Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 106 PENGGUNANAN METODE BERMAIN DENGAN TEHNIK LEADER CONFERENCE DALAM UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN LINGUISTIK ANAK USIA DINIDI TAMAN KANAK-KANAK CENDEKIA LEADERSHIP SCHOOL KECAMATAN CIMENYAN KABUPATEN BANDUNG Endang Purwaningsih Abstrak Penelitian ini didasarkan atas permasalahan masih rendahnya keterampilan berbicara anak, dan secara umum permasalahan penelitian ini adalah “Bagimana proses penggunan metode bermain melalui tehnik Leader Conference dalam meningkatkan kecerdasan linguistik pada anak usia dini?” yang dirumuskan sebagai berikut : 1) Bagaimana perencanaan penggunanan tehnik leader conference dalam upaya mengembangkan kemampuan verbal anak usia dini? 2) Bagaimanakah proses penggunanan metode bermain dengan teknik Leader Conference dalam proses pembelajaran anak usia dini di TK Cendekia Leadership School Kec. Cimenyan Kab. Bandung dalam meningkatkan kecerdasan linguistik anak usia dini? 3) Bagaimana hasil penggunaan metode bermain dengan tehnik Leader Conference dalam proses pembelajaran anak usia dini di TK Cendekia Leadership School Kecamatan Cimenyan Kab. Bandung? Tujuan yang ingin dicapai adalah Mendeskripsikan penggunaan metode bermain dengan tehnik Leader Conference dalam proses pembelajaran di PAUD dalam mengembangkan kecerdasan verbal anak usia dini. Memperoleh informasi tentang proses penggunan metode bermain melalui Leader Conference Guru dapat menggunakan metode yang tepat dalam mengembangkan kemampuan verbal anak usia dini. Memperoleh informasi tentang hasil dari pembelajaran di PAUD dengan menggunakan tehnik Leader Conference dalam pengembangan kemampuan verbal anak usia dini. Penelitian dilandasi oleh teori Pendidikan anak usia dini khususnya tentang enam aspek pengembangan anak usia dini dan teori kecerdasan ganda Howard Gardner, tenntang metode pembelajaran PAUD serta tentang metode bermain dengan pendekatan Leader Conference sebagai obyek kajian utama. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, observasi dan wawancara. Dari hasil pelaksanaan Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 107 dan observasi yang dilakukan, metode bermain dengan tehnik leader conference dapat meningkatkan kecerdasan linguistik anak usia dini. Pembelajaran yang dapat mengarahkan tumbuhnya perkembangan kecerdasan linguistik dalam diri anak usia dini dapat dirangsang melalui kegiatan bermain. Dalam hal ini kegiatan bermain peran. Rekomendasi yang disampaikan antara lain adalah perlu adanya motivasi dan dorongan dari pihak lembaga dan kepala sekolah untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran yang bertujuan untuk dapat menghasilkan metode yang memberi peluang agar kecerdasan linguistik anak usia dini dapat berkembang secara optimal. Kata Kunci: Metode Bermain, Kecerdasan Linguistik, Leader Conference A. PENDAHULUAN Pendidikan menjadi hak dasar setiap anak yang dilahirkan, dan pendidikannya itu akan berlangsung seumur hidupnya sejak di alam rahim sampai akhir hayatnya. Bahwa hak anak untuk memperoleh pendidikan Anak itu telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 23 pasal 9 ayat 1 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi “ Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pendidikan dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Masa usia dini merupakan masa yang kritis dalam perkembangan anak, jika pada masa ini anak kurang mendapatkan perhatian dalam hal pendidikan, perawatan, pengasuhan dan layanan kesehatan serta kebutuhan gizinya dikhawatirkan anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosial emosi, agama, moral, seni dan kemandirian. Bahwa Program pembelajaran di PAUD baik Formal maupun Non Formal dilaksanakan dalam konteks bermain dalam rangka pembelajaran a) moral dan nilai-nilai agama; b). sosial dan kepribadian; c). orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi; d) estetika; e) jasmani, olahraga, dan kesehatan. Adapun aspek yang