Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 25 PEMBINAAN POLA ASUH ANAK DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI PELATIHAN WIRAUSAHA (Studi Kasus di Panti Asuhan Al-Ihsan Muhammadiyah Sarijadi) Purnomo Abstrak Fokus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara sistematis dan menyeluruh tentang penyelenggaraan Pembinaan Pola Asuh Anak Dalam Meningkatkan Kemandirian Melalui Pelatihan Wirausaha Studi kasus di Panti Asuhan Al- Ihsan Sarijadi Kota Bandung. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi atau pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi. Sampel penelitian diambil secara purposif, yaitu anak asuh Panti Asuhan Al-Ihsan Sarijadi sebagai peserta sebanyak 10 orang, pengurus panti asuhan sebanyak 2 orang, tutor sebanyak 2 orang, warga masyarakat sekitar panti sebanyak 2 orang. Hasil penelitian didapatkan adanya pembinaan pola asuh anak yang dilakukan oleh pengurus Panti Asuhan Al-Ihsan Sarijadi dalam upaya meningkatkan kemandirian anak asuh melalui pelatihan wirausaha yaitu dengan melakukan perencanaan dan penyamaan persepsi antara pengurus panti asuhan tentang pembinaan pola asuh melalui pelatihan wirausaha, pengorganisasian, penerapan pelatihan, dan efektifitas penggunaan metoda pelatihan wirausaha kepada anak asuh. Kata kunci : Pelatihan, wirausaha A. PENDAHULUAN Pada hakekatnya dalam pembinaan dan pengembangan generasi muda tercakup didalamnya adalah pendidikan baik formal maupun informal. Pendidikan adalah sebuah proses penyempurnaan semua individu sebagai peserta didik, baik potensi intelektual atau kognitif, mental, rasa, karsa maupun kesadaran martabat kemanusiaannya. Artinya, pendidikan selalu bertujuan untuk membina kepribadian manusia menjadi lebih ‘manusiawi’ dan mengembangkan serta mengutuhkan potensi kemanusiaannya yang masih terpendam dengan Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 26 mengedepankan suasana yang penuh cinta-kasih, kedamaian dan keadilan serta mengesampingkan perilaku yang menindas serta diskriminatif. (Murtiningsih, 2004:6-7) Negara menjamin dan harus memenuhi hak-hak anak sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hak Anak Tahun 1989. Negara dan Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak Tahun 1989 dan hal ini telah diimplementasikan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pemenuhan hak- hak anak agar mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Kondisi semacam tersebut di atas menjadi idaman/dambaan suatu bangsa yang ingin maju dan dinamis. Tetapi kenyataan yang ada di masyarakat tidak semua anak dapat terpenuhi kebutuhannya. Ada diantara mereka yang mengalami hambatan sehingga ia menjadi terlantar. Hal ini terjadi seperti pada keluarga yang mengalami perpecahan, keluarga miskin yang hidupnya serba kekurangan sehingga melalaikan kewajibannya atau tiadanya salah satu atau kedua orang tua (tidak punya orang tua). Ataupun sebab lain yang dapat mengakibatkan mereka menjadi, terlantar. Akibatnya mereka menjadi tidak terpenuhi kebutuhan akan makan, pakaian, perumahan, pendidikan, pengobatan, perlindungan, kasih sayang dan pergaulan diantara mereka. Anak-anak terlantar merupakan masalah nasional yang perlu segera mendapat perhatian dengan pembinaan mental dan pengetahuannya agar nantinya potensi yang ada dalam dirinya dapat tergali dan termanfaatkan oleh proses pembangunan bangsa. Pembinaan dan bimbingan terhadap anak-anak terlantar mutlak diperlukan agar terbentuk pribadi-pribadi yang utuh untuk terciptanya kualitas Sumber Daya Manusia seutuhnya, sehingga dapat berperan dalam pembangunan. Pembinaan terhadap anak terlantar telah dilaksanakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta sebagain bentuk pertanggungjawaban moral terhadap kelangsungan bangsa. Sesuai dengan tujuan panti asuhan sebagai lembaga kesejahteraan sosial, bahwa panti sosial tidak hanya bertujuan memberikan pelayanan, pemenuhan kebutuhan fisik semata namun juga berfungsi Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 27 sebagai tempat kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak-anak terlantar yang diharapkan nantinya mereka dapat hidup secara mandiri dan mampu bersaing dengan anak-anak lain yang notabene masih mempunyai orang tua serta berkecukupan. Dengan demikian pelayanan bagi anak terlantar dalam panti sosial asuhan merupakan suatu sistem, karena di dalam prakteknya terdapat keterikatan-keterikatan berbagai unsure pelayanan yang tidak dapat di pisahkan antara satu dengan yang lain. Unsur-unsur pelayanan yang ada dalam panti dalam pelaksanaan asuhan merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga tidak adanya satu unsur saja dapat mempengaruhi proses pelayanan. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa sistem pelayanan yang dilaksanakan dalam panti asuhan sangat kompleks. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan tekhnologi yang ada memunculkan suatu permasalahan bagaimana membina dan mengembangkan potensi pribadi anak-anak terlantar sehingga nantinya diharapkan mereka mampu bersaing dan bertahan di dalam masyarakat. Mengingat potensi atau kemampuan yang ada dalam pribadi anak-anak tersebut sangat besar untuk dapat dijadikan sebagai modal dalam pelaksanaan pembangunan bangsa. Untuk memberikan pembinaan kepada anak asuh tentu kita tidak dapat melepaskan diri dari aspek-aspek perkembangan dan kemampuan anak, anak diupayakan harus diberikan bekal pendidikan dan pelatihan tentang keterampilan dan kewirausahaan, sehingga selepas dari pengasuhan dipanti asuhan, anak dapat hidup dan mengembangkan dirinya untuk kelangsungan hidup dan masa depannya Pendidikan dan pelatihan ini merupakan Pendidikan yang secara praktis dapat membekali seseorang dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. yang menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang di dalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan potensi yang dimiliki oleh manusia sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan. Pendidikan dan pelatihan kewirausahaan merupakan jalan yang akan memecahkan persolan hidup, sebab dengan bekal keilmuan wirausaha manusia bisa mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki sebelumnya, Rasionalisasinya adalah jika seseorang memiliki jiwa kewirausahaan. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 28 Fokus penelitian ini dilakukan di Panti Asuhan Al-Ihsan Sarijadi yang beralamat di Jalan Sarimanis Blok 18 No. 35 a Kecamatan Sukasari Kota Bandung. Penentuan subyek penelitian ini dengan mempertimbangkan kelayakannya sesuai kaidah dan kriteria penelitian kualitatif yaitu: (a) subjek sudah cukup lama dan intensif menyatu dalam kegiatan atau bidang kajian penelitian (b) peran serta anak asuh, pengurus, dan tutor pelatihan sangat besar dalam keberhasilan pembinaan pola asuh anak dalam pelatihan wirausaha (c) subjek masih aktif atau terlibat penuh dengan aspek yang diteliti berkaitan dengan kegiatan pelatihan tersebut, (d) dan subjek memiliki waktu yang cukup untuk diwawancara dan dimintai keterangan. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pembinaan Pola Asuh Anak Dalam Meningkatkan Kemandirian Melalui Pelatihan Wirausaha”. Tujuan umum penelitian adalah ingin memperoleh gambaran tentang bagaimana pengelolaan pelatihan wirausaha baik dari sisi perencanaan, proses, strategi, metode, efektuifitas penerapan pembinaan pola asuh anak dalam meningkatkan kemandirian melalui pelatihan wirausaha di Panti Asuhan Al-Ihsan Sarijadi Kota Bandung. Asumsi penelitian ini adalah bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para peserta untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini sebagai human instrument yang berfungsi untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, menafsirkan data dan mebuat kesimpulan atas temuannya. Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. Rancanga penelitian bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki obyek penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara, dalam kaitannya dengan penelitian ini wawancara dilakukan untuk mendapat Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 29 informasi tentang pengelolaan majelis taklimpada lokasi penelitian dan hasil dari kegiatan tersebut. Wawancara dilakukan dengan cara mencatat, meresume, mengamati secara langsung, serta penelaahan dan penyalinan keterangan-keterangan dari informan penelitian, dalam hal ini adalah: anak asuh (peseta) pengurus panti asuhan, tutor, dan masyarakat sekitar yang berada dalam lokasi Panti Asuhan Al-Ihsan Sarijadi B. KAJIAN TEORI DAN METODE Pembinaan Pola Asuh Anak Pembinaan menunjuk pada kemampuan orang atau kelompok masyarakat, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kesakitan. Menurut Sumodiningrat, Pembinaan tidak selamanya, melainkan dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pembinaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri. Diana Baumrid (1971) dalam Santrok (2007, h.167) mengemukakan empat gaya pengasuhan keluarga terhadap anak adalah a) Pengasuhan otoritarian, yaitu suatu gaya pengasuhan yang memaksakan anak untuk mengikuti arahan orangtua, b) Pengasuhan otoritatif, yaitu pola pengasuhan yang menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka, orangtrua bersifat hangat dan penyayang terhadap anak. c) Pengasuhan yang mengabaikan, adalah gaya pengasuhan orangtua yang bersifat mengabaikan, d) pengasuhan yang menuruti, yaitu gaya pengasuhan dimana orangtua terlibat dengan anak namun tidak mengointrol mereka. Pendidikan dan Pelatihan Wirausaha Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai: "proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu". Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 30 Pada kajian penelitian ini kita akan memfokuskan makna pelatihan. Pelatihan mengandung makna yang lebih khusus (spesifik), dan berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang dilakukan seseorang. Sedangkan yang dimaksudkan praktis adalah, bahwa responden yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga harus bersifat praktis, (Fandi Tjiptono, dick, 1996). Pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa "pelatihan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja mendatang" (Veithzal Rifai: 2004:226). Kemudian untuk keberhasilan pelatihan, metode pelatihan dan prinsip- prinsip pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan jenis mated pelatihan yang diberikan. Meskipun tidak ada metode yang paling sempurna, namun dapat dicarikan beberapa altematif metode yang sesuai dengan karakteristik peserta pelatihan. Dalam hal ini ada persyaratan minimal yang perlu diperhatikan pelatih dalam memilih metode pelatihan yaitu (1) sesuai dengan keadaan dan jumlah sasaran; (2) cukup dalam jumlah dan mutu materi; (3) tepat menuju tujuan pada waktunya; (4) Amanat hendaknya mudah diterima, dipahami dan diterapkan; dan (5) biaya ringan (Depdikbud, 1983 : 97). Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan. Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh William B. Werther (1989 : 287) yang pada prinsipnya meliputi (l) need assessment; (2) training and development objective; (3) program content; (4) learning principles; (5) actual program-, (b) skill knowledge ability of works; dan (7) evaluation. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 31 Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (}997 : 3b0) yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu : (1). tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan; (2) mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan; (3) menyusun kriteria; (4) pre tes terhadap pemagang (5) memilih teknik pelatihan dan prinsip- prinsip proses belajar; (b) melaksanakan pelatihan; (7) memantau pelatihan; dan (8) membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan. Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan langkah yang paling penting dalam pengembangan program pelatihan. Langkah penilaian kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat menentukan pada langkah-langkah berikutnya. Kekurangakuratan atau kesalahan dalam penilaian kebutuhan dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelatihan. Dalam penilaian kebutuhan dapat digunakan tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis pada tingkat program atau operasi dan analisis pada tingkat individu. Sedangkan teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis kinerja, analisis kemampuan, analisis tugas maupun survey kebutuhan (need survey). Perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and development objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan. perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar kinerja yang harus diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program pelatihan. Efektivitas dipandang tiga perspektif, menurut Gibson (1988:28), sebagai berikut: (1) efektivitas dari perspektif individu; (2) efektivitas dari perspektif kelompok; dan (3) efektivitas dari perspektif organisasi. Hal ini mengandung arti bahwa efektivitas memiliki tiga tingkatan yang merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Dimana efektivitas perspektif individu berada pada tingkat awal untuk menuju efektif kelompok maupun efektif organisasi. Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang efektif merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 32 menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya, keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri. Keefektifan pelatihan akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya. Sehingga efektif tidaknya pelatihan dilihat dari dampak pelatihan bagi organisasi Untuk mencapai tujuannya. Hal ini selaras dengan Henry Simamora (1987: 320) yang mengukur keefektifan Diklat dapat dilihat dari : 1) reaksi-reaksi bagaimana perasaan partisipan terhadap program; 2) belajar- pengetahuan., keahlian, dan sikap-sikap yang diperoleh sebagai hasil dari pelatihan; 3) perilaku perubahan-perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari pekerjaan: dan 4) hasil-hasil dampak pelatihan pada keseluruhan yaitu efektivitas organisasi atau pencapaian pada tujuan-tujuan organisasional. Sondang.P Siagian (1994:192) menegaskan tepat tidaknya teknik pelatihan yang digunakan sangat tergantung dari berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan seperti kehematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, preferensi kemampuan pelatih dan prinsip- prinsip belajar yang hendak diterapkan.Walaupun demikian, pengelola pelatihan hendaknya mengenal dan memahami semua metode dan teknik pelatihan, sehingga dapat memilih dan menentukan metode dan teknik mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi yang ada. Konsep Kewirausahaan Wirausaha (entrepreneur) adalah mereka yang mendirikan, mengelola, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri. Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakankerja bagi orang lain dengan berswadaya. Definisi ini mengandung asumsi bahwa setiap orang yang mempunyai kemampuan normal, bisa menjadi wirausaha asal mau dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha. Berwirausaha melibatkan dua unsur pokok (1) peluang dan, (2) kemampuan menanggapi peluang, Berdasarkan hal tersebut maka definisi kewirausahaan adalah "tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif. "(Pekerti, 1997). Semangat, perilaku dan kemampuan wirausaha tentunya Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 33 bervariasi satu sama lain dan atas dasar itu wirausaha dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu: Wirausaha andal, Wirausaha tangguh, Wirausaha unggul. Wirausaha yang perilaku dan kemampuannya lebih menonjol dalam memobilisasi sumber daya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi output dan memasarkannya secara efisien lazim disebut Administrative Entrepreneur. Sebaliknya, wirausaha yang perilaku dan kemampuannya menonjol dalam kreativitas, inovasi serta mengantisipasi dan menghadapi resiko lazim disebut Innovative Entrepreneur. Sementara itu dalam suatu penelitian tentang Standarisasi Tes Potensi Kewirausahaan Pemuda Versi Indonesia; Munawir Yusuf (1999) menemukan adanya 11 ciri atau indikator kewirausahaan, yaitu: a)Motivasi berprestasi, b) Kemandirian, c) Kreativitas, d) Pengambilan resiko (sedang), e) Keuletan, f) Orientasi masa depan, g) Komunikatif dan reflektif, h) Kepemimpinan, i) Perilaku instrumental, j) Penghargaan Seorang wirausahawan penting mempunyai visi dan misi di lini usahanya. Hal ini merupakan kekuatan atau daya ampuh baik dalam perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, personality, pengarahan, pelaporan, efesiensi (dana). Berarti ada suatu sinergi dalam usaha karakteristik kewirausahaan, yaitu a)Cita-cita untuk maju, b) Percaya diri, c) Kuat dan Tahan Mental, d) Naluri dan Intuisi yang Tajam Wirausahawan adalah figur, inovator bukan plagiator, figure pemimpin bukan pengekor. Ketajaman naluri dan intuisi selalu berproses sebagai latihan dan pengalaman sehingga selalu terbuka peluang bisnis. C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Panti Asuhan Al-Ihsan sarijadi merupakan salah satu panti asuhan yang berada di wilayah kelurahan Sarijadi Kecamatan Sukasari Kota Bandung. Panti Asuhan ini berlokasi di jalan Sarimanis II Blok 18 No. 35 a Bandung, didirikan pada tahun 2007 oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sukasari dan berada langsung di bawah pembinaan Majelis Pelayanan Sosial dengan tujuan untuk membantu memberikan pelayanan kepada anak yatim, piatu, terlantar dan dhuafa. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 34 Pembiaan pola asuh anak yang dilakukan dip anti asuhan ini meliputi bidang keagamaan, kesehatan, kesejahteraan social, pendidikan dan keterampilan dengan tujuan agar anak asuh dapat menjadi pribadi yang mandiri dan berakhlaqul kharimah. Dalam proses pembianaan anak asuh, pengurus panti membagi anak asuh menjadi 2 kelompok pengasuhan yaitu a) sistim asrama, hyaitu suatu sistim yang dilakukan dengan menempatkan anak asuh dalam asrama panti asuhan. b) sistim pengasuhan keluarga (santunan non panti) yaitu dengan cara pihak panti memberikan bantuan kepada anak- anak yang masih berada langsung dalam pembinaan dan bimbingan orangtuanya. Berdasarkan hasil penelitian dalam upaya untuk meningkatkan kemandirian anak panti asuhan ini, pengurus panti asuhan senantiasa secara terprogram mengadakan kegiatan pelatihan wirausaha. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada anak asuh agar dapat hidup mandiri manakala mereka telah selesai masa pengasuhannya di panti asuhan. Salah satu bekal keterampilan yang diberikan kepada anak asuh adalah pembinaan melalui pelatihan wirausaha. Adanya keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh pengurus panti asuhan tidak mengahalangi bagi pihak panti untuk melakukan pembinaan dalam pelatihan wirausaha, upaya yang dilakukan adalah dengan menghadirkan tutor yang menguasai dan menjadi praktisi untuk memberikan materi pelatihan kepada mereka. Paling tidak ada tiga aspek yang ingin kami dapatkan dari pelatihan wirausaha ini yaitu penerapan metoda nya bagaimana, strategi pembinaan yang dilakukan dan efektifitas penerapan metoda pelatihan wirausaha untuk meningkatkan kemandirian anak. Dalam melaksanakan pelatihan wirausaha ini, agar memudahkan dalam pemahaman oleh peserta, tutor melakukan penerapan dengan berbagai macam metode seperti ceramah, diskusi dan tanya jawab serta melaksanakan simulasi atau praktek. Dengan adanya praktek langsung yang dilakukan dalam pelatihan wirausaha maka hal itu akan berdampak positif terhadap kemampuan dan pemahaman langsung oleh peserta, mereka menjadi punya gambaran tentang bidang wirausaha yang akan mereka kembangkan. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 35 Dalam penerapan strategi yang dilakukan, tutor biasanya memberikan motivasi kepada semua peserta tentang bagaimana berwirausaha, memberikan pemahaman tentang bagaimana berwirausaha dan menyajikan profil wirausahaan sukses yang meniti karir dari kecil (modal terbatas) yang akhirnya dapat berkembang pesat yang kesemuanya dilakukan dengan penuh semangat dan pantang menyerah. Banyak contoh-contoh wirausahaan yang sekarang ini telah menjadi sukses. Dalam efektifitas penerapan metoda masalah pendanaan dan ketersediaan sarana dan prasarana menjadi hal yang pokok, untuk itu dalam mensiasitinya biasanya dipergunakan barang-barang atau perlengakapan praktek yang disesuiakan dengan ketersediaan dana. Dana dapat diperoleh dari bantuan pemerintah, bantuan lembaga swasta, donator dan induk persyarikatan. D. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam upaya meningkatkan kemandirian anak terutama anak yang tinggal dip anti asuhan, ada beberapa pembinaan pola asuh anak yang dapat dilaksanakan dan dikembangkan, salahnya adalah bahwa setiap anak sebenarnya mempunyai potensi yang dapat dikembangkan, dibina dan dilatih, salah satunya adalah membangkitkan dan mengembangkan jiwa wirausaha kepada setiapa anak asuh di panti asuhan. Pembinaannya dapat dilakukan dengan cara mengadaka pelatihan wirausaha dengan menghadirkan tutor yang berpengalaman dan tahu bidang yang digelutinya. Dengan kata lain seorang tutor disini adalah seorang praktisi wirausaha, sehingga hal itu dapat memberikan motovasi kepada peserta. Seorang tutor juga harus paham betul tentang penerapan metoda pelatihan, strategi yang dapat dikembangkan dalam pelatihan dan efektifitas pelatihan wirausaha, sehingga dengan cara tersebut dapat menarik minat dan perhatian dari peserta pelatihan, sehingga pada akhirnya hal itu akan snagat mudah untuk diterapkan dan tidak mengalami kesulitan. Untuk menumbuhkan sikap percaya diri dan berakhlaqul kharimah diantara peserta dalam pelatihan itu dapat juga disusupi dengan materi keagamaan. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 36 DAFTAR PUSTAKA Abduorrakhman Ginting. 2011. Esensi Praktis Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Bandung : Humaniora Achmadi, A. dan Nurboko, C. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. Bisri Mustofa, 2009. Pedoman Menulis Proposal Penelitian Skripsi dan Tesis. Yogyakarta Panji Pustaka ____________ UPI. 2006. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI. D. Sudjana, S. 2007, Sistem dan Manajemen Pelatihan. Bandung : Falah Production. ____________Kemensos RI. 2012, Standar Nasional Pengasuhan Anak : kemensos RI Daeng Arifin, 2010. Manajemen Pembelajaran Efektif. Bandung : Pustaka Alkasyaf Ihsan, Muhammad,et.al, 2008, Direktori Panti Sosial Muhammadiyah- Aisyiyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah Lamsari Sitompul, MM. Dra., Dasar-dasar Manajemen dan Standar Pelayanan Panti, http://lamsari- sitompul.blogspot.com/2011/01/ dasar-dasar manajemen-dan standar.html MKKM PP Muhammadiyah, 2005, Pedoman Penyelenggaraan Amal Usaha Kesejahteraan Sosial Muhammadiyah/Aisyiyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sutaryat Tirtamansyah, 2012. Teori dan Implementasi Program PLS. Bandung: STKIP Siliwangi Tidak dipublikasikan Syaiful Bahri Djamarah. 2006, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta