INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 36 INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES Retha Rizky Fitransyah1 , Ema Waliyanti2 1 Program Studi Ilmu Keperaw atan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Braw ijaya, Kasihan, Bantul, Daerah Istimew a Yogyakarta-55184, Indonesia Korespondensi: Retha Rizky Fitransyah E-mail korespondensi: retharf it@gmail.com PERILAKU CYBERBUL LYING DENGAN MEDIA INS TAGRAM P ADA REMA JA DI YOGYAKARTA Info Artikel Online ISSN DOI : : http://journal.umy.ac.id/index.php/ijnp : 2548 4249 (Print) : 2548 592X (Online) : 10.18196/ijnp.2177 Abstrak Peri l aku cyberbullying remaj a di medi a s os i al menj adi s al ah s atu mas alah yang bel um teratasi. Faktor yang mempengaruhi remaja dalam mel akukan cyberbullying mel i puti penggunaan media sosial yang ti nggi, ras a empati yang rendah, dan pengal aman pernah menj adi korban bullying. Hal i ni dapat memberi kan dampak buruk terhadap ps ikologis korban. Penel i ti an i ni menggunakan metode kual i tati f pendekatan fenomenol ogi . Pengambi l an data di l akukan dengan wawancara mendal am dan observasi mel alui medi a s o s i al i ns tagr am. I n f or man pada penel itian i ni berj umlah 5 orang yang terdi ri dari s is wa S MA d a n SMP s was ta di Yogyakarta yang di tentukan dengan purposive sampling . Keabs ahan data dilakukan menggunakan triangulasi metode d a n p eer debriefing. Anal isa data penel iti menggunakan software open code 4.03. Has i l penel i ti an mel al ui obs ervas i di medi a s os i al i ns tagram menunj ukkan j enis cyberbullying yang dilakukan remaja di Yo gy a kar ta s eperti : 1). Memberi kan komentar kas ar, 2). Mengupdate instastory, 3). Mengupload foto, dan 4). Mengomentari foto. Sel ai n i tu has i l penel i ti an mel al ui wawancara mendal am menunj ukkan peri l aku cyberbullying remaj a di pengaruhi ol eh beberapa faktor s eperti : 1). Intens i tas penggunaan medi a sosial, 2).Kemampuan empati pel aku, dan 3). Karakter korban. Peri l aku cyberbullying pada remaj a s eperti mengupload foto, berkomentar kas ar, mengupdate instastory, dan mengomentari foto denga n menggunakan kata -kata kasar memberi kan dampak negati f bai k pada pel aku maupun korban s ehi ngga mebutuhkan perhati an l ebi h bagi s ekol ah maupun or angtua. Berdas arkan hasil penelitian dapat di sarankan bagi penel iti s elanjutn y a untuk dapat mel akukan i ntervensi mel alui promosi kes ehatan di med i a s os i al terkait perilaku cyberbullying s ehingga ti d ak a da p en i n gkata n cyberbullying di medi a sosial s elain itu bagi orangtua dapat membangun komuni kasi yang efekti f dan memberi kan dukungan moral agar r ema j a terhi ndar dari perilaku cyberbullying. Kata Kunci : Cyberbullying, Peri laku, Remaja, Instagram, Medi a s osial mailto:retharfit@gmail.com http://journal.umy.ac.id/index.php/ijnp http://u.lipi.go.id/1477106461 http://issn.pdii.lipi.go.id/issn.cgi?daftar&1478151103&1&& http://journal.umy.ac.id/index.php/ijnp/article/view/5166 VOL. 2 NO. 1 JUNI 2018 37 Abstract Adolescents cyberbullying behavior on social media has become o n e o f unresolved problems. Factors that influence adolescents in cyberbullying includes high use of social media, low empathy, and experience of being bully victims. This situation can give a negative impact to victims psychological. This research use a qualitative method of the phenomenology approach. The data retrieval is done by deep interviews and observations through the social media Instagram informants. The informant in this research amount 5 students consistin g of senior high school and junior high school in Yogyakarta determined by purposive sampling. The validity of data is done by using triangulation methods and peer debriefing. The data analysis researchers usin g open code software 