Microsoft Word - Harmonia Vol X No 1 2010.docx PERTUNJUKAN TARI CAMPUR BAWUR DALAM TRADISI SYAWALAN DESA LENCOH SELA BOYOLALI Soemaryatmi E-mail : mamik-isi@yahoo.com Abstract Campur bawur dance is one of the folk art that has been born, alive and developing in the society of Cangkol Atas and has been acclaimed to be Lencoh’s. The performance of Campur Bawur dance is a media to express feeling and thoughts of the artist and involvement of the supportive society. The performance of Campur Bawur dance in Lencoh is one of the completion of the syawalan tradition dan village cleaning ceremony. The dance performance is the embodiment of validation or the belief of the Lencoh society in the existance of the power of the spirit of the dead. The spirits as the ancestor of the society, is considered to be able to protect and provide safety for the society. Syawalan tradition is a system of belief of the upcoming hapiness after one month fully fasting. Syawalan tradition is a media to strenghten the bond of friendship. Campur Bawur dance has simple motions and dinamic illustration. In every performance it is illustrated with the blend of Javanese gamelan in slendro harmony, added by other isntruments, suc as: drum, keyboard, adn cymbal. The research on campur Bawur is conducted with textual and contextual aproach. The textual research is to reveal Campur Bawur dance performance as a cultural product. The contextual research is conducted to reveal the background of why the Campur Bawur performance is held, the bevaviour pattern of the supportive society, and to analyze the cause of why the society hold such performance for the entertainment sake. The performance of Campur Bawur dance strengthen special characteristi of syawalan tradition. Kata kunci: campur bawur, tradisi, tari rakyat PENDAHULUAN Kesenian rakyat merupakan salah satu bentuk pertunjukan yang dipentaskan secara berkelompok, berpasangan, dengan tema bervariasi seperti misalnya keprajuritan, kepahlawanan dan Legenda. Seperti kesenian rakyat pada umumnya, kesenian Campur Bawur didukung oleh kelompok masyarakat yang homogen (selaras), pencerminan sifat- sifat solidaritas yang kuat di tengah masyarakat pedesaan. Bentuk garapannya kelompok, pola geraknya tidak beragam, tidak halus dan tidak rumit dalam arti tidak ada aturan- aturan atau pedoman pelaksanaan vokabuler secara ketat, seperti pelaksanaan sikap adeg atau tanjak, pacak gulu, ukel, penthangan asta, polatan mata dan junjungan kaki seperti dalam tari tradisi istana Surakarta dan Yogyakarta. Penguasaan terhadap bentuk tidak melalui latihan-latihan khusus. Peralatannya sederhana dan terbatas Apabila diamati secara seksama ragam gerak yang digunakan dalam Tari Campur Bawur, telah terpengaruh akulturasi sehingga menyerupai ragam gerak dalam tari gaya istana, misalnya pola kiprahan dengan ulap-ulap, pacak gulu, nyingsetke sabuk, nyirik, pincangan, tayungan, ombak banyu, sabetan dan sebagainya, namun demikian kualitas gerakanya tidak dituntut sepenuhnya dalam pelaksanaan penyajiannya. Tarian kelompok dengan kesan gerak tari prenes, alus, gagah, dan gecul. Kesenian rakyat dukuh Cangkol Atas yang berupa tari Campur Bawur telah menjadi milik Desa Lencoh, Kecamatan Sela, Kabupaten Boyolali. Dalam penyajiannya menggunakan beberapa instrumen gamelan Jawa jenis Bonangan yang terdiri dari kendang, bonang, demung, saron, kenong, kempul dan gong, ditambah beberapa instrumen musik, seperti: drum, keybot, tamburin, dan simbal, dengan lagu-lagu Sragenan, Banyumasan, Surakartan, dan Campursari. Keberadaan seni pertunjukan tari rakyat memiliki latar belakang dengan fenomena sosial budaya beragam. Seni pertunjukan tari dalam konteks sebagai kelengkapan tradisi dalam kaitannya dengan ritus kepercayaan seperti nadaran, upacara inisiasi, upacara tolak bala, diselenggarakan pada tempat dan waktu yang khusus, dan berbagai sarana atau peralatan yang khusus pula. Oleh karena itu setiap kali pementasan tari rakyat selalu dilengkapi dengan sesaji dengan berbagai tujuan, yang intinya adalah agar semua pelaku selamat dan orang yang mempunyai hajad dapat terkabulkan cita-citanya. Kesenian rakyat di Desa Lencoh ada lima macam, tari campur Bawur relatif paling sering digunakan untuk menyemarakkan suasana dalam upacara-upacara tertentu di masyarakat seperti bersih desa, nadaran dan Syawalan. Melalui kesenian rakyat, masyarakat Desa Lencoh dapat mengekspresikan dirinya sebagai bagian dari fungsinya dalam masyarakat. Tradisi Syawalan selalu diselenggarakan oleh karena mempunyai makna penting yaitu merupakan bentuk solidaritas warga untuk selalu hidup bergotong royong, saling