Microsoft Word - Harmonia Vol X No 1 2010.docx


 

 

PEMANFAATAN TARI BARONGSAI  
UNTUK PARISIWATA 

 
 Agus Cahyono 

Bintang Hanggoro Putra 
 

Dosen Seni Tari FBS Universitas Negeri Semarang 
 

Email: agus_cahyono69@yahoo.com 
Bintang_hp@yahoo.com 

 
Abstrak 

The problem studied is the form of performance and Barongsai 
choreography elements that are applied to help offering dan increasing 
the selling point of cultural tourism in Semarang. The objective of the 
study is to describe the form of performance and choreography elements 
of Barongsai  as cultural tourism so that it can help the selling point of 
cultural tourism in Semarang. The result of the study, in general, is 
expected to be of beneficial as a theoretical and practical input to the 
related parties.   In particular, the result of the study can provide 
empirical input for the artists, art observers, policy makers related to the 
cultural tourism. The method of the study uses qualitative approach. The 
study site was in Semarang. The data was collected by using controlled 
observation technique, deep interview, and documentary research. The 
data acquired is analyzed qualitatively by using interactive cycle model 
through reduction, presentation and verification process.  The validation 
of the data and the analisys was done through trianggulation among 
research team. The result shows some findings. First, the form of 
Barongsai performance as cultural tourism is solid coreoragphy.  Second, 
the coreography of Barongsai dance contain attractive elements and 
environmentally sound.  

 
Kata kunci: Tari Barongsai, pariwisata, koreografi padat, attractive,   
                       berwawasan lingkungan  

 
PENDAHULUAN 

Pertunjukan Barongsai dalam upacara ritual tahun baru Imlek sarat 
akan beragam simbol yang dipergunakan dan tertata di dalamnya. 
Bermacam-macam simbol yang tidak selalu dapat diinterpretasikan 
sejalan dengan pemahaman pikiran, bahkan cenderung dikatakan abstrak 
mengandung aspek-aspek seni pertunjukan. Simbol-simbol yang beragam 
ini yang menjadi tempat bersandar bagi para jamaahnya untuk maksud 
serta keperluan tertentu, mengetengahkan sajian seni pertunjukan yang 
berangkat dari kepentingan tidak serupa. 

Aspek-aspek seni pertunjukan yang memiliki kadar estetis 
terkandung di dalam upacara ritual tahun baru Imlek yang 
dilangsungkan dengan cara arak-arakan. Keindahan yang terwujud pada 



 

 

upacara ritual tahun baru Imlek sebagai bentuk tontonan yang 
menyajikan aspek-aspek estetis di dalamnya. Aspek-aspek yang 
divisualkan dan diperdengarkan mampu mendasari suatu perwujudan 
yang disebut sebagai seni pertunjukan (Kusmayati 2000:75). 

Berkaitan dengan hal tersebut, maka sebenarnya potensi yang ada 
di lingkungan kampung Semawis dan Kelenteng Sam Po Kong Gedong 
Batu di Kota Semarang, khususnya tari Barongsai, dapat dikembangkan 
dan disajikan sebagai komoditas unggulan dalam wisata budaya. Pada 
hakikatnya, wisatawan mengunjungi tempat-tempat wisata, di samping 
ingin melihat, juga ingin ikut merasakan atau bersentuhan dengan 
kehidupan masyarakat setempat, seperti adat dan perilaku,  makanan 
khas, kerajinan atau cindera mata, dan pertunjukan tari (Budihardjo 1995: 
8).  

Dengan demikian, untuk menjawab permasalahan di atas tentu saja 
para seniman tidak lagi harus terpaku dengan konsep-konsep yang 
diajukan oleh para pengusaha pariwisata saja, tetapi juga mempunyai 
kedudukan yang kuat untuk merumuskan bagaimana bentuk ideal 
kemasan wisata dalam dunia seni pertunjukan tari. Dalam konteks tari 
untuk pariwisata dengan segala keunikan implementasinya, tari 
Barongsai dapat dimanfaatkan sebagai alternative para pelaku seni dan 
komunitas masyarakat pendukung  seni untuk  menunjukkan kreasi 
barunya yang berbentuk sajian padat, attractive, dan berwawasan 
lingkungan. Untuk mengetahui bagaimana aspek-aspek dan bentuk 
penyajian koreografi tari Barongsai, yang dapat membantu menawarkan 
dan meningkatkan nilai jual khasanah seni budaya Kota Semarang sebagai 
objek daya tarik wisata budaya, maka perlu dikaji secara mendalam: (1) 
aspek-aspek  koreografi tari Barongsai dan (2) bentuk penyajian tari 
Barongsai yang dapat diimplementasikan sebagai seni wisata.  

 
 

Seni Pertunjukan Tari 
            Penciptaan tari melibatkan aktivitas dengan beberapa tahapan 
yaitu eksplorasi, improvisasi, komposisi, yang mengkomunikasikan 
pikiran, perasaan, dan gambaran. Penciptaan tari didukung oleh 
perkembangan fisik dan kemampuan ekspresi dengan dukungan 
kecermatan penginderaan dan kepekaan rasa. 



 

 

 Kemampuan mencipta tari berkembang sejalan dengan 
perkembangan kesadaran dan pemahamannya tentang unsur-unsur dan 
proses pembentukan koreografi. Unsur koregrafi adalah sebagai berikut 
: (1) gerak, (2) ruang dan (3) waktu. Dalam mengorganisasikan dan 
membentuk struktur tari, unsur-unsur koreografi yakni gerak, ruang, 
dan waktu, ditentukan oleh proses pembentukan. Perangkat 
pengorganisasian tari antara lain repetisi, simetri/asimetri, 
keserempakan, kontras, dan pakem (kaedah). Perangkat pembentukan 
tari adalah motif, naratif, pola repetisi, klimaks, dan improfisasi. Makin 
banyak seseorang memperoleh pengalaman berkarya, makin mampu 
mengolah unsur-unsur koregrafi dan proses pembentukan untuk 
mengekspresikan gagasannya. 
 

Seni Pertunjukan Wisata 
Wisata budaya memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, 

apalagi jika melihat kekayaan seni budaya yang dimiliki bangsa Indonesia 
sangat beragam, dengan ciri khas dari masing-masing daerah. Keunikan 
budaya masyarakat seringkali menarik minat wisatawan, oleh karena itu 
keunikan budaya tersebut perlu dijaga agar nilai-nilainya tidak berubah 
atau menurun mutunya. Keunikan budaya dapat diwujudkan dalam 
bentuk cindera mata untuk lebih memberi kesan yang khas dan 
mengingatkan wisatawan pada daerah wisata yang dikunjungi (Hutama 
2006: 90). 

Seni pertunjukan yang dimanfaatkan untuk kepentingan kegiatan 
pariwisata, oleh J. Maquet (dalam Hersapandi 2003: 128) disebut art by 
metamorphosis (seni yang telah mengalami perubahan bentuk, atau art of 
acculturation, atau peudo-traditional art, atau yang lebih populer tourist art 
(seni wisata). Bentuk seni dalam kemasan wisata membawa konsekuensi 
logis adanya interpretasi dan kreativitas yang disesuaikan dengan selera 
atau kebutuhan wisatawan. 

Konsep seni wisata di negara berkembang dirumuskan dengan 
lima ciri, yaitu: (1) tiruan dari aslinya; (2) singkat, padat, atau bentuk mini 
dari aslinya; (3) penuh variasi; (4) ditanggalkan dari nilai-nilai sakral, 
magis, serta nilai-nilai simbolisnya; dan (5) murah harganya menurut 
ukuran wisatawan (Hersapandi 2003: 128). Format seni wisata tentu saja 
akan dipengaruhi oleh kualitas intelektual  pelaku pariwisata sebagai 
operator pariwisata.   

