Microsoft Word - Harmonia Vol X No 1 2010.docx PEMANFAATAN TARI BARONGSAI UNTUK PARISIWATA Agus Cahyono Bintang Hanggoro Putra Dosen Seni Tari FBS Universitas Negeri Semarang Email: agus_cahyono69@yahoo.com Bintang_hp@yahoo.com Abstrak The problem studied is the form of performance and Barongsai choreography elements that are applied to help offering dan increasing the selling point of cultural tourism in Semarang. The objective of the study is to describe the form of performance and choreography elements of Barongsai as cultural tourism so that it can help the selling point of cultural tourism in Semarang. The result of the study, in general, is expected to be of beneficial as a theoretical and practical input to the related parties. In particular, the result of the study can provide empirical input for the artists, art observers, policy makers related to the cultural tourism. The method of the study uses qualitative approach. The study site was in Semarang. The data was collected by using controlled observation technique, deep interview, and documentary research. The data acquired is analyzed qualitatively by using interactive cycle model through reduction, presentation and verification process. The validation of the data and the analisys was done through trianggulation among research team. The result shows some findings. First, the form of Barongsai performance as cultural tourism is solid coreoragphy. Second, the coreography of Barongsai dance contain attractive elements and environmentally sound. Kata kunci: Tari Barongsai, pariwisata, koreografi padat, attractive, berwawasan lingkungan PENDAHULUAN Pertunjukan Barongsai dalam upacara ritual tahun baru Imlek sarat akan beragam simbol yang dipergunakan dan tertata di dalamnya. Bermacam-macam simbol yang tidak selalu dapat diinterpretasikan sejalan dengan pemahaman pikiran, bahkan cenderung dikatakan abstrak mengandung aspek-aspek seni pertunjukan. Simbol-simbol yang beragam ini yang menjadi tempat bersandar bagi para jamaahnya untuk maksud serta keperluan tertentu, mengetengahkan sajian seni pertunjukan yang berangkat dari kepentingan tidak serupa. Aspek-aspek seni pertunjukan yang memiliki kadar estetis terkandung di dalam upacara ritual tahun baru Imlek yang dilangsungkan dengan cara arak-arakan. Keindahan yang terwujud pada upacara ritual tahun baru Imlek sebagai bentuk tontonan yang menyajikan aspek-aspek estetis di dalamnya. Aspek-aspek yang divisualkan dan diperdengarkan mampu mendasari suatu perwujudan yang disebut sebagai seni pertunjukan (Kusmayati 2000:75). Berkaitan dengan hal tersebut, maka sebenarnya potensi yang ada di lingkungan kampung Semawis dan Kelenteng Sam Po Kong Gedong Batu di Kota Semarang, khususnya tari Barongsai, dapat dikembangkan dan disajikan sebagai komoditas unggulan dalam wisata budaya. Pada hakikatnya, wisatawan mengunjungi tempat-tempat wisata, di samping ingin melihat, juga ingin ikut merasakan atau bersentuhan dengan kehidupan masyarakat setempat, seperti adat dan perilaku, makanan khas, kerajinan atau cindera mata, dan pertunjukan tari (Budihardjo 1995: 8). Dengan demikian, untuk menjawab permasalahan di atas tentu saja para seniman tidak lagi harus terpaku dengan konsep-konsep yang diajukan oleh para pengusaha pariwisata saja, tetapi juga mempunyai kedudukan yang kuat untuk merumuskan bagaimana bentuk ideal kemasan wisata dalam dunia seni pertunjukan tari. Dalam konteks tari untuk pariwisata dengan segala keunikan implementasinya, tari Barongsai dapat dimanfaatkan sebagai alternative para pelaku seni dan komunitas masyarakat pendukung seni untuk menunjukkan kreasi barunya yang berbentuk sajian padat, attractive, dan berwawasan lingkungan. Untuk mengetahui bagaimana aspek-aspek dan bentuk penyajian koreografi tari Barongsai, yang dapat membantu menawarkan dan meningkatkan nilai jual khasanah seni budaya Kota Semarang sebagai objek daya