menghormati dan menghargai, sehingga tidak ada penonjolan satu dengan yang lainnya, baik tokoh masyarakat, pegawai negeri, petani maupun buruh, semua terlibat dalam kegiatan desa. Hal itu tercermin dalam bentuk kesenian rakyat Tari Campur Bawur, meskipun terdapat tokoh-tokoh namun dalam pelaksanaan gerak tarinya sama tidak ada perbedaan ataupun penonjolan. Di sisi lain meskipun kesenian rakyat Campur Bawur tidak mempuyai aturan-aturan yang ketat, namun didalam pertunjukannya tersirat adanya penggarapan meskipun bukan tujuan utamanya. Sebelum dipentaskan para pendukung tari juga mengadakan latihan-latihan secara sederhana. Sadar atau tidak, ketika pertunjukan tari, sifatnya terancang seperti halnya pertunjukan-pertunjukan seni yang lainnya. Kesenian rakyat Campur Bawur selain sebagai wujud budaya aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan sosial, di dalamnya juga terkandung makna simbolis yang ingin dicapai oleh masyarakat setempat. Ekspresi Tari Campur Bawur dalam tradisi Syawalan yaitu upacara mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta para leluhurnya. Keberadaan tari rakyat Campur Bawur Desa Lencoh, Kecamatan Sela Kabupaten Boyolali, merupakan warisan budaya yang didalamnya banyak mengandung unsur-unsur kebudayaan yang merefleksikan kepribadian masyarakat pendukungnya. Dilihat dari bentuk pertunjukannya, cara pengungkapannya, pelaksanaannya dan unsur-unsur pendukung lainnya, menjadi ciri khas yang melekat dan merupakan cerminan alam pikiran maupun nilai yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan pengamatan, pertunjukan tari Bampur Bawur sebagai tari rakyat memiliki makna dalam kegiatan adat desa, sehingga terdapat alasan segera dilakukan penelitian. Pertama bentuk pertunjukan tari rakyat bagi masyarakat desa yang mayoritas sebagai petani, adalah bentuk pertunjukan yang kehadirannya sangat diharapkan. Oleh karena itu setiap pertunjukan selalu dihadiri oleh penonton baik dari desa setempat maupun dari berbagai desa tetangga. Mereka datang berkelompok dari desa-desa sekitarnya yang jaraknya relatif cukup jauh. Kedua, meskipun berada dalam wilayah yang sama yaitu Kecamatan Selo, namun masyarakat masing-masing desa berusaha untuk mewujudkan bentuk seni tari yang berbeda. Ketiga kesenian Campur Bawur dalam pertunjukannya dikaitkan dengan upacara adat desa yang bersangkutan. Permasalahannya adalah: Pertama bagaimana bentuk pertunjukan Tari Campur Bawur? Kedua mengapa masyarakat Desa Lencoh Kecamatan Sela, Kabupaten Boyolali menyelenggarakan tradisi Syawalan dengan pertunjukan Tari Campur Bawur? Penelitian perlu dilakukan agar dapat menjelaskan keberadaan Tari Campur Bawur sebagai ekspresi seni pertunjukan rakyat Desa Lencoh Kecamatan Sela, Kabupaten Boyolali.Adapun tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian antara lain; a). Mengungkap Tari Campur Bawur yang masih eksis dan digunakan sebagai pelengkap tradisi Syawalan masyarakat di Desa Lencoh, Kecamatan Sela, Kabupaten Boyolali. b). Untuk mengungkap faktor-faktor pendukung pertunjukan Tari Campur Bawur. METODE PENELITIAN. Penelitian pertunjukan Tari Campur Bawur sebagai sarana tradisi Syawalan di Desa Lencoh Kecamatan Selo, adalah penelitian diskriptif interpretatif. Pada tahap penelitian awal yang dilakukan adalah melakukan observasi dengan maksud untuk memilih dan menentukan lokasi sebagai obyek penelitian. Observasi juga untuk mengamati faktor- faktor pendukung masyarakat Desa Lencoh. Pada waktu observasi dilakukan dokumentasi dengan audio visual. Pengumpulan data tentang pertunjukan Tari Campur Bawur sebagai sarana tradisi Syawalan dilakukan melalui wawancara baik wawancara bebas maupun terprogram dengan tokoh kesenian, sesepuh dusun dan masyarakat setempat. Pada waktu wawacara dilakukan pencatatan tertulis, dan pendokumentasian. Dengan melalui catatan, gambar maupun audio visual agar memudahkan untuk melacak dan pendemonstrasian. Data yang sudah terkumpul ditulis secara sistematis dan kemudian diklasifikasikan untuk memudahkan dalam penafsiran. Tahap penelitian selanjutnya adalah mengolah data dengan analisis kualitatif. Dengan pendekaan tekstual diperoleh gambaran bentuk pertunjukan Campur Bawur, sedangkan pendekatan konstektual diperoleh data relasi antara tari dengan tradisi Syawalan, antara penari dengan masyarakat pendukung tari. ADAT ISTIADAT Sebagian besar masyarakat beragama Islam, bermata pencaharian sebagai petani, berpendidikan menengah kebawah, cara hidupnya masih dipengaruhi oleh budaya yang hidup dimasa lalu. Mereka pada umumnya masih mempertahankan adat istiadat warisan nenek moyang yang dilakukan secara turun