 

Koreografi Padat, Attractive, dan Berwawasan Lingkungan  
 Menempatkan seni tari dalam komoditas pariwisata merupakan 
satu pelebaran fungsi yang sementara ini diemban oleh seni tari. Tari 



 

 

bukanlah karya seni yang dengan mudah berubah bentuk ketika harus 
berhadapan dengan satu misi yang berbeda. Untuk mendukung program 
pariwisata, tari hanyalah sebagai objek yang perlu didandani sesuai 
dengan misi yang harus diembannya, bahkan tari terpaksa harus 
mengurangi dan bahkan merelakan kekuatan komunikasinya dan 
kekuatan informasinya akibat tuntutan teknis seperti durasi waktu dan 
pemindahan konteks lingkungan hidupnya. 
 Sebagai satu alternative yang sementara ini diperhadapkan dengan 
nilai jual adalah bagaimana menjadikan satu bentuk sajian koreografi 
padat. Pengertian padat diarahkan pada durasi sajian  yang tidak 
membutuhkan waktu yang panjang, yang oleh karenanya seringkali tidak 
mampu lagi menjaga keutuhan karya seni, tetapi lebih mengarah pada 
sekedar keindahan mengolah gerak dan kemolekan pelaku geraknya 
(Suprihono 1992: 72-73). 
 Koreografi kemasan wisata semestinya merupakan koreografi yang 
tidak terlalu membutuhkan waktu sajian panjang. Hal ini disebabkan oleh 
kepentingan wisatawan yang kegiatannya senantiasa dibatasi oleh waktu 
kunjungan, atau lebih tepat lagi barangkali karena jadwal kunjungan yang 
sudah diatur, diperketat guna kepentingan  perusahaan yang mengelola 
dengan pengaturan paket yang akan diikuti oleh para wisatawan.  Dalam 
kriteria pada waktu dan sajian ini, pelaku seni haruslah menyadari arti 
pentingnya waktu bagi dunia usaha. Untuk itu sangatlah penting bagi 
seniman tari menghitung kembali berbagai proses kreasinya yang harus 
disesuaikan dengan nilai-nilai ekonomis, yang disyaratkan oleh para 
pengusaha pariwisata (Suprihono 1992: 72-73). 
 Penciptaan koreografi padat tentu tidak semestinya untuk 
meninggalkan unsur-unsur estetik lainnya seperti kekuatan komunikasi 
antara penonton dan karya seni, disamping juga kualitas karya seni yang 
senantiasa harus dijunjung tinggi oleh para pelaku seni. Unsur-unsur 
estetik karya seni  kemasan haruslah tetap menjadi pertimbangan  penting 
bagi seorang atau sekelompok orang pelaku seni pertunjukan wisata. 
Karya seni wisata haruslah mencerminkan kondisi budaya dimana 
kesenian hidup. Selanjutnya, koreografi mampu membuat daya tarik 
tersendiri dengan menyajikan model-model akrobatik yang pantas untuk 
dilihat. Penonjolan akrobatik yang disajikan merupakan sentral interes 
yang menguntungkan bagi sajian pentas di lingkungan dimana tari hidup.  
 Berbagai uraian di atas diharapkan mampu memberi pemahaman 
akan pentingnya menyatukan koreografi dengan lingkungan 
pergelarannya. Setiap koreografi yang disajikan tetaplah memiliki daya 
pikat yang berada dalam penataan tari yang tepat baik penempatan misi 
dan pengolahan temanya. Idealisme seniman semestinya tampil 
menentukan arah bagi seni kemasan yang padat tetapi aktraktif dan tidak 
meninggalkan lingkungannya (Suprihono 1992: 72-73). 



 

 

 
 
METODE PENELITIAN 

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan 
etnografi, dengan lokasi penelitian di Kota Semarang. Teknik 
pengumpulan data menggunakan studi dokumen, wawancara mendalam, 
dan observasi. Teknik analisis data dilakukan dengan merujuk model 
analisis siklus interaktif sebagaimana disarankan oleh Miles dan 
Huberman (1992).  
 