dikembangkan sebagaimana diatur dalam silabus PAUD adalah aspek-aspek Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 108 perkembangan : Moral dan nilai-nilai Agama, Fisik motoirik kasar dan halus, bahasa, kognitif, sosial emosional dan seni. Oleh karena itu secara umum tujuan program pendidikan anak usia dini adalah Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh sesuai dengan norma-norma nilai kehidupan yang dianut. Metode utama pembelajaran pada lembaga pendidikan anak usia dini adalah bermaian. Metode ini adalah metode yang dapat menggerakan anak untuk meningkatkan motivasi rasa ingin tahu dan mengembangkan imajinasi. Dalam mengembangkan kreativitas anak metode yang dipergunakan mampu mendorong anak mencari dan menemukan jawabanya, membuat pertanyaan yang mampu memecahkan, memikirkan kembali, membangun kembali, dan menemukan hubungan-hubungan baru. Dalam mengembangkan kemampuan bahasa anak dapat menggunakan metode yang mampu meningkatkan perkembangan kemampuan berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Guru harus dapat member kesempatan anak memperoleh pengalaman yang luas dalam mendengarkan dan berbicara, dan dalah satu tehnik yang digunakan adalah Leader conference. Pada awalnya tehnik Leader Conference digunakan para pengusaha untuk menyampaikan keberhasilan proyek yang telah mereka laksanakan melalui presentasi, ternyata ada beberapa PAUD di Kota Bandung yang telah mencoba menerapkan leader conference kepada anak usia dini sebagai tehnik dari metode bermain peran. Dengan Leader Conference anak dilatih untuk mempresentasikan hasil belajarnya selama 3 bulan kepada orang tua dan guru mereka. Implementasi metode bermaian dengan kegiatan Leader Conference untuk mengembangkan kecerdasan linguistik dan kemampuan verbal anak tersebut telah digunakan di Taman Kanak-Kanak Cendekia Leadership School Kota Bandung. B. KAJIAN TEORI Pengertian Anak usia dini secara umum adalah anak-anak yang berusia di bawah 6 tahun. Jadi mulai dari anak itu lahir hingga ia mencapai umur 6 tahun ia akan dikategorikan sebagai anak usia dini. Beberapa orang menyebut fase atau masa ini sebagai ‘golden age” karena masa ini sangat Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 109 menentukan seperti apa mereka kelak jika dewasa baik dari segi fisik, mental maupun kecerdasan. Tentu saja ada banyak faktor yang akan sangat mempengaruhi mereka dalam perjalanan mereka menuju kedewasaan, tetapi apa yang mereka dapat dan apa yang diajarkan pada mereka pada usia dini akan tetap membekas dan bahkan memiliki pengaruh dominan dalam mereka menentukan setiap pilihan dan langkah hidup. Berdasarkan Depdiknas (2003:1) bahwa: “Masa keemasan (Golden Age) yaitu masa yang dimulai dari usia 0-6 tahun pertumbuhan sel jaringan otak pada anak mencapai 50% dimana bila pada usia itu otak anak tidak mendapat ransangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal” dan setelah usia anak mencapai 8 tahun maka 80% kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30% setelah usia 4 tahun hingga mencapai usia 8 tahun. Masa ini merupakan masa yang kritis dalam perkembangan anak, jika pada masa ini anak kurang mendapatkan perhatian dalam hal pendidikan, perawatan, pengasuhan dan layanan kesehatan serta kebutuhan gizinya dikhawatirkan anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosial emosi, agama, moral, seni dan kemandirian. Menyadari pentingnya pendidikan bagai anak usia dini, maka pada Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2012 pada pasal 61 tujuan PAUD Formal pasal 109 tujuan PAUD Non Formal menyebutkan bahwa Pendidikan anak usia dini bertujuan: 1. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan 2. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. Bahwa Program pembelajaran di PAUD baik Formal maupun Non Formal dilaksanakan dalam konteks bermain dalam rangka pembelajaran a) moral dan nilai-nilai agama; b). sosial dan kepribadian; Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 110 c). orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi; d) estetika; e) jasmani, olahraga, dan kesehatan. Adapun aspek yang dikembangkan sebagaimana diatur dalam silabus PAUD adalah aspek-aspek perkembangan : Moral dan nilai-nilai Agama, Fisik motoirik kasar dan halus, bahasa, kognitif, sosial emosional dan seni. Semua permainan pembelajaran sebagaimana dimaksud tadi dirancang dan diselenggarakan: 1. secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas serta kemandirian; 2. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan 3. perkembangan mental anak serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak; 4. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing anak; 5. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial; dan 6. dengan memperhatikan latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya anak. (PP No 17 tahun 2012 pasal 66) Kecerdasan adalah anugerah istimewa yang dimiliki oleh manusia. Dengan kecerdasan manusia mampu memahami setiap rangkaian kejadian dalam kehidupanya, kemudian mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kecerdasan adalah perihal cerdas, perbuatan mencerdaskan, kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian, ketajaman pikiran). Howard Gardner mendefinisikan bahwa: “kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya.” (Al-Arif 2004:4). Ia juga mulai membedakan tujuh kecerdasan, selanjutnya dalam penelitiannya menjadi delapan dan akhirnya Howard Gardner dalam bukunya Multiple Intelegences (1993) ada sembilan jenis kecerdasan yaitu : kecerdasan musikal, kinestetik, logika matematika, linguistik, , visual spasial, interpersonal, intrapersonal, naturalis dan eksistensial (spiritual) (Gardner, 2013:21- 36). Menurut Gardner dalam (Al-Arif 2004:4) menjelaskan bahwa “kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah kata-kata secara efektif baik bicara ataupun menulis.” Mereka yang memiliki kecerdasan ini akan mudah memahami bacaan dan suka menulis, Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 111 mampu mengapresiasikan apa yang dia baca, mampu berkomunikasi dua arah. Menurut Welton & Mallon (1981) dalam Moeslichatoen (1998:14) Bahwa: “Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain, anak yang sedang tumbuh kembang mengkomunikasikan kebutuhanya, pikiranya, dan perasaannya melalui bahasa dengan kata- kata yang mempunyai makna unik.” Menurut Amstrong (2002:4) bahwa: “Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan mempersepsikan dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan yang lain ... meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak isyarat.” Kecerdasan interpersonal seseorang dapat dilihat dari kemampuan berkomunikasi dengan baik sehingga dapat dengan mudah mendapatkan teman baru di lingkungan yang baru. Dunia anak adalah dunia bermain. Bermain pada anak merupakan sarana untuk belajar sebab bagi anak bermain dan belajar merupakan suatu kesatuan dan suatu proses yang terus menerus terjadi dalam kehidupannya. Melalui bermain, anak dapat mengorganisasikan berbagai pengalaman dan kemampuan kognitifnya dalam upaya menyusun kembali gagasan-gagasannya yang indah. Dengan kata lain, bermain merupakan tahap awal dari proses belajar pada anak yang dialami semua manusia. Menurut Dworetzky (1990) (Moeslichatoen, 1998:19) bahwa:”bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksankan untuk kegiatan itu sendiri, yang lebih ditekankan pada caranya dari hasil yang diperoleh dari kegiatan itu.” Komunikasi evaluasi hasil belajar anak biasanya berlangsung antara orang tua dan guru. Sesuai jadwal yang ditentukan, orang tua datang ke sekolah anak menemui guru dan mendiskusikan hasil belajar anak. Leader Conference merupakan salah satu bentuk komunikasi evaluasi hasil belajar, dimana anak mengambil peran dalam proses tersebut. Teknik ini mulai dipraktekkan di beberapa sekolah di Amerika Serikat. Menurut Kepala Sekolah TK Cendekia Leadership School Ade E. Bahtiar, S.Pd “Leader conference adalah konferensi yang dipandu oleh siswa kepada orang tua di hadapan orang tua, kegiatan ini mengadopsi Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 112 dari sekolah internasional yang pada umumnya diberi nama Student Led Conference.” Menurut Jane M. Bailey and Thomas R. Guskey (2001:xii):Student Led Conference is A conference with the family in which the student leads a discussion of his/her work and a review of his/her portfolio. 