temurun. Contohnya: Syawalan, Ruwahan, puputan, rejeban, ruwatan, tingkeban, sedekah bumi, dan selamatan orang yang meninggal. Masyarakat Desa Lencoh memandang alam sebagai suatu rahasia yang menyimpan misteri. Oleh karena itu masyarakat mengadakan berbagai upacara serta mengadakan berbagai bentuk penghormatan pada para roh agar memelihara keselamatan dan kesuburan alam lingkungannya. Untuk memperoleh sesuatu mereka berusaha memikat roh-roh dengan cara menghidangkan sesaji (Wartaya, wawancara, Cangkol atas, 17 Agustus 2007). Berbagai sesaji yang dipersembahkan kepada roh para leluhur setempat dengan maksud agar masyarakat terlindungi dari segala marabahaya. Selamatan atau slametan merupakan upacara yang terpenting. Pada acara upacara selalu diadakan makan bersama. Adapun sesaji yang dihidangkan umumnya berupa minuman, makanan, tembakau, rokok, bunga, kemenyan serta hasil bumi. Dalam tindakan-tindakan mereka selalu dibayangi rasa tergantung pada alam gaib. Pikiran masyarakat tertuju pada arwah yang mereka yakini. Konsep yang demikian menjadi suatu tradisi, jika tidak dilakukan maka warga masyarakat kurang tenang hatinya. Pesan-pesan nasehat orang tua yang telah meninggal sangat dipegang teguh masyarakat secara turun temurun. Upacara yang mendapat perhatian khusus misalnya bersih desa yang jatuh pada bulan Sapar pada penanggalan Jawa sehingga disebut dengan Saparan. Upacara bersih desa yang dilakukan penduduk Desa Lencoh memiliki maksud dan tujuan mendapatkan keselamatan. Seperti pendapat Clifford Geertz (1981) menjelaskan bahwa bersih desa/dusun merupakan upacara yang berhubungan dengan tujuan untuk keselamatan dusun. Oleh sebab itu upacara untuk pelaksanaannya terbatas pada suatu teritorial tertentu yaitu dusun/desa. Adapun upacara bersih dusun dilengkapi dengan cara menghaturkan makanan-makanan yang dibuat oleh penduduk kepada danyang desa atau dusun. Selain upacara selamatan, juga melakukan upacara berhubungan dengan hari-hari besar agama Islam dan rentetan kegiatan yang menyertai antara lain dengan pesta seni. Pelaksanaan yang berhubungan dengan agama Islam adalah tradisi Syawalan. Pelaksanaan tradisi Syawalan dilakukan oleh semua warga secara gotong-royong. Pada tradisi Syawalan selalu menampilkan tari-tarian yang mereka miliki, diantaranya adalah Tari Campur Bawur. Tari-tarian yang digarap rakyat, berkembang di pedesaan disusun untuk kepentingan rakyat setempat. Masyarakat Desa Lencoh mementaskan tari- tarian lebih didasari oleh dorongan kebutuhan naluri yang menyangkut kepercayaan dan perayaan-perayaan adat. Persiapan Upacara Pelaksanaan tradisi Syawalan disesuaikan dengan hasil kesepakatan dalam musyawarah yang dipimpin oleh ketua panitia dengan seluruh warga dan dukuh yang lainnya. Sebulan sebelum tradisi Syawalan perangkat desa mengumpulkan warga untuk membicarakan perencanaan upacara meliputi waktu, hari, tanggal, tempat, selamatan, dan membentuk panitia pelaksana. Pada tahun 2007 disepakati perayaan tradisi Syawalan untuk Dukuh Cangkol atas mendapat bagian hari ke delapan jatuh pada hari Senin Paing, tanggal 22 Oktober 2007. Bagi masyarakat Desa Lencoh perayaan tradisi Syawalan tidak mantap apabila tidak di ikuti dengan pementasan kesenian, oleh karena itu dalam musyawarah dengan warga juga dibicarakan tentang kesenian yang akan ditampilkan. Adapun pementasan kesenian biasanya lebih dari satu repertoar. Perlu diketahui bahwa setiap dukuh memiliki lebih dari satu repertoar, misalnya Dukuh Cangkol Atas mempunyai kesenian Bendrong, Tablo, Legong dan Campur Bawur. Untuk keperluan acara Syawalan pada tahun 2007 Dukuh Cangkol Atas mementaskan tari Campur Bawur. Tata Cara Tradisi Syawalan Pelaksanaan tradisi Syawalan yang dilakukan satu minggu setelah hari raya Idul Fitri, diikuti oleh seluruh warga. Perayaan diawali dengan selamatan yang dilakukan secara bersama-sama seluruh warga di rumah kepala RK Plalangan dan Cangkol Atas dan dari masing-masing rumah warga. Sesaji yang digunakan untuk selamatan selain yang dibuat oleh Kepala Rukun Kampung juga yang dibawa oleh masing-masing warga. Adapun sesaji yang digunakan terdiri dari kupat, kothok yang berisi tempe goreng dipotong kecil-kecil, tauge dan sambel kelapa. Selain sesaji yang dibawa ke tempat dimana warga berkumpul, setiap warga juga menyiapkan sesaji di rumah masing-masing. Acara selamatan dirumah Rukun Kampung dimulai pada pukul 10.00 WIB, dipimpin oleh rois, yaitu orang yang bertugas atau yang telah ditunjuk untuk memimpin acara selamatan sekaligus membacakan doa-doa. Setelah acara selamatan selesai, dilanjutkan pertunjukan kesenian. Menurut Wartoyo Kadus Cangkol Atas, kesenian ini adalah sebagai puncak perayaan tradisi Syawalan. Biasanya dilaksanakan dua kali yaitu pada siang hari kurang lebih pukul 14.00 sesudah luhur sampai dengan pukul 18.00 dan malam hari yaitu kurang lebih pukul 21.00 s/d 24.00 tengah malam. Semua pertunjukan untuk memberikan hiburan pada masyarakat agar para penduduk gembira setelah kerja membanting tulang di sawah. Tari Campur Bawur, adalah sebagai hiburan untuk masyarakat, disamping untuk sarana ritual tetap dengan ketat dilakukan. Hal ini terlihat sebelum pementasan kesenian, untuk pertunjukan Campur Bawur di Dukuh Cangkol Atas, di dahului dengan doa disamping sesaji yang memang khusus dipersiapkan untuk kepentingan upacara tradisional. Adapun doa-doanya adalah sebagai berikut: Bismillahir rahmaanir rahiim ........ menyan putih, opor menyan, sandhang jati opor menyan Susuhunan Hyang Maha Suci..... Asung bekti Anggenipun kula caos ngurmat kayu Ganda Arum dinten..... konjuk dumateng - Pepundhen Cikal bakal Cangkol: yaitu mbah buyut mBentrokan - Pasar Gedhe Jogja: Kanjeng Gusti Hamengku Buwana IX - Pasareyan Lencoh: Ki Iragati, Nyi Iragati - Pepundhen pasar Selo: Kyai Fajar Sidik, pojok Gusti Diponegoro, kyai Mintogati, nyai Mintogati.,Nyai Ajar Saloka, Kyai Darmawan - Pasareyan Mekorok: Kyai Brojolamatan, Nyai Brojolamatan, Nyai Gulugito - Kanjeng Nabi Sulaiman - Pasareyan Bayat: Ki Pandhan Arang, Nyi Sudomo, Ki Jingwilangan, Ki Dam aking - Pasareyan Tinom: Ki Sunan Kalijogo, Nyai Giribig, Ki Joko Dholog, dan Ki Goraswara - Gunung Tugel: Ki Singobarong dan Nyi Singobarong. - Sendhang Toya: Mbah Gabus - Tempuk pundhen Merapi: Mbah Nyai Ro Kidul, Mbah Wulanmadi, Mbah Ki Semar, Mbah Ki Gareng, Mbah Ki Petruk, Mbah Ki Bagong Mbah Ki Sapujagad, Mbah Nyi Sapujagad, Mbah Simbar Jiwo, Mbah Singo Amijoyo, - Sing ana Selo pangarep inggil; Mbah Gembong sa wadya balane - Mugi kersoa maringi berkah pangestu, Amin! (Wartoyo, wawancara 25 Septeber 2007, dilakukan sambil membakar kemenyan) Menyimak isi doa yang dipanjatkan, menunjukan bahwa masyarakat mempercayai dan menghormati para pepundhen dan leluhur yang dianggap sebagai cikal bakal oleh masyarakat setempat, termasuk tempat-tempat yang dianggap sakral yaitu kuburan dan mata air. Isi doa pada intinya mohon berkah dan keselamatan dari para leluhur. Untuk kelengkapan pertunjukan Tari Campur Bawur masyarakat menyediakan sesaji, dan sebelum pertunjukan dimulai dibacakan doa ataupun mantra yang bertujuan untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan leluhur yang diundang dan mohon keselamatan bagi seluruh pendukung pertunjukan Tari Campur Bawur. Doa atau mantra dibacakan oleh sesepuh yang biasanya adalah pemimpin atau ketua kelompok perkumpulan kesenian. Dalam pertunjukan Tari Campur Bawur hal yang menarik sebagai klimaknya yaitu pada adegan "ndadi" atau trance. Trance adalah adegan atraksi penuh dengan gerakan-gerakan akrobatik diluar logika manusia sehari-hari. Trance atau kesurupan adalah situasi dimana seseorang secara sederhana kehilangan kesadaran manusianya yang tetap ada hanyalah raganya, tubuhnya, sementara rohnya, diyakini telah dirasuki mahkluk-mahkluk halus. Dalam situasi kesurupan berbagai adegan yang mengerikan, menyeramkan, dan mencekam seperti menirukan gerak bintang buas, memakan sesaji yang telah di sediakan, minum air kembang setaman, makan rokok, bergulung-gulung di arena pentas serta adegan ajaib lainnya digelar dengan memukau sekaligus mencekam. Para penari juga menari-nari dengan gaya peperangan dan berputar-putar mengitari arena pertunjukan. Sementara pemain berhenti dan istirahat, akan tetapi ada pemain lain terus bergerak ditengah arena. Mata mulai tertutup dan kalau terbuka menyala bersinar. Dalam ketidak sadarannya penari meminta-minta sesuatu seperti ikan ayam utuh yang masih mentah, kaca untuk dimakan. Menurut pengamatan, iringan musik turut mendorong proses trance, tempo musik kian lama makin cepat dan keras akan mempercepat ke situasi ekstasi. Soedarsono (1977) menjelaskan bahwa penari yang menyajikan dalam keadaan tidak sadarkan diri pada umumnya berfungsi sebagai media untuk memanggil arwah nenek moyang yang diharapkan dapat menolong orang-orang yang masih hidup. Kepercayaan masyarakat Desa Lencoh orang mengalami trance atau kesurupan sampai bergerak menirukan binatang, karena orang tersebut dimasuki oleh arwah leluhur yang menunggu Gunung Merbabu atau Merapi. Selain penari yang mengalami trance juga kadangkala terjadi pada para penonton yang hadir dalam pertunjukan. Penari yang mengalami kesurupan biasanya mengambil salah satu makanan yang ada dalam sesaji, seperti telur mentah, pisang, ikan, minum kopi, teh, dawet dan sebagainya. Maksud mengambil makanan adalah untuk menghormati kedatangan arwah leluhur yang masuk ke dalam tubuh penari Tari Campur Bawur. Untuk menyembuhkan dari keadaan kesurupan, sesepuh atau dukun dengan caranya sendiri menggunakan alat/ media tertentu dan diyakininya menjalankan perannya, mengeluarkan roh halus yang memasuki tubuh penari. Unsur-unsur Pertunjukan tari campur Bawur Unsur-unsur sajian dalam pertunjukan Campur Bawur dengan lakon “Sayembara Dewi Sanggalangit” meliputi; gerak, musik tari, pola lantai, tata rias, tata busana dan property. Gerak Gerak yang disajikan dalam kesenian Campur Bawur menggunakan perbendaharaan gerak tari tradisi garapan rakyat yang dikembangkan, sesuai dengan ekspresi budaya lokal. 1).Lumaksono lembehan kanan, 2).Lumaksono lembehan kiri, 3).Singgetan, 4).Lumaksono junjungan kaki kanan, 5).Lumaksono junjungan kaki kiri, 6).Sabetan, 7).Jalan glebagan,8).Lumaksono lembehan tangan di depan dada kanan, 9).Lumaksono lembehan tangan di depan dada kiri, 10).Perangan tangan, 11).Perangan senjata Musik tari Instrumen musik tari yang digunakan untuk pertunjukan Tari Campur Bawur adalah seperangkat gamelan Jawa yang berlaras Slendro. Musik tari dalam pertunjukan Campur Bawur sangat penting keberadaannya yaitu untuk memperkuat karakter tokoh dan mendukung suasana yang ditampilkan. Menurut Sukarto, seorang sesepuh kesenian Campur Bawur, sebelum pertunjukan dimulai, seluruh pemainnya tampil dan duduk berjajar diatas pentas. Kemudian salah satu pemain melantunkan tembang pembuka sebagai ucapan selamat datang yang ditujukan kepada para penonton, selanjutnya seluruh pendukung melantunkan tembang bersama. Adapun bentuk tembang yang dilantunkan berupa Bowo Sekar Tepi Kawuri dhawah sekar Macapat Kinanthi. Contoh Bowo sebagai pembuka dan Sekar Kinanthi yang dilantunkan oleh para pemain Kesenian Campur Bawur sebagai berikut : Bowo Ulun Caos Atur, Yen pinuju karso, Mugi keparenga, Kalinana nyekar, Ananging tepi kawuri, Tibeng montro slendro, Wimbo sukeng driyo, Kang supaya bisoa golong sadaya. Rujakan Kembang mlati rinonce kinarya adi, Yen pinuji kang putra ja nguciwani. Kembang nangka wijang wujuting prasaja, Aja nguja keng putra mundhak daluya Kinanthi Kanti hascaryaning atur, Ngaturken puji basuki, Dumateng pra rawuh sami, Nyuwun gunging pangaksama, Sadaya lepat wak mami, Mugi-mugi keparenga, Sadaya den estreni. Rujakan Kembang puthat sedhompol megar mung papat, Lamun limpat kudu ngerti ing pangembat. Kembang waru sedhompol megar mung telu, Yen diliri mrana mrene meh rahayu. Kinanthi Nadyan asor wijilipun, Yen kelakuane becik, Utawa sugih carita, Carita kang dadi misil, Iku becik raketana, Daropono ndhak ing budi. Setelah tembang dilantunkan, pertunjukan tari Campur Bawur segera dimulai. Instrumen musik yang digunakan dalam pertunjukan Campur Bawur terdiri dari beberapa jenis ricikan gamelan Jawa, yaitu: 3 buah bendhe, bernada 6, 1 dan 5, 1 buah Bedhug, 1 buah Dhodog, 1 buah Kendang , 1 buah Demung dan 1 buah Gong, ditambah beberapa instrumen musik, seperti: drum, keybot, tamburin, dan simbal, dengan lagu-lagu Sragenan, Banyumasan, Surakartan, dan Campursari. Tata Rias dan Tata Busana Pada pertunjukan tari Campur Bawur, semua penari tidak menggunakan rias wajah, namun ada beberapa penari yang menggunakan topeng. Busana yang dikenakan sesuai dengan peran atau karakter tokoh masing-masing, adapun busana yang dikenakan terdiri dari : (1) Tokoh Bugis busana yang dikenakan meliputi celana hitam, baju hitam, kain polos, kalung kace berbentuk segi tiga panjang, sampur, iket, sabuk, epek timang, kaca mata dan sepatu olah raga. (2) Tokoh Anoman menggunakan celana panjang ketat putih, kaos ketat panjang putih, kain poleng hitam putih, irah-irahan gelung putih, sabuk, epek timang, kalung kace, kacamata, sampur dan sepatu olah raga. (3) Tokoh Buto Ambal menggunakan celana merah, baju merah, topeng merah, rambut gimbalan, kain atau jarik, sabuk, epek timang, kalung kace panjang dan sepatu. (4) Tokoh Jetayu atau Garuda menggunakan baju kembangan hitam putih, celana panjang kembangan hitam putih, irah-irahan burung, sabuk, kain, kalung kace, sampur, kaca mata dan sepatu. (5) Tokoh Bugis Pesisir menggunakan celana hitam, baju hitam, kain polos, kalung kace bentuk segi tiga panjang , iket yang dibentuk tegak , sabuk, epek timang, sampur, kaca mata dan sepatu. (6) Tokoh Anggodo menggunakan celana merah panjang, kaos merah panjang, sabuk, sampur, epek timang kain poleng merah putih, kalung kace, kaca mata dan sepatu. (7) Tokoh Klana menggunakan kaos putih lengan pendek, celana pendek sebatas lutut, kain batik, sabuk, sampur, epek