HASIL DAN PEMBAHASAN 

Pelaksanaan pertunjukan Barongsai di Semarang pada masa lalu 
berbentuk arak-arakan dari kelenteng Gang Lombok menuju kelenteng 
Gedong Batu yang diakhiri dengan demonstrasi di depan kelenteng. Pada 
masa sekarang, upacara itu masih tetap dilaksanakan, bahkan penampilan 
Barongsai tidak hanya satu tetapi berbentuk parade Barongsai dari 
beberapa grup. Di Semarang terdapat beberapa grup Barongsai, di 
antaranya adalah: Naga Sakti, Hoo Hap, Satya Budi Dharma, Teratai 
Putih, Kaipang, Dinasti, Chilung Whan, Dharma Hangga Taruna, Taichi 
Master, Dragon Master dan lain-lain. Masing-masing grup memiliki 
anggota sekitar 15 sampai 20 orang yang terdiri dari anak-anak (usia 7-11 
tahun) dan remaja (usia 15-25 tahun). 

 
Aspek-aspek Koreografi Pertunjukan Barongsai 

Ada berbagai cara untuk memainkan barongsai, namun masing-
masing mengikuti pola dasar yang sama.  Delapan elemen dasar 
Barongsai adalah: Tidur, Membuka, Bermain, Mencari, Berkelahi, Makan, 
Penutup, dan Tidur.  

 Tidur 

Biasanya urutan tarian tidur dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: 
tidur, bangun, dan membersihkan/cuci. Tari yang diawali dengan bangun 
dari kesadaran/tidur merupakan kesadaran roh, memulai sesuatu dari 
yang baru. Pembersihan yang memberikan arti hal-hal yang kotor, sial 
atau yang lama, disegarkan kembali atau dibersihkan.  

 

Membuka 
Hal pertama yang singa lakukan adalah membungkuk tiga kali 

sebagai simbol pembawa berkat. Pada budaya lain, mengangguk 3 kali 
mempunyai arti hormat. Dalam budaya Cina, tiga kali 



 

 

membungkuk/mengangguk adalah tanda dari penghormatan yang dalam 
terhadap seseorang atau sesuatu. Angka tiga dapat ditemukan berulang  
pada seluruh rutininitas dan sering terlihat pada tradisional 
numerologists sebagai "nomor sempurna," atau jumlah kelengkapan. Tiga 
anggukan kepala barongsai setelah pembersihan juga dapat 
diinterpretasikan sebagai tanda yang sempurna atau telah selesai 
pembersihan - yang tidak hanya membersihkan tubuh, tapi roh  dan jiwa 
juga.  

Bermain 

Setelah menunjukan hormat terhadap sesuatu yang akan diberkati, 
singa mulai bermain. Singa dapat bermain dengan apa yang ada di 
sekitarnya, seperti melompat di atas sesuatu, atau melakukan tindakan 
penyeimbangan dalam menunjukkan kemampuan yang besar. Singa itu 
menunjukkan kemampuan dan kualitas sebagai pahlawan dengan 
melakukan pertunjukan yang luar biasa kepada penonton. Hal yang 
paling umum untuk singa bermain adalah menggunakan bola, atau 
mutiara. Menurut Dr Franz von ML, lingkaran dianggap sebagai simbol 
"totalitas dari jiwa dalam semua aspek, termasuk hubungan antara 
manusia dan seluruh alam" (Jung, 266). Lingkaran Jung menunjukkan, 
juga dapat foto penyembuhan, atau keutuhan (Jung, 285). Bola merupakan 
perwakilan dari tiga dimensi lingkaran. Sejak Barongsai dilakukan untuk 
mengembalikan sesuatu yang bersih, murni/suci, ini nampaknya foto 
yang sedang diproyeksikan - singa yang mengejar pembersihan dari roh 
jahat dan pemulihan hubungan antara manusia dan alam. Yang ideal, atau 
tujuan diproyeksikan sebagai mutiara yang besar, menunjukkan bahwa 
pembersihan yang baik dan berharga. 

Pencarian 

Setelah singa selesai bermain, ia mulai mencari makanan. singa 
terlibat dalam peperangan secara spiritual dan membutuhkan sesuatu 
untuk mempertahankan diri. Singa menjadi "pahlawan pada quest" (Jung, 
101). Ini merupakan ujian yang ia harus lulus - satu inisiasi ritual kesal. 
Dalam kompetisi dan penampilan tradisional, terdapat berbagai kendala 
yang harus diatasi singa untuk mendapatkan makanan. Singa harus 
sangat terampil dalam rangka mencapai tujuan untuk mendapatkan 
makanan.  Penampilan keterampilan ini juga berfungsi untuk 
memperkuat presepsi singa yang lebih besar-daripada-kehidupan tokoh 
pahlawan. 

