UPAYA MEMAHAMI RETORIKA POLITIK PRESIDEN OBAMA (SUATU TINJAUAN PRAGMATIK) Fikri Universitas Negeri Yoyakarta Abstrak This study is to discuss briefly political rhetoric of President Obama as expressed in “The Jakarta Post”daily newspaper. It attempts to explore the statements of his political rhetoric in the perspective of pragmatics study, particularly in the theory of implicature. The findings indicated that (1) Obama often used a metaphor when he delivered his speech; He also presented statements in group of three in his speech to strengthen his political message; He liked to use pronomina “I” and “we” for saving his political deeds. (2) to understand his political rhetoric of Obama, the audience (receptor) should be able to figure out the text, context, and pre-assumption between speaker and listener. Kata Kunci: Retorika dan Politik, Pragmatik. A. Pendahuluan Presiden Barack Obama dan rombongan telah melakukan kunjungan ke Indonesia pada Selasa, tanggal 9 November 2010. Serangkaian kegiatan politik diantaranya, Presiden Obama mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden SBY, Presiden SBY menjamu Presiden Obama dan ibu negara Michelle Obama dalam acara jamuan resmi kenegaraan. Selanjutnya, pada tanggal 10 November 2010, bertepatan dengan hari Pahlawan bagi Indonesia, agenda Presiden Obama mengunjungi ke Taman Makam Pahlawan Kalibata di Jakarta. Kemudian, Presiden Obama telah mengunjungi Masjid Istiqlal yang dilanjutkan dengan pidato di hadapan para tokoh dan warga muslim. Presiden Obama juga memberikan pidato di depan para mahasiswa Universitas Indonesia di kampus UI, Depok. Indonesia adalah negara yang pernah menjadi rumah Obama selama empat tahun di masa kanak- kanaknya. Tak pelak lagi, kunjungan ini membawa makna politik di mata masyarakat. Sebagai seorang politisi, tentunya Obama juga tak bisa lepas dari bahasa- bahasa yang digunakan dalam aktivitas politiknya. Esensi politik dapat diukur dari substansi bahasa terutama retorika yang digunakan para politisi dalam menyampaikan pesan-pesan mereka selaku pejabat publik. Dengan kata lain, retorika yang dipoduksi para politisi tentunya memiliki makna yang berbeda dari kebanyakan yang digunakan orang-orang. Penggunaan retorika politik berimplikasi terhadap realitas politik di masyarakat. Ketika melihat kedatangan serta kunjungan Obama ke Indonesia, memiliki respon kuat di masyarakat. Hal ini bisa terlihat bagaimana sekelompok mahasiswa berdemonstrasi menentang rencana kedatangan Obama di Gedung Sate, Bandung. Mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan Obama sama dengan apa yang dilakukan G. Bush yaitu mengamini invasi Amerika terhadap Irak. Mereka berpendapat bahwa Indonesia seharusnya menentang kolonialisme sebagaimana yang dilakukan Amerika di Irak (The Jakarta Post, 5 November 2010). Sementara itu, di Jayapura, juga terjadi demontrasi menentang Obama. Tiga aktifis telah ditangkap aparat. Mereka menuntut tanggung jawab Obama atas kekerasan HAM yang terjadi di Freeport (The Jakarta Post, 9 November 2010). Retorika merupakan bagian dari bahasa politik. Hal ini memiliki pengaruh di masyarakat karena penggunaan bahasa politik mencerminkan suatu realitas 1 kepentingan politik. Bahasa politik merupakan upaya merumuskan makna-makna baru dan pada saat yang sama relevan dengan realitas politik dewasa ini (Samsurizal Panggabean, 1994:3). “Bahasa politik” lebih mengarah ke hal dimana makna suatu kata amat tergantung pada konteks penggunaan kata tersebut serta siapa yang menyampaikan dan yang menerimanya. Bahasa dengan mudah dapat digunakan atau disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Di Negara Iran, bahasa politik para mullah sudah barang tentu menjadi penentu kemajuan dan kemunduran demokrasi. Bahasa yang dikatakan para mullah memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat. Bila bahasa mullah mengandung makna sangsi hukum maka orang atau kelompok yang terkena sangsi tersebut harus mentaatinya. Jika mullah memakai bahasa lain yang terkadang bisa melakukan kekerasan, maka besar kemungkinan nyawa melayang (Bambang Cipto, 2004: 1). Tulisan ini akan membahas keberadaan retorika politik Presiden Obama yang akan disoroti menggunakan pendekatan pragmatik khususnya yang menyangkut teori implikatur dan konsep atau teori-teori retorika bahasa. Data-data di tulisan ini adalah pernyataan retorika Presiden Obama yang disarikan dari Harian Surat Kabar “The Jakarta Post”, Indonesia. B. Retorika Politik Presiden Obama: Sebuah Pendekatan Teori Implikatur Pada hakikatnya, implikatur adalah apa yang