68 VOL. 1 NO. 1 DESEMBER 2016 Efektifitas Penggunaan Cold Pack Dibandingkan Relaksasi Nafas Dalam untuk Mengatasi Nyeri Pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF) Agung Kristanto1, Fitri Arofiati2 1 Program Studi Magister Keperawatan, Program Pasca Sarjana,Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2 Dosen , Program Studi Magister Keperawatan, Program Pasca Sarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta E-mail : arofiatifitri@gmail.com ABSTRAK Latar Belakang : Nyeri merupakan masalah utama pasien pada pasien post operasi yang penatalaksanaannya dapat dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Salah satu upaya non farmakologis yang dapat dilakukan adalah menggunakan cold pack sebagai salah satu inovasi kompres dingin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas kompres dingin cold pack dengan relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri pada pasien post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) pada ekstermitas atas dan bawah Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan Quasi eksperimen pre-test-post-test with control group dengan subyek penelitian ditentukan menggunakan tehnik total sampling pada pasien post ORIF, yang dibagi menjadi 2 kelompok, perlakuan dan kontrol. Pada kelompok perlakuan diberikan intervensi cold pack dan pada kelompok kontrol di berikan intervensi relaksasi nafas dalam, yang masing-masing dilakukan 4 kali. Penggunaan uji statistik pada penelitian ini dengan uji independen t-test dan paired t-test. Hasil : Hasil uji independen t-test sebelum dan setelah dilakukan intervensi membuktikan bahwa terdapat penurunan skala nyari pada kedua intervensi dengan nilai p 0,000. Meskipun secara bersamaan menunjukkan penurunan skala nyari, namun dari 4 kali pengukuran yang dilakukan pemberian cold pack memperlihatkan perbedaan penurunan skala nyeri sebesar 4,33 poin dengan nilai T 20,55 dibandingkan pemberian relaksasi nafas dalam.Kesimpulan : Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian cold pack memiliki efektifitas lebih besar dibandingkan pemberian relaksasi nafas dalam.Saran : Penggunaan cold pack lebih ditingkatkan sebagai salah satu implementasi keperawatan mandiri, namun tetap memperhatikan perubahan kondisi fisik pasien. Kata Kunci: Kompres Dingin, Cold Pack, Nyeri Info Artikel: Masuk : 7 September 2016 Revisi : 25 November 2016 Diterima : 7 Desember 2016 DOI Number : 10.18196/ijnp.1154 69 VOL. 1 NO. 1 DESEMBER 2016 ABSTRAC Background: Pain is the main problem of patients post surgery. The reguler pain management are use pharmacological and non pharmacological therapy. One of the variety of non pharmacology therapy is cold compression, which is an innovation of cold pack. Aim of Research The purpose of this study was to compare the effectiveness of cold compress cold pack with deep breathing relaxation in reducing pain for patients with post ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Research Methods: This study design was Quasi-Experiments pre-Test Post-Test With Control Group. There were patients post ORIF in the third class ward dr Soeradji Tirtonegoro Klaten consisting of 15 patients in the intervention cold compress with cold pack and 15 patients the control group in the deep breathing relaxation as respondents. The treatment was done 4 times post analgetic I and post analgetic II. Pain level was measured by VAS pain scale and conducted in 2 times the first after analgesic 1, second measurement after analgesic 2. The statistical test for analysis data used independent test t-test and paired t- test.Result: The results of independent t-test before the intervention is relatively the same. Meanwhile, after intervention the level of pain from intervention group which was cold pack decreased 3 (three) point and from control group (deep breathing relaxation) decreased 1 (one) point. The statictical analysis measurement showed that p value was 0,00.Conclusion: It is proved that