Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 141 PROSES PEMBELAJARAN ALAT MUSIK TRADISIONAL KACAPI SITER PADA LANSIA PEREMPUAN DI SANGGAR SENI PANGRIPTA CIPTA KOTA BANDUNG Taufik Nurhidayat STKIP Siliwangi Bandung Abstrak Masalah pokok berfokus pada bagaimana proses pembelajaran alat musik tradisional Kacapi Siter untuk lansia perempuan dengan tahapan-tahapan proses pembelajaran dengan membina kebersamaan dan motivasi belajar. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui Teknik penyampaian bahan ajar dan pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran alat musik Kacapi Siter untuk Lansia Perempuan, 2) Tahap- tahap penyampaian materi untuk lansia perempuan, 3) mengetahui aktivitas dan motivasi dalam proses pembelajaran alat musik Kacapi Siter pada lansia perempuan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan paradigma kualitatif dengan teknik pengumpulan data, observasi, studi pustaka, dan wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta yang mengikuti proses pembelajaran di sanggar seni Pangripta Cipta Kota Bandung yang berjumlah 11 orang. Dan sampel yang saya ambil adalah 3 orang lansia perempuan.Berdasarkan hasil pengamatan bahwa perlu pemberian tambahan waktu untuk menguasai iringan petikan Kacapi untuk mengiringi lagu, dua minggu satu lagu. Guna mengatasi kebosanan mempelajari satu lagu secara berulang-ulang, perlu diselangi lagu baru, tetapi juga mengulang lagu yang telah dipelajari. Pelatih Kacapi Siter pada lansia perempuan perlu menempatkan diri sebagai anak yang bisa melayani kebutuhan pembelajaran.Kesimpulannya adalah proses pembelajaran alat musik tradisional Kacapi Siter untuk lansia memerlukan metode khusus disamping para lansia sangat lah sulit mencerna materi sehingga harus berulang-ulang dalam penyampaian materi tersebut dan dalam proses pembelajaran harus santai dan tidak terburu-buru. Kata kunci : Proses pembelajaran Kacapi Siter untuk lansia perempuan Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 142 A. PENDAHULUAN Proses pembelajaran kacapi siter merupakan suatu kegiatan untuk mempelajari petikan kacapi dalam mengiringi lagu-lagu Sunda. Dengan demikian isi pelatuhan kacapi berupa pemahaman lagu-lagu Sunda serta ketrampilan memetik dawai-dawai kacapi. Pada lansia perempuan bermain kacapi perlu disesuaikan dengan ciri-ciri dan kebutuhan mereka, yakni kondisi memori yang cepat lupa, jadi perlu pengulangan- pengulangan. Dalam hal ketrampilan motorik halus, koordinasi jari tangan kanan dan kiri perlu diajarkan secara sederhana dan bertahap. Dalam pelatihan perlu dijaga suasana yang diwarnai dengan kegembiraan serta kebersamaan sesama lansia.. Disamping itu pembelajaran kacapi juga dapat memenuhi kebutuhan lansia perempuan untuk memperoleh ketenangan jiwa, khususnya yang menyentuh perasaannya. Hal itu dapat diperoleh dengan mendengartkan lagu-lagu Sunda yang biasanya mengalun lembut, diiringi petikan kacapi yang serasi.. Suara lagu dan petikan kacapi itu dapat menyentuh perasaan, sehingga bagi yang mendengarkannya dapat mencapai ketenangan jiwa. Ada beberapa lansia selain mendengarkan kacapi juga tergerak untuk bisa memainkan kacapi. B. KAJIAN TEORI Proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2001: 461). Tujuan pembelajaran sebenarnya adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual para siswa dan merangsang keingintahuan serta memotivasi kemampuan mereka (Dahar, 1996: 106). Berkaitan dengan tahapan-tahapan pembelajaran, dalam pelaksanaannya para lansia belajar melalui beberapa fase, yaitu 1. Fase Eksplorasi 2. Fase Pengenalan Konsep 3. Fase Aplikasi Konsep Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 143 Menurut Dimyati dkk (2006 : 14) dalam fase eksplorasi siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Sedangkan dalam aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut (Dimyanti & Mudjiono, 2006: 14). Dalam hal ini, peserta didik dituntut untuk dapat menguasai konsep, serta memiliki kepekaan dalam menemukan gejala-gejala yang terjadi dalam proses pembelajaran. Sedangkan langkah-langkah pembelajarannya, penulis mencoba untuk menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang ditawarkan oleh Piaget, yaitu: 1. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh peserta didik. 2. Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut. 3. Mengetahui adanya kesempatan bagi pendidik untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah. 4. Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi. Setelah melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan peserta didik dapat membentuk pengetahuan secara cepat, efektif, dan efisien, serta memiliki pengalaman tersendiri, yakni pengalaman estetis. Karena, pada dasarnya dalam pendidikan seni khususnya seni musik, peserta didik dituntut agar dapat memiliki pengalaman estetis. Seperti yang dikemukakan oleh Keith Swanwick, bahwa pendidikan musik adalah pendidikan estetik, dan mendengarkan musik adalah suatu bagian dari pengalaman estetik (Ellliot, 1995: 28). Oleh karena itu, pengalaman estetik merupakan suatu hal yang mutlak didapatkan oleh para peserta didik sebagai bagian dari pendidikan musik. Bahkan, Bennett Reimer berpandangan bahwa musik sama dengan kumpulan objek atau kerja seni. Ikhwal rhythm, melodi, harmoni, warna suara (termasuk dinamika), tekstur dan bentuk merupakan estetik atau elemen ekspresi dari musik (Elliot, 1995: 28). Alat musik merupakan suatu instrumen yang dibuat atau dimodifikasi untuk tujuan menghasilkan musik. Pada prinsipnya, segala sesuatu yang memproduksi suara, dan dengan cara tertentu bisa diatur oleh musisi, dapat disebut sebagai alat musik. Walaupun demikian, istilah ini umumnya diperuntukkan bagi alat yang khusus ditujukan untuk musik Yuri (2010). Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 144 Kecapi menurut Tardi Ruswandi (2008) adalah jenis alat musik berdawai (Chlordopon) yang berfungsi untuk mengiringi vokal tembang dan kawih sunda. Dalam penyajiannya, kecapi merupakan instrumen yang sangat dominan yang biasa dimainkan sebelum dan ketika vokal tembang atau kawih dibawakan. Peranan kecapi sangat besar berfungsi sebagai penuntun lagu, sebagai aba-aba masuknya lagu dan pengatur irama lagu. Oleh karena itu dalam kontek penyajian kecapi dianggap sebagai instrumen pokok yang kehadirannya sangat penting. Begitu besarnya peranan kecapi dalam penyajian vokal tembang atau kawih sunda. Adapun jenis-jenis Kacapi menurut Tardi Ruswandi, yaitu: 1. Kacapi siter adalah alat petik (waditra) berbentuk semacam kotak persegi panjang, yang senarnya berjumlah antara 18 sampai dengan 20 atau lebih. Kacapi siter ini selain berfungsi sebagai waditra pengiring dalam beberapa jenis kesenian, juga berfungsi sebagai waditra Kalangenan Tardi Ruswandi (2008). 2. Jentreng adalah alat petik (waditra) berbentuk seperti perahu berukuran seperti perahu berukuran kecil, yang senarnya berjumlah antara 5 sampai dengan 11. Fungsinya adalah sebagai pengiring lagu-lagu yang disajikan dalam seni Tarawangsa, baik pada kegiatan upacara mapag Dewi Sri maupun dalam konteks hiburan pada acara- acara hajatan. 3. Kacapi perahu adalah alat petik berbentuk seperti perahu berukuran lebih besar daripada jentreng atau kacapi baduy, yang senarnya berjumlah 18. Istilah lain yang dipergunakan untuk menyebut kacapi perahu, adalah kacapi gelung, karena kedua ujungnya ada bulatan seperti gelung (sanggul) atau kacapi Indung, karena bentuknya lebih besar daripada kacapi rincik. Sedangkan fungsinya adalah sebagai pengiring seni pantun, pengiring lagu-lagu cianjuran (mamaos) dan penyaji instrumental dalam garap kacapi suling. 