 Berkelahi 



 

 

Perkelahian singa akan terlihat jika terdapat lebih dari satu singa 
dalam melakukan ritual. Setelah makanan ditemukan, yang berperang 
adalah dimulai dari seluruh singa yang menjadi hambatan di masa lalu. 
Meskipun singa berasal dari kelompok yang sama, mereka akan tetap 
berjuang untuk menentukan mana yang akan mendapatkan hadiah. Sekali 
lagi, ini adalah contoh dari singa menunjukkan kebolehan atau 
kualitasnya. Saat ini singa mengalahkan kompetitornya. Dalam hal ini  
sebagai bagian dari tari Barongsai, singa harus menunjukkan semangat 
dan kekuatan untuk mengatasi lawannya.  

 Makan 

Makanan singa biasanya ditemukan pada bagian akhir 
tali/ranting.  Dapat terdiri dari hampir semua makanan, tetapi paling 
umum adalah daun selada dan jeruk keprok. daun selada atau Chin 
adalah simbol dari kekayaan dan keberuntungan. Jeruk keprok/jeruk bali 
yang melambangkan umur panjang, dan ini dapat dijelaskan dalam 
bentuk yang bulat. Singa memakan semua itu ke dalam mulutnya dan 
setelah mengoyak selada dan menyebarkan kepada penonton. 
Menyebarkan ini melambangkan kekayaan dan berkat yang sebenarnya 
pada bagian tari Barongsai ini. Singa meludah yang secara tradisional 
dilakukan tiga kali. Setelah ke kiri, kemudian ke kanan, kemudian ke 
tengah. Ini adalah berkat,  berkat yang sempurna.  Empat jeruk yang 
dapat dilihat sebagai "mandalas," atau lingkaran, persegi, merupakan 
simbol lain keutuhan (Jung, 280). Pengantungan pada tali merah adalah 
amplop merah berisi uang sebagai korban ke singa. Seperti di banyak 
agama, yang berzakat atau menawarkan atau menumbang sangat 
diperlukan sebagai tanda terima kasih untuk berkat. 

Penutup 

Penampilan telah selesai dan berkat telah diberikan, sehingga singa 
datang ke akhir nya ceirta. Ia membersihkan diri dan janggut-Nya sekali 
lagi membuat tiga anggukan. Seperti sebelumnya setelah selesai 
membersihan diri dilakuakn3 kali anggukan lagi yang melambangkan 
akhir pada bagian akhir penampilan. Setelah menyelesaikan tugas-Nya, ia 
sendiri mencuci dan memberikan 3 anggukan hormat.  

Tidur 

Singa kembali dalam mimpi menutup cerita, dan kembali menjadi 
tenang. Setelah melakukan apa yang disebut diatas, singa kembali ke 
dalam dunia mitos. Semua telah kembali normal dengan pengecualian 



 

 

yang diberikan berkat, iblis takut dan pergi. Dengan berakhirnya upacara, 
maka pengamat kembali dari perjalanan suci dalam waktu dan dapat 
terus hidup, tetapi dengan kehidupan diperpanjang. 

 

Musik 

Musik dari Barongsai dipimpin oleh drum dan disertai dengan 
gong dan gembrengan. Barongsai menggabungkan  kedua insturmen 
menjadi alat ritual. Dalam Alkitab, gong dan gembrengan sering 
digunakan  dalam perayaan dan juga sebagai pujian kepada Tuhan (1 
Tawarikh 13:8, Mazmur 150:5, dll). Dalam Seni Tari Barongsai, musik 
yang membangunkan singa dan dia memberikan berkat. Masing-masing 
tiga (angka sempurna) instrumen mempunyai dasar yang sama bentuk - 
lingkaran (simbol selesai dan pemulihan). 

