IMPLEMENTASI METODE NATURAL APPROACH DALAM PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR Oleh: Achmat Ali Abstract: There are still many critics criticizing output of English teaching and learning process in the classroom in all level of education. These critical opinions bring the teachers about trying a new approach of teaching to find an appropriate way to help the students mastering English. This study aims to present the implementation of Natural Approach in the process of teaching and learning in the classroom, especially in the third class of Samawi Islamic Elementary School. Multiple intelligence theory, as a new unique way to analyze the students’ intelligent and help them to maximize their ability, is also adopted in this study. This adoption result from a variety of ability that the students in the classroom have. Key words: Natural Approach, Elementary School, Multiple Intelligence I. Pendahuluan Dulu pengajaran bahasa Inggris dimulai dari tingkat SMP. Bentuk pengajarannya lebih menekankan pada pola – pola grammar dengan rutinitas drill yang sangat membosankan. Pengajaran bergaya paltonis ini kemudian sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan. Namun, meninggalkan teori pengajaran lama tidak lantas menyelesaikan masalah yang ada dalam pengajran bahasa Inggris di sekolah lanjutan secara menyeluruh. Kritik yang akhir – akhir ini sering dilontarkan adalah bahwa lulusan sekolah lanjutan baik SMP ataupun SMA masih belum dapat menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dengan baik. Situasi semacam itu, menurut Dr. Ngadirin yang merupakan perwakilan Dikdas pusat pada acara Bimtek program rintisan bahasa Inggris di Dikpora DIY, menuntut pertemuan negara ASEAN yang di motori oleh British Council pada tahun 2007 yang merekomendasikan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar Setelah itu, di beberapa kota di Indonesia gencar digulirkan program pengajaran bahasa Inggris di Sekolah dasar. Bahkan akhir – akhir ini dikenal lebel “International” untuk sebuah institusi pendidikan yang melakukan pengajaran dengan sistem bilingual (Indonesia – Inggris). Pro dan kontra dengan hadirnya perubahan senantiasa tidak pernah hilang, begitu juga dengan bentuk dan model pengajaran yang dirasa baru di bangku sekolah dasar ini. Tetapi, jika dipertimbangkan lebih mendalam perubahan ini mungkin merupakan sebuah kenyataan yang menggembirakan. Alasannya, Pertama, perkembangan bahasa Inggris yang terjadi secara global dan telah masuk ke segala aspek dan lini kehidupan tidak mungkin dibendung lagi, sehingga mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa Inggris merupakan keharusan . Kedua, banyaknya kritikan atas ketidak mampuan siswa pada di tingkat SMP dan SMA, bahkan ditingkat perguruan tinggi. Kenyataan ini sangat memprihatinkan. Lebih jauh, dalam persaingan memperebutkan peluang kerja, bahasa Inggris sering dijadikan syarat yang harus dipenuhi oleh calon pelamar. Karena itu, mempersiapkan generasi untuk menghadapi keadaan yang akan terjadi dikemudian hari adalah sebuah solusi yang bijaksana. Mempertahankan keadaan lama yang kemudian akan menyingkirkan generasi kita dari percaturan, baik dalam keilmuan atau pekerjaan, dirumah sendiri merupakan tindakan naif yang harus dihindari. Maka dari itu pengajaran bahasa Inggris sejak dini (di sekolah dasar) dan disesuaikan dengan kondisi anak adalah sebuah tindakan yang tepat. Pengajaran di Bahas Inggris di Sekolah dasar (SD) jika dilakukan dengan benar akan menghasilkan out put yang sangat luar biasa. Telah banyak penelitian yang berhasil menemukan bahwa belajar bahasa pada masa kritis (critical period) akan memiliki pengaruh yang sangat luar biasa pada masa beberapa tahun setelahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Johnson and Newport (1989, 1991), misalnya, menunjukkan bahwa imigran Korea yang pindah ke Amerika dan mendapatkan exposure bahasa Inggris dari sekitarnya pada usia kritis ini, menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam pemakaian tata bahasa Inggris beberapa tahun kemudian. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Inggris sejak dini dengan exposure yang sangat tinggi akan membentuk kemampuan bahasa Inggris anak berkembang dengan baik di masa yang akan datang. Penfield and Roberts (1959), peneliti dalam bidang neuroscince, menyatakan bahwa pada kondisi Critical period, anak memiliki kapasias khusus untuk mempelajari bahasa, baik bahasa pertama (L1) maupun bahasa kedua (L2) (Sanz, 2005: 107). Critical period berlangsung antara usia 6 tahun (Johnson and Newport, 1989, 1991; Newport, 1990) hingga 9 tahun (Penfield and Roberts, 1959). Pada masa ini anak akan lebih cepat menyerap exposure yang diterimanya. Exposure yang baik mutlak diperlukan untuk mencetak kompetensi berbahasa Inggris yang memadai. Guru sebagai fasilitator atau katalisator harus memiliki kemampuan yang memadai, baik dalam pemilihan kata dan pemakaiannya, intonasinya, serta ekspresi tubuhnya. Kemampuan yang minim dan kesalahan pengungkapan akan menimbulkan kegagalan berbahasa yang dikuasai oleh anak. Krashen (2002: 102) menyatakan bahwa kata dan kalimat guru dalam proses belajar mengajar di dalam kelas sama dengan “caretaker speech”. Mereka memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap proses akuisisi bahasa yang terjadi pada anak. Anak akan mengkopi dan mengulang apa yang dilakukan oleh guru atau caretaker speech. Ujaran yang keluar dari mulut dan ekspresi tubuh seorang guru yang ditujukan kepada anak didik disebut dengan “cartaker” speech. “cartaker” speech merupakan intake (sumber akuisisi bahasa) yang sangat bagus karena prosesnya yang lebih menekankan bentuk komunikasi yang bersifat natural. Karena itu, Kemampuan dan komunikasi bahasa yang dikuasai caretaker harus memadai. Metode pengajaran yang tepat juga merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi agar materi ajar yang disampaikan oleh guru mudah diterima oleh siswa. Natural Approach yang di perkenalkan oleh Tarrel ( 1977 ) merupakan metode yang sangat menarik untuk dipakai dalam pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Sifat pengajajarannya yang lebih menekankan bentuk komunikasi dari pada tata bahasa (grammar) memiliki kesesuaian dengan karakteristik “cartaker” speech Krashen. Sementara itu, compleksnya karakter siswa sekolah dasar yang sedang dalam proses berkembang dan mencari bentuknya, sering membuat guru menjadi pusing untuk menanganinya. Teori Multiple Intelligence sebagai sebuah teori baru, akan sangat membantu guru untuk mengenali anak didik secara lebih mendalam. Disamping itu, teori ini juga, mengajak semua fihak, terutama elemen yang mendukung proses pendidikan, untuk berfikir kritis mensikapi keadaan siswa dan kreatif dalam menciptakan suasana yang dapat mengakomodir berbagai bentuk kecerdasan yang ada pada siswa dan mencoba untuk mengembangkannya secara maksimal. Pemikiran yang mengatakan bahwa anak cerdas hanyalah mereka yang memiliki kemampuan matematika bagus merupakan pemikiran usang yang harus ditinggalkan. Siswa yang memiliki kemampuan luar biasa dibidang matematika belum tentu memilki kemampuan yang memadai dalam bidang bahasa ataupun artistik yang lebih banyak dipengaruhi oleh kemampuan imajinasi yang berpangkal pada cara kerja otak sebelah kanan. Begitu juga siswa yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam bidang bahasa belum tentu memiliki kemampuan musikal yang bagus. Karena itu, mencermati dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa haruslah dilakukan