timang, probo, irah-irahan tropongan, kaca mata dan sepatu (8) Tokoh Rahwana menggunakan baju panjang warna merah, celana panjang merah, sabuk, sampur, epek timang, kalung kace, irah-irahan tropongan, probo atau badhong, cangkeman buto kain batik, kaca mata dan sepatu. (9) Tokoh Baladewa menggunakan kaos putih lengan panjang, celana pendek sebatas lutut, sabuk, sampur, epek timang, kalung kace, kain batik, irah-irahan tropongan, probo, kaca mata, dan sepatu. (10) Tokoh Panji menggunakan celana pendek sebatas lutut, baju panjang polos, kain batik, sabuk, sampur, epek timang, kalung kace , irah-irahan panjen, topeng panji, kaca mata dan sepatu. (11) Tokoh Pengapit jaran kepang menggunakan celana pendek sebatas lutut, baju polos panjang, kain batik, jamang, sumping, kalung kace, sabuk, sampur, kaca mata dan sepatu. (12) Tokoh Penthul dan Tembem menggunakan celana pendek sebatas lutut, baju panjang motif kembangan, topeng, kain , sabuk, sampur, epek timang , kaca mata dan sepatu. (13) Tokoh Barongan menggunakan topeng kepala berujud barong, dan seluruh badan ditutupi kain hitam yang dibentuk hewan. Property Property yang digunakan dalam kesenian Campur Bawur adalah jaran kepang, tongkat kayu pendek berukuran 75 cm dan pedang. Jumlah property jaran kepang tergantung dari jumlah penari pengapit jaran, bisa berjumlah 6 atau 8 buah. Property jaran kepang terbuat dari kulit bambu. Sedangkan jumlah properti pedang juga tergantung tokoh yang menggunakan yaitu tokoh Baladewa, Rahwana dan pengapit jaran itu sendiri. URUTAN SAJIAN TARI CAMPUR BAWUR Tari Campur Bawur adalah bentuk tari kelompok dengan lakon “Sayembara Dewi Sanggalangit”. Dalam pertunjukannya dibagi menjadi empat bagian atau adegan. Bagian pertama, para kesatria yang ingin melamar Dewi Sanggalangit. Diawali dengan keluarnya penari dengan membentuk 2 baris ke belakang berjalan ke depan dengan menggunakan gerak lembehan kanan dan kiri bergantian dengan membentuk pola lantai lingkaran. Urutan penari yang keluar dimulai dari tokoh Bugis kemudian Anoman, Buto. Jetayu atau Garuda, Anggodo, Bugis Pesisir, Klana, Rahwana Raja, Baladewa, Buto Gimbal, Tokoh Panji, Pengapit jaran Kepang, Penthul Tembem dan Barongan. Bagian kedua, perang tanding antara para satria. Para penari membuat pola lantai lingkaran dengan menggunakan gerak lumaksono lembehan kanan singgetan kemudian lumaksono lembehan kiri di tempat. Gerakan selanjutnya lumaksono junjungan kaki kanan dan kiri bergantian maju kearah depan membentuk pola lantai dengan bentuk huruf “S”, gerak yang dilakukan lembehan tangan di tempat dan sabetan. Bagian ketiga, perang tanding antara Singo Barong dan Kelana Sewandana. Penari melakukan jalan glebagan dengan menggunakan gerak lumaksono lembehan tangan di depan dada, urutan gerak selanjutnya berjalan biasa membuat pola lantai lingkaran. Gerak yang ditampilkan meliputi gerak lumaksono angkat kaki kanan dan kiri bergantian. Kemudian para penari melakukan gerak gladen perang yang dilakukan oleh tokoh Baladewa dan Bugis. Bagian keempat, Singa Barong disabda menjadi Jathil berubah nama Singolodra. Para penari membentuk pola lantai lingkaran yang besar, adegan gladen perang dimulai diawali dengan tampilnya 2 tokoh Baladewa perang dengan menggunakan pedang diapit oleh 2 penari jaran. Adegan terakhir perang antara 2 tokoh Bugis dengan menggunakan stik atau kayu panjang berukuran kurang lebih 75 cm juga diapit oleh 2 penari jaran. Dalam adegan ini kelompok penari yang lain berada di pinggir membuat lingkaran. Gerak yang digunakan bebas sedangkan tokoh yang sedang gladen perang berada di tengah lingkaran. Pertunjukan diakhiri dengan penari membuat 2 baris berjalan melingkar satu lingkaran kemudian keluar dari arena pentas dengan melakukan gerak lembehan tangan kanan dan kiri secara bergantian. Pada bagian klimak biasanya ada beberapa penari yang mengalami trance atau kesurupan FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TARI CAMPUR BAWUR DIGUNAKAN UNTUK TRADISI SYAWALAN Faktor internal. Tari Campur Bawur melibatkan banyak penari untuk memerankan tokoh- tokohnya, anggauta masyarakat merasa puas jika dapat berperan aktif menjadi paraganya. Para penari merasa terhibur sehingga lebih menambah semangat untuk selalu berusaha mempertahankan tari ini oleh karena memuaskan banyak anggauta masyarakat. Tari Campur Bawur selalu berubah pemeranya sehingga dapat menampung perkembangan selera anggauta masyarakatnya, dalam menari yang penting penarinya senang dan juga penontonnya puas sehingga tarian tetap menarik. Penari dan pendukung tari banyak melibatkan tokoh masyarakat dan orang penting bagi masyarakat