1. The classroom teacher goes from being the leader of the conference to becoming a facilitator. 2. Student goes from non-participant or passive observer to leader of the conference. 3. Families become more actively engaged in discussions with their child rather than the teacher. 4. Support teachers go from non-participant to making sure that work samples are included in portfolio and available for conferences. Pada Leader Conference, murid mendapat kesempatan mengkomunikasikan kepada orang tua dan guru mengenai hasil belajarnya, kekuatan dan kelemahannya dalam belajar, bahkan membuat perencanaan diri di masa mendatang. Hal ini memberikan kesempatan bagi murid untuk turut bertanggung jawab atas proses akademis yang Ia lalui. Berbeda dengan kebanyakan proses evaluasi hasil belajar, evaluasi yang didapatkan orang tua hanya berasal dari perspektif guru. Sedangkan murid sebagai pelaku dalam proses pendidikan itu sendiri tidak mendapat kesempatan untuk menyampaikan perspektifnya. Selain itu, Leader Conference membuka kesempatan untuk komunikasi yang jujur dan terbuka antara guru, orang tua, dan murid. Keberhasilan Leader Conference sangat ditentukan oleh kesiapan guru dan murid dalam menghadapinya. Murid-murid perlu diberikan gambaran mengenai kegiatan ini, jika dimungkinkan diberi kesempatan untuk melakukan role play. Menurut Laura Hayden, guru Derby Middle School Kansas dalam Letting Students Led Parent Conferences (artikel yang dipublikasikan oleh National Association of Elementary School Principals in Middle Matters) bahwa format Leader Conference sangatlah penting, namun kesuksesannya paling ditentukan oleh seberapa baik murid-murid disiapkan. Berikut adalah rangkuman dari berbagai hal yang perlu disiapkan sebelum berlangsungnya Leader Conference: 1. Menyiapkan porfolio dalam suatu binder untuk masing-masing siswa. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 113 2. Membimbing anak membuat refleksi. 3. Guru menyiapakan berbagai format bagi murid. 4. Role Play Leader Conference. C. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif tipe interaktif dengan metode studi kasus. Metode studi kasus dianggap cocok untuk penelitian ini karena sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini yang pada dasarnya ingin meneliti mengenai kegiatan Leader Conference terhadap peningkatan kecerdasan Linguistik anak. Sampel yang diambil 6 siswa dari jumlah populasi 12 siswa. PEMBAHASAN Perencanaan Pelaksanaan Penggunaan Teknik Leader Conference Dalam Upaya Mengembangkan Kemampuan Verbal Anak Usia Dini Dalam perencanaan pelaksanaan penggunaan teknik leader conference peneliti dan guru tidak banyak mendapat kendala yang berarti. Menurut Ibu EP “dalam proses perancangan tema pembelajaran tinggal disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang sudah ada karena kami sudah terbiasa membuat tema pembelajaran yang disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang sudah disusun pada awal tahun pembelajaran”. Selanjutnya Ibu EP berpendapat bahwa “dalam mengembangkan kecerdasan linguistik siswa dapat dirangsang melalui kegiatan yang dilaksanakan diluar kelas dengan melakukan berbagai macam kegiatan diantaranya yang dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan kecerdasan dalam bentuk kegiatan kerjasama yang dirancang melalui kegiatan bermain”. Hal tersebut sesuai dengan isi PP No 17 tahun 2012 pasal 66 yang menjelaskan Bahwa Program pembelajaran di PAUD baik Formal maupun Non Formal dilaksanakan dalam konteks bermain dalam rangka pembelajaran a) moral dan nilai-nilai agama; b). sosial dan kepribadian; c). orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi; d) estetika; e) jasmani, olahraga, dan kesehatan. Adapun aspek yang dikembangkan sebagaimana diatur dalam silabus PAUD adalah aspek- aspek perkembangan : Moral dan nilai-nilai Agama, Fisik motoirik kasar Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 114 dan halus, bahasa, kognitif, sosial emosional dan seni. Semua permainan pembelajaran sebagaimana dimaksud tadi dirancang dan diselenggarakan: 1. secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas serta kemandirian; 2. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak; 3. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing anak; 4. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial; dan 5. dengan memperhatikan latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya anak. Menurut peneliti berdasarkan temuan di atas bahwa kecerdasan linguistik itu dapat berkembang dengan memberikan pembiasaan melalui pengalaman belajar anak sehingga anak mampu memecahkan masalah yang dialaminya. perkembangan bahasa tidak ditentukan oleh usia, namun mengarah pada perkembangan motoriknya. Namun perkembang bahasa juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perencanaan pembelajaran yang matang dengan memperhatikan setiap aspek perkembangan dan kecerdasan siswa, maka diharapkan pencapaian keberhasilan siswa akan diperoleh dengan hasil yang maksimal. Proses pelaksanaan penggunaan metode bermain dengan teknik Leader Conference dalam Proses Pembelajaran Anak Usia dini Dalam proses pelaksanaan menurut Ibu EP bahwa” guru tidak banyak berperan didalamnya karena kami para guru hanya mengamati alur presentasi yang dilakukan oleh anak, apakah mereka mampu melaksanakan atau tidak. Jika terlihat ada anak yang terliat kesulitan dalam menerangkannya maka guru akan membantu menerangkan di sini guru memposisikan sebagai fasilitator.” Ibu EA menambahkan bahwa “sebetulnya saat anak menerangkan portofolio dan display, peran orang tua sangat besar dalam pelaksanaan ini karena kemampuan anak untuk mempresentasikan tergantung seberapa aktif orang tua memancing anak untuk dapat menerangkan display yang ada, jika orang tua tidak melakukan umpan pertanyaan Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 115 yang dapat memancing anak untuk menjelaskan dan cenderung diam maka ternyata anak jadi sulit untuk menjelaskan atau untuk memulai mempresentasikan”. Menurut Bapak AB sebagai Kepala Sekolah bahwa:”dengan merancang kegiatan pembelajaran dengan menyisipkan unsur eksplorasi agar anak dapat mencoba sendiri melalui pengalaman belajar, dan agar anak percaya diri untuk aktif berkomunikasi dengan guru dan teman sebaya serta dengan orang tua dimana anak dapat menceritakan pengalaman pribadi yang dialami disekolah pada waktu belajar dan bermain. Dengan begitu dapat memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan melalui kegiatan bermain bersama teman sehingga anak dapat bersosialisasi, dengan harapan kecerdasan interpersonal siswa dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tahapan perkembangan anak”. Pendapat responden di atas sejalan dengan pendapat Jane M. Bailey and Thomas R. Guskey (2001:xii):Student Led Conference is A conference with the family in which the student leads a discussion of his/her work and a review of his/her portofolio. 1. The classroom teacher goes from being the leader of the conference to becoming a facilitator. 2. Student goes from non-participant or passive observer to leader of the conference. 3. Families become more actively engaged in discussions with their child rather than the teacher. 