dan dipupuk sejak dini untuk menciptakan rasa percaya diri yang tinggi pada masing – masing individu dengan kemampuan dan spesifikasi yang berbeda – beda ini agar tumbuh generasi tangguh dengan kemempuan yang sesuai dengan karakteristik masing – masing siswa. II. Natural Approach Natural Approach pertama kali diperkenalkan oleh Terrel pada tahun 1977 yang dilatarbelakangi oleh pengalaman pribadi Terrel ketika mengajar kelas bahasa Sepanyol di California dan prinsip pengajaran bahasa “natural” – pengajaran yang menekankan penguaan bahasa target selama pengajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan pengajaran yang dimiliki oleh Terrel ini dielaborasi dengan teori pemerolehan bahasa kedua (Second Language Acquisition Theory) Krashen. Sehingga pada tahun 1983 Terrel bersama – sama dengan Krashen memodifikasi teori pengajarnnya, yaitu natural method yang asalnya hanya menggunakan prinsip pengajaran bahasa “natural” ini menjadi Natural Approach, yaitu natural method dengan pendekatan Second Language Acquisition Stephen Krashen. Modifikasi ini menjadikan Natural Approach sebuah pendekatan pengajaran bahasa kedua berdasarkan pandangan Terrel dan Krashen yang menyatakan bahwa bahwa penggunaan bahasa adalah sebagai media untuk mengkomunikasikan makna dan pesan (Richard; 1999: 130). Krashen (2002) menyatakan bahwa pengajaran bahasa harus melalui 2 tahap, yaitu Acqisition dan Learning. Krashen menggambarkan teori pembelajarannya seperti pada gambar di bawah ini; Acquisition adalah proses perkembangan kecakapan berbahasa yang terjadi secara alami tidak sadar melalui pemahaman dan penggunaan bahasa dalam komunikasi yang bermakna. Proses ini terjadi sebagaimana bayi yang mulai mempelajari bahasa ibu mereka. Artinya mereka belajar dan mendapatkan bahasa tanpa mereka sadari. Sementara itu, Learning dimaknai sebagai berkembangnya kesadaran akan aturan bahasa (Richard, 1999: 131). Dalam proses akuisisi, intake adalah merupakan faktor terpenting dalam sebuah pengajaran bahasa. Intake didapat siswa dari input melalui proses, yang salah satunya adalah dengan, penggunaan bahasa dalam komunikasi secara langsung dengan bahasa target. Natural method yang lebih menekankan pada proses pengajaran bahasa monolog guru ini kemudian berubah menjadi sebuah bentuk pengajaran yang lebih komunikatif dan juga menekankan pada proses produksi kalimat setelah melakukan perkawinan dengan proposisi pengajaran bahasa kedua Krashen. Namun begitu, produksi kalimat harus dilakukan setelah diyakini bahwa siswa siap untuk memproduksi bahasa ( Steinberg, 2001: 210). Kesiapan siswa untuk berkomunikasi ini dimulai dengan adanya input yang siswa dapatkan dari dunia disekitarnya, dalam proses belajar mengajar di kelas adalah dari guru. Maka dari itu, peran guru sebagai “caretaker” speech sangat dibutuhkan untuk menciptakan intake yang baik. Pada saat melakukan monolog untuk menciptakan intake, guru harus mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan materi, tujuan, dan capaian hasil yang diinginkan dalam pembelajaran. Pergerakan peningkatan materi harus dianalisa secara seksama dan disesuaikan dengan kondisi siswa. Krashen (2002) memberikan rambu – rambu yang cukup jelas dalam proses akuisisi bahasa kedua dengan metode ini, yaitu i + 1. Artinya untuk melanjutkan step pembelajaran selanjutnya siswa harus memahami input yang telah diberikan sebelumnya. Sementara itu, pengajaran grammar disampaikan secara implisit dalam bentuk materi yang sifatnya komunikatif dan natural. Misalnya, dalam pembelajaran yang berhubungan dengan tema binatang, maka di ajak berkomunikasi tentang binatang yang mereka sukai dan binatang yang tidak mereka sukai dengan beberapa bentuk pola kalimat terbuka (slot pettern) yang memungkinkan untuk diganti