4. Kacapi rincik adalah alat petik berbentuk seperti perahu berukuran sedang yang lebih kecil dan lebih pendek daripada ukuran kacapi perahu atau lebih besar daripada ukuran jentreng, yang senarnya berjumlah 15. Fungsinya adalah untuk menghiasi petikan kacapi perahu dalam iringan lagu-lagu panambih tembang sunda Cianjuran. Teknik dasar petikan kacapi siter adalah cara memainkan kacapi siter untuk menghasilkan komposisi nada dalam bentuk aransemen dan iringan lagu (piringan) secara optimal. Adapun teknik dasar petikan Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 145 kacapi siter menurut Tardi Ruswandi (2008 : 18-32) adalah sebagai berikut: 1. Teknik Disintreuk-toel Disintrek-toel adalah teknik petikan kacapi siter dengan menggunakan dua jari, yaitu telunjuk kanan dan telunjuk kiri. Posisi dan gerakan jarinya adalah: a. Telunjuk kanan melipat ke dalam, ujung kukunya menyentuh senar dengan gerakan nyintreuk (menjentik), dan b. Telunjuk kiri agak lengkung ke bawah, ujung kuku bawah menyentuh senar dengan gerakan noel (sentuhan dengan ujung jari) 2. Teknik dijambret adalah petikan kacapi yang posisi dan gerakan jarinya, terutama jari-jari tangan kanan, seperti menjambret, yaitu menyembunyikan tiga buah nada secara bersamaan, dengan menggunakan ibu jari, telunjuk, dan jari tengah. Sedangkan posisi dan gerakan tangan kiri (ibu jari dan telunjuk) seperti ngajeungkalan. 3. Teknik dijeungkalan adalah petikan kacapi siter yang posisi serta gerakan jarinya, baik kanan saja maupun kanan dan kiri seperti ngajeungkalan (menjeungkal). Jari-jari tangan kanan dan kiri yang digunakan sebanyak tiga sampai dengan enam jari, bahkan ada yang lebih, terutama untuk kebutuhan musikal di dalam permainan kacapi kreasi baru. Klasifikasi lanjut usia atau yang selanjutnya disebut lansia menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2003) adalah sebagai berikut: 1. Pra lansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 2. Lanjut Usia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3. Lansia resiko tinggi, berusia 70 atau lebih atau usia 60 atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003) 4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003). 5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berbahaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 146 C. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Yaitu metode yang dipergunakan untuk menggambarkan suatu kejadian yang sedang diteliti pada situasi sekarang. karena hal yang diteliti merupakan gambaran dari bagaimana proses pembelajaran alat musik tradisional Kacapi Siter untuk lansia perempuan. Dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, studi pustaka dan wawancara. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik penyampaian bahan ajar dan pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran alat musik Kacapi Siter untuk Lansia Perempuan Berdasarkan hasil observasi dilapangan tentang proses pembelajaran alat musik tradisional Kacapi Siter pada lansia perempuan di sanggar seni Pangripta Cipta Kota Bandung bahwa dalam pelaksanaannya proses pembelajaran alat musik Kacapi Siter dengan teknik penyampaian bahan ajar sebagai berikut: 1. Pelatih memperkenalkan media pembelajaran yang akan dipelajari yaitu Kacapi Siter kepada para peserta didik 2. Pelatih memperagakan cara-cara memetik kacapi dengan aturan tertentu 3. Memberikan lembaran notasi lagu kepada setiap peserta didik 4. Pelatih memberikan contoh lagu-lagu yang populer seperti Sabilulungan, Es Lilin, dan lain sebagainya 5. Pelatih memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada para peserta didik untuk dipelajari dirumah 6. Mengadakan evaluasi setiap pertemuan Tahap-tahap penyampaian materi untuk lansia perempuan Adapun tahap-tahap proses pembelajaran alat musik tradisional Kacapi Sitter untuk lansia perempuan di sanggar seni Pangripta Cipta Kota Bandung adalah sebagai berikut: Tahapan Explorasi, Pada tahap explorasi