4. Support teachers go from non-participant to making sure that work samples are included in portofolio and available for conferences. Hal di atas memberikan pengertian bahwa dalam kelas guru hanyalah sebagai fasilitator, murid sebagai sumber informasi, keluarga turut berperan aktif dalam kegiatan diskusi di kelas, dan guru memberikan support ketika anak menyelesaikan ranagkaian kegiatan tersebut. Dalam pelaksanaan leader conference siswa memegang peranan penting. Hasil Penggunaan Metode Bermain Dengan Teknik Leader Conference dalam Proses Pembelajaran Anak Usia dini Berdasarkan pendapat Ibu EP bahwa:”hasil evaluasi pelaksanaan leader conference selama ini hanya melihat pada keberanian anak saja tidak dilihat dari segi kecerdasan linguistik yang seharusnya lebih di asah ternyata, yang kami nilai hanya sebatas anak mampu mengerjakan Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 116 sesuai tahapanya tanpa melihat aspek kecerdasan apa saja yang dapat berkembang.” Selanjutnya Ibu EP menambahkan bahwa: “Kami melihat bahwasanya ketika siswa mempunyai penonton yang berarti selain guru mereka, pekerjaan mereka menjadi terasa lebih penting dan relevan. Siswa dari semua umur menikmati saat mereka memperlihatkan pekerjaan mereka, berbicara tentang hasil yang mereka capai, menjawab berbagai pertanyaan dan menerima segala perhatian atas upaya dan usaha mereka”. Dari hasil evaluasi dari beberapa orang tua dapat dilihat bahwa para orang tua merasa puas dengan hasil perkembangan anaknya, dengan mendapatkan informasi secara langsung dari anak-anak mereka maka para orang tua dapat menilai sendiri tingkat perkembangan bahasa dan kepercayaan diri anak-anak mereka. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rich Stiggins (1999) dalam Patti Kinney (2000:3) bahwa: …this practice is the biggest breakthrough in communicating about student achievement in the last century. When students are well prepared over an extended period to tell the story of their own success (or lack thereof), they seem to experience a fundamental shift in their internal sense of responsibility for that success. The pride in accomplishment that students feel when they have positive story to tell and tell it well can be immensely motivational. The sense of personal responsibility that they feel when anticipating what it will be like to face the music of having to tell their story of poor achievement can also drive them to productive work." Dalam penelitian yang dilakukan oleh Donald G. Hackman – asisten profesor Iowa State University (dipublikasikan dalam ERIC Digest dengan judul Student-Led Conference at the Middle Level) mengemukakan keuntungkan dari kegiatan ini yaitu : 1. Murid-murid memperoleh tanggung jawab personal dalam hasil akademisnya 2. Orang tua, guru dan murid mendapatkan kesempatan untuk melakukan proses dialog yang terbuka dan jujur 3. Rata-rata kehadiran orang tua pada pertemuan tersebut meningkat 4. Murid belajar proses evaluasi diri 5. Murid mengembangkan kemampuan organisasi dan komunikasi verbal Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 117 Menurut peneliti Kesuksesan leader conference tergantung kepada kerjasama yang baik antara siswa dan orang tua karena pemegang peranan terpenting adalah mereka sementara guru berperan sebagai fasilitator dimana ia hadir ketika siswa terlihat kurang bisa menjelaskan bagian yang ia ingin jelaskan. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa leader conference tidak hanya meningkatkan kecerdasan linguistik (verbal) anak, tapi dengan leader conference juga dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal anak. D. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang tercantum di Bab I, maka setelah dilakukan penelitian, membanding pada teori yang ada dengan kenyataan lapangan, maka peneliti menyimpulkan hasil penelitiannya sebagai berikut: 1. Perencanaan pelaksanakan penggunaan teknik Leader Conference dalam upaya mengembangkan kemampuan verbal anak sudah baik, dengan dirancanganya tema pembelajaran yang disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang sudah disusun pada setiap awal tahun pelajaran. Hanya saja aspek perkembangan kecerdasan anak kurang banyak digali, sementara padahal aspek perkembangan kecerdasan anak adalah hal yang utama yang harus diperhatikan. 