tarik wisata budaya, maka perlu dikaji secara mendalam: (1) aspek-aspek koreografi tari Barongsai dan (2) bentuk penyajian tari Barongsai yang dapat diimplementasikan sebagai seni wisata. Seni Pertunjukan Tari Penciptaan tari melibatkan aktivitas dengan beberapa tahapan yaitu eksplorasi, improvisasi, komposisi, yang mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan gambaran. Penciptaan tari didukung oleh perkembangan fisik dan kemampuan ekspresi dengan dukungan kecermatan penginderaan dan kepekaan rasa. Kemampuan mencipta tari berkembang sejalan dengan perkembangan kesadaran dan pemahamannya tentang unsur-unsur dan proses pembentukan koreografi. Unsur koregrafi adalah sebagai berikut : (1) gerak, (2) ruang dan (3) waktu. Dalam mengorganisasikan dan membentuk struktur tari, unsur-unsur koreografi yakni gerak, ruang, dan waktu, ditentukan oleh proses pembentukan. Perangkat pengorganisasian tari antara lain repetisi, simetri/asimetri, keserempakan, kontras, dan pakem (kaedah). Perangkat pembentukan tari adalah motif, naratif, pola repetisi, klimaks, dan improfisasi. Makin banyak seseorang memperoleh pengalaman berkarya, makin mampu mengolah unsur-unsur koregrafi dan proses pembentukan untuk mengekspresikan gagasannya. Seni Pertunjukan Wisata Wisata budaya memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, apalagi jika melihat kekayaan seni budaya yang dimiliki bangsa Indonesia sangat beragam, dengan ciri khas dari masing-masing daerah. Keunikan budaya masyarakat seringkali menarik minat wisatawan, oleh karena itu keunikan budaya tersebut perlu dijaga agar nilai-nilainya tidak berubah atau menurun mutunya. Keunikan budaya dapat diwujudkan dalam bentuk cindera mata untuk lebih memberi kesan yang khas dan mengingatkan wisatawan pada daerah wisata yang dikunjungi (Hutama 2006: 90). Seni pertunjukan yang dimanfaatkan untuk kepentingan kegiatan pariwisata, oleh J. Maquet (dalam Hersapandi 2003: 128) disebut art by metamorphosis (seni yang telah mengalami perubahan bentuk, atau art of acculturation, atau peudo-traditional art, atau yang lebih populer tourist art (seni wisata). Bentuk seni dalam kemasan wisata membawa konsekuensi logis adanya interpretasi dan kreativitas yang disesuaikan dengan selera atau kebutuhan wisatawan. Konsep seni wisata di negara berkembang dirumuskan dengan lima ciri, yaitu: (1) tiruan dari aslinya; (2) singkat, padat, atau bentuk mini dari aslinya; (3) penuh variasi; (4) ditanggalkan dari nilai-nilai sakral, magis, serta nilai-nilai simbolisnya; dan (5) murah harganya menurut ukuran wisatawan (Hersapandi 2003: 128). Format seni wisata tentu saja akan dipengaruhi oleh kualitas intelektual pelaku pariwisata sebagai operator pariwisata. Koreografi Padat, Attractive, dan Berwawasan Lingkungan Menempatkan seni tari dalam komoditas pariwisata merupakan satu pelebaran fungsi yang sementara ini diemban oleh seni tari. Tari bukanlah karya seni yang dengan mudah berubah bentuk ketika harus berhadapan dengan satu misi yang berbeda. Untuk mendukung program pariwisata, tari hanyalah sebagai objek yang perlu didandani sesuai dengan misi yang harus diembannya, bahkan tari terpaksa harus mengurangi dan bahkan merelakan kekuatan komunikasinya dan kekuatan informasinya akibat tuntutan teknis seperti durasi waktu dan pemindahan konteks lingkungan hidupnya. Sebagai satu alternative yang sementara ini diperhadapkan dengan nilai jual adalah bagaimana menjadikan satu bentuk sajian koreografi padat. Pengertian padat diarahkan pada durasi sajian yang tidak membutuhkan waktu yang panjang, yang oleh karenanya seringkali tidak mampu lagi menjaga keutuhan karya seni, tetapi lebih mengarah pada sekedar keindahan mengolah gerak dan kemolekan pelaku geraknya (Suprihono 1992: 72-73). Koreografi kemasan wisata semestinya merupakan koreografi yang tidak terlalu membutuhkan waktu sajian panjang. Hal ini disebabkan oleh kepentingan wisatawan yang kegiatannya senantiasa dibatasi oleh waktu kunjungan, atau lebih tepat lagi barangkali karena jadwal kunjungan yang sudah diatur, diperketat guna kepentingan perusahaan yang mengelola dengan pengaturan paket yang akan diikuti oleh para wisatawan. Dalam kriteria pada waktu dan sajian ini, pelaku seni haruslah menyadari arti pentingnya waktu bagi dunia usaha. Untuk itu sangatlah penting bagi seniman tari menghitung kembali berbagai proses kreasinya yang harus disesuaikan dengan nilai-nilai ekonomis, yang disyaratkan oleh para pengusaha pariwisata (Suprihono 1992: 72-73). Penciptaan koreografi padat tentu tidak semestinya untuk meninggalkan unsur-unsur estetik lainnya seperti kekuatan komunikasi antara penonton dan karya seni, disamping juga kualitas karya seni yang senantiasa harus dijunjung tinggi oleh para pelaku seni. Unsur-unsur estetik karya seni kemasan haruslah tetap menjadi pertimbangan penting bagi seorang atau sekelompok orang pelaku seni pertunjukan wisata. Karya seni wisata haruslah mencerminkan kondisi budaya dimana kesenian hidup. Selanjutnya, koreografi mampu membuat daya tarik tersendiri dengan menyajikan model-model akrobatik yang pantas untuk dilihat. Penonjolan akrobatik yang disajikan merupakan sentral interes yang menguntungkan bagi sajian pentas di lingkungan dimana tari hidup. Berbagai uraian di atas diharapkan mampu memberi pemahaman akan pentingnya menyatukan koreografi dengan lingkungan pergelarannya. Setiap koreografi yang disajikan tetaplah memiliki daya pikat yang berada dalam penataan tari yang tepat baik penempatan misi dan pengolahan temanya. Idealisme seniman semestinya tampil menentukan arah bagi seni kemasan yang padat tetapi aktraktif dan tidak meninggalkan lingkungannya (Suprihono 1992: 72-73). METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan etnografi, dengan lokasi penelitian di Kota Semarang. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumen, wawancara mendalam, dan observasi. Teknik analisis data dilakukan dengan merujuk model analisis siklus interaktif sebagaimana disarankan oleh Miles dan Huberman (1992). HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan pertunjukan Barongsai di Semarang pada masa lalu berbentuk arak-arakan dari kelenteng Gang Lombok menuju kelenteng Gedong Batu yang diakhiri dengan demonstrasi di depan kelenteng. Pada masa sekarang, upacara itu masih tetap dilaksanakan, bahkan penampilan Barongsai tidak hanya satu tetapi berbentuk parade Barongsai dari beberapa grup. Di Semarang terdapat beberapa grup Barongsai, di antaranya adalah: Naga Sakti, Hoo Hap, Satya Budi Dharma, Teratai Putih, Kaipang, Dinasti, Chilung Whan, Dharma Hangga Taruna, Taichi Master, Dragon Master dan lain-lain. Masing-masing grup memiliki anggota sekitar 15 sampai 20 orang yang terdiri dari anak-anak (usia 7-11 tahun) dan remaja (usia 15-25 tahun). Aspek-aspek Koreografi Pertunjukan Barongsai Ada berbagai cara untuk memainkan barongsai, namun masing- masing mengikuti pola dasar yang sama. Delapan elemen dasar Barongsai adalah: Tidur, Membuka, Bermain, Mencari, Berkelahi, Makan, Penutup, dan Tidur. Tidur Biasanya urutan tarian tidur dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: tidur, bangun, dan membersihkan/cuci. Tari yang diawali dengan bangun dari kesadaran/tidur merupakan kesadaran roh, memulai sesuatu dari yang baru. Pembersihan yang memberikan arti hal-hal yang kotor, sial atau yang lama, disegarkan kembali atau dibersihkan. Membuka Hal pertama yang singa lakukan adalah membungkuk tiga kali sebagai simbol pembawa berkat. Pada budaya lain, mengangguk 3 kali mempunyai arti hormat. Dalam budaya Cina, tiga kali membungkuk/mengangguk adalah tanda dari penghormatan yang dalam terhadap seseorang atau sesuatu. Angka tiga dapat ditemukan berulang pada seluruh rutininitas dan sering terlihat pada tradisional numerologists sebagai "nomor sempurna," atau jumlah