diciptakan oleh penutur untuk menyampaikan sebuah maksud kepada pendengar, agar kiranya makna atau pesan yang disampaikan itu jelas (Justin, 2010: 43). Artinya, tuturan seseorang memiliki makna terselubung atau makna yang tidak merepresentasikan analisis makna kata dari hubungan antar kata dalam suatu pernyataan. Implikatur yaitu konsep yang mengacu pada sesuatu yang diimplikasikan (implicated) oleh sebuah tuturan yang tidak dinyatakan secara eksplisit dalam tuturan. Dengan kata lain, menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau mungkin dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur (Rahardi, 2008:43). Dalam konteks politik, implikatur merupakan upaya pendengar memahami asumsi-asumsi dibalik informasi yang disampaikan politisi tanpa harus mengungkapkan asumsi-asumsi tersebut secara eksplisit atau terang-terangan (Linda Thomas dan Shan Wareing, 2007: 55). Untuk memahami retorika politik Presiden Obama, berikut ini beberapa pernyataan Presiden Obama ketika berbicara dalam konferensi pers bersama Presiden Yudhoyono (The Jakarta Post, 25 November 2010).  “Not enough Americans know about this great country,”  “Hopefully my visit here will help to promote additional interest and understanding.” Dalam kalimat diatas, si penutur menciptakan implikatur bahwa si penutur dengan sengaja mengungkapkan pesan menyampaikan sebuah maksud kepada pendengar. Makna atau pesan terselubung yang disampaikan dalam pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa hingga saat ini, ternyata banyak masyarakat Amerika yang kurang tahu mengenai Indonesia atau banyak dari mereka yang memiliki pandangan yang salah tentang Indonesia. Oleh karena itu, kedatangan 2 Obama hendak meyakinkan masyarakat Indonesia untuk meluruskan persepsi yang salah mengenai Amerika. Untuk memahami retorika politik Presiden Obama, berikut ini beberapa contoh pernyataan Presiden Obama memberikan ceramah dihadapan mahasiswa dan civitas akademika Universitas Indonesia. Berikut beberapa pernyataan Obama yang disampaikan Obama (The Jakarta Post, 11 November 2010):  Thank you for your warm welcome. Pulang kampung nih… [I’m coming home],”  Obama, who claimed “Indonesia is a part of me”, recalled his memories as a boy who moved to a small house in 1967 in Menteng Dalam, Central Jakarta, after his mother married an Indonesian named Lolo Soetoro  “I learned to love Indonesia while flying kites, running along paddy fields, catching dragonflies, and buying satay and bakso from the street vendors,” he said, adding that he used to call a satay vendor: “sate ...’  “Most of all, I remember the people — the old men and women who welcomed us with smiles, the children who made a foreigner feel like a neighbor, and the teachers who helped me learn about the wider world,” Dalam pernyataan diatas, implikatur yang dipahami si pendengar adalah bahwa Indonesia merupakan bagian yang tak terlupakan dalam hidup Obama. Dahulu Obama pernah tinggal dan belajar di Indonesia. Jadi, Obama banyak tahu tentang Indonesia. Walaupun mungkin ada hal-hal yang belum diketahui mengenai Indonesia oleh Obama. Untuk memahami retorika politik Presiden Obama tentang pluralitas dan demokrasi, berikut pernyataan-pernyataan Presiden Obama:  “Indonesia has charted its own course through an extraordinary democratic transformation — from the rule of an iron fist to the rule of the people. In recent years, the world has watched with hope and admiration, as Indonesians embraced the peaceful transfer of power and the direct election of leaders,”  Your achievements demonstrate that democracy and development reinforce one another,” he said, citing Bhineka Tunggal Ika (unity in diversity) as the foundation of Indonesia’s democracy  This was the third major speech in a Muslim country after Egypt and Turkey over a year as part of his efforts to bridge the gap between the Western and Muslim worlds.  