Petasan 

Kebisingan dari bunyi petasan, bersama dengan musik dan 
keganasan dari singa diduga untuk menakuti roh jahat. Pentingnya 
simbol api dapat dilihat tidak hanya pada petasan, tetapi juga dilukis 
pada kepala singa dan peralatan lainnya. Asap dari petasan berkaitan 
dengan asap dari dupa. Banyak agama menggunakan kemenyan, karena 
asap naik ke dalam surga bersama-sama dengan permohonan dari doa, 
harapan. 

Bentuk Pertunjukan Barongsai 
 

Pertunjukan Barongsai pada dasarnya merupakan seni pertunjukan 

arak-arakan. Namun, tidak menutup kemungkinan pertunjukan 

Barongsai berupa demonstrasi atraksi di suatu tempat. Pertunjukan 

Barongsai selalu diawali dengan penghormatan, dilanjutkan permainan 

bendera, permainan Barongsai, dan penutup. Masing-masing bagian 

merupakan bagian yang menyatu dan saling mendukung. 

 



 

 

 

Penghormatan 
 

Penghormatan merupakan bagian paling awal dalam setiap 
pertunjukan Barongsai. Penghormatan dilakukan oleh pemandu atau 
ketua tim kepada sesepuh Kelenteng (apabila permainan Barongsai 
dilakukan di Kelenteng) atau kepada pemilik rumah yang memberi derma 
berupa angpau serta kepada penonton di tengah arena. Sikap 
penghormatan pemandu atau ketua tim dilakukan dengan cara 
membungkukkan badan dan menelangkupkan kedua tangan di depan 
dada. Anggukan dengan membungkukkan badan itu dilakukan tiga kali 
berturut-turut, yang dilanjutkan oleh pemain bendera. Sikap 
penghormatan pemain bendera adalah dengan memegang bendera 
dengan kedua tangan kemudian berjongkok. Tangkai bendera 
disentuhkan pada tanah dan menundukkan kepala tiga kali. 
Penghormatan berikutnya dilakukan oleh Barongsai dengan cara berjalan 
ke tengah arena. Sesampai di tengah arena Barongsai menganggukkan 
kepala sambil menggerakkan kaki kanan depan tiga kali, kemudian 
mundur, dan meninggalkan arena. 

Penghormatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan 
rasa hormat kepada penonton, pimpinan kelenteng, atau pemberi derma. 
Selain itu penghormatan juga ditujukan kepada para leluhur dengan 
harapan agar permainan Barongsai dapat berjalan lancar tanpa gangguan. 

 
Permainan Bendera 
 

Permainan bendera dilakukan oleh satu atau dua orang pemain 
bendera. Bendera yang dibawa dan dikibarkan yang terikat pada tongkat 
adalah bendera perguruan atau bendera simbol masing-masing grup 
Barongsai yang kebanyakan berwarna dasar hitam dan berbentuk segitiga 
sama sisi dengan rumbai-rumbai yang berada di tepi alas segi tiga. Selain 
bendera perguruan, biasanya dimainkan pula bendera Persatuan Seni dan 
Olah Raga Barongsai Indonesia (PERSOBARIN). Bendera PERSOBARIN 
juga berbentuk segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah. 

Permainan bendera dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan 
cepat dan dinamis. Bendera diputar-putar dengan kedua tangan di depan 
dada, kemudian secara cepat dipegang tangan kanan melingkari 
punggung dan ditangkap oleh tangan kiri. Gerakan-gerakan cepat juga 
dilakukan dengan memutar bendera melingkari kaki, punggung, dan 
dada. 

 
 



 

 