kelengkapan. Tiga anggukan kepala barongsai setelah pembersihan juga dapat diinterpretasikan sebagai tanda yang sempurna atau telah selesai pembersihan - yang tidak hanya membersihkan tubuh, tapi roh dan jiwa juga. Bermain Setelah menunjukan hormat terhadap sesuatu yang akan diberkati, singa mulai bermain. Singa dapat bermain dengan apa yang ada di sekitarnya, seperti melompat di atas sesuatu, atau melakukan tindakan penyeimbangan dalam menunjukkan kemampuan yang besar. Singa itu menunjukkan kemampuan dan kualitas sebagai pahlawan dengan melakukan pertunjukan yang luar biasa kepada penonton. Hal yang paling umum untuk singa bermain adalah menggunakan bola, atau mutiara. Menurut Dr Franz von ML, lingkaran dianggap sebagai simbol "totalitas dari jiwa dalam semua aspek, termasuk hubungan antara manusia dan seluruh alam" (Jung, 266). Lingkaran Jung menunjukkan, juga dapat foto penyembuhan, atau keutuhan (Jung, 285). Bola merupakan perwakilan dari tiga dimensi lingkaran. Sejak Barongsai dilakukan untuk mengembalikan sesuatu yang bersih, murni/suci, ini nampaknya foto yang sedang diproyeksikan - singa yang mengejar pembersihan dari roh jahat dan pemulihan hubungan antara manusia dan alam. Yang ideal, atau tujuan diproyeksikan sebagai mutiara yang besar, menunjukkan bahwa pembersihan yang baik dan berharga. Pencarian Setelah singa selesai bermain, ia mulai mencari makanan. singa terlibat dalam peperangan secara spiritual dan membutuhkan sesuatu untuk mempertahankan diri. Singa menjadi "pahlawan pada quest" (Jung, 101). Ini merupakan ujian yang ia harus lulus - satu inisiasi ritual kesal. Dalam kompetisi dan penampilan tradisional, terdapat berbagai kendala yang harus diatasi singa untuk mendapatkan makanan. Singa harus sangat terampil dalam rangka mencapai tujuan untuk mendapatkan makanan. Penampilan keterampilan ini juga berfungsi untuk memperkuat presepsi singa yang lebih besar-daripada-kehidupan tokoh pahlawan. Berkelahi Perkelahian singa akan terlihat jika terdapat lebih dari satu singa dalam melakukan ritual. Setelah makanan ditemukan, yang berperang adalah dimulai dari seluruh singa yang menjadi hambatan di masa lalu. Meskipun singa berasal dari kelompok yang sama, mereka akan tetap berjuang untuk menentukan mana yang akan mendapatkan hadiah. Sekali lagi, ini adalah contoh dari singa menunjukkan kebolehan atau kualitasnya. Saat ini singa mengalahkan kompetitornya. Dalam hal ini sebagai bagian dari tari Barongsai, singa harus menunjukkan semangat dan kekuatan untuk mengatasi lawannya. Makan Makanan singa biasanya ditemukan pada bagian akhir tali/ranting. Dapat terdiri dari hampir semua makanan, tetapi paling umum adalah daun selada dan jeruk keprok. daun selada atau Chin adalah simbol dari kekayaan dan keberuntungan. Jeruk keprok/jeruk bali yang melambangkan umur panjang, dan ini dapat dijelaskan dalam bentuk yang bulat. Singa memakan semua itu ke dalam mulutnya dan setelah mengoyak selada dan menyebarkan kepada penonton. Menyebarkan ini melambangkan kekayaan dan berkat yang sebenarnya pada bagian tari Barongsai ini. Singa meludah yang secara tradisional dilakukan tiga kali. Setelah ke kiri, kemudian ke kanan, kemudian ke tengah. Ini adalah berkat, berkat yang sempurna. Empat jeruk yang dapat dilihat sebagai "mandalas," atau lingkaran, persegi, merupakan simbol lain keutuhan (Jung, 280). Pengantungan pada tali merah adalah amplop merah berisi uang sebagai korban ke singa. Seperti di banyak agama, yang berzakat atau menawarkan atau menumbang sangat diperlukan sebagai tanda terima kasih untuk berkat. Penutup Penampilan telah selesai dan berkat telah diberikan, sehingga singa datang ke akhir nya ceirta. Ia membersihkan diri dan janggut-Nya sekali lagi membuat tiga anggukan. Seperti sebelumnya setelah selesai membersihan diri dilakuakn3 kali anggukan lagi yang melambangkan akhir pada bagian akhir penampilan. Setelah menyelesaikan