peneliti memberikan materi pengenalan alat musik kacapi dan nada kacapi dan setiap kacapi dilengkapai dengan tempelan nomor-nomor notasi untuk memudahkan proses belajar nada kacapi, mengenal dawai kacapi termasuk pengenalan bermacam laras yang Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 147 paling mudah adalah laras pelog atau degung baru di susul dengan laras yang lainnya , penjarian tangan. Pengenalan Konsep Pengenalan konsep peneliti memberikan materi mengenai ke khasan lagu-lagu Sunda yang populer dan menyanyikan secara bersama-sama contohnya lagu Sabilulungan, peneliti memberiken meteri petikan kacapi di mulai dengan petikan sederhana seperti di ranggem setelah di kuasai dilanjutkan pada petikan biasa dan dilanjutkan dengan petikan rangkap. Aplikasi konsep. Aplikasi konsep peneliti memberikan intruksi untuk menyanyikan lagu Sabilulungan secara bersama-sama, peneliti membagikan dan menerangkan catatan notasi lagu Sabilulungan sebagai acuan memetik kacapi. Dalam proses pembelajaran kacapi untuk lansia perempuan perlu dibantu dengan alat perekam petikan kacapi yang dipelajari supaya memudahkan mengingatnya karena ciri lansia itu cepat lupa. Setelah sesi pembelajaran pertama berakhir, peneliti memberikan pekerjaan rumah untuk dipelajari mengenai lagu dan petikan kacapinya. Dalam mempelajari petikan kacapi di rumah, peserta selain membaca notasi peserta dapat mendengarkan kembali hasil rekaman. Pada sesi pembelajaran berikutnya (minggu berikutnya) peserta diminta mempraktekan petikan iringan lagu Sabilulungan yang telah dipelajari di rumah. Agar dalam sesi pembelajaran berikutnya, para peserta sudah terampil menyanyikan lagu dan memberikan iringan petikan ranggemannya. Setelah satu lagu yang populer dikuasai, dapat juga dipilih lagu populer lainnya untuk dipelajari dengan cara yang sama dengan petikan motif ranggeman misalnya lagu Bandung. Setelah mengenal petikan motif ranggeman, pembelajaran dilakukan dengan petikan motif biasa. Sebagai awal dari petikan biasa dipilih posisi catrik dengan pola petikan 5-2 dimulai dengan lagu yang populer juga misalnya lagu Bubuy Bulan langkah pembelajarannya sama dengan petikan ranggeman. Untuk menambah kemampuan petikan biasa materi pembelajaran dilanjutkan dengan satu yang juga populer misalnya lagu sekar manis dengan posisi lalayaran pola petikan 5-3. Pola petikan dapat diperkaya dengan lagu- lagu yang lain misalnya lagu eslilin dengan pola petikan 3-5-2. Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 148 Keaktifan dan Motivasi Belajar Sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang menuntut adanya keaktifan dari peserta didik, maka dalam proses pembelajaran kacapi peserta didik dituntut untuk lebih aktif. Karena pembelajaran kacapi berbentuk praktek, maka keaktifan peserta didik dapat terlihat dalam mempelajari dan mempraktekan kacapi tersebut. Dalam hal ini, meskipun keaktifan praktek terletak pada aspek fisik, namun secara psikis juga sangat diperlukan. Seperti memecahkan masalah dalam menyatukan tangan kanan dan tangan kiri dalam bermain kacapi. Jika peserta didik kurang aktif dalam kedua aspek tersebut, maka proses pembelajaran akan berlangsung lebih lama. peserta didik langsung mengalami dalam hal proses pembelajaran. Karena pembelajarannya kacapi, maka peserta didik harus memainkan atau mempraktekan secara langsung bagaimana mempelajari dan memainkan instrumen tersebut. Seperti yang telah disebutkan, dari pengalaman inilah peserta didik mendapatkan pengalaman estetik, dan justru hal inilah yang paling penting dan mendasar dalam pendidikan musik. Jadi, peserta didik tidak hanya melihat, mendengarkan, atau mengamati saja, tapi langsung ikut terlibat. Dalam pembelajaran kacapi peserta didik dikondisikan untuk terus melakukan latihan dan pengulangan, agar materi yang dipelajari bertambah sempurna. Namun, hal tersebut disesuaikan dengan waktu pembelajaran yang telah direncanakan, dan yang lebih tepat untuk banyak melakukan latihan dan pengulangan adalah di luar waktu pembelajaran formal. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama dilapangan maka diperoleh gambaran bahwa dalam proses pembelajaran alat musik tradisional Kacapi Siter sangatlah menunjukan keaktifan antara pelatih dan peserta didik. Pelatih memberikan lebaran notasi lagu kemudian seluruh peserta didik pemperagakan dengan cara memetik bersama dan bernyanyi bersama. Kemudian apabila ada salah seorang peserta didik yang belum mengerti, mereka selalu bertanya kepada pelatih, kemudian pelatih memecahkan masalah tersebut. Dengan begitu ada komunikasi antara peserta didik dengan pelatih. Kemudian ada satu hal yang menarik yaitu pelatih menempatkan diri sebagai anak dari peserta didik dikarenakan semua peserta didik itu lansia maka pelatih bisa melayani kebutuhan pembelajaran para peserta Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 149 didik seperti, membantu membawakan Kacapinya, membantu membuka Kacapi dari tasnya, dan lain sebagainya. Sedangkan motivasi lebih berkaitan dengan minat peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Artinya, peserta didik akan lebih cepat membentuk pengetahuan jika mereka memiliki motivasi yang besar dalam mengikuti pembelajaran. Biasanya, dalam hal motivasi tergantung kepada kebutuhan, suka dan tidak suka, faktor pengajar, dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi psikologi peserta didik terhadap materi yang diajarkan. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai cara untuk membangkitkan motivasi tersebut, maka dalam proses pembelajarannya akan mencoba menggunakan cara seperti diantaranya: Pertama, mempersiapkan untuk menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang bervariasi. Kedua, merencanakan dan memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa. Ketiga, memberikan sasaran antara, sasaran akhir belajar adalah lulus ujian atau naik kelas. Keempat, memberikan kesempatan untuk sukses, artinya materi ajar disesuaikan dengan kemampuan peserta didik yang berbeda-beda. Kelima, diciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dengan suasana familiar. Keenam, adakan persaingan sehat, atau kompetisi sehat yang dapat membangkitkan motivasi belajar. Adapun Mengingat ciri lansia yang cepat lupa dan senang mengobrol, proses pembelajaran tidak terlalu ketat namun diberi kelonggaran untuk saling bercerita. pengalaman materi yang sering dilakukan dan ketidak disiplinan dalam melaksanakan pekerjaan rumah, perlu diberi toleransi, tidak dipersalahkan atau diberi hukuman. E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian penulis dapat menyimpulkan: 1. Teknik penyampaian bahan ajar dan pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran alat musik Kacapi Siter pada lansia perempuan disesuaikan dengan kebutuhan lansia. 2. Tahap penyampaian materi kepada lansia perempuan terbagi menjadi 3 tahapan yaitu: tahapan eksplorasi, tahapan pengenalan konsep dan tahapan aplikasi konsep Jurnal EMPOWERMENT Volume 1, Nomor 2 September 2012, ISSN No. 2252-4738 150 3. Aktifitas dan motivasi dalam proses pembelajaran alat musik tradisional Kacapi Siter pada lansia perempuan ini menunjukan bahwa ada aktifitas antara pelatih dan peserta didik kemudian untuk motivasi tidak ada hukuman atau toleransi kepada peserta didik yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) DAFTAR PUSTAKA Ghony, Djunaedi. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta : Ar- Ruzz Munandar, Utami. 2001 Psikologi Perkembangan Pribadi. Jakarta : UI Press Rahayu, Siti. 2006. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Riswandi, Uus. 2008. Landasan Pendidikan.Bandung : Insan Mandiri. Ruswandi, Tardi. 2008. Bahan Ajar Kacapi Sitter. Bandung : Bumi Grafika Utama