dengan nama binatang yang mereka suka. Contohnya: Do you like .........? yes/no Do you have ........? yes/no What your favorite .......? my favorite ....... is ...............dst. III. Multiple Intelligent Teori Multiple Intelligent pertama kali diperkenalkan oleh Howard Gardner pada tahun 1983. Taylor & MacKenny (2008) dan Amstrong (2009) menyatakan bahwa dasar teori multiple intelligence ini adalah: 1. Potensial isolation by brain damage 2. Adanya savant (anak yang dianggap kurang begitu cerdas di satu sisi namun memiliki kelebihan luar biasa yang tidak dimiliki orang lain disis yang lain) prodigies (anak yang memiliki kecerdasan diatas rata – rata) 3. Perbedaan sejarah perkembangan dan penentuan keahlian yang berbeda pada akhirnya 4. Adanya sejarah evolusi yang menyatakan bahwa kedelapan intelligence ini mengakar pada evolusi sejarah hidup manusia yang merupakan innate 5. Adanya penelitian psikometri yang menyatakan bahwa intelligen manusia bervariasi 6. Adanya dukungan penelitian psikologi yang menyatakan bahwa pengukuran kemampuan manusia dengan menitik beratkan hanya pada aspk tertentu dianggap gagal. 7. Identikasi adanya core operation yang menuntut adanya variasi aktivitas yang sesuai 8. Kemampuan untuk menggunakan simbol secara tepat Dari temuan ini, Gardner kemudian mengembangkannya dan menemukan paling tidak ada 8 bentuk intelligent yang berbeda pada diri setiap manusia (Amstrong, 2009: 6). Bentuk intelligence tersebut adalah: 1. Linguistics Kemampuan bahasa ini adalah sebuah kecerdasan untuk menggunakan kata secara efektif, baik secara ucapan (oral) atau tulisan (written), termasuk kemampuan untuk memanipulasi sintax atau struktur bahasa, suara bahasa, makna bahasa, maupun penggunaan bahasa dalam dunia praktis atau dalam bahasa Larson & Freeman mengartikan sebagai kreatif (Larson & Freeman, 2003: 170). 2. Logical – mathematical Kemampuan untuk meggunakan angka secara efektif serta mengemukakan alasan secara tepat. Seserorang dengan kecerdasan ini sangat sensitif terhadap pola – pola dan hubungan – hubungan, misalnya hubunagn sebab akibat atau hubungan abstraksi lainnya. Dalam aplikasinya seseorang dengan kecerasan matematika ini memiliki kecerdasan untuk mengkategorisasikan, menyimpulkan, mengeneralisasikan, menghitung dan melakukan tes terhadap sebuah hipotesa. 3. Spatial Dengan kecerdasan ini seseorang mampu mengenali dunia visual secara akurat dan dan melakukan transformasi berdasarkan persepsi yang mereka miliki, misalnya sebagai seorang dekorator atau yang lainnya. Anak dengan kecerdasan ini sangat sensitif terhadap bentuk, warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan yang ada pada elemen – elemen tersebut. Sehingga dengan sensitifitas yang dimilikinya seseorang dengan kemampuan ini memiliki kapasitas untuk membuat pemetaan ide atau tata letak suatu benda atau membuat matrix. 4. Bodily – kinesthetic Bodily – kinesthetic adalah sebuah kecerdasan untuk menggunakan gerakan tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaanya serta menggunakan tangan untuk memciptakan atau mentransformasikan sesuatu, misalnya pemahat. Bentuk kecerdasan ini mencakup kemampuan fisik khusus seperti keseimbangan, kekuatan, kelenturan, kecepatan, koordinasi dan lain sebagainya. 5. Musical Kecerdasan musical merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mengenal, mengkritisi, mentransformasi, sert mengekspresikan bentuk musik. Orang yang memiliki kecerdasan ini memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap ritme (Rhythm) musik, tinggi rendahnya suara (pitch) atau susunan notasi lagu (melody), dan kualitas atau warna suara dari sebuah musik. 