tugas-Nya, ia sendiri mencuci dan memberikan 3 anggukan hormat. Tidur Singa kembali dalam mimpi menutup cerita, dan kembali menjadi tenang. Setelah melakukan apa yang disebut diatas, singa kembali ke dalam dunia mitos. Semua telah kembali normal dengan pengecualian yang diberikan berkat, iblis takut dan pergi. Dengan berakhirnya upacara, maka pengamat kembali dari perjalanan suci dalam waktu dan dapat terus hidup, tetapi dengan kehidupan diperpanjang. Musik Musik dari Barongsai dipimpin oleh drum dan disertai dengan gong dan gembrengan. Barongsai menggabungkan kedua insturmen menjadi alat ritual. Dalam Alkitab, gong dan gembrengan sering digunakan dalam perayaan dan juga sebagai pujian kepada Tuhan (1 Tawarikh 13:8, Mazmur 150:5, dll). Dalam Seni Tari Barongsai, musik yang membangunkan singa dan dia memberikan berkat. Masing-masing tiga (angka sempurna) instrumen mempunyai dasar yang sama bentuk - lingkaran (simbol selesai dan pemulihan). Petasan Kebisingan dari bunyi petasan, bersama dengan musik dan keganasan dari singa diduga untuk menakuti roh jahat. Pentingnya simbol api dapat dilihat tidak hanya pada petasan, tetapi juga dilukis pada kepala singa dan peralatan lainnya. Asap dari petasan berkaitan dengan asap dari dupa. Banyak agama menggunakan kemenyan, karena asap naik ke dalam surga bersama-sama dengan permohonan dari doa, harapan. Bentuk Pertunjukan Barongsai Pertunjukan Barongsai pada dasarnya merupakan seni pertunjukan arak-arakan. Namun, tidak menutup kemungkinan pertunjukan Barongsai berupa demonstrasi atraksi di suatu tempat. Pertunjukan Barongsai selalu diawali dengan penghormatan, dilanjutkan permainan bendera, permainan Barongsai, dan penutup. Masing-masing bagian merupakan bagian yang menyatu dan saling mendukung. Penghormatan Penghormatan merupakan bagian paling awal dalam setiap pertunjukan Barongsai. Penghormatan dilakukan oleh pemandu atau ketua tim kepada sesepuh Kelenteng (apabila permainan Barongsai dilakukan di Kelenteng) atau kepada pemilik rumah yang memberi derma berupa angpau serta kepada penonton di tengah arena. Sikap penghormatan pemandu atau ketua tim dilakukan dengan cara membungkukkan badan dan menelangkupkan kedua tangan di depan dada. Anggukan dengan membungkukkan badan itu dilakukan tiga kali berturut-turut, yang dilanjutkan oleh pemain bendera. Sikap penghormatan pemain bendera adalah dengan memegang bendera dengan kedua tangan kemudian berjongkok. Tangkai bendera disentuhkan pada tanah dan menundukkan kepala tiga kali. Penghormatan berikutnya dilakukan oleh Barongsai dengan cara berjalan ke tengah arena. Sesampai di tengah arena Barongsai menganggukkan kepala sambil menggerakkan kaki kanan depan tiga kali, kemudian mundur, dan meninggalkan arena. Penghormatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan rasa hormat kepada penonton, pimpinan kelenteng, atau pemberi derma. Selain itu penghormatan juga ditujukan kepada para leluhur dengan harapan agar permainan Barongsai dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Permainan Bendera Permainan bendera dilakukan oleh satu atau dua orang pemain bendera. Bendera yang dibawa dan dikibarkan yang terikat pada tongkat adalah bendera perguruan atau bendera simbol masing-masing grup Barongsai yang kebanyakan berwarna dasar hitam dan berbentuk segitiga sama sisi dengan rumbai-rumbai yang berada di tepi alas segi tiga. Selain bendera perguruan, biasanya dimainkan pula bendera Persatuan Seni dan Olah Raga Barongsai Indonesia (PERSOBARIN). Bendera PERSOBARIN juga berbentuk segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah. Permainan bendera dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan cepat dan dinamis. Bendera diputar-putar dengan kedua tangan di depan dada, kemudian secara cepat dipegang tangan kanan melingkari punggung dan ditangkap oleh tangan kiri. Gerakan-gerakan cepat juga dilakukan dengan memutar bendera melingkari kaki, punggung, dan dada. Permainan Barongsai Bagian inti dalam pertunjukan Barongsai adalah permainan Barongsai. Pada bagian ini ditampilkan atraksi Barongsai baik di lantai maupun di atas tonggak. Permainan Barongsai di lantai adalah atraksi- atraksi yang dimainkan oleh para pemain Barongsai tanpa menggunakan alat peraga bantu. Demonstrasi gerak di lantai biasanya dilakukan dengan gerak singa berdiri, yaitu sebuah atraksi yang dilakukan dengan mengangkat pemain bagian depan yang memegang kepala oleh pemain belakang yang menjadi badan dan ekor. Selain itu dilakukan pula gerakan berguling, yaitu pemain depan dan belakang berguling bersama-sama ke arah yang sama, sehingga terlihat seperti singa yang sedang berguling- guling. Atraksi-atraksi di lantai divariasikan dengan pameran gerakan ekspresif, yang dilakukan dengan posisi diam, dan hanya kepala yang sedikit bergerak sambil kelopak matanya berkedip-kedip serta telinga yang digerak-gerakkan. Variasi ini dapat menghidupkan suasana karena apabila pemain Barongsai itu trampil maka, penonton akan melihat seolah-olah benar-benar seperti seekor singa yang sedang duduk, atau jongkok bahkan, dapat berkesan seperti singa yang sedang merunduk akan menangkap mangsanya. Permainan Barongsai di atas tonggak adalah permainan yang menggunakan alat peraga bantu berupa tonggak-tonggak besi yang dijajarkan. Kadang kala antara tonggak-tonggak itu diberi tali berukuran besar yang digunakan untuk meniti. Dalam permainan ini dituntut keterampilan pemain, kedisiplinan gerak, serta kekompakan kedua pemain depan dan belakang. Permainan Barongsai di atas tonggak menunjukkan gerakan akrobatik dengan melompat di antara tonggak-tonggak yang berketinggian satu meter sampai tiga meter. Variasi yang sering dilakukan dalam permainan ini adalah meniti seutas tali. Penutup Sebagai penutup seluruh acara dalam pertunjukan Barongsai, biasanya ditampilkan gerakan singa berdiri dan berjalan berkeliling arena pentas. Bagian ini dimaksudkan sebagai tanda, bahwa grup Barongsai itu mohon diri, mohon pamit kepada penonton maupun para sesepuh kelenteng. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, bentuk pertunjukan Barongsai sebagai seni wisata adalah koreografi padat, artinya dikemas secara singkat dan padat tetapi tidak mengurangi alur koreografinya. Pertunjukan Barongsai selalu diawali dengan penghormatan, dilanjutkan permainan bendera, permainan Barongsai, dan penutup. Kedua, koreografi tari Barongsai mengandung unsur yang attractive, dan berwawasan lingkungan, yakni penuh kombinasi akrobatik yang menarik bagi penonton dan dapat dilakukan dengan baik oleh penarinya serta tetap menjaga dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai setting pertunjukan yang terdiri dari tidur, membuka, bermain, mencari, berkelahi, makan, penutup, dan tidur. Saran Berdasarkan hasil penelitian saran penting yang dapat dikemukakan adalah perlu kerjasama yang baik dalam penggarapan koreografi yang berpijak pada komposisi tari modern dan tradisional dan keseriusan dalam berlatih baik penguasaan dasar-dasar tari maupun penggarapan koreografi. Daftar Pustaka Kusmayati, A.M. Hermin. 1999. “ Seni Pertunjukan Upacara di Pulau Madura 1980-1998”. Disertasi untuk meraih gelar Doktor dalam Ilmu Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. ,. 2000. Arak-Arakan Seni Pertunjukan dalam Upacara Tradisional di Madura. Yogyakarta: Tarawang Press. Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terj. T.R. Rohidi. Jakarta: U.I Press. Suprihono, Arief E. 1992. “Tari untuk Pariwisata Format Baru Seni Pertunjukan Indonesia”. Dalam Seni Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni.Vol.II/03-Juli 1992.BP ISI Yogyakarta _______, 1992. “ Tari untuk Pariwisata Koreografi Padat, Attractive, dan Berwawasan Lingkungan”. Dalam Seni Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni.Vol.II/04-Oktober 1992.BP ISI Yogyakarta