the intervention of cold pack has more effective than deep breathing relaxation. Suggestion: Used cold pack further enhanced as one implementation of independent nursing, but still pays attention to changes in the patient’s physical condition. Key Words: Cold Compress, Cold Pack, Pain PENDAHULUAN Pasien dengan diagnose fraktur di RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten umumnya dilakukan tindakan ORIF ataupun Open Reduction External Fixation (OREF) yang menimbulkan rasa nyeri. Hal ini disebabkan oleh fraktur itu sendiri maupun karena tindakan pembedahan yang menjadi stimulus timbulnya nyeri. Angka kejadian fraktur yang dilakukan tindakan ORIF ataupun OREF di RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tahun 2015 sebanyak 168 pasien dan fraktur ekstremitas sebanyak 844 yang mengalami peningkatan 5% dari tahun sebelumnya. Meningkatnya angka kejadian ini diiringi dengan timbulnya nyeri yang merupakan masalah utama pada pasien pasca operasi sekaligus merupakan pengalaman multidimensi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan1. Pe r k e m b a n g a n i l m u k e d o k t e r a n t e n t a n g managemen nyeri cenderung lebih mengutamakan terapi farmakologis yaitu dengan memberikan obat opioid, non opioid dan analgetik2. Terapi farmakologi dianggap lebih efektif dan efisien serta signifikan dalam mengatasi nyeri. Hal ini dikarenakan efek yang langsung dirasakan secara fisik, dan kebijakan rumah sakit cenderung lebih memilih terapi farmakologi untuk mengatasi nyeri yang didukung perkembangan penelitian terkait. Selain manajemen nyeri farmakologis saat ini juga dikembangkan manajemen nyeri non farmakologis, diantaranya berupa penggunaan teknik distraksi teknik relaksasi, hypnosis,Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS).pemijatan, tusuk jarum, aroma terapi, serta kompres hangat dan dingin3.Efektifitas kompres dingin dengan menggunakan metode yang bervariasi telah banyak diteliti dan diaplikasikan dalam setting pelayanan keperawatan. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa Cold Packefektif megurangi nyeri pada kasus ortopaedi ringan, sedangkan pada kasus ortopaedi berat menggunakan perendaman air es, namun efisiensi penggunaan cold pack lebih dianjurkan4,5. Penelitian lain menyatakan bahwa kompres dingin ini juga tidak mengganggu pembuluh darah perifer dan tidak menyebabkan kerusakan jaringan kulit apabila perendaman dilakukan sesuai prosedur6. Kompres dingin sebagai alternatif penanganan nyeri pada pasien dengan nyeri ringan ataupun sedang tidak digunakan lagi dalam panduan penanganan nyeri. Penanganan nyeri ringan lebih menggunakan tehnik relaksasi nafas dalam, sedangkan pada nyeri sedang dan berat menggunakan terapi obat dalam menangani nyeri7. Berdasarkan best practice yang dilakukan di Taiwan, tehnik kompres dingin menjadi salah satu penanganan yang sedang dikembangkan walaupun penelitian terkait dengan tehnik ini masih dilakukan. 70 Dalam praktek klinik perawatan nyeri dengan kompres dingin cenderung menggunakan alat Cryoterapi. Kompres dingin Cryoterapi menggunakan suhu sekitar 5-10°C yang diberikan setiap 15 menit sampai nyeri hilang. Penggunaan diberikan segera setelah dilakukan operasi atau satu jam setelah operasi karena setelah satu jam post operasi pasien mulai merasakan nyeri akibat dari penurunan pengaruh obat analgetik yang diberikan saat di kamar operasi8,9. Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis10. Terapi dingin diperkirakan menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri. Salah satu alasan kompres dingin tidak masuk dalam panduan penanganan nyeri karena kompres dingin tidak efisiensi waktu. Faktor kenyamanan juga mempengaruhi proses pemberian kompres dingin karena pasien menjadi basah oleh es batu yang mencair. Namun demikian pemberian perlakuan kompres dingin tidak mengganggu pembuluh darah perifer dan tidak menyebabkan kerusakan jaringan kulit apabila perendaman dilakukan sesuai prosedur. Saat ini telah dikembangkan Cold Pack sebagai pengganti biang es (Dry Ice) atau es batu. Cold pack mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan es batu. Jika es batu digunakan ia akan habis dan berubah menjadi gas karbon diosida, sehingga hanya dapat digunakan sekali saja. Cold Pack dapat digunakan berkali-kali dengan hanya mendinginkan kembali kedalam lemari pembuat es (Freezer).Cold Pack merupakan produk alternatif pengganti Dry Ice & Es Batu.Ketahanan beku bisa mencapai 8-12 jam tergantung box yang digunakan.Pemakaiannya dapat berulang-ulang selama kemasan tidak bocor (rusak). Berdasarkan fakta banyak kelebihan cold pack dibandingkan dengan es batu sebagai bahan untuk kompres dingin, maka penulis berinovasi menggunakan cold pack sebagai alat untuk melakukan kompres dingin untuk mengurangi nyeri dengan memasukkan cold pack kedalam kantong berbahan kain sintetis tahan air dan menempatkan di sisi kanan dan kiri pada luka bekas operasi fraktur. Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk mengetahui efektifitas cold pack terhadap perubahan nyeri dibandingkan dengan penggunaan relaksasi nafas dalampada pasien pascaORIF DESAIN PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pesain penelitian Quasi Experimentdan rancangan pre-test-post-test with control group.Sampel yang dipilih adalah pasien pasca ORIF pada ekstremitas atas ataupun bawah yang dirawat di RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten dan memenuhi kriteria inklusi berusia 20-60 tahun, pasca ORIF hari ke – 0, kesadaran compos mentis, memiliki skala nyeri 1 -6 (dinilai dengan skala VAS). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien dengan pasca operasi Total Knee Replacement, mengalami multiple fraktur, mengalami komplikasi dan fraktur patologis. Besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan berjumlah 30 yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu 15 responden kelompok intervensi dilakukan kompres dengan cold pack dan 15 orang lainnya menjadi responden kelompok kontrol yang diberikan relaksasi nafas dalam sesuai panduan penanganan nyeri di RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pengelompokan responden dilakukan dengan menggunakan tehnik random sampling. Intervensi kompres dengan cold pack maupun relaksasi nafas dalam dilakukan terhadap pasien dengan skala nyeri ringan (1-3) dan nyeri sedang (4- 6). Pengukuran nyeri dilakukan dengan Visual Analogi Scale (VAS). Sebelum digunakan alat terlebih dahulu di uji kenyamanan kepada pasien serta fungsi dan keamanan alat pada perawat. Hasil uji menunjukkan alat layak digunakan untuk karena pasien menganggap bahwa alat tersebut tidak mengganggu kenyamanannya dan menurut pasien alat tersebut dapat berfungsi dan aman untuk digunakan. Intervensi kompres dengan cold pack maupun relaksasi nafas dalam dilakukan 1 (satu) jam setelah pemberian obat analgetik I dan analgetik II dari 71 VOL. 1 NO. 1 DESEMBER 2016 Instalasi Bedah Sentral (IBS). Intervensi kompres dengan cold pack dilakukan setelah pasien pulih kesadarannya pasca operasi dan diintervensi kompres dengan cold pack selama 15 menit dan kemudian dilepas selama 15 menit. Sebelum kompres dilepas dilakukan pengukuran skala nyeri dengan skala VAS.Siklus pengompresan dengan cold pack diatas diulang sampai sampai 4 kali siklus pengompresan atau selama 2 jam.Pengompresan dengan cold pack pada tahap analgetik II dilakukan kurang lebih 3-4 jam setelah pemberian obat di bangsal. Proses pengompresan dan pengukuran skala nyeri seperti pada siklus pertama. Proses pemberian intervensi relaksasi nafas dalam juga dilakukan setelah pasien sadar kurang lebih 3-4 jam dan tidak dalam pengaruh obat anastesi (analgetik I) pasien diajari dan diminta untuk melakukan tehnik relaksasi nafas selama 15 menit kemudian setelah 15 menit dilakukan pengukuran skala nyeri dengan skala VAS.Siklus pemberian relaksasi nafas dalam diulang sampai sampai 4 kali siklus. Relaksasi nafas dalam pada analgetk II juga dilakukan 3-4 jam setelah pemberian obat analgetik di bangsal. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian yang menggambarkan data demografi responden ditampilkan pada tabel 1, yaitu: Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan Demografi Pasien Karakteristik Responden Kelompok intervensi Cold pack Kelompok kontrol Relaksasi Nafas Dalam Total N % n % n % 1. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 4 11 26,7 73,3 8 7 53,3 46,7 12 18 40,0 60,0 2. Umur < 30 tahun 31- 40 tahun 41- 50 tahun > 50 tahun 2 3 4 6 13,3 20,0 26,7 40,0 3 4 3 5 20,0 26,7 20,0 33,3 5 7 7 11 16,7 23,3 23,3 36,7 3. Pendidikan SD SLTP 8 4 53,3 26,7 7 4 46,7 26,7 15 8 50,0 26,7 Karakteristik Responden Kelompok intervensi Cold pack Kelompok kontrol Relaksasi Nafas Dalam Total N % n % n % SLTA 3 20,0 4 26,7 7 23,3 4. Riwayat operasi Belum Pernah 12 3 80,0 20,0 11 4 73,3 26,7 23 7 76,7 23,3 5. Pekerjaan Buruh Swasta Pedagang Petani Ibu Rumah Tangga Mahasiswa 6 2 2 3 1 1 40,0 13,3 13,3 20,0 6,7 6,7 5 1 4 2 3 0 33,3 6,7 26,7 13,3 20,0 0 11 3 6 5 4 1 36,7 10,0 20,0 16,7 13,3 3,3 6. Letak Fraktur Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah 10 5 66,7 33,3 9 6 60,0 40,0 19 11 63,3 36,7 Tabel 1 menggambarkan bahwa sebanyak 73,3% pasien berjenis kelamin perempuan, sebagian besar (40%) berusia lebih dari 50 tahun, berlatar belakang pendidikan SD (53,%), sebanyak 80% belum pernah menjalani operasi sebelumnya, sebanyak 40% bekerja sebagai buruh dan sebagian besar mengalami faktur di ekstremitas atas (66,7%) Perbandingan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Intervensi Pos Analgetik I Hasil perbandingan rasa nyeri sebelum dan sesudah pemberian cold pack dan Relaksasi Nafas Dalam postanalgetik I digambarkan sebagai berikut. Gambar 1. Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum dan Sesudah Intervensi Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan Demografi Pasien Tabel 1 menggambarkan bahwa sebanyak 73,3% pasien berjenis kelamin perempuan, sebagian besar (40%) berusia lebih dari 50 tahun, berlatar belakang pendidikan SD (53,%), sebanyak 80% belum pernah menjalani operasi sebelumnya, sebanyak 40% bekerja sebagai buruh dan sebagian besar mengalami faktur di ekstremitas atas (66,7%) Perbandingan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Intervensi Pos Analgetik I Hasil perbandingan rasa nyeri sebelum dan sesudah pemberian cold pack dan Relaksasi Nafas Dalam postanalgetik I digambarkan sebagai berikut. Gambar 1. Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum dan Sesudah Intervensi Sebelum mendapat perlakuan, rasa nyeri kelompok cold pack maupun relaksasi nafas dalam relatif sama. Setelah mendapat perlakukan kompres cold pack, pasien mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 1,46 poin pada pengukuran pertama analgetik I. Pada pengukuran kedua, rasa nyeri mengalami penurunan sebesar 1,73 poin. Pada pengukuran ketiga mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 2,20 poin. Pada pengukuran keempat, mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 2,13 poin. Tabel 2. Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum Dan Sesudah Pemberian Cold Pack Post Analgetik I Mean SD Selisih T p Pengukuran 1 Pre tes 5,33 0,9 0 1,4 6 6,2 05 0,00 0Pos tes 3,87 1,0 6 Pengukuran 2 Pre tes 4,93 0,9 6 1,7 3 6,5 00 0,00 0Pos tes 3,20 1,2 6 01 23 45 6 Pre P1 P2 P3 P4 Pre P1 P2 P3 P4 Kompres Cold Pack 5.33 3.87 3.2 2.27 2.07 Relaksasi Nafas Dalam 5.4 4.87 4.73 4.47 4.13 Post Analgetik I Sk al a N ye ri Karakteristik Responden Kelompok intervensi Cold pack Kelompok kontrol Relaksasi Nafas Dalam Total N % n % n % 1. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 4 11 26,7 73,3 8 7 53,3 46,7 12 18 40,0 60,0 2. Umur < 30 tahun 31- 40 tahun 41- 50 tahun > 50 tahun 2 3 4 6 13,3 20,0 26,7 40,0 3 4 3 5 20,0 26,7 20,0 33,3 5 7 7 11 16,7 23,3 23,3 36,7 3. Pendidikan SD SLTP SLTA 8 4 3 53,3 26,7 20,0 7 4 4 46,7 26,7 26,7 15 8 7 50,0 26,7 23,3 4. Riwayat operasi Belum Pernah 12 3 80,0 20,0 11 4 73,3 26,7 23 7 76,7 23,3 5. Pekerjaan Buruh Swasta Pedagang Petani Ibu Rumah Tangga Mahasiswa 6 2 2 3 1 1 40,0 13,3 13,3 20,0 6,7 6,7 5 1 4 2 3 0 33,3 6,7 26,7 13,3 20,0 0 11 3 6 5 4 1 36,7 10,0 20,0 16,7 13,3 3,3 6. Letak Fraktur Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah 10 5 66,7 33,3 9 6 60,0 40,0 19 11 63,3 36,7 72 Sebelum mendapat perlakuan, rasa nyeri kelompok cold pack maupun relaksasi nafas dalam relatif sama. Setelah mendapat perlakukan kompres cold pack, pasien mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 1,46 poin pada pengukuran pertama analgetik I. Pada pengukuran kedua, rasa nyeri mengalami penurunan sebesar 1,73 poin. Pada pengukuran ketiga mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 2,20 poin. Pada pengukuran keempat, mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 2,13 poin. Tabel 2. Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum Dan Sesudah Pemberian Cold Pack Post Analgetik I Mean SD Selisih T p Pengukuran 1 Pretes 5,33 0,90 1,46 6,205 0,000 Postes 3,87 1,06 Pengukuran 2 Pretes 4,93 0,96 1,73 6,500 0,000 Postes 3,20 1,26 Pengukuran 3 Pretes 4,47 0,91 2,20 9,054 0,000 Postes 2,27 0,96 Pengukuran 4 Pretes 4,20 0,94 2,13 8,342 0,000 Postes 2,07 0,88 Pada kelompok relaksasi nafas dalam, rata-rata skala nyeri pasien mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 0,53 poin pada pengukuran pertama analgetik I. Pada pengukuran kedua, rasa nyeri mengalami penurunan sebesar 0,60 poin. Pada pengukuran ketiga, rasa nyeri mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 0,67 poin. Pada pengukuran keempat, rasa nyeri mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 0,83 poin. Sebelum diintervensi tidak ada perbedaan rasa nyeri pada kedua kelompok. Hal tersebut berarti kedua kelompok mempunyai rasa nyeri yang sama sebelum diintervensi. Tabel 3. Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik I Sebelum dan Sesudah Pemberian relaksasi nafas dalam Post Analgetik I Mean SD Selisih T P Pengukuran 1 Pretes 5,40 0,63 0,53 4,000 0,001 Postes 4,87 0,83 Pengukuran 2 Pretes 5,33 0,82 0,60 4,583 0,000 Postes 4,73 0,80 Post Analgetik I Mean SD Selisih T P Pengukuran 3 Pretes 5,13 0,91 0,67 5,292 0,000 Postes 4,47 0,83 Pengukuran 4 Pretes 5,00 0,84 0,87 9,539 0,000 Postes 4,13 0,83 Perbandingan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Intervensi Pos Analgetik II Intervensi Kompers Cold Pack dan Nafas dalam juga dilakukan setelah pasien di bangsal dan setelah diberi obat analgetik II. Sebelum mendapatkan perlakuan analgetik II, rata-rata nyeri kedua kelompok relatif sama. Pada pengukuran pertama analgetik II, rata-rata rasa nyeri mengalami penurunan sebesar 1,40 poin setelah mendapat kompres cold pack. Pada pengukuran kedua,rasa nyeri menurun menjadi 1,87 poin setelah pemberian cold pack atau mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 1,60 poin. Pada pengukuran ketiga, rasa nyeri menurun sebesar 1,93 poin. Pada pengukuran keempat rasa nyeri menurun sebesar 1,93 poin. Tabel 4. Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik II Sebelum dan Sesudah Pemberian Cold pack Post Analgetik II Mean SD Selisih T P Pengukuran 1 Pretes 4,07 1,16 1,40 6,548 0,000 Postes 2,67 1,29 Pengukuran 2 Pretes 3,47 1,06 1,60 9,798 0,000 Postes 1,87 0,83 Pengukuran 3 Pretes 3,13 0,99 1,93 9,374 0,000 Postes 1,20 0,86 Pengukuran 4 Pretes 2,93 0,96 1,93 10,640 0,000 Postes 1,00 0,65 Rata-rata skala nyeri pasien mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 0,60 poin setelah mendapat perlakukan relaksasi nafas dalam post analgetik II. Pada pengukuran kedua, rata-rata skala nyeri pasien mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 0,60 poin. Pada pengukuran ketiga, rata-rata skala nyeri pasien 73 VOL. 1 NO. 1 DESEMBER 2016 mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 0,80 poin. Pada pengukuran keempat, rata-rata skala nyeri pasien mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 