Obama emphasized the importance of building bridge as the two countries committed to double the number of American and Indonesian students studying in each others’ countries. Pernyataan bahwa “Indonesians embraced the peaceful transfer of power and the direct election of leaders” memiliki implikatur bahwa Indonesia saat ini benar- benar telah menerapkan sistem demokrasi yaitu salah satunya dengan pemilihan presiden secara langsung. “Bhineka Tunggal Ika (unity in diversity) as the foundation of Indonesia’s democracy, berarti bahwa pada dasarnya pancasila merupakan bagian dari system 3 demokrasi. Sementara, pernyataan “This was the third major speech in a Muslim country after Egypt and Turkey over a year as part of his efforts to bridge the gap between the Western and Muslim worlds”, memiliki implikatur bahwa kedatangan Obama ke Indonesia adalah salah satunya untuk memperbaiki hubungan antara Barat dan Islam. Kemudian, pernyataan” Obama emphasized the importance of building bridge as the two countries committed to double the number of American and Indonesian students studying in each others’ countries” menciptakan implikasi bahwa selama ini kerjasama antar negara di bidang pendidikan belum berjalan baik”. Dapat disimpulkan bahwa retorika politik Presiden Obama menyatakan bahwa Obama sering memuji Indonesia sebagai negara yang berhasil menerapkan sistem demokrasi. Retorika tersebut memiliki implikasi bahwa Presiden mengkampanyekan demokrasi sebagai ideologi yang terbaik di dunia, dan Indonesia harus menjadi bagian dari demokrasi. C. Retorika Politik Obama Retorika merupakan media yang tepat oleh politisi untuk menyebarkan pesan politik. Menurut KBBI, retorika diartikan sebagai seni berpidato yang muluk-muluk (2008: 1171). Retorika merupakan teknik persuasi untuk menghasilkan bujuk rayu melalui karakter pembicara, emosi atau argumen (www.wikipedia.com). dalam konteks politik, retorika dipahami bahwa para pendengar hendaknya mampu menangkap asumsi-asumsi maksud informasi yang diberikan politisi. Retorika dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, retorika deliberatif yaitu retorika yang memfokuskan pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang. Kedua, retorika forensik yaitu retorika yang memfokuskan pada sifat yuridis dan memfokuskan masa lalu untuk menunjuk bersalah atau tidak. Ketiga, retorika demonstratif yaitu retorika dengan menggunakan wacana pujian untuk memperkuat sifat baik atau buruk seseorang atau lembaga. Menurut Jason Jones dan Shan Weiring (2007: 68-76), retorika merupakan kemahiran berbicara secara elegan dan persuasif. Di dalam konteks politik, retorika di bagi menjadi tiga jenis, yaitu gaya bahasa, pertanyaan dalam tiga bagian, dan penggunaan pronomina secara retoris. Untuk memahami retorika politik Presiden Obama, berikut adalah gaya bahasa, pertanyaan dalam tiga bagian, serta penggunaan pronomina secara retoris yang digunakan oleh Obama: 1. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah pemakaian ragam tertentu untuk memperolah efek-efek tertentu (KBBI, 2008: 422). Menurut Tarigan, gaya bahasa adalah sebuah bentuk retorika, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca (1985: 5). Untuk memahami gaya bahasa Obama, berikut adalah beberapa contoh pernyataan Obama di dalam pidatonya mengenai perkembangan demokrasi di belahan dunia yang memiliki keunikan tersendiri di beberapa negara (The Jakarta Post, 25 November 2010):  “Later this fall, I will travel to Asia. And I will visit India, which peacefully threw off colonialism and established a thriving democracy of over a billion people”.  “I’ll continue to Indonesia, the world’s largest Muslim-majority country, which binds together thousands of islands through the glue of representative government and civil society. 4  “I’ll join the G20 meeting on the Korean Peninsula, which provides the world’s clearest contrast between a society that is dynamic and open and free, and one that is imprisoned and closed.  “And I will conclude my trip in Japan, an ancient culture that found peace and extraordinary development through democracy.  “Each of these countries gives life to democratic principles in their own way.” Dalam kalimat-kalimat diatas, Obama mempergunakan gaya bahasa yang metaforis. Gaya bahasa metaforis adalah gaya bahasa perbandingan terhadap dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan menggunakan kata-kata seperti, ibarat, bak, sabagai, laksana, dll (Tarigan, 1985: 15). Dalam pernyataan, “I will travel to Asia. And I will visit India, which peacefully threw off colonialism and established a thriving democracy of over a billion people”, mengandung pengertian bahwa Obama akan mengunjungi India yang sebagai negara jajahan yang menerapkan sistem demokrasi. Kemudian, di dalam kalimat “I’ll continue to Indonesia, the world’s largest Muslim-majority country, which binds together thousands of islands through the glue of representative government and civil society”, menyatakan bahwa Indonesia digambarkan secara jelas sebagai bangsa yang memiliki pemerintahan yang demokratis serta berkembangnya masyarakat madani. Selanjutnya, di dalam kalimat “I’ll join the G20 meeting on the Korean Peninsula, which provides the world’s clearest contrast