6. Interpersonal Interpersonal adalah sebuah kemampuan untuk membedakan keinginan, motivasi, dan perasaan orang lain. Orang dengan kemampuan seperti ini memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap perubahan pada ekspresi wajah, suara, dan gerakan tubuh orang lain. Artinya, kecerdasan ini akan menjdikan seseorang memiliki kemampuan untukk membedakan berbagai macam bentuk tingkah laku orang lain serta meresponnya secara tepat. 7. Intrapersonal Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan untuk mengetahui diri sendiri dan beradaptasi terhadap lingkungannya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk kelemahan dan kekurangan diri sendiri; kesadaran terhadap mood dari dalam diri sendiri, motivasi, temperament, keinginan, dan kapistas untuk disiplin diri sendiri, pemahaman dan penghargaan terhadap diri sendiri. 8. Naturalist Naturalis memiliki keahlian untuk mengenali dan mengklasifikasikan berbagai spesies yang ada di sekitarnya. Seseorang dengan kecerdasan ini juga memiliki sensitifitas terhadap fenomena alam, misalnya mengenali gunung berapi ata yang lainnya. Dari kedua gambaran teori di atas penulis ingin mencoba memodifikasi bentuk aplikasi pengajaran yang ada pada buku Thomas Amstrong (2009). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa bentuk pengajaran yang ingin penulis tawarkan adalah pengajaran bahasa kedua pada sekolah dasar, sementara konsep yang ada pada buku tersebut sifatnya masih umum, anak – anak atau dewasa. IV. Aplikasi Natural Approach pada Kelas Multiple Intelligent Aplikasi kali ini akan coba penulis paparkan dalam bentuk pengajaran di kelas III dengan materi pelajaran tentang binatang (animals). Pertama yang harus dilakukan seorang guru, seperti biasanya, adalah mempersiapkan materi pengajaran dalam bentuk miniatur atau gambar berwarna. Dalam aplikasi ini, materi materi yang disiapkan adalah gambar hewan berwarna berukuran sedang (bisa dilihat dengan jelas oleh siswa bagian belakang), ukuran folio (dibuat seperti wayang untuk media bercerita), gambar kecil (ukuran seperempat folio berisi delapan gambar hewan yang akan diajarkan) Pada saat masuk kelas guru membawa semua peralatan yang telah disiapkan. Pertama guru mengucapkan salam disambung dengan mengajak siswa berdoa. Setelah itu, guru mengatakan “How are you students?”. Setelah siswa menjawab petanyaan, guru mengatakan “Ok students, now I want to tell you a story about “A Wonderful Snail”” dengan mengangkat tokoh sentral dalam cerita itu – snail. Cerita dimulai dengan “today” – guru berhenti sejenak dan kemudian meneruskan lagi dengan nada suara sedang jelas agak lambat – “two birs fly” – dengan menggerakkan tangan atau sayap gambar burung yang dipegang guru jika mungkin, “the birds look for their friends”. Pada saat mengucapkan kalimat yang terakhir ini guru berlagak dengan matanya seakan – akan burung yang sedang mencari – cari temannya. Kemudian guru menyanyikan lagu di bawah ini dengan meminjam nada lagu “are you sleeping” Rabbit and deer 2x Frog and snail 2x Monkey bird and lion 2x Where are you? 2x Selanjutnya, guru menjawab dengan mulut setengah ditutup tangan, “Here we are”. Penutupan mulut ini diharapkan menimbulkan efek jauh. “The birds flew to find his/her friends”. Guru kemudian menyanyikan lagi lagu yang telah dinyanyikan sebelumnya, setelah itu mengatakan “They sing again and again to find his/her friends” guru berhenti sebentar dengan tangan kanan masih memegang burung yang terbang dengan jarak agak jauh dari tangan kiri sedangkan tangan kiri mempersiapkan beberapa teman yang sedang dicari oleh burung. “finally the birds found his/her friends”. Guru menata gambar burung dan teman-teman yang dipanggilnya secara berhadapan. Guru mengatakan “Hallo, how are you?”, sambil menggerak – gerakkan gambar burung.