1,00 poin setelah dilakukan relaksasi nafas dalam. Tabel 5 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik II Sebelum dan Sesudah Pemberian Relaksasi Nafas Dalam Post Analgetik II Mean SD Selisih t P Pengukuran 1 Pretes 4,60 0,63 0,60 4,583 0,000 Postes 4,00 0,65 Pengukuran 2 Pretes 4,33 0,72 0,60 4,583 0,000 Postes 3,73 0,70 Pengukuran 3 Pretes 4,20 0,86 0,80 7,483 0,000 Postes 3,40 0,63 Pengukuran 4 Pretes 4,27 0,80 1,00 10,247 0,000 Postes 3,27 0,96 Hasil perbandingan rasa nyeri sebelum dan sesudah pemberian cold pack dan relaksasi nafas dalam postanalgetik II digambarkan sebagai berikut. nyeri sebesar 0,60 poin. Pada pengukuran ketiga, rata-rata skala nyeri pasien mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 0,80 poin. Pada pengukuran keempat, rata-rata skala nyeri pasien mengalami penurunan rasa nyeri sebesar 1,00 poin setelah dilakukan relaksasi nafas dalam. Tabel 5 Perbandingan Skala Nyeri Post Analgetik II Sebelum dan Sesudah Pemberian Relaksasi Nafas Dalam Post Analgetik II Mean SD Selisih t P Pengukuran 1 Pre tes 4,60 0,63 0,60 4,583 0,0 00Pos tes 4,00 0,65 Pengukuran 2 Pre tes 4,33 0,72 0,60 4,583 0,0 00Pos tes 3,73 0,70 Pengukuran 3 Pre tes 4,20 0,86 0,80 7,483 0,0 00Pos tes 3,40 0,63 Pengukuran 4 Pre tes 4,27 0,80 1,00 10, 24 7 0,0 00Pos tes 3,27 0,96 Hasil perbandingan rasa nyeri sebelum dan sesudah pemberian cold packdan relaksasi nafas dalam postanalgetik II digambarkan sebagai berikut. Gambar 2. Skala Nyeri Post Analgetik II Sebelum dan Sesudah Intervensi Sebelum diintervensi tidak ada perbedaan rasa nyeri pada kedua kelompok. Setelah mendapat intervensi terdapat selisih dari pengukuran 1-4 dan bermakna secara statistik (p<0,05). Skor rata-rata skala nyeri pasien yang diberi intervensi dengan kompres cold pack lebih rendah dibanding skor rata-rata skala nyeri pasien yang diberi intervensi dengan relaksasi nafas dalam. Hal tersebut menunjukkan bahwa cold pack lebih efektif menurunkan rasa nyeri postanalgetik II dibandingkan relaksasi nafas dalam. Pembahasan Hasil uji independen t-test menunjukkan perbedaan yang kecil rasa nyeri post analgetik I antara kelompok cold pack (5,33 poin) dengan relaksasi nafas dalam (5,4 poin) sebelum dilakukan kompres dingin cold pack dan relaksasi 0 1 2 3 4 5 6 Pre P1 P2 P3 P4 Pre P1 P2 P3 P4 Kompres Cold Pack 4.07 2.67 1.87 1.2 1 Relaksasi Nafas Dalam 4.6 4 3.73 3.4 3.27 Post Analgetik II Sk al a N ye ri Gambar 2. Skala Nyeri Post Analgetik II Sebelum dan Sesudah Intervensi Sebelum diintervensi tidak ada perbedaan rasa nyeri pada kedua kelompok. Setelah mendapat intervensi terdapat selisih dari pengukuran 1-4 dan bermakna secara statistik (p<0,05). Skor rata-rata skala nyeri pasien yang diberi intervensi dengan kompres cold pack lebih rendah dibanding skor rata-rata skala nyeri pasien yang diberi intervensi dengan relaksasi nafas dalam. Hal tersebut menunjukkan bahwa cold pack lebih efektif menurunkan rasa nyeri postanalgetik II dibandingkan relaksasi nafas dalam. PEMBAHASAN Hasil uji independen t-test menunjukkan perbedaan yang kecil rasa nyeri post analgetik I antara kelompok cold pack (5,33 poin) dengan relaksasi nafas dalam (5,4 poin) sebelum dilakukan kompres dingin cold pack dan relaksasi nafas dalam. Hal tersebut berati sebelum mendapat intervensi baik dengan cold pack maupun relaksasi nafas dalam, kondisi nyeri pasien hampir sama. Setelah diintervensi, terdapat selisih dari pengukuran 1 - 4yang bermakna secara statistik (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa cold pack lebih efektif menurunkan rasa nyeri postanalgetik. Hasil penelitian ini sesuai sebelumnya menyatakan bahwa kompres dingin efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi pada fraktur ataupun masalah dalam musculoskeletal11. Penelitian terkait yang menggunakan media es yang mirip dengan penelitian ini menyatakan bahwa perendaman air dingin lebih efektif dibandingkan ice pack dan pemijatan dengan es12. Penelitian lain juga menyatakan