sehingga merupakan alat pergaulan yang baik. Penari dilakukan tidak terbatas pada warga Cangkol Atas akan tetapi juga warga dukuh lain diwilayah Desa Lencoh , sehingga menambah semaraknya tarian. Anggauta tari telah menganggap bahwa tari Campur Bawur sebagai identitas desa sehingga setiap Syawalan selalu digunakan untuk memeriahkan sebagai hiburan dan sarana silaturahmi. Faktor eksternal. Masyarakat desa Lencoh merasa lebih mantap jika setiap tradisi Syawalan selalu dimeriahkan dengan kesenian rakyat yang diperagakan oleh masyarakat sendiri. Warga masyarakat relatif puas jika dapat menyokong dana untuk beaya kesenian yang dilakukan anggautanya sendiri. Pemerintah desa Lencoh memberikan bantuan dan pengarahan kepada warga untuk nguri-uri kesenian rakyat dan setiap tahun selalu mengirimkan delegasi kesenian ke tingkat kecamatan untuk pentas di kecamatan Selo. Dinas Pariwisata kecamatan Selo pada bulan Mei hingga Nopember setiap minggu kedua dan keempat selalu mengundang berbagai kesenian rakyat untuk pentas di Pendapa Dinas Pariwisata kecamatan Selo, Dinas memberikan bantuan sebagai transport dan fasilityas yang jumlahnya terbatas namun telah merangsang setiap desa untuk ambil bagian dalam menyumbang kepariwisataan daerah. Banyaknya penonton dari luar daerah selalu menambah gairah bagi anggauta tari Campur Bawur untuk selalu berusaha memperbaikai pertunjukanya. Upacara tradisi Syawalan di Desa Lencoh telah dilaksanakan sejak dahulu hingga sekarang, dalam tradisi selalu disertai dengan pesta seni untuk menghibur dan merapatkan jalinan silaturahmi antar warga masyarakat. Sukarto sebagai sesepuh kesenian Desa Lencoh mengatakan bahwa pelaksanaan tradisi Syawalan seperti sekarang ini merupakan warisan leluhur, dan telah dilakukan oleh orang-orang tua terdahulu. Hal serupa juga dinyatakan oleh Hadi Sutarjo sesepuh warga Desa Lencoh, bahwa mereka hanya sebagai penerus tradisi dari leluhurnya. Penyelenggaraan upacara memiliki maksud sebagai ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta atas berkah yang diberikan dengan melimpahnya hasil bumi. Tradisi Syawalan dengan pentas tari Campur Bawur juga merupakan ungkapan terima kasih dan mohon kepada dhanyang untuk menjaga keselamatan warga maupun membersihkan lingkungan Desa Lencoh secara lahir dan batin dari ganguan roh jahat. Upacara tradisi Syawalan merupakan suatu tingkah laku yang ditujukan untuk menghadapi kekuatan di luar kekuatan manusia. Kekuatan yang dimaksud adalah tumbuh dari alam bawah sadar sebagai perwujudan dan keterbatasan manusia untuk menghadapi tantangan hidup baik yang berasal dari diri sendiri maupun alam sekitar. Upacara selamatan merupakan unsur terpenting dalam sistem religi orang Jawa. Upacara selamatan yang terkait dengan tradisi Syawalan bagi masyarakat Desa Lencoh merupakan salah satu tindakan manusia untuk berkomunikasi dengan sang pencipta. Melalui tradisi Syawalan masyarakat merasa yakin bahwa tujuan yang dicita-citakan akan terlaksana dan mereka merasa puas telah memenuhi kewajibannya. SIMPULAN Pertunjukan Tari Campur Bawur yang digunakan sebagai pelengkap tradisi Syawalan dilakukan siang dan malam hari. Pada waktu siang dimulai setelah jam 14.00 siang hingga sore hari, kurang lebih sampai jam 18.00 WIB. Pertunjukan pada malam hari dilaksanakan mulai sekitar jam 21.00 hingga jam 24.00 WIB. Pertunjukan tari juga bertujuan untuk melestarikan kesenian yang ada di daerah sebagai bentuk tari tradisional rakyat. Tari sejak awal pertunjukan diciptakan terutama Tari Campur Bawur untuk menghibur dan mempererat tali silaturahmi kususnya warga masyarakat yang telah selesai melaksanakan puasa sebulan lamanya. Sebagai puncak peringatan Idul Fitri dilaksanakan pentas seni yang telah turun menurun sehingga dikenal dengan tradisi Syawalan. Dipercaya masyarakat dengan tari Campur Bawur akan mendatangkan keselamatan dan keberuntungan. Di sisi lain tari Campur Bawur merupakan hiburan untuk melepas lelah setelah masyarakat bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya di ladang. Penonton yang hadir dalam acara hiburan berdatangan sejak siang, sore dan semakin malam semakin penuh sesak, mereka kebanyakan berasal dari luar daerah. Bagian akhir dari keseluruhan kegiatan tradisi Syawalan dengan selesainya semua rangkaian pertunjukan. Semua pendukung akan merasakan kepuasan tersendiri karena mereka baik sebagai panitia, penari, pengrawit maupun dari semua anggauta masyarkat yang merasa telah terlibat dalam menyemarakan tradisi Syawalan yang selalu dilaksanakan setiap tahun sekali. Pelaksanaan upacara tradisi Syawalan di Desa Lencoh adalah salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang menciptakan bumi beserta isinya juga sebagai penguat jalinan sosial. Hal ini dapat dilihat sebagai tindakan simbolis, seperti adanya doa maupun sesaji yang selalu dipersiapkan oleh segenap warga masyarakat. Sesaji yang meliputi sesaji Selamatan dirumah Rukun Kampung, sesaji dirumah masing- masing warga dan sesaji untuk pesta seni. Pertunjukan tari Campur Bawur memiliki berbagai aspek diantaranya aspek ritual, aspek hiburan, aspek sosial- ekonomi dan juga aspek religius dengan adanya saling kegiatan bersilaturohmi. Pada saat terjadi komunikasi antar warga masyarakat selalu dipanjatkan doa yang merupakan ungkapan batin melalui kata-kata yang berisikan tentang permohonan dan ucapan syukur pada Tuhan. Sesaji berupa makanan maupun bahan mentah diperuntukkan para dhanyang, leluhur agar membantu menyampaikan keinginan masyarakat kepada Pencipta alam. Antara kepercayaan terhadap sang pencipta, dhanyang, leluhur menjadi sistem kepercayaan yang membaur menjadi satu, dipercaya dan dijadikan tuntunan hidup masyarakat. Hal ini dilakukan masyarakat Desa Lencoh sebagai langkah untuk mencapai suatu kesejahteraan hidup serta keselamatan jiwa. DAFTAR PUSTAKA Anton M. Moeliono, dkk, (ed.) 1989 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan- Balai Pustaka. Ben Suharto, 1999 Pertunjukan dan Ritus Kesuburan. Bandung: MSPI – Ari Line. Bintarto. 1984. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indionesia. Budiono Herusatoto, 1987Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Brown. AR. Radcliffe, 1980. Struktur dan fungsi dalam masyarakat Primitif. Terj. Ab Rajak. Kualalumpur: Dewan Bahasa dan Kementrian Pelajaran Malaysia Djelantik, A. A.M., Dr., 1992. Pengantar Dasar Ilmu Estetika: Falsafah Keindahan Dan Kesenian" Jilid II. Denpasar (Bali): STSI. Greetz, Clifford, 1981. Abangan Santri Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Terj. Mahasin wahab. Jakarta : Pustaka Jaya _________. 1993 Kebudayaan dan Agama. Terj. Budi Susanto. Yogyakarta: Kanisius. Hari Murtopo. 2006. “Paradigma Baru Penelitian Seni” artikel dalam Harmonia. Jurnal penegetahuan dan Pemikiran Seni FBS UNNES Semarang Vol VII. No. 3 Heddy Shri Ahimsa-Putra, 2000. “Wacana Seni dalam Antropologi Budaya: Tekstual, Kontekstual dan Post modernistis”, dalam Heddy Shri Ahimsa Putra (ed); Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press. Hermawan J. Waluyo. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta. PT Hanindita Graha Widya. 2002. p. 134. Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Terjemahan Soedarsono. Bandung: Masyarakat Seni pertunjukan Indonesia. Ihromi TO. 1986. Pokok-pokok Antropologi. Jakarta: PT Gramedia. Kodiran, 1993. Teori Strukturalisme Kebudayaan. Makalah Penataran Tenaga Peneliti Madya. STSI Surakarta, Tanggal 17 Nopember 1993. Koentjaraningrat, 1977. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PN. Balai Pustaka. _________1984 Seri Etnografi Indonesia - Kebudayaan Jawa. Jilid-II. Jakarta: Balai Pustaka. _________. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN. Balai Pustaka. Kuntowijoyo, 1978. Tema Islam Dalam Pertunjukan Rakyat Jawa ”kajian Aspek Sosial Keagamaan dan Kesenian” Jakarta: Pendidikan dan Kebudayaan Molinowski, 1936. Antropologi Vol I. London: Encyclopedia. Britancia Sapp Nugroho. 1991. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Cipta Adi Pustaka Pratikno, B.A., dkk., 1984. Upacara Daur Hidup Daerah Jawa Tengah. Semarang: Depdikbud, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Rahmat Subagya,1976. Kepercayaan, Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan, dan Agama. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Sagimun M.D. dan Rivai Abu (Ed.), 1982. Sistim Gotong Royong dalam Masyarakat Desa Daerah Jawa Tengah. Semarang: Depdikbud. Sal Murgiyanto. 1981. Koreografi. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta. Sartono Kartodirdjo, 1982 Pemikiran dan perkembangan Historiografi Indonesia: Suatu Alternatif. Jakarta: Gramedia. Seyyed Hossein Nasr. 1993. Spiritualitas dan Seni Islam. Bandung: Mizan. Soedarsono, R.M. 1985. “Peranan Seni Tradisi Dalam Sejarah Kehidupan Manusia Kontinuitas dan Perubahannya”. Yogyakarta: Universitas Gajahmada, dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Pada Fakultas sastra UGM. __________. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Sumandya Hadi. 2005. Sosiologi Tari: Sebuah Pengenalan Awal. Yogyakarta: Pustaka Turner, Victor. 1967. The Forst Of Simbols Of Ndebu Ritual. Itaca: Cornell University Press. Umar Kayam. 1981 Seni, Tradisi dan Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.