4.03. The results of research through observation on social media Instagram showed the types of cyberbullying carried out by adolescents in Yogyakarta such as : 1). Make rude comments, 2). Update instastory, 3).Upload photos, and 4). C omment on photos. In addition, the results of the research through deep interviews showed that the behavior of adolescent cyberbullying was influenced by severa l factors such as 1). The intensity of social media use, 2). The ability of empathetic actors, and 3). Character of the victim. Cyberbullying behavior in adolescents such as uploading photos, rude comments, updating instastories, and commenting on photos by using harsh word s has a negative impact on both perpetrators and victims so they need more attention from schools and parents. Based on the results of the research, it can be suggested for the future researchers to be able to intervene through health promotion on social media related to cyberbullying behavior so that there is no increase in cyberbu llying on social media besides that parents can build effective communication and provide moral support so that teens avoid cyberb ullying behavior. Keywords : Cyberbullying, Behavior, Adolescent, Instagram, Social Media Pendahuluan Remaja merupakan periode transisi dari anak menuju dewasa yang melibatkan kematan gan proses berfikir, dan emosional (Permatasari, 2016). Pada periode tersebut, remaja mengalami krisis identitas diri sehingga pada masa ini tergolong dalam periode bermasalah khususnya dengan perilaku bullying (Sistrany , 2016). Bullying sebagai bentuk tindakan agresif yang dapat merugikan dan menyakiti orang lain (Wolke, 2015). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2014 menyebutkan bentuk pelanggaran bullying dibagi menjadi 4 yaitu bullying fisik, bullying seksual, bullying verbal, dan bullying di me d i a sosial (cyberbullying). KPAI (2014) juga menjelaskan bahwa bentuk pelanggaran kekerasan di media sosial (cyberbullying) menjadi permasalahan serius yang harus ditangani terutama pada remaja. Cyberbullying merupakan penyalahgunaan teknologi di media sosial untuk mengancam, melecehkan, dan mempermalukan sese oran g (Fisher, 2013). Hasil studi United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) tahun 2016 menunjukkan hampir 30 juta remaja di Indonesia mengakses internet, 80% remaja khususnya di kota Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarya (DIY) adalah pengguna aktif internet, 70% remaja menggunakan internet untuk bertemu te man online melalui media sosial (instagram), dan 30% melihat video melalui situs online, sehingga penggunaan internet pada remaja dapat berpengaruh terhadap peningkatan tindak penyalahgunaan media sosial seperti cyberbullying. Hasil penelitian Dalgeish (2010) menunjukkan remaja yang melakukan atau mengalami cyberbullying sebesar 50% usia 10- 14 tahun, 42% usia 15-18 tahun, dan 8% usian 19-25. Presentase tertinggi menurut penelitian Papalia (2014) cyberbullying dikalangan remaja terjadi pada usia 14 hingga 18 tahun. INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 38 Faktor perilaku cyberbullying remaja dipengaruhi oleh frekuensi penggunaan media sosial yang tinggi, rasa empati yang rendah, dan memiliki pengalaman menjadi korban bullying (Fabio Sticca, dkk, 2013). Faktor Cyberbullying tersebut memberikan dampak terhadap psikologis korban, 37% mengalami kepercayaan diri rendah, 30% mengalami penurunan prestasi di sekolah, 28% mengalami depresi, dan 25% mengalami gangguan pola tidur (Meodia, 2016). Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bekerjasama dengan UNICEF tahun 2014 menyatakan bahwa sebagi an besar remaja Indonesia pernah menjadi korban cyberbullying. Sebanyak 49% orang mengaku menjadi korban cyberbullying dalam bentuk pemberian nama negatif, 19% dijadikan objek gosip, 12% ancaman, 7% korban penipuan, 11% diposting gambar atau informasi pribadi korban, dan 6% merujuk pada konten seksual (Sartana, Afriyeni, 2017). Perilaku cyberbullying yang terjadi dikalan gan remaja menimbulkan keresahan dan keprihatinan masyarakat terhadap perilaku tersebut di media sosial. Hal ini didukung ol e h pengaduan masyarakat kepada KPAI. Pada tahun 2011 - 2014 KPAI mencatat 369 pengaduan terkait cyberbullying. Sekitar 25% dari total sebagian pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Masyarak at khawatir kasus mengenai cyberbullying yang muncul ke ruang publik hanya sedikit sedangkan masih banyak kasus cyberbullying yang belum terlaporkan. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah Cyberbullying di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 310 ayat (1) KUHP berisi tentang pencemaran nama baik sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nam a baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal secara terang-terangan yang di ketahui oleh umum. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku cyberbullying pada remaja di sosial media instagram untuk mengeksplorasi perilaku cyberbullying di kalangan remaja di Yogyakarta. Metode Penelitian ini menggunakan metode kuali tati f dengan pendekatan fenomenologi. Peneli tian dilakukan pada beberapa sekolah swasta di Yogyakarta. Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari 3 siswa Sekolah Menengah Atas dan 2 siswa Sekolah Menengah Pertama yang ditentukan dengan purposive sampling. Kriteria inklusi pada informan yaitu siswa SMA kelas X atau XI atau XII, siswa SMP kelas VII atau VIII atau IX di sekolah tersebut, dan menggunakan media sosial instagram. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara untuk menggali informasi tentang perilaku cyberbullying remaja di media sosial instagram. Observasi dilakukan selama 1 minggu melalui akun media instagram informan dengan dibantu asisten penelitian yang sebelumnya sudah melakuakn persamaan persepsi mengenai pokok bahasan cyberbullying. Keabsahan data dilakukan dengan menggunakan triangulasi metode d an peer debriefing. Hasil wawancara dan observasi kemudian dibuat transkrip dan dianalisis dengan bantuan software open co de 4.03. Hasil A. Kriteria Partisipan Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari 3 siswa Sekolah Menengah Atas dan 2 siswa Sekolah Menengah Pertama dengan karakteristik masing-masing informan : VOL. 2 NO. 1 JUNI 2018 39 Tabel 1. Karakteristik Informan Kode Informan Jenis Kelamin Usia Pendidikan Sekarang Status Bullying I1 Perempuan 18 tahun Sekolah Menengah Atas (SMA) Pelaku dan korban I2 Perempuan 19 tahun Sekolah Menengah Atas (SMA) Pelaku dan korban I3 Perempuan 16 tahun Sekolah Menengah Atas (SMA) Pelaku dan korban I4 Laki-Laki 15 tahun Sekolah Menengan Pertama (SMP) Korban I5 Laki-Laki 15 tahun Sekolah Menengan Pertama (SMP) Pelaku dan korban B. Jenis Cyberbullying di Instagram Gambar 1. Jenis Cyberbullying di Instagram Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa j e ni s cyberbullying di media instagram mempengaruhi remaja dalam melakukan cyberbullying. 1. Mengupload foto di instagram dengan kalimat kasar Remaja mengaku pernah mengunggah foto dengan memberikan komentar kasar ketika sedang merasa kesal dengan oranglain. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : I: "yo pernah ada kalimat sarunya kek apa y a mbak sek mbak lupa...(mikir) oiya misal anjing gitu ada tapi yo gak semua fotoku". Berikut bukti screenshoot caption foto yang diunggah oleh informan : Gambar 2. Screenshoot caption Jenis Cyberbullying di Instagram Mengomentari foto Update Instastory Upload Foto Komentar Kasar INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 40 Foto yang di upload oleh remaja menggunakan caption dengan melontarkan kata-kata kasar untuk melecehkan ketika informan merasa sebal dengan orang lain seperti "ra dadi atimu po pie kok kementise poll (tidak jadi hati kamu atau gimana kok s o k tau banget), fuck anjing bangsat". 