perendaman air es efektif dalam menurunkan nyeri pada kasus fraktur radius ulna dan perendaman ini dilakukan dalam suhu 10°C selama 15 menit tidak mengganggu dalam peredaran darah pasien12. Hasil pengukuran skala nyeri dengan VAS menunjukkan skala nyeri pada pemberian kompres dingin dan tehnik relaksasi nafas dalam ada penurunan angka skala nyeri antara pengukuran setelah pembedahan dan analgetik I dan pengukuran setelah diberikan analgetik II. Hal ini dapat dijelaskan karena nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah 74 sekitar operasi, dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin, substansi P dan lekotrein) oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses transduksi dari nyeri pada pasca pembedahan13. Berjalannya waktu maka proses inflamasi akan berkurang dan akan menurunkan intensitas nyeri pada paisen post operasi pembedahan pada umumnya termasuk ORIF. Hasil penelitian lain menekankan bahwa pemberian kompres dingin akan mempengaruhi proses hemodinamik tubuh dengan vasokonstriksi, mengurangi aliran darah ke daerah luka sehingga menurunkan oedema, mematikan sensasi nyeri dan ,e,perlambat proses inflamasi14. Hasil pengukuran skala nyeri pada pasien post operasi fraktur ekstermitas didapatkan hasil dimana pada pengukuran pertama dan pengukuran yang ke 4 mempunyai pola semakin menurun skala nyerinya baik pada pasien kelompok intervensi dengan kompres dingin cold pack maupun pada kelompok kontrol dengan relaksasi nafas dalam. Skala nyeri pada post analgetik I mempunyai nilai yg lebih tinggi dibanding dengan nilai skala nyeri pada pasien post analgetik II. Hal ini disebabkan proses pengukuran skala nyeri paska analgesik I dilakukan pada akhir reaksi analgesik, sementara pada pengukuran II dilakukan pada awal reaksi analgesik. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi dan nyeri akan menurun intensitasnya. Adanya proses inflamasi yang akan semakin berkurang dan intensitas nyeri juga akan berkurang menyebabkan hasil pengukuran skala nyeri pada 3 sampai 4 jam pasca operasi akan lebih tinggii pada skala nyeri 7-8 jam setelah tindakan operasi. Kompres dingin dengan cold pack memberikan efek yang lebih baik dari tehnik relaksasi nafas. Penurunan skala nyeri pada pemberian kompres dingin dengan cold pack mempunyai penurunan skala nyeri secara spesifik tiap pengompresan sekitar 2 point dan dapat dibuktikan dengan melihat keseluruhan proses pengompresan dengan cold pack dari pengompresan yang ke 1 sampai pengompresan yang ke 4 terjadi penurunan 3 point baik pada post analgetik I maupun pada post analgetik II. Sedangkan pada pemberian relaksasi nafas dalam secara spesifik tiap perlakuan menurunkan 1 point dan secara keseluruhan pemberian relaksasi nafas dalam dari perlakuan yang ke 1 sampai ke 4 juga menunjukkan penurunan yang tidak begitu besar yaitu 1 point baik post analgetik I dan post analgetik II. Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi P, akan merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.15. Pa d a s a a t r e l a k s a s i n a f a s d a l a m t e r s e b u t menghambat adanya pelepasan mediator kimia tersebut diatas sehingga vasokonstriksi dihambat, spasme otot berkurang, penekanan pembuluh darah berkurang sehingga nyeri berkurang. Kompres dingin menstimulasi permukaan kulit untuk mengontrol nyeri, terapi kompres dingin yang diberikan akan mempengaruhi impuls yang dibawa oleh serabut taktil A-beta untuk lebih mendominasi sehingga gerbang akan menutup dan impuls nyeri terhalangi sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang untuk sementara16. Perbandingan proses mekanisme hambatan nyeri pada tehnik relaksasi dan kompres dingin dapat dilihat bahwa pada kompres dingin mempunyai alur yang lebih singkat dibanding relaksasi nafas dalam karena pada kompres dingin pencapaian pada sasaran pengatur nyeri atau pada “gerbang control“ pada teori nyeri lebih singkat dan lebih cepat sedangkan tehnik relaksasi nafas dalam mengurangi nyeri