 
Permainan Barongsai 
 

Bagian inti dalam pertunjukan Barongsai adalah permainan 
Barongsai. Pada bagian ini ditampilkan atraksi Barongsai baik di lantai 
maupun di atas tonggak. Permainan Barongsai di lantai adalah atraksi-
atraksi yang dimainkan oleh para pemain Barongsai tanpa menggunakan 
alat peraga bantu. Demonstrasi gerak di lantai biasanya dilakukan dengan 
gerak singa berdiri, yaitu sebuah atraksi yang dilakukan dengan 
mengangkat pemain bagian depan yang memegang kepala oleh pemain 
belakang yang menjadi badan dan ekor. Selain itu dilakukan pula gerakan 
berguling, yaitu pemain depan dan belakang berguling bersama-sama ke 
arah yang sama, sehingga terlihat seperti singa yang sedang berguling-
guling. Atraksi-atraksi di lantai divariasikan dengan pameran gerakan 
ekspresif, yang dilakukan dengan posisi diam, dan hanya kepala yang 
sedikit bergerak sambil kelopak matanya berkedip-kedip serta telinga 
yang digerak-gerakkan. Variasi ini  dapat menghidupkan suasana karena 
apabila pemain Barongsai itu trampil maka, penonton akan melihat 
seolah-olah benar-benar seperti seekor singa yang sedang duduk, atau 
jongkok bahkan, dapat berkesan seperti singa yang sedang merunduk 
akan menangkap mangsanya.    
 Permainan Barongsai di atas tonggak adalah permainan yang 
menggunakan alat peraga bantu berupa tonggak-tonggak besi yang 
dijajarkan. Kadang kala antara tonggak-tonggak itu diberi tali berukuran 
besar yang digunakan untuk meniti. Dalam permainan ini dituntut 
keterampilan pemain, kedisiplinan gerak, serta kekompakan kedua 
pemain depan dan belakang.  
 Permainan Barongsai di atas tonggak menunjukkan gerakan 
akrobatik dengan melompat di antara tonggak-tonggak yang 
berketinggian satu meter sampai tiga meter. Variasi yang sering dilakukan 
dalam permainan ini adalah meniti seutas tali. 
 
Penutup 

Sebagai penutup seluruh acara dalam pertunjukan Barongsai, 

biasanya ditampilkan gerakan singa berdiri dan berjalan berkeliling arena 

pentas. Bagian ini dimaksudkan sebagai tanda, bahwa grup Barongsai itu 

mohon diri, mohon pamit kepada penonton maupun para sesepuh 

kelenteng. 



 

 

 
 
 
 
 

SIMPULAN DAN SARAN 
Simpulan 
 

Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, 
bentuk pertunjukan Barongsai sebagai seni wisata adalah koreografi 
padat, artinya dikemas secara singkat dan padat tetapi tidak mengurangi 
alur koreografinya. Pertunjukan Barongsai selalu diawali dengan 
penghormatan, dilanjutkan permainan bendera, permainan Barongsai, 
dan penutup. Kedua, koreografi tari Barongsai mengandung unsur yang 
attractive, dan berwawasan lingkungan, yakni penuh kombinasi akrobatik 
yang menarik bagi penonton dan dapat dilakukan dengan baik oleh 
penarinya serta tetap menjaga dan memanfaatkan lingkungan sekitar 
sebagai setting pertunjukan yang terdiri dari tidur, membuka, bermain, 
mencari, berkelahi, makan, penutup, dan tidur.  

 
  

Saran 
Berdasarkan hasil penelitian saran penting yang dapat dikemukakan 

adalah perlu kerjasama yang baik dalam penggarapan koreografi yang 
berpijak pada komposisi tari modern dan tradisional dan keseriusan 
dalam berlatih baik penguasaan dasar-dasar tari maupun penggarapan 
koreografi. 
 
 
Daftar Pustaka 

 
Kusmayati, A.M. Hermin. 1999.  “ Seni Pertunjukan Upacara di Pulau 

Madura 1980-1998”. Disertasi untuk meraih gelar Doktor dalam 
Ilmu Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 

 
            ,. 2000. Arak-Arakan Seni Pertunjukan dalam Upacara Tradisional di 

Madura. Yogyakarta: Tarawang Press. 
 
Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terj. T.R. 

Rohidi. Jakarta: U.I Press. 
 
 



 

 

Suprihono, Arief E. 1992. “Tari untuk Pariwisata Format Baru Seni 
Pertunjukan Indonesia”. Dalam Seni Jurnal Pengetahuan  dan 
Penciptaan Seni.Vol.II/03-Juli 1992.BP ISI Yogyakarta 

 
_______, 1992. “ Tari untuk Pariwisata Koreografi Padat, Attractive, dan 

Berwawasan Lingkungan”. Dalam Seni Jurnal Pengetahuan  dan 
Penciptaan Seni.Vol.II/04-Oktober 1992.BP ISI Yogyakarta