between a society that is dynamic and open and free, and one that is imprisoned and closed. And I will conclude my trip in Japan, an ancient culture that found peace and extraordinary development through democracy”, dilukiskan bahwa semenanjung Korea merupakan representatif dari masyarakat terbuka yang mampu bekerjasama dengan bangsa- bangsa lain di dunia. Dengan demikian, di dalam kalimat-kalimat tersebut mengandung gaya bahasa yang jelas berupaya untuk menggambarkan suatu objek yang dibandingkan dengan suatu hal yang lain yang memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang dianggap sama. 2. Pernyataan Tiga Bagian Salah satu yang digunakan dalam retorika politik adalah penggunaan pernyataan tiga bagian. Hal ini adalah strategi politik sebagai sarana retorika yang diutarakan dan dikelompokan dalam tiga bagian. Misalnya, ketika revolusi Perancis, terdapat pernyataan politik yang berupa tiga semboyan “liberte, fraternite, dan egalite” (Linda Thomas dan Shan Wareing, 2007: 72-73). Untuk memahami pernyataan tiga bagian Obama, berikut adalah beberapa pernyataan politik Obama (The Jakarta Post, 11 November 2010):  Obama then praised Indonesia’s economic development and its transition from authoritarian rule to democracy as he touched upon the more serious topic of development, democracy and religion.  “He then praised Indonesia as example of a working pluralistic society. “Just as individuals are not defined solely by their faith, Indonesia is defined by 5 more than its Muslim population.That is not to say that Indonesia is without imperfections. No nation is,” Obama said. “But here can be found the ability to bridge divides of race and regions and religions.” Di dalam kalimat, “Obama then praised Indonesia’s economic development and its transition from authoritarian rule to democracy as he touched upon the more serious topic of development, democracy and religion”, terdapat pernyataan tiga bagian yaitu development, democracy dan religion. Struktur tiga bagian tersebut diutarakan untuk menguatkan sistem demokrasi yang ada di Indonesia. Kemudian, di dalam pernyataan, “That is not to say that Indonesia is without imperfections. No nation is,” Obama said. “But here can be found the ability to bridge divides of race and regions and religions”, terdapat pernyataan tiga bagian yaitu race, regions, dan religions. Untuk menciptakan masyarakat pluralism di Indonesia, Obama menekankan pentingnya menjembatani antara ras, wilayah, dan agama. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pernyataan tiga bagian di dalam pidato Obama mengimplikasikan konsep pluralisme yang merupakan bagian dari demokrasi. Pernyataan tiga bagian yang dilontarkan merupakan strategi untuk memperkuat pesan politik yang disampaikan. 3. Penggunaan Pronomina Secara Retoris Pronominal atau kata ganti dalam pernyataan politik oleh seorang politisi atau pembicara politik kerapkali digunakan untuk menyembunyikan tanggung jawab terhadap suatu tindakan politik. Pemilihan kata ganti tersebut merupakan strategi untuk mendapatkan kepentingan politik (Linda Thomas dan Shan Wareing, 2007: 75). Berikut adalah kutipan pernyataan Obama yang membicarakan penggunaan pronominal I dan we yang memiliki implikasi makna yang berbeda (The Jakarta Post, 11 November 2010).  “In the 17 months that have passed we have made some progress, but much more work remains to be done,” Obama said.  “No single speech can eradicate years of mistrust” but he promised, “No matter what setbacks may come, the US is committed to human progress. That is who we are. That is what we have done. That is what we will do.”  “We want more Indonesian students in our schools, and more American students to come study in this country, so that we can forge new ties that will last well into this young century,” he said.  “Later this fall, I will travel to Asia. And I will visit India, which peacefully threw off colonialism and established a thriving democracy of over a billion people”.  “I’ll continue to Indonesia, the world’s largest Muslim-majority country, which binds together thousands of islands through the glue of representative government and civil society. Kata we di dalam pernyataan, “In the 17 months that have passed we have made some progress, but much more work remains to be done,” Obama said, dan, “No single speech can eradicate years of mistrust” but he promised, “No matter what setbacks may come, the US is committed to human progress. That is who we are. That is what we have done. That is what we will do.”; bermakna bahwa kata we digunakan untuk hal yang belum jelas dan belum pasti, serta tentunya utuk membicarakan hal yang kontroversial seperti niat Amerika dalam hal pengedepanan 6 nilai-nilai kemanusiaan. Dengan kata lain, penggunaan we adalah kata yang aman dalam komunikasi politik. Sementara itu, penggunaan kata we di dalam kalimat “We want more Indonesian students in our schools, and more American students to come study in this country, so that we can forge new ties that will last well into this young century,” he said; berarti bahwa begitu belum jelasnya siapa yang harusnya bertanggung jawab dalam pernyataan tersebut. Dan pernyataan tersebut untuk membicarakan hal yang diupayakan, dan belum direalisasikan. Kemudian, kata I di dalam pernyataan,” “Later this fall, I will travel to Asia. And I will visit India, which peacefully threw off colonialism and established a thriving democracy of over a billion people”; serta “I’ll continue to Indonesia, the world’s largest Muslim-majority country, which binds together thousands of islands through the glue of representative government and civil society; dapat bermakna sebagai hal yang pasti atau mempunyai rencana yang jelas untuk mengunjungi tempat tersebut. Kata I digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang positif dan jelas pelakunya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa Obama menggunakan pronomina “I” dimaksudkan untuk menyampaikan rencana yang terjadwal secara jelas dalam kunjungan politiknya. Sementara itu, Obama menggunakan pronomina “we” dimaksudkan untuk mengkomunikasikan pesan politiknya yang belum terealisasi dan belum jelas keberadaannya. D. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menyampaikan maksud politik, seorang pembicara politik akan menggunakan retorika bahasa. Retorika bahasa adalah bahasa yang digunakan untuk mengaburkan maksud dengan sengaja sehingga sebuah pernyataan sulit dimengerti, akan tetapi di baliknya mengandung pula pesan-pesan tertentu. Di dalam wacana politik, retorika bahasa yang digunakan politisi atau pembicara politik tentunya akan menimbulkan persepsi atau asumsi-asumsi di kalangan pendengar atau warga masyarakat. Persepsi ini yang kemudian disebut implikatur. Retorika politik yang digunakan Obama mengandung implikatur dimana pendengar diarahkan menerima bahkan menyetujui pandangannya, walaupun kalau diperhatikan lagi, kata-kata atau informasi yang diucapkannya sebenarnya masih bisa diperdebatkan lagi. Retorika bahasa meliputi gaya bahasa, pernyataan tiga bagian, dan penggunaan kata ganti secara retoris. Di dalam hal ini, Obama menggunakan gaya bahasa yang metaforis untuk menguatkan pesan ideologi yang dibawa. Beliau juga menggunakan pernyataan tiga bagian dalam pidatonya. Hal itu digunakan untuk menekankan pentingnya pesan-pesan politik disampaikannya. Kemudian Obama menggunakan pronomina secara retoris dalam pidatonya untuk mencari aman atas tindakan politiknya. Oleh karena itu, untuk memahami maksud atau implikatur dari wacana retorika pidato Obama, para pendengar perlu melibatkan konteks dan pengalaman bersama antara pembicara dan pendengar agar masyarakat benar-benar mengetahui maksud yang sebenarnya dari wacana tersebut. Dengan demikian, diperlukan pemahaman bersama dengan melibatkan teks, konteks, dan referensi bagi masyarakat agar memahami maksud yang terselubung di balik retorika politik Obama. 7 DAFTAR PUSTAKA “Bandung students protest planned Obama Visit”. The Jakarta Post, 5 November 2010. Cipto, Bambang. 2004. Dinamika Politik Iran (Puritanisme Ulama, Proses demokrasi dan Fenomena Khatami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. “Commentary meet Obama Our New Man Washington”. The Jakarta Post, 11 November Depdiknas, 2008. KBBI. Jakarta: Gramedia Pustaka. Justin, ernest. 2010. Teori Implikatur Percakapan Menurut Paul Grice dalam Driyarkarya Th. XXXI no. 2. Linda, Thomas dan Shan Wareing. 2007. Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. “Obama Says He Coming Indonesia” . The Jakarta Post, 25 November 2010. Penggabean, Samsurizal. 1994. “Bahasa Agama dan Politik dalam Islam”, Islamika, Jurnal Dialog Pemikiran Islam, No.5. “Portesters arrested”. The Jakarta Post, 9 November 2010. Rahardi, R. Kunjana. 2008. Pragmatik. Jakarta: Erlangga. “Retorika”, wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Retorika. Diakses 27 November 2010. Tarigan, H. Guntur, 1985. “Pengajaran Gaya Bahasa”. Bandung: Angkasa. 2010. 8 http://id.wikipedia.org/wiki/Retorika.%20Diakses%2027%20November%202010 http://id.wikipedia.org/wiki/Retorika.%20Diakses%2027%20November%202010