2. Berkomentar kasar melalui Instagram Remaja menjelaskan bahwa sering mengomentari postingan milik temannya dengan menggunakan kalimat yang membuat temannya sakit hati karena teman remaja tersebut pernah mengejek remaja. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : P:"tapi kamu pernah gak dek, misal kalo temen kamu upload foto terus kamu ngomentarin foto itu yang bikin temenmu sakit hati? I: perrnah mbak ..."jelek" gitu mbak..ssalahnya ngatain akku ga bisa mma in bola" (I5, laki-laki 15 tahun). Selain itu remaja lain mengatakan bahwa temannya juga mengomentari akun instagram miliknya dengan menggunakan kata-kata kasar karena remaja mengupload foto dan menyisipkan caption yang menimbulkan teman-temannya berkomentar kasar pada foto tersebut. Hal ini didukung dengan pernyataan infroman sebagai berikut : P: "Terus gimana dek dia ngomentari pake kata- kata kasar itu ke foto yang kamu upload " I: "oh ini hahaha ya ini mbak bitch lah,apalah itu mba temenku komentare aneh-aneh hehehe" P:" tanggapanmu gimana, ini orang yang kamu upload fotonya tau dek kalo di komentarin kayak gini?" I:" ya lucu-lucuan aja mba pas temenku lew a t depan rumah ini tak foto, mereke juga tau kok mba hehehe". (I4, laki-laki 15 tahun). Berikut bukti screenshoot teman informan yang mengomentari foto menggunakan k ata- kata kasar : Gambar 3. Screenshoot teman informan Bukti screenshoot tersebut menunjukkan adanya upaya remaja untuk merendahkan oranglain melalui media instagram dengan mengupload foto temannya sehingga menyebabkan teman informan mencela foto tersebut dengan berkomentar menggunakan kata-kata kasar seperti bitches (perempuan jalang), kimcil (merupakan singkatan dari bahasa jawa "kimpet cilik" yang berarti alat kelamin perempuan), teman remaja juga mempelsetkan perkataan kasar seperti bajilak (bajingan). Selain itu, bukti screenshoot juga menunjukkan adanya upaya seseorang u n tu k melecehkan remaja dengan mengirim komentar-komentar kasar yang dapat menyakiti perasaan remaja seperti kontol (kemaluan laki-laki), ngentot (melakukan hubungan badan), ada juga oranglain menyebut remaja dengan menggunakan k ata anjing, jingan (bajingan) mentel (genit). VOL. 2 NO. 1 JUNI 2018 41 Memikirkan korban T idak memikirkan korban Intensitas Penggunaan Instagram Karakter Korban Cyberbullying Kemamp uan Emp ati Pelaku Faktor-faktor Perilaku Cyberbullying di Instagram T eman dekat Riwayat Bullying 1. Update Instastory Instagram Remaja juga mengatakan sering mengup da te instastory di instagram dengan menggunak an kata-kata kasar. Hal ini didukung dengan bukti screenshoot dari akun instagram informan : Gambar 4. Screenshoot Instastory Instastory yang dibuat oleh remaja merupakan perilaku cyberbullying, hal tersebut karena remaja mengupdate instastory berupa foto temannya yang ditambakan dengan kalimat tidak pantas di media sosial "bangke u", ada juga kata-kata yang di plesetkan "anying" yang bermakna anjing. C. Faktor-Faktor Perilaku Cyberbullying di Instagram Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi remaja dalam perilaku cyberbullying adalah intensitas penggunaan media sosial, kemampuan empati pelaku, dan karakter korban cyberbullying. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada bagan berikut : Gambar 5. Faktor-Faktor Perilaku Cyberbullying di Instagram 1. Intensitas Penggunaan Instagram Remaja mengatakan sering membuka media instagram sehari minimal 2 kali sehari. Remaja menjelaskan dapat membuka instagram lebih dari 7 kali sehari apabila memiliki kuota internet yang lebih banyak. Hal INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 42 ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut : "wah ya sering mbak..apalagi kalo kuotanya banyak sehari bisa 3-4 kali lebih paling mba buka instagram hehehe..." (I2, perempuan 19 tahun). "emmmm berapa ya mbak..sek mbaak..em m 7-15 kali bisalah aku mbak buka instagram hahaha..." (I4, laki-laki 15 tahun). 