2. Proses penggunanan metode bermaian dengan tehnik Leader Conference dalam proses pembelajaran anak usia dini dalam meningkatkan kecerdasan linguistik anak usia dini telah dilakukan dengan baik dalam kegiatan belajar yang menyenangkan dapat memotivasi untuk mau belajar. Melalui bermain anak dapat dengan mudah memahami setiap pembelajran yang di berikan. Disini guru di tuntut agar lebih kreatif dalam menggali media permainan yang dapat diberikan kepada anak sehinggal hal yang dilakukan tidak terkesan monoton setiap harinya. 3. Hasil penggunaan metode bermaian dengan tehnik Leader Conference dalam proses pembelajaran anak usia dini menunjukan hasil belajar dengan baik, anak dapat mencoba sendiri. Dengan rasa percaya diri anak aktif berkomunikasi dan bersosialisai dengan lingkungan sekitarnya, karenanya kemampuan bahasa anak meningkat dengan baik. Anak tidak hanya mengenal orang tua, guru Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 118 dan teman mereka, tetapi mereka dapat berkomunikasi dengan keluarga teman mereka, anak- anak tampak merasa benar-benar di anggap akan keberadaan mereka. Orang tua murid mendapat bukti hasil belajar anak-anaknya di lembaga PAUD. Orang tua telah mengetahui secara langsung tentang ketertarikan dan atau ketidaktertarikan anak dalam salah satu subjek pelajaran dengan alasan-alasannya. REKOMENDASI Pada awalnya penerapan penggunaan metode bermain melalui teknik leader conference dalam meningkatkan kecerdasan linguistik pada anak usia dini di TK Cendekia Leadership School belum sesuai harapan, sehingga perlu adanya motivasi dan kesungguhan dari Kepala Sekolah dan Guru untuk meningkatkan kemampuan verbal dengan menggunakan teknik leader conference melalui perencanaan dan pemberian motivasi terhadap siswa. Walaupun begitu, terdapat potensi yang dapat ditumbuh kembangkan, antara lain; Kesungguhan dan keuletan guru, motivasi belajar dan keingintahuan yang tinggi walaupun latar belakang guru belum sesuai kualifikasi pendidikan S1. Berdasarkan temuan-temuan dan kesimpulan penelitian, maka untuk memperbaiki proses dan mengoptimalkan hasil pembelajaran yang bertujuan untuk dapat menghasilkan metode yang memberi peluang agar kecerdasan ;inguistik anak usia dini dapat berkembang secara optimal sehingga perlu adanya motivasi dan dorongan dari pihak lembaga dan kepala sekolah untuk mengoptimalkan hal tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti merekomendasikan: 1. Perlu ada pelatihan “peningkatan kecerdasan majemuk pada anak usia dini” bagi guru-guru agar metode leader conference dapat difahami dan diimplementasikan secara tepat dan benar, sehingga memberi hasil yang optimal. 2. Mengikutsertakan para guru dalam pelatihan baik itu secara internal atau ekternal sekolah untuk meningkatkan kreatifitas guru dalam menggunakan berbagai macam metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak usia dini. 3. Perlu adanya kesamaan pemahaman dan kesadaran posisi sebagai ‘pendidik’ yang mengharuskan dirinya untuk menjadi teladan bagi anak, sehingga hal ini memotivasi setiap orang untuk bersikap positif dan menjadi terbaik. Jurnal EMPOWERMENT Volume 4, Nomor 1 Februari 2014, ISSN No. 2252-4738 119 DAFTAR PUSTAKA Bailey, M Jane., Thomas R. Guskey. (2001). Implementing Student-led conferences. New York: Corwin Press. Cendekia Leadership School (2011). Buku panduan Leader Conference. Bandung. Hasanah, Maimunah (2012). Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: Diva Press. Moeslichatoen (1998). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Malang : Dikti. Nurani, Yuliani. Sujiono (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks. Suyanto, Slamet. (2005). Pembelajaran Untuk Anak TK Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta: Depdiknas. Solehuddin. (1997). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: Departemen Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP. Arif, Al (2004). Cara Sukses Melejitkan Kecerdasan Anak. [Online]. Tersedia: www.cekTKP.com /ebook. [14 Februari 2014