memerlukan proses 75 VOL. 1 NO. 1 DESEMBER 2016 metabolisme hormone yang memerlukan konsentarsi dan kesungguhan pada pasien dalam melakukan relaksasi nafas dalam untuk dapat menurunkan nyeri. KESIMPULAN Tidak ada perbedaan skala nyeri pada kedua kelompok, sebelum dilakukan intervensi yaitu berada di level 4-5 dengan menggunakan pengukuran skala nyeri VAS. Setelah dilakukan intervensi, pemberian cold pack terbukti memberikan efek penurunan nyeri yang lebih banyak yaitu 2-3 poin, sementara relaksasi nafas dalam memberikan efek penurunan nyeri sebesar 1 poin. Dengan demikian intervensi cold pack dapat dijadikan alternatif penatalaksanaan nyeri non farmakologi. SARAN 1. Perawat di Rumah Sakit a. Perawat dapat mengimplementasikan kompres dingin cold pack sebagai alternatif untuk penatalaksanaan nyeri non farmakologi di Rumah Sakit. b. Meninjau kembali panduan dan kebijakan penatalaksanaan nyeri post operasi yang ada di rumah sakit dan menambah cold pack sebagai alternatif untuk mengurangi rasa nyeri post operasi fraktur. 2. Bagi peneliti selanjutnya. Peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan meneliti efektifitas penggunaan cold pack untuk menurunkan intensitas nyeri pada post operasi selain fraktur ataupun nyeri lain. DAFTAR PUSTAKA Rizaldiy Pinzon (2014) Esesmen Nyeri Yogyakarta Betha Grafika L. Tarau & M.Burst .(2011) Nyeri Kronis Jakarta EGC Pamela,et al. (2010) Acut Pain Management : Scientific Evidence Thirt Edition Australian And New Zealand College Of Anaesthethists And Faculty Of Pain Medicine. Australia Krista Lewis & Kevin Miller,(2008)Ice Bag Application Induced Numbness in Uninjured Ankles with Less Discomfort than Cold Water ImmersionAn Honors Thesis (HONRS 499) Ball State University Muncie, Indiana Jon E Block.(2010). Cold and compression in the management of musculoskeletal injuries and o r t h o p e d i c o p e r a t i v e procedures: a narrative reviewOpen Access Journal of Sports Medicine Shaik, Macdermid, Birmingham & Grewal (2015) Short Term Sensory and cutaneous Vascular Responses to Cold Water Immersion in Patients with Distal Radius Fracture (DRF)SM J Orthop. 2015;1(1):1003. Tim Nyeri RSST (2015) Buku Panduan Penatalaksanaan Nyeri Di Ruamh Sakit Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. , Indonesia Elia Purnamasari (2014) Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Di RSUD Ungaran Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan (JIKK) Krista Lewis & Kevin Miller,(2008) Ice Bag Application Induced Numbness in Uninjured Ankles with Less Discomfort than Cold Water Immersion An Honors Thesis (HONRS 499) Ball State University Muncie, Indiana Lane, Elaine;Latham, Tracy (2009). Managing Pain Using Heat And Cold Therapy Paediatric Nursing;Jul 2009; 21, 6; Proquest Nursing & Allied Health Source Pg. 142 Devi Mediarti, Rosnani & Sosya, (2015) Pengaruh Pemeberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup Di IGD RSMH Pa l e m b a n g Ta h u n 2012, Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Volume 2 No 3 Oktober 2015 : 253-260 Andi Nurchairiah1.(2013). Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Dahlia RSUD Arifin Achmad Universitas Riau Manuela, Angela,Philipp,& Reto (2014) Effective Treatment of Posttraumatic and Postoperative Edema in Patients with Ankle and Hindfoot Fractures,A Randomized Controlled Trial Comparing Multilayer Compression Therapy and Intermittent Impulse Compression with t h e S t a n d a r d Treatment with Ice,The Journal of Bone and Joint Surgery, Incorporated2014;96:1263-71 Hegner, Barbara J. (2003). Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC. 76 Esperanza, Maria, Sandoval, Diana & Tania, (2010) Motor And Sensory Nerve Conduction Are Effected Differently By Ice Pack, Ice Massage And Cold Water Immersion Research Report Physical Therapy Journal Vol. 90 Number 4 Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Medical Bedah Edisi 8 Jakarta EGC Priharjo, R. (2003). Perawatan nyeri. Jakarta. EGC.