2. Karakter Korban Cyberbullying a. Teman Dekat Remaja menyebutkan bahwa orang yang dijadikan sasaran menjadi korban cyberbullying adalah teman dekat. Remaja menganggap bahwa teman dekatnya tidak akan sakit hati atas tindakan yang dilakukan oleh remaja dan menganggap perilaku cyberbullying tersebut wajar dan hanya dijadikan sebagai bahan candaan. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : "emmm Cuma temen deketku aja mbak kayak aku bikin instastory pas mukanya lagi jelek banget gitu, Cuma gitu doang.. bercandaan doang...masih wajarlah mbak soalnya uda biasaa..." (I1, perempuan 18 tahun). b. Riwayat Bullying Remaja menyebutkan bahwa perilaku cyberbullying yang dilakukannya disebabkan karena sebelumnya remaja pernah menjadi korban cyberbullying, hal tersebut membuat remaja ingin membalas temannya dengan mempermalukan kembali di media instagram. Hal ini didukung dengan pernyataan i nforman sebagai berikut : P: " bisa diceritain gak dek, memangnya yang kamu kata-katain di instagram itu orangnya seperti apa sih dek?" I: " ya pokokmen seng tau nyindir aku kae lo mbak.. salahe nganu aku yo tak nganu gentilah mba..wong wong seng koyo ngono diwanikke mbak..hehehe" (I2, perempuan 19 tahun). 3. Kemampuan Empati Pelaku a. Memikirkan korban Remaja mengatakan bahwa setelah mempermalukan korban di media instagram remaja memikirkan perasaan korban dan menyesali perbuatannya sehingga hal yang dilakukan oleh remaja yaitu meminta maaf kepada korban. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : "iya..emm mikir sih mbak...ya pas lagi emosinya sih kan lagi ga kekontorol gitu jadi gak mikirin tapi pas emosiku udah reda ya aku mikir mbak...wah ini pasti orangnya sakit ha ti pasti nih... ya terus aku minta maaf sih mbak..kasihan sama orangnya...hehehe." ( I 4, laki-laki 15 tahun). b. Tidak Memikirkan Korban Selain itu, ada juga remaja yang mengaku tidak mempedulikan perasaan korbannya karena remaja merasa orang tersebut telah mengganggu kehidupannya dan setelah mempermalukan korbannya di instagram remaja merasa lega. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : "halah mbak... ngapain mikrin perasaannya...aku mah luweh luweh mba...la wong deknen ngusik hidupku...yo delok wae mbak..remuk-remuk tenan..hahaha seng pentingki deknen reti, aku yo lega nek wes koyo ngono..." (I3, perempuan 16 tahun). D. Respon Korban Cyberbullying di Instagram Gambar 6. Respon Cyberbullying di Instagram Sakit Hati Respon Korban R espon K orban di I ns tagram Tidak Peduli Menganggap Candaan VOL. 2 NO. 1 JUNI 2018 43 1. Sakit Hati Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa remaja yang menjadi korban cyberbullying di media instagram merasa tidak sakit hati atas perkataan yang disampaikan oleh oranglain. Remaja menjelaskan bahwa sering dibully seti ap hari oleh teman-temannya. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : P: "pas kamu dipermalukan orang lain di instagram, perasaanmu gimana sih dek?" I: "ya gimana ya mba..gak sakit hati sih mbak..soalnya emang udah sering aku digituin mba...." (I5, laki-laki 15 tahun). 2. Tidak Peduli Hasil penelitian menunjukkan adanya remaja yang tidak peduli terhadap perkataan kasar oranglain. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : "ah aku mah rapeduli mbak..biasa wae...diem wae mbak..owong aku ngerasa ratau golek masalah...benke wae mbak rapeduli.."(I3, Perempuan 16 tahun). 3. Menganggap Candaan Hasil penelitian menunjukkan remaja mengatakan bahwa mereka menganggap komentar teman kepadanya menