerajinan seperti usaha penjualan berbagai model bros, bandu, lenan rumah tangga, dapat membuka kios, toko atau ditawarkan door to door. Sebagai wirausaha perlu memiliki kemampuan melihat peluang untuk berusaha atau berbisnis seperti dikemukakan oleh Geoffresy G.Meredith Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 56 dalam buku yang diterjemahkan Andre Aspasayogi (1996) sebagai berikut : Para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Ungkapan tersebut dapat diartikan bahwa wirausaha, yaitu individu- individu yang lebih berorientasi pada tindakan, bermotivasi tinggi dengan berani mengambil risiko untuk mencapai tujuan atau keuntungan yang diharapkan yang menurut G. Meredit dalam buku yang diterjemahkan Andre Asparsayogi (1996) yang pada intinya sifat-sifat yang memberikan sebuah profil wirausaha, yaitu : 1) Percaya diri Orang yang percaya diri akan dapat bersikap tenang, melakukan sesuatu tanpa tergantung pada orang lain, cenderung membuat keputusan yang tepat. Juga ia akan optimis ke masa depan, apa yang akan dilakukan percaya akan berhasil. 2) Berorientasi tugas dan hasil Sehubungan dengan berorientasi tugas dan hasil, maka seseorang akan berusaha, bekerja dengan sebaik mungkin, semangat atau motivasi tinggi, inisiatif tinggi, bekerja dengan cepat, tepat, sehingga menghasilkan produk yang berkualitas. 3) Pengambil risiko Seseorang yang berani mengambil risiko biasanya senang pada tantangan, karena dengan tantangan yang ada seseorang pengambil risiko akan segera berpikir untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan hati yang tabah. 4) Mempunyai sifat kepemimpinan Sifat kepemimpinan dimiliki oleh seorang wirausaha, gerak tingkahnya menggambarkan sebagai pemimpin. Ia berwibawa, tindakan sesuai dengan apa yang dikatakan, bawahan atau staf merasakan kenyataman untuk bekerja. 5) Keorisinilan Memunculkan sesuatu yang inovatif menjadi ciri keorisinalan, sehingga ia menunjukkan sifat fleksibel, kreatif, banyak sumber yang Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 57 bisa dia dapatkan dan akhirnya selalu mempunyai keinginan mendapatkan hasil yang baru dan baik. 6) Berorientasi masa depan Masa depan selalu menjadi perhatian seorang wirausaha, yaitu untuk kemajuan di masa depan. Dengan demikian kelompok masyarakat perempuan yang menginginkan keterampilan berwirausaha perlu memperkuat jiwa kewirausahannya seperti yang dikemukakan di atas, selain para perempuan tersebut memiliki bidang-bidang keterampilan yang dimilikinya baik bidang boga, busana, kerajinan tangan dan yang lainnya, dan itu sebagai prasyarat yang harus dimiliki seorang wirausaha dalam menjalankan bidang usahanya. Di samping itu ada lagi keterampilan yang akan melandasai dalam berwirausaha. Menurut D.Sudjana (2000) bahwa secara umum ada enam komponen keterampilan yang secara umum yang satu dan yang lainnya saling berkaitan, yaitu keterampilan produksi (productive skill), keterampilan teknis (technical skill), keterampilan fisik (physical skill), keterampilan sosial (social skill), keterampilan pengelolaam (managerial skill), dan keterampilan intelektual (intellectual skill). Keterampilan produktif termasuk di dalamnya keterampilan tentang keterampilan memproduksi, dapat memproduksi yang terkait dengan bidang busana, bidang boga, dan kerajinan tangan. Keterampilan produktif menghasilkan barang jadi, misalnya busana, masakan, kue- kue, boneka, lenan rumah tangga (taplak meja, sarung bantal, seperai, tempat tissue, penutup galon, dan lain-alin). Keterampilan produktif ini dapat barang jadi atau setengah jadi. Barang setengah jadi seperti kain bordir untuk pembuatan busana, ranginang/kripik mentah, dan yang barang jadi berarti yang siap dipakai seperti busana ready to wear, sedang pada makanan siap untuk dimakan langsung. Keterampilan teknis, yaitu dimulai dari keterampilan mengenal bahan baku sampai pada teknik pemasaran. Dalam mengenal bahan baku berarti produsen harus betul-betul bisa memilih bahan baku yang dibutuhkan atau menjadi keinginan konsumen atau selera konsumen atau yang menjadi harapan di segmen pasarnya. Keterampilan teknis inipun termasuk di dalamnya teknik atau cara pembuatannya yang berarti ketepatan dan kerapihan teknik pembuatannya, sehingga menghasilkan barang yang berkualitas dan kemasan yang menarik. Berkaitan dengan keterampilan fisik, yaitu berkaitan dnegan pekerjaan dari tenaga tenis, seperti kesehatan dan kebersihan. Dalam Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 58 berwirausaha tidak dapat dilupakan dari keterampilan sosial, seperti dalam pemasaran harus memiliki sikap yang menarik, sehingga orang tertarik untuk beli. Selain itu juga harus menjalin hubungan baik dengan lingkungan, sesama pekerja, kalau sebagai pimpinan harus berwibawa, teladan, bersikap yang sopan, ramah, melindungi bawahan/ staf, sehingga para pekerja dapat bekerja secara nyaman dan aman. Keterampilan sosial ini pun menjadi modal untuk menjalin mitra perusahaan, seperti pemasok bahan baku, agen penyalur, dan para konsumen, serta masyarakat sekitar. Keterampilan sosial penting ada pada setiap wirausaha, sehingga dapat menjaga kestabilan emosi, menghargai orang lain atau pendapat orang lain, dapat memberi pelayanan prima kepada para konsumen sehingga dapat memuaskan para konsumen. Keterampilan sosial ini sangat dibutuhkan oleh orang yang bertugas di bagian pemasaran, karena mereka yang bersikap baik, menghargai orang lain, bersikap sopan murah senyum akan disenangi oleh para konsumen. Keterampilan pengelolaan sangat dipentingkan dalam berbagai aspek dari mulai penyediaan bahan baku sampai dengan barang itu siap dipasarkan. Ketika menyiapkan bahan baku bagaimana mengelola bahan baku dari pemesanan, penyimpanan, dan pengeluaran bahan baku perlu mendapat pengelolaan yang baik. Selanjutnya, bagaimana pengelolaan yang tepat dalam memproduksi barang, sehingga efisien efektif dalam pemakaian bahan baku dan produksi barang dari bahan baku sampai hasil jadi. Setelah itu mengelola pengemasan, penyimpanan, sampai dengan pemasaran. Juga termasuk pengelolaan keuangan agar perusahaan atau penyelenggaraan berwirausaha tersebut mendapat keuntungan yang memadai. Keterampilan intelektual sangat diperlukan dalam berwirausaha walaupun wirausaha kecil-kecilan, karena daya pikir yang sehat, terkontrol, akan dapat membantu dalam mengelola dan mengembangkan usaha. Daya pikir seseorang, khususnya yang berwirausaha akan dapat membantu mengelola usaha yang dilakukannya. Keterampilan produktif akan sangat dibantu oleh keterampilan intelektual, karena dapat memikirkan peluang usaha ke masa depan atau dapat memprediksi kemungkinan celah-celah atau kiat-kiat berwirausaha sehingga wirausaha itu tidak putus di tengah jalan, bisa tetap berjalan walaupun di suatu saat kondisi perdagangan sedang melemah. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 59 D. Berwirausaha Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Saat ini telah banyak para perempuan yang berkiprah dalam berwirausaha, baik untuk menambah penghasilan keluarga atau untuk meningkatan ekonomi keluarga, maupun untuk menyalurkan bakat yang ada. Memasuki kehidupan keluarga dalam arti melakukan perkawinan yang sah, maka setiap pasangan menginginkan mencapai kehidupan keluarga yang sejahtera. Adapun pengertian keluarga sejahtera yang ada dalam program BKKBN, 1994 dikemukakan : Keluarga sejahtera adalah dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah mempu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang sama, selaras, seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat lingkungannya. Dikemukakan selanjutnya dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 Pasal 3 ayat (2) bahwa pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada pembangunan kualitas keluarga yang bercirikan kemandirian, ketahanan keluarga agar mampu mendukung kegiatan pembangunan. Untuk mencapai kehidupan keluarga yang sejahtera para pasangan dalam kehidupan perkawinan perlu berupaya. Keluarga dapat dipandang sejahtera apabila kebutuhan keluarga dapat terpenuhi secara seimbang baik kebutuhan fisik, mental dan sosial psikologis dengan tidak melebih-lebihkan atau mengurangkan kebutuhan yang satu dan yang lainnya baik disengaja atau tidak disengaja. Kesejahteraan dalam keluarga harus dirasakan oleh orang-orang yang ada di dalamnya dalam arti dirasakan oleh suami isteri atau ayah, ibu, dan anak-anak. Kesejahteraan dalam kehidupan keluarga adanya kemajuan dari waktu ke waktu, adanya kebahagiaan, keberuntungan, menjadi lebih baik, lebih maju, sukses dalam hidup. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan dalam Webster’s New International Dictionary (1986) : ”Welfare the state of faring or doing well; thinking or successful progress in life; a state- charachterized especialu by good fortune, happiness, wel being or prosperity”. Dikemukakan pula oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2004 ada lima pengelompokan tahapan keluarga. 1. Keluarga Pra Sejahtera Keluarga ini belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 60 2. Keluarga Sejahtera I Kondisi keluarga ini dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. 3. Keluarga Sejahtera II Keluarga ini selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dapat juga memenuhi kebutuhan sosial psikologis, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. 4. Keluarga Sejahtera III Keluarga sejahtera III dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan kebutuhan sosial psikologisnya serta dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan di lingkungan desa atau wilayahnya. 5. Keluarga Sejahtera III Plus Keluarga ini selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikolois, dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, antara lain dapat memberi sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat, membantu untuk menyumbang warga miskin, serta dapat aktif menjadi pengurus organisasi masyarakat atau institusi masyarakat lainnya. Untuk mencapai kehidupan keluarga sejahtera tersebut secara bertahap antara lain diperlukan meningkatnya ekonomi keluarga. Para keluarga yang masih pada tahap keluarga pra sejahtera sampai dengan minimal keluarga pra sejahtera II perlu dimotivasi, diberdayakan agar ibu-ibu, para isteri terutama yang tidak mempunyai penghasilan untuk dapat berwirausaha agar penghasilan keluarganya dapat bertambah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pemberdayaan perempuan tersebut dapat melalui pelatihan-pelatihan yang dapat memotivasi untuk berwirausaha, distimulasi untuk tetap semangat mengarungi kehidupan keluarga. Semangat, jiwa wirausaha, mental kuat untuk berusaha mencari tambahan penghasilan sehingga dapat terpenuhi kebutuhan secara fisik, di samping terus dimotivasi mendorong pemenuhan kebutuhan lainnya. Adanya saling membantu dalam kehidupan keluarga diperlukan, adanya keakraban antar suami isteri, saling pengertian akan dapat membantu memecahkan masalah antara lain masalah ekonomi keluarga. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 61 Dalam pelatihan yang diadakan sesuaikan dengan kebutuhan para perempuan yang bersangkutan, misalnya ada yang belum memiliki keterampilan apapun, maka diberi kesempatan pembuatan sesuatu seperti pembuatan busana, pembuatan berbagai masakah atau kue-kue ataupun jenis kerajinan tangan. Selanjutnya, bagi mereka yang sudah memiliki keterampilan sesuatu, bagaimana memotivasi dia agar muncul semangat dengan langsung praktek mengelola usaha kecil-kecil terlebih dahulu, yang secara bertahap dibina, dibimbing untuk dapat mengembangkan usahanya. Daftar Pustaka Arifah A.Riyanto. 2006. Model Pembelajaran Keterampilan Berwirausaha Bagi Perempuan Untuk Peningkatan Kesejahteraan Keluarga. Disertasi. Bandung : Program Pascasarjana UPI. Astim Riyanto dan Arifah. 2013. Dasar-Dasar Kewiraswastaan. Bandung : Yapemdo. ……., 2013. Kapita Selekta Kewirausahaan. Bandung : Yapemdo. Badan Pusat Statistik Nasional, 2000. Statistik Kependudukan Tahun 2000. Jakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2011. Statistik Kependudukan Tahun 2011. Bandung. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 1994. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2004. BKKBN, Pedoman Keluarga Sejahtera (http ://gloriabetsy blogspot.com/2012/.2/konsep keluarga sejahtera) Brandt, Steven C., 1986, Entrepreneurship Sepuluh Tahapan Menjadi Wiraswastawan Tangguh (Entrepreneuring The Ten Commandments For Building A Growth Company), Disadur oleh Penerbit Dahara Prize, Semarang : Dahara Prize. Buchari Alma. 2000. Kewirausahaan. Bandung : Alfabeta. Drucker, Peter, F, 1994, Inovasi dan Kewiraswastaan, Praktek dan Dasar-dasar (Innovation and Entrepreneurship Practice and Principles), Alih Bahasa Rusjdi Naib, Jakarta : Erlangga. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 62 Gibson, Rowan, (Editor), Dengan Pengantar Heidi dan Alvin Toffler, 1998, Rethinking The Future (Mendirikan Kembali Bisnis, Prinsip, Persaingan, Kontrol dan Kompleksitas, Kepemimpinan, Pasar, dan Dunia), Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Harian Umum Pelita, 19 Januari 2006. Kao, John J., 1989, Entrepreneurship, Creativity, & Organization, Text, Cases,& Readings, Englewood Cliffs, New York : Prentice Hall. Kindervatter, S. (1979). Non Formal Education as Empowering Process. Maschusetts Center for International Education University of Massachusetts. Meredith, Geoffresy. G et all. [t.t.], The Practice of Entreprenurship. Genewa : International Labour Organization. (Kewirausahaan : Teori dan Praktek). Alih Bahasa Andre Asparsayogi. 1996 (Cetakan Kelima). Jakarta : PT. Pustaka Binama Pressindo. Suharyadi, Nugroho Arisantyanto, Purwanto SK, Faturohman, Maman. 2007. Kewirausahaan : Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda. Jakarta : Salemba Empat. Sudjana, D.H. (2000). Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung : Falah Production. ……. (2001). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Cetakan Keempat (Cetakan Pertama, 1996). Bandung : Falah Production. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1992 tanggal 16 April 1992 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Webster's New International Dictionary and Seven Language Dictionary : Three Volumes Hardcover – 1986. Publisher: Encyclopedia Britannica, Inc. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 63 LUKA LIKU KEHIDUPAN WARIA DI KOTA TASIKMALAYA Wiwin Herwina Universitas Siliwangi Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh manusia yang selalu hidup bersama dengan sesamanya.untuk memiliki kebutuhan hidup, dengan berbagai cara sesuai keadaan atau tarap umur, pendidikan, lingkungan,bakat dan sikap seseorang. dalam kenyataannya di mayarakat ada sekelompok manusia yang mempunyai perilaku menyimpang yang sering di cemoohkan oleh warga masyarakat yaitu kaum waria. Tujuan nya Mengungkapkan gambaran luka-liku kehidupan Waria dalam mempertahankan hidup walaupun mereka dianggap sebagai sampah masyarakat yang dapat mencemari lingkungan (pencemaran Sosial). Permasalahan adanya Faktor –faktor yang melatar belakangi terjadinya waria. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaiyu metode pengumpulan data exploratif terutama dengan menggunakan pemahaman langsung dan tidak langsung. Sumber data yaitu orang–orang yang di minta memberikan info. Dalam penelitian ini Variabel yang di teliti yaitu Luka Liku Kehidupan Waria, adapun Tekhnik yang di gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, study kasus dan teknik purposive sampling, kesimpulan dari penelitian ini Waria perlu dapatkan pembinaan untuk berperan serta di dalam pembangunan dengan usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi mereka sendiri dan sesamanya. Kata kunci: luka liku kehidupan waria PENDAHULUAN I. Latar belakang Masalah Manusia sejak lahir berhubungan dengan manusia lain. Tidak mungkin manusia itu hidup normal tanpa hidup bersama orang lain. seperti di kemukakan oleh Soejono (1985:39). Bahwa manusia adalah makhluk Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 64 yang selalu hidup bersama dengan sesamanya.untuk memiliki kebutuhan hidup, manusia menempuh berbagai cara sesuai keadaan atau tarap umur, pendidikan, lingkungan,bakat dan sikap seseorang. Kesemuanya ini menimbulkan kelompok – kelompok sosial di dalam kehidupan manusia: kelompok kecil yang sederhana biasanya terbentuk atas dasar kekerabatan,usia,seks, dan juga perbedaan pekerjaan dan kedudukan.dalam masyarakat para individu menjadi anggota dari kelompok sosial tertentu: dalam tiap kelompok itu mereka saling pengaruh mempengaruhi dan ada kesadaran untuk tolong menolong. Setiap orang harus menghormati hak hidup dan keseimbangan yang selaras dalam hubungan sesama manusia. Namun demikian dalam kenyataannya dalam mayarakat ada sekelompok manusia yang mempunyai perilaku menyimpang yang sering di cemoohkan oleh warga masyarakat yaitu kaum waria. Waria sebagai istilah baku dalam Tata Bahasa Indonesia sebenarnya masih kurang populer di kalangan mayarakat awam. Masyarakat lebih akrab dengan istilah bencong,atau banci yang merupakan bagian dari bahasa indonesia informal (Dede ,2003) yang digunakan untuk sebutan kepada orang (laki laki atau perempuan) yang berpakaian atau berbicara sebaliknya tidak sesuai dengan kelamin nya. Masyarakat juga masih sering mengalami ketidak pahaman akan perbedaan antara waria dengan istilah- istilah atau sebutan yang di gunakan untuk sebutan kaum minoritas lainnya, misalnya homo seksual, interseks dan transvetis,perbedaan persepsi ini perlu di luruskan agar adanya satu pemahaman yang sama.Masyarakat sering dan bahkan menyamakan antara homo dan waria. Atmojo (dalam Anwar, 2006) menjelaskan bahwa homo dan Waria itu berbeda. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 65 Waria adalah kelompok sosial, biasanya tidak jelas karakteristikanya apakah sebagai laki laki atau sebagai perempuan, perilaku mereka dapat dianggap menyimpang karena melanggar norma,yaitu fisik mereka yang laki laki berdandan sebagai wanita secara berlebihan dan sering kali melakukan hubungan seks dengan sesama jenis,berkeliaran di tempat – tempat tertentu yang dapat menggangu ketertiban, keindahan serta keamanan lingkungan, karena itu di samping statusnya tidak jelas mereka dianggap pula sebagai kelompok yang menentang kodrat manusia, berdosa, menjijikan dan dianggap sebagai pencemaran sosial bagi masyarakat setempat (di lingkungan tersebut). Berdasarkan ketetapan MPR Nomor 11 /MPR/1993. Sasaran umum pembangunan jangka panjang. Kedua adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tentram dan sejahtera lahir batin dalam tata kehidupan masyarakat bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dalam suasana ; 1. Pola dasar Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial (SK MENSOS R.I.No 07/HUK/Kep/11/1989 ) “ Kehidupan bangsa indonesia yang serta berkesinambungan dan selaras dalam hubungan antar sesama manusia, manusia dengan masyarakat, Manusia dengan alam, dan lingkungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa”. 2. Menjadi waria adalah suatu proses antara waria dengan ruang sosial dimana ia hidup dan dibesarkan, proses ini dilakukan dengan berbagai tekanan –tekanan sosial untuk kemudian di respon, sehingga pada akhirnya akan membentuk satu makna kehidupan dalam menjalani luka-liku kehidupannya. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 66 3. Harapan yang mereka inginkan inilah yang akan mengantarkan mereka menuju makna hidup dalam menempuh luka-liku kehidupannya, dengan adanya harapan yang mereka miliki. Mereka akan mencari cara dan celah untuk menunjukan keinginan dan eksistensi dari harapan tersebut (Bastaman 2007) 4. Berdasarkan paparan diatas mengenai kehidupan dan perjuangan yang di lakukan oleh kaum waria dalam menjalani dan mencapai tujuan mereka di dalam kehidupan ,maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul luka- liku kehidupan waria di kota Tasikmalaya, ( Study tentang pencemaran lingkungan sosial di kota Tasikmalaya ) 2. Masalah Penelitian Permasalahan penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah gambaran luka-liku kehidupan waria dalam mempertahankan hidup walaupun mereka sudah di cap sebagai sampah masyarakat (pencemaran sosial )?; 2) Faktor –faktor apakah yang melatar belakangi terjadinya waria?; 3) Sejauh manakah dinas sosial telah melaksanakan pembinaan terhadap kaum waria? KAJIAN TEORITIS A. Pengertian Waria Keadaan seseorang yang berkepribadian wanita maupun pria. Sebelum istilah waria di gunakan, masyarakat sudah mengenal atau menggunakan beberapa istilah, banci, bencong dan wadam. Untuk membuat batasan mengenai waria tidak lah mudah, karena terkadang tidak dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya secara keseluruhan para ahli di bidang kelainan seks (dalam Moerthiko 1987 :7 ) Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 67 mengemukakan bahwa individu – individu yang tidak jelas karakteristiknya sebagai laki-laki atau perempuan itu di sebut” waria” A. Jenis – jenis Waria Kemala Atmojo ( Nadia, 2005 :40 ) menyebutkan jenis –jenis waria sebagai berikut: Transsexual yang aseksual, yaitu seorang transsexual yang tidak berhasrat atau tidak mempunyai gairah seksual yang kuat. a. Transsexual Homoseksual, yaitu seorang transeksual yang memiliki kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum ia sampai ke tahap transsexual murni. b. Transsexual yang heteroseksual, yaitu seorang transsexual yang pernah menjalani kehidupan heteroseksual sebelumnya misalnya pernah menikah. B. Ciri –Ciri Waria Menurut Muslim (2003 ;111) ,ciri ciri Transsexual adalah : 1. Identitas transsexual harus sudah menetap selama minimal dua tahun, dan harus bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan dengan kelainan interseks, genetik atau kromosom 2. adanya hasrat untuk hidup dan di terima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan risih atau tidak serasi dengan anatomi seksualnya. 3. adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan. C. Faktor pendukung Terjadinya Waria Puspitosari (2005;12) mengatakan bahwa faktor –faktor terjadinya transsexual adalah disebabkan oleh faktor biologis yang di pengaruhi Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 68 oleh hormon seksual dan genetik seseorang. Hermaya (Nadia, 2005 ;29) berpendapat bahwa peta kelainan seksual dari lensa biologi dapat di bagi kedalam dua golongan besar yaitu ; 1) Kelainan seksual akibat kromosom. 2) Kelainan seksual bukan karena kromosom menurut Moerthiko Nadia, 2005 ;31) mengatakan bahwa dalam tinjauan medis, secara garis besar kelainan perkembangan sexual telah di mulai sejak di kandungan ibu, kelompok ini di bagi menjadi empat jenis: a.pseudomale atau disebut juga pria tersamar, b.Pseudofemale atau disebut juga wanita tersamar. c.Female pseudohermaprodite, d.Male pseudohermaprodite, : 1) Faktor Internal,. b) Faktor eksternal E. Pengerian Masalah Sosial Lesli (1974) dalam Abu ahmadi (1988:12) menyatakan masalah sosial adalah sesuatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak di sukai dan yang karenanya di rasakan perlunya untuk diatasi atau di perbaiki pengertian secara umum masalah sosial ini peengertian nya terutama di tekankan pada adanya kondisi atau sesuatu keadaan tertentu tak terpenuhi karena keadaan dalam kehidupan sosial warga masyarakat yang bersangkutan . 2.3 Keterkaitan Waria dengan pencemaran lingkungan sosial Klien waria bisa di jumpai di berbagai sosio ekonomi, tetapi mempunyai ciri – ciri yang berbeda. Banyak remaja pria memakai pekerja seks waria dikarenakan: a. karena larangan agama untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan membuat waria menarik bagi mereka yang tidak mau menggunakan industri seks. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 69 b. Karena klien pendapatan yang rendah hanya berminat pada harga yang murah, dan waria sering memberikan pelayanan secara cuma – cuma terhadap klien yang dianggap menarik. c. Untuk klien yang heteroseksual, waria menyediakan pelayanan sek oral/anal sambil berprilaku seperti wanita kepada pasangan nya, serta untuk mendapatkannya murah karena tidak perlu mengeluarkan uang ekstra untuk menyewa penginapan. Melihat uraian diatas sudah jelas sekali apa yang di lakukan waria sangat mencemari lingkungan sosial, karena mereka bisa merubah perilaku lawan jenisnya, -lama lama mereka ketagihan, dan akhirnya lawan jenis bisa tertular menjadi waria. 2.3.1 Dinas Sosil dan perannya dalam pembinaan waria. Peranan dinas sosial dalam pembinaan terhadap waria sangat menunjang sekali ,karena waria dapat mempunyai keterampilan yang nantinya dapat merubah hidupnya, menambah percaya diri dan dapat mandiri tanpa ada ejekan dari masyarakat yang selalu melecehkan karena kehidupannya yang menyimpang dari masyarakat . Selain pembinaan pelatihan Keterampilan Dinas Sosial juga melakukan pembinaan Mental, dan bantuan usaha ekonomi produktif. Walaupun hasilnya masih belum memuaskan karena kendala-kendala tertentu. OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.2 Metode Penelitian Penelitian yang di lakukan ini bersifat kualitatif dengan metode pengumpulan data exploratif terutama dengan menggunakan pemahaman langsung dan tidak langsung. Sumber data yaitu orang – Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 70 orang yang di minta memberikan informasi, di sebut informan. Tempat dan waktu penelitian di tempat mangkal nya Para waria (dadaha), Belakang kantor pos,Salon kecantikan dan Tempat sekertariat organisasi” HIWATAS” Kota Tasikmalaya. Teknik penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan data, observasi partisifasi terbatas, Wawancara, Analisa Data PEMBAHASAN A. Pembahasan dan temuan hasil Penelitian 1.Waria Di Kota Tasikmalaya Keadaan kaum waria pada tahun 1990 an sebenarnya tidak begitu berbeda keadaannya dengan sekarang di lihat dari kegiatannya yang agak berbeda sekarang dilihat dari jumlahnya yang semakin meningkat dan dilihat dari pekerjaannya sudah banyak waria-waria yang berpendidikan baik itu hasil dari binaan dinas sosial maupun kursus- kursus yang didanai pemerintahan terutama bidang tata kecantikan sehingga mereka memiliki keakhlian dan keterampilan, sehingga kehidupan waria sekarang hidupnya lebih meningkat terutama dalam pekerjaan, lebih mandiri,. Awal menjadi Waria Merasa ada kelainan sebagai waria, perasaan ini timbul banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perasaan sebagai waria. Perasaan itu ada yang muncul dari usia dini ada juga yang muncul sesudah menginjak dewasa. dia belum berani mengeluarkan karakteristiknya, di usia itu dia masih berusaha menutupi jati dirinya sebisa mungkin, tapi karena sifatnya sudah bawaan alami (natural), walaupun dia berusaha menutupi dia itu tetap akan kelihatan dari tingkah laku dan gayanya Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 71 yang lebih feminim dari jati dirinya sebagai laki-laki. masyarakat akan menyetujui bahwa dia sudah memiliki tanda-tanda kewanitaanya dari bahasa dan perilaku dia lebih halus dari wanita, Perasaan waria kadang muncul juga bagi kaum lelaki normal karena akibat pergaulan. lelaki normal yang sering bergaul dan berhubungan dengan waria akan mempunyai rasa dan ketagihan untuk mengulang dan mengulang lagi hubungan biologis itu karena mungkin yang awalnya di latar belakangi dengan kebutuhan hidupnya terutama untuk mencari uang atau nafkah dan akhirnya dari sering bergaul itu lama kelamaan akan merubah tingkah laku (perilaku) laki-laki tersebut sehingga dia secara perlahan, perilaku itu bisa berubah , tapi tidak ketularan sebagai waria . jadi kalau kita amati perasaan waria akan muncul akibat: 1) Pergaulan 2) broken home 3) trauma orangtua 4) Faktor ekonomi 5) Sudah mempunyai bawaan sejak lahir. 4.1.6. Upaya untuk menjamin kelangsungan Hidup Dalam mempertahankan hidupnya waria membentuk suatu komunitas yang dapat mengakomodir kaum waria, dimana di dalam komunitas tersebut diperlukan suatu kekompakan, kedisiplinan, solidaritas yang tinggi untuk memelihara dan menjaga nama baik kaum waria. Adapun kalau ada masyarakat yang menyakiti salah satu kaum waria, mereka kompak dan membelanya, selain itu komunitas ini memperjuangkan nasib kaum nya untuk bisa merubah kehidupan nya. Ketua mereka mengajukan permohonan - permohanan dana baik dari dinas sosial atau Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 72 pun lembaga lain nya untuk diikut sertakan dalam pelatihan-pelatihan yang berbasis kompetensi keahlian, dimana dari hasil pelatihan tersebut di harapkan dapat merubah nasib mereka, untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik itu yang bersifat materi maupun yang bersifat seks yang berhubungan dengan materi otomatis berhubungan dengan kebutuhan hidup untuk makan, minum, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. 4.1.7 Hubungan Biologis Sebagai Waria Kebutuhan kaum waria akan hubungan biologis dengan laki-laki merupakan tuntutan yang di anggap mutlak harus terpenuhi. bagaimanakah kaum waria menyalurkan kebutuhan biologis di uraikan lebih lanjut di bawah ini. Dalam menyalurkan hubungan biologisnya waria berhubungan dengan sesama jenis, dia akan merasa puas dan akan lebih agresif apabila dalam melakukan hubungan tersebut berekpresi sebagai wanita dan itu akan terasa oleh waria yang termasuk dalam kelompok waria transeksual murni, adapun untuk waria interseksual dalam melakukan hubungan biologisnya dia bisa sebagai wanita dan dia juga bisa sebagai laki-laki sempurna bahkan dalam berhubungan dengan wanita asli dia bisa mempunyai anak/keturunan. Kebutuhan waria yang ingin terpenuhi : 1. 1.Menyalurkan hubungan seks dengan laki-laki tanpa ada sanksi dari masyarakat. 2. Di beri kesempatan yang sama dalam pekerjaan tanpa menganggap aneh Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 73 3. Kemudahan operasi kelamin dengan prosedur dan biaya yang murah 4. Menampilkan diri sebagai mana adanya tanpa di pandang rendah 5. Kemudahan dalam berkosultasi mengenai segala kesulitan yang di 4.1.8 Komunitas Waria dalam melakukan aktualisasinya dan solidaritas terhadap sesama kaum waria. Kelompok waria dalam masyarakat merupakan kelompok yang ekslusif karena mereka memiliki komunitas tersendiri dengan pola pola kehidupan yang agak berbeda dengan mayarakat pada umumnya, interaksi sosial dengan mayarakat pada umumnya bersifat negatif, terutama pandangan masyarakat terhadap mereka. bentuk interaksi sosial yang negatif dari masyarakat bisa berupa cemoohan, cibiran, bahan tertawaan dan kadang menjadi ejekan ketika berpenampilan sebagai perempuan. sikap ini berawal dari keluarga, dan lingkungan tempat tinggalnya lalu menyebar kemasyarakat pada umumnya. akibatnya mereka membentuk suatu solidaritas yang merasa senasib dimana solidaritas senasib ini merupakan kegiatan mempertahankan eksistensi mereka dalam berinteraksi sosial dengan lingkungan masyarakat yang mereka hadapi. Solidaritas mereka muncul berawal dari keinginan kaum waria untuk berkumpul dan bergabung dengan sesamanya. hal ini dilakukan karena ada ke samaan kepentingan dan tujuan.sejauh mana sosial itu terwujud dalam kelompok waria di Kota Tasikmalaya, dapat di lihat dari jawaban mereka tehadap pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh peneliti.adapun jawaban mereka dapat di lihat pada pembahasan hasil penelitian berikut. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 74 Hasil dari penelitian pada umumnya terjadi proses melalui tahapan tahapan, di mana waria dalam mencari jati diri, mencari teman, mencari dukungan, dan belajar dari teman , tidak lah muncul di usia yang sama . itu tergantung kepada proses dimana rasa sifat warianya muncul ada yang muncul di usia dini , ada yang muncul di usia remaja ada pula sifat waria nya itu muncul di usia senja. 4.1.8.1 Usaha waria dalam menjalin hubungan dengan sesama waria Dalam meningkatkan jati dirinya waria membentuk suatu organisasi dimana dalam organisasi tersebut ,terdapat beberapa macam kegiatan yang dapat meningkatkan solidaritas bagi para waria , hampir sebagian besar para waria mengikuti organisasi tersebut yang berada di kota tasikmalaya dengan nama HIWATAS (Himpunan waria kota Tasikmalaya) organisasi hiwatas lebih di kenal dengan nama Srikandi Prasasti yang di ketuai oleh junjun (Mami juniar). Untuk menjalin persahabatan dan supaya lebih menambah erat persaudaraan ketua waria dalam pertiga bulan mengadakan rapat dengan maksud silaturahmi, biasanya di saat itu para waria saling bertukar pendapat dan mencurahkan rasa, baik suka maupun duka dalam menghadapi berbagai permasalahan dari sebagian masyarakat yang fanatik yang selalu mengejek ataupun melecehkan mereka. dengan mendatangi tempat-tempat yang biasa dipakai berkumpul oleh ketua waria sedikitnya beban mereka dapat di bantu dengan di berikan pengarahan - pengarahan yang dapat menenangkan hati mereka, sehingga mereka dalam bertindak dan berbuat selalu diarahkan untuk Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 75 perbuatan yang lebih positif yang tidak mengganggu ketentraman masyarakat. 4.1.8.2 Tolong Menolong yang dilakukan oleh Waria Dalam kehidupan bermasyarakat sifat tolong menolong harus di tingkatkan dan di amalkan , karena itu merupakan bagian dari pancasila no 3. Persatuan Indonesia.bentuk tolong menolong banyak bermacam ragam , ada yang sifatnya individu, ini merupakan suatu amalan yang berhubungan dengan ilahi dimana disebutkan jika kita beramal tangan kanan memberi tangan kiri tidak boleh tahu , jadi suatu amalan yang menolong seseorang tanpa di ketahui orang lain, adapun tolong menolong yang lainnya ada yang bersifat gotong royong atau biasa juga kita kenal dengan bakti sosial , ini merupakan sifat tolong menolong yang cenderung pingin di puji orang dan di ketahui orang banyak , ini lebih cenderung ke ujub karena perbuatan kita ingin mendapat pujian. Begitupun dalam komunitas waria tolong menolong juga dilakukan. adapun bentuk tolong menolong yang di lakukan oleh waria adalah 1) Mengajari cara berdandan perempuan, 2) Membantu dalam hal keuangan, 3) Memberikan tumpangan rumah bagi waria yang tidak mempunyai tempat tinggal, 4) Meminjami / bertukar pakaian perempuan/ make-up / aksesories, 5) Membantu mencarikan pekerjaan, 6) Membantu dalam setiap kesulitan yang di alami teman waria, 7) Membantu mencarikan pasangan / langganan. 4.1.9 Keinginan Hidup Berkeluarga Sebagai manusia yang bermasyarakat tentu saja ada keinginan keinginan yang sama dengan masyarakat dilingkungan sekitarnya. mereka mempunyai keinginan untuk berumah tangga, namun di sisi lain Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 76 mereka meragukan kemampuannya apakah mereka dapat mencintai pasangan lawan jenisnya atau hanya sekedar pelarian saja untuk menutupi kekurangan dirinya atau bisa juga hanya untuk membahagiakan orang tuanya yang merasa malu kalau mempunyai anak laki laki yang berpsikis wanita. kadang dari mereka juga memikirkan keturunan untuk melanjutkan kehidupan nya di masa tua, adapun kalau mereka menikah mereka hanya untuk menutupi kekurangan dirinya (kamuflase) dan mungkin juga hanya untuk membahagiakan orang tuanya. Karena mereka juga merasa terbebani dengan kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Walaupun mereka berkeluarga hanya kedok saja karena tetap di dalam diri mereka untuk melepaskan libidonya itu mereka lebih puas dengan berhubungan biologis dengan sesama jenis, maka mereka pandai menutupi keinginannya itu. Untuk menyalurkan keinginannya itu mereka kadang mengadakan pertemuan dengan teman sejenisnya tanpa di ketahui oleh istrinya. di dalam lubuk hatinya mereka menyadari dan mereka juga selalu berusaha untuk sembuh dengan cara mendekatkan diri pada allah, menjauh dari pergaulan sesama jenis, karena kalau selalu bergabung terus penyakit nya tidak akan sembuh. kadang ada salah satu yang menjadi benar sembuh itu karena atas bimbingan dari istrinya dan mereka lebih banyak dzikir dan bertaubat pada yang maha kuasa, walaupun tidak sembuh seratus persen minimal mereka bisa menyembunyikan kewariaan nya itu. bahkan ada yang tetap menjadi pasangannya walau pun waria itu mempunyai istri dan anak. Mereka lebih rapi menutupi tingkah lakunya, karena itu mereka lebih jaim dan di dalam penampilan dirinya mereka lebih tampak laki Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 77 laki tulen, didalam berpakaian pun mereka tidak mau memperlihatkan penampilan perempuan nya tetapi psikis mereka tetap ada sebagian psikis wanita . Penjelasan ini di perkuat dengan adanya penuturan dari Merlyn, Putri Waria Indonesia 2006 ( Sopyan,2006) yang menuturkan : “Saya adalah perempuan, perempuan dalam jiwa. Raga saya adalah laki laki. Dan saya tetap merasa perempuan. Tak ada yang salah Cuma orang tidak melihatku lebih dalam, mereka melihat raga saya. Mereka hanya melihat yang terlihat, mereka tak mau tahu lebih jauh. Saya adalah perempuan, perempuan tanpa vagina.” 4.2 FAKTOR – FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI TERJADINYA WARIA 4.2.1 Kebutuhan hidup Untuk memenuhi kebutuhan hidup makan, minum, dan memperkuat ekonomi kaum waria juga mencari nafkah sesuai dengan kemampuan nya. Waria yang berpendidikan adalah waria yang telah mempunyai keahlian atau keterampilan baik itu hasil dari binaan pemerintah maupun hasil dari otodidak tetapi mereka mempunyai potensi dan inovasi yang tinggi. kebanyakan pekerjaan mereka lebih banyak bekerja di salon kecantikan yang sesuai dengan kepribadian mereka, dari pekerjaan itu kadang pria normal biasa kalau sering bergaul dengan waria apalagi kalau sudah mulai berhubungan seksual, semakin lama perilakunya bisa berubah menjadi waria. biasanya perilaku ini sering terjadi pada laki laki remaja yang menjadi pasangan waria. Karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 78 mereka rela untuk menjadi pasangan kaum waria. Oleh mereka kebutuhan hidup nya sudah terjamin bahkan mereka sampai di biayai sekolah nya, demi terpenuhinya kebutuhan hidup itulah mereka rela menjadi pasangan hidup waria, yang pada akhirnya perilaku mereka juga berubah menjadi waria. 4.2.2 faktor keluarga (Broken home) Kekerasan dalam rumah tangga akan mempengaruhi perkembangan pisiologi anak, terutama pada anak yang masih berusia antara 12 tahun ke atas, kekerasan rumah tangga bisa di sebab kan dari beberapa masalah , itu bisa saja permasalahan akan timbul karena adanya faktor perceraian sehingga anak yang jadi di korbankan , setiap anak akan mendambakan suatu keluarga yang utuh, dimana dalam satu keluarga yang utuh tidak akan ada perbedaan dalam mendidik anak untuk mengantarkan ke jenjang yang lebih dewasa, rata rata anak yang mempunyai masalah perceraian orang tuanya mereka akan broken home dan kehidupan dalam keseharian nya lebih banyak merasa diasingkan ,karena mereka merasa rendah diri dan kadang merasa malu Kadang perilaku waria juga akan terbentuk apabila pola asuh orang tua yang otoriter dan tidak adanya seorang ayah di saat anak usia 1-5 tahun menjadi salahsatu faktor yang melatar belakangi terjadinya waria. Pesantren juga dapat menumbuhkan sifat waria, karena sering nya bergaul dan satu lingkungan dengan teman teman yang sejenis , ini akan membentuk karakter baru mereka , apalagi yang dari awal nya sudah mempunyai pembawaan waria dia akan mudah terbentuk dan akan lebih cepat mengeksploir rasa kewanitaan nya karena lingkungan sangat mendukung. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 79 Faktor pergaulan Kurniawati (2003), menyatakan bahwa saat individu mulai menginjak masa remaja, peranan keluarga semakin berkurang , individu sudah mulai lebih banyak berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. Penguatan- penguatan tidak lagi di dapat dari keluarga tetapi dari lingkungan di luar keluarga.seperti teman sebaya,kelompok – kelompok sosial tertentu dll. Saat mulai menginjak remaja, individu laki-laki yang berubah menjadi waria mencari identitas diri dan mulai berteman dengan sesama waria, dengan berteman dan berkumpul bersama komunitasnya waria yang lain membuat individu tersebut merasa mendapat penglakuan yang pasti. Akhirnya semakin memantapkan pilihan dirinya untuk menjadi waria. 4.2.4 Faktor pembawaan dari lahir Kehadiran seorang waria menjadi bagian dari kehidupan sosial rasanya tidak mungkin dihindari. Waria bukan menjadi hal yang aneh lagi bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Tasikmalaya. di Tasikmalaya, kita tidak menjumpai waria ditempat ”cebongan” (tempat pelacuran) di jalan dadaha, di kawasan kota lama. di lingkungan ”cebongan” (tempat pelacuran) kehadiran seorang waria dapat diterima secara utuh, sebagai media sosialisasi, tempat membangun solidaritas sosial antar waria dan untuk membangun konsep diri. Peran keluarga, masyarakat dan teman sangat penting bagi perkembangan konsep diri seorang waria. konsep diri merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam hubungannya dengan orang lain. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 80 Nadia (2005 ;31) mengatakan bahwa dalam tinjauan medis, secara garis besar kelainan perkembangan sexual telah di mulai sejak di kandungan ibu. 4.3 Pembinaan Waria Oleh Dinas Sosial Kaum waria dianggap merupakan salah satu masalah sosial pemerintah telah berusaha melakukan pembinaan antara lain : (1) mengadakan operasi penertiban di jalanan ; (2) memberikan pembinaan melalui kegiatan program atau proyek rehabilitasi keterampilan pribadi ; dan (3) memberikan bantuan UEP (Usaha Ekonomi Produktif) yaitu usaha salon kecantikan. Usaha yang dilakukan oleh Dinas Sosial kota Tasikmalaya adalah memberikan penyuluhan mental, sosial, agama untuk bekal bermasyarakat atau menyesuaikan diri. Kesulitan yang di alami Dinas Sosial dalam melakukan Rehabilitasi sosial ialah : (1) kelainan mental yang lebih komplek ; (2) keterbatasan kegiatan proyek yang di berikan oleh program pusat ; (3) belum di temukan metoda khusus memberikan bimbingan atau penyaluran yang lebih mendekati dunia waria ; (4) belum terjalin dengan baik dan konsisten dalam komunikasi antara organisasi waria dan Dinas sosial kota Tasikmalaya, karena keberadaan waria yg berubah ; (5) dimanfaatkannya secara intensif para waria yang telah berhasil dalam usaha mereka.Pembinaan yang tekah dilakukan oleh Dinas sosial kepada kaum waria yang berada di kota Tasikmalaya berupa penyuluhan dan pembinaan mental, sosial, keagamaan, bermasyarakat di mana mereka berdomisili dan latihan keterampilan. peserta kursus yang berjumlah 20 orang waria,di berikan oleh Dinas Sosial pada tahun 2009. kursus Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 81 keterampilan itu berupa merangkai bunga dan Tata Rias Pengantin dan Lembaga kursus dan Pelatihan (LKP) kecantikan. agar mereka langsung mempraktekan di lapangan, di beri bekal secara cuma-cuma.pembinaan mental di prioritaskan terutama pada kaum waria yang tercatat mempunyai masalah sosial. menghidupkan keadaan di sekitarnya, dengan pembawaannya yang supel dan humoris waria lebih disenangi. Pemerintah berharap jiwa kewirausahaan dari pelatihan Tata kecantikan tersebut dapat timbul dan bisa membangun usaha mandiri. Sesuai dengan program pemerintah dalam menuntaskan pengangguran. 4.3.1 Pendapat Waria Tentang Peran Pemerintah Dalam Membina Kaum Kaum waria merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial di Indonesia, baik ditinjau dari segi psikologis, sosial. norma maupun secara fisik. Kehidupan mereka cenderung hidup gelamor dan eksklusif/ membatasi diri pada komunitasnya saja. mereka sering terjerumus pada dunia pelacuran dan hal-hal lain yang menurut agama, aturan dan nilai masayarakat menyimpang. Secara fisik memang menggambarkan mereka adalah laki tetapi sifat dan perilaku menggambarkan wanita. Dengan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh kaum waria tersebut membuat mereka cenderung terjerumus pada hal-hal yang menyimpang seperti jadi pelacur, pengemis, pengangguran dan lainnya. Akibat dari perilakunya tersebut berdampak pada masalah kesehatan/ penyakit fisik, dan kehidupan sosial, seperti penyakit kelamin, kulit, HIV/AIDS, narkoba dan penyakit menular lainnya. Sedangkan secara sosial mereka Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 82 terkucilkan/ didiskriminasi dari masyarakat maupun keluarganya sendiri, mengganggu ketertiban umum, pemalas dan lain-lainnya. Kalau kondisi tersebut tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah bersama masyarakat maka dampak akibatnya akan semakin besar dan berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa kita baik untuk kaum 4.5 Harapan waria kota Tasikmalaya Harapan utama kaum waria adalah bersatu dan saling tolong-menolong, mereka sadar bahwa waria adalah kelompok minoritas dalam masyarakat perkotaan. sebagai kelompok minoritas membutuhkan persatuan guna mewujudkan solidaritas mereka. Harapan waria terhadap sesama adalah berprilaku yang tidak mengundang masalah. Adapun kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan tempat dan lingkungan ini berada dan tidak bertindak kriminal merupakan harapan waria terhadap sesamanya. Dengan demikian harapan agar kaum waria yang berada di mana saja kiranya dapat di akui dan di hormati oleh warga masyarakat lainnya. Penataran etika di anggap penting untuk meningkatkan moral mereka. kaum waria juga warga negara yang perlu mendapat perlindungan dan perhatian serta kesejahteraan di masa tua , sedangkan mereka tidak mempunyai istri dan anak. oleh karena itu mereka memerlukan rumah jompo yang kiranya dana tersebut bersumber dari pemerintah dan kaum waria sendiri. 2. Faktor –faktor yang melatar belakangi terjadinya waria 1) kebutuhan hidup, 2) faktor keluarga /broken home, 3) Faktor pergaulan 4). Faktor Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 83 pembawaan dari lahir. Adapun yang dapat membedakan waria dapat di lihat dari 3 macam yaitu fisik ,hormon, dan jiwa. 3. Dinas sosial telah berusaha melakukan pembinaan mental, pelatihan keterampilan dan bantuan usaha ekonomi produktif. Hasilnya masih belum memuaskan karena kendala-kendala tertentu. Dan yang sangat disayangkan dari nasib kaum waria saat ini untuk pembinaannya pun di tolak oleh Kementrian Disnakertransos, tidak seperti tahun-tahun kebelakang yang di respon oleh Kementrian Tenaga Kerja KESIMPULAN 1. Waria ( Wanita Pria ) adalah seorang yang mempunyai Fisik Pria, psikis wanita, tertarik pada jenis kelamin laki – laki, dan mempunyai hasrat tinggi dalam hubungan seks dengan laki-laki serta ada keinginan ganti kelamin, keabnormalan itu diperoleh sejak lahir, dengan catatan ada yang berat ada juga yang ringan untuk menyalurkan hasrat seks nya yang tinggi tersebut. Mereka melakukan transaksi seks dengan “turun jalan” melakukan hubungan seks dengan laki –laki yang di inginkan dengan member imbalan dan hubungan seks dengan pasangan. 2. Kaum waria dianggap oleh masyarakat sebagai kelompok sosial yang berprilaku menyimpang, yang tampak dari dandanan sebagai wanita yang berlebihan, secara sosiologis mereka dianggap menyimpang karena melanggar norma norma yang berlaku di masyarakat,sedangkan secara biologis mereka tidak mempunyai identitas kelamin yang sempurna dan psikis mereka mempunyai kelainan yang mengakibatkan adanya kelainan seksual. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 84 3. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dalam kelompok waria terdapat solidaritas yang tinggi, yaitu dengan adanya organisasi waria yang terbentuk dengan diketuai seorang ketua yang dapat DAFTAR PUSTAKA Abu akhmadi, (1990). Psikologi Sosial. Rineka Cipta, Jakarta. …… .(1991), Ilmu Sosial Dasar. Rhineka Cipta, jakarta …… .(1992), Psikologi Umum. Rhineka Cipta, Jakarta. Ary R.M, (1987).Gay Dunia Gan I Kaum. Homofil. A Themprin, Jakarta Benyamin M.D.Harry (1997) .The Transsexual Phenomenon. All The Facts, about The Changing of Through. Hormones and surgery. warnerbooks, New York Bertrand Aluin L, (1980). Sosiologi kerangka Acuan, Metode Penelitian Tteori tentang Sosialisasi, Kepribadian dan Kebudayaan. PT Bina usaha, Surabaya. Burhanudin salam (1988). Filsafat Manusia, Antropologi, Metafisika. Bina Aksara, Jakarta. Becker. S. Howard. (1988). Sosiologi Penyimpangan di terjemahkan Oleh SoerjonoSoekanto. Rajawali Pers, Jakarta. Didi Atmadilaga. (1989). Panduan Skripsi, Tesis, Disertasi Penerapan Filsafat, Ilmu dan Metode Ilmiah Filsafat dan Etika Penelitian Ilmiah. struktur penulisan karya ilmiah evaluasi, karya Ilmiah. Bandung Departemen Sosial R.I. (1989). Pola Dasar Pembangunan Bidang KesejahteraanSosial mengenai Pembinaan Waria Dep.Sos 157–162. Djamhoer, Marthhaadisoebrata. (1993). Ketua TIM penyesuaian kelamin Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 2 September 2015, ISSN No. 2252-4738 85 Faisal (1986) Penelitian kualitatif dasar – dasar dan Aflikasi IKIP Bandung. Greenwood, judy. (1991). Seks dan Permasalahannya Alih Bahasa, Yuwono. Arcan, Jakarta. Go piet. (1985). Sexualitas dan perkawinan STFT. Widya Sasono, Malang. Garna yudistira. K.(1993) .Teori Perubahan Sosial Program Pascasarjana UNPAD Bandung1990. Pendekatan kualitatif dalam penelitian kuliah Perdana Program Pascasarjana. Universitas Padjajaran Bandung 1990/1991, Bandung GERUNGAN (1991). Psikologi Sosial. Presesco, Bandung. Hendro o.c.(1991). Sosiologi Agama, Kaniseks, Yogyakarta Hurlock Elizabeth B. (1991) Psikologi Perkembangan. Penerbit Erlangga, Surabaya. Koentjaraningrat .(1990). Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kemala Atmojo, (1987) Kami Bukan Lelaki. PT Temprin, Jakarta. Lysen, A. (1984). Individu dan Masyarakat. PT Sumur Bandung, Bandung. Manheim ,Karl, (1985). Sosiologi Sistematis, terjemahan oleh Soejan