“fine, thanks, and you?”, tangan kiri guru menggerak – gerakkan gambar teman – teman sang burung. “fine, today is a nice day, let’s have a race”, kembali guru menggerak – gerakkan gambar burung yang ada di tangan kanan. “good idea” snail say. Pada saat mengucapkan kalimat ini guru menggunakan suaranya yang kecil. Then, they went to a field. “Are you ready?” said the butterfly. “Ok” all his friends said. “I will win the game” the lion say. “I will win the game, I can run fast” said the deer. “I will win the game, I can fly” say the bird. Frog and monkey say almost together “I will win the game”. Snail remain silent. He only say in the hearth that he will try hard to win the game. “Are you ready?” Butterfly asked. “ three .... two ....one, go!” Said the butterfly. Guru menggerakkan seperti gaya seorang dalang meneggerak – gerakkan wayang dari kiri ke kanan kemudian hilang dan dimulai lagi dari kiri ke kanan lagi begitu hingga 3 kali. Suddenly guru berhenti sejenak a win blow hard mulut guru membuat efek suara angin. The win swept the all animals and made them difficult to reach the finish line, but the snail slowly run and run and finally he could reach the finish. Guru menggerak – gerakkan gambar snail pelan – pelan sampai garis finish. Then the lion, deer, frog, bird and rabbit. And the snail say “yes, I win the game” diikuti ekspresi guru mengepalkan tangan kanan dengan wayang snail ditangan kiri. Harus benar – benar ditampilkan ekspresi kegembiraan atas kemenagannya tetapi juga ditekankan pada ekspresi tidak sombongnya. “”congratulation” all his friends shake the snails hand. The butterfly give the thropy to the snail and They all look happy.” Setelah bercerita guru memberikan seperempat folio kepada masing – masing siswa. kemudian guru meminta siswa untuk memotong gambar binatang tersebut dengan mengatakan “cut the picture!” sambil jari guru mempraktekkan proses menggungting benda. Pada saat siswa memotong gambar guru menulis beberapa nomor di papan tulis. Setelah siswa selesai memotong gambar benda “ Ok, now listen! When I say number one, lion. Stick the picture of lion in number one. When I say number one, deer. Stick the picture of the deer in number one. Ok, understand? Are you ready?”. Ketika mengatakan perintah di atas guru harus mengucapkan secara jelas dengan diiringi pause yang sesuai setelah mengucapkan satu kalimat perintah untuk member kesempatan kepada siswa memproses informasi dan memahami perintah yang diberikan oleh guru. Setelah itu, guru membacakan soal dan siswa menempel gambar sesuai dengan apa yang diucapkan oleh guru. Setelah selesai guru memanggil 2 orang siswa maju ke depan kelas untuk menjadi model dalam proses tanya jawab (pair work) yang harus dilakukan siswa. Guru memberi contoh kepada model. Guru memegang gambar yang dimiliki dan menghadapkan gambar itu kepada salah satu siswa yang menjadi model dengan mengatakan “What is this” sambil menunjuk pada salah satu gambar yang ada pada kertas seperempat folio tersebut. Kemudian guru meminta kepada salah satu model untuk mempraktekkan apa yang guru lakukan. Ketika model yang satunya belum bisa menjawab pertanyaan, maka guru mempraktekkanya dengan model yang kedua. Setelah model yang ditanya oleh guru dapat menjawab nama binatang yang ditanyakan, guru meneruskan pertanyaan yang berhubungan dengan yes/no question yang berhubungan dengan apa yang mereka sukai dan tidak sukai. Misalnya, ketika siswa menjawab pertanyaan yang pertama dengan “Rabbit”, guru melanjutkan dengan pertanyaan “Do you like rabbit?” . Setelah dirasa siswa mengerti apa yang dimasudkan oleh guru, maka dua orang siswa yang maju ke depan kelas mempraktekkan dialog dengan seperti yang dilakuakan oleh guru kepada salah satu model yang sebelumnya. Setelah semua anak di kelas memahami apa yang harus mereka lakuakan guru mengatakan “Ok, get your partner and practice.” Jika ada yang masih belum mengerti guru mendekati siswa yang belum mengerti dan memberi model seperti sebelumnya. Setelah selesai bertanya jawab guru meminta perkerjaan anak dikumpulkan untuk dilihat apakah hasil tempelan mereka telah sesuai dengan urutan yang mereka dengar dari guru. Setelah selasai kegiatan ditutup dengan menyanyikan lagu di atas. Proses belajar diatas akan membuat setiap anak tertarik dan merasa dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan cerita guru paling tidak akan dapat memenuhi dan mengembankan anak dengan kemapuan (1) spatial/visual melalui media gambar – gambar wayang yang ada; (2) Logical – mathematical melalui hubungan sebab akibat dari kekalahan serta mungkin mengambil kesimpulan atas kekalahan itu serta jumlah wayang binatang yang di mainkan guru; (3) Musical dengan syair lagu nama – nama binatang, dan tinggi rendahnya suara dalam cerita. Sementara itu, proses menggunting dan menempel adalah kegiatan untuk mengembangkan kemampuan Bodily – kinesthetic dan dialog akan dapat mengembangkan (1) Linguistics (2) Interpersonal dan (3) Intrapersonal serta yang terakhir, Naturalist, dikembangkan dengan bebrapa bentuk binatang yang dipakai. Beberapa kali penulis melakukan praktik pengajaran ini, walaupun pembahasannya masih sangat simple dan sekitar tema binatang baik binatang ternak maupun liar. Dari beberapa kali melakukan praktik, penulis melihat ketertarikan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan pendekatan ini. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme yang perlihatkan oleh siswa ketika mengikuti proses pembelajaran dari step pembelajaran yang satu dan pembelajaran yang selanjutnya. Tetapi memang terkadang ada kendala bahasa operasional yang sulit diterjemahkan dengan bahasa tubuh atau asosiasi yang lain – biasanya penulis terjemahkan dalam bahasa Indonesia – merupakan PR yang sampai saat ini masih belum penulis temukan solusinya. Sehingga percobaan lanjutkan perlu dilakukan berulang – ulang untuk menarik mempertajam penggunaan metode pengajaran ini dan melengkapi celah – celah kekurangan yang ada pada percobaan sebelumnya. V. Kesimpulan Walaupun percobaan pengajaran Bahasa Inggris dengan Natural Approach baru beberapa kali dicobakan, dan hanya pada kelas kecil, namun penulis menyimpulkan metode ini dapat menjadi pertimbangan untuk pengajaran bahasa Inggris pada siswa sekolah dasar. Proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses akuisisi bahasa yang bersifat komunikatif adalah merupakan tujuan akhir dari pembelajaran bahasa Inggris yang saat ini di inginkan oleh semua fihak, termasuk pemerintah, seperti yang tercantum dalam pedoman pembelajaran Bahasa Inggris Di Sekolah Dasar tahun 2007. Kreatifitas guru dan dukungan semua fihak sangat penting untuk mengembangkan kecerdasan anak yang sangat beragam dan dalam masa proses perkembangannya yang sangat pesat sehingga tidak mematikan sumbardaya anak yang akhirnya akan memiliki pengaruh yang tidak baik pada perkembangan usia anak selanjutnya. Referensi: Armstrong, Thomas. 2009. Multiple Intelligence in The Classroom. 3rd Edition. USA. Alexandria Krashen, Stephen. 2002. Second Language Acquisition and Second Language Learning. 1st internet Edition Newport et al. ______ Language Brain and Cognitive development accessed from http://gen.lib.rus.ec/search at monday, January 3rd 2010 Richards, Jack C. 1999. Approaches and methods in language teaching. 15 th Ed. Australia. Cambridge Univers ity Press Sanz,Cristina Ed. 2005. Mind and context in adult second language acquisition : methods, theory, and practice. USA. Georgetown University Press Steinberg, DD. et al. 2001. Psycholinguistic: Language, Mind and World. 2 nd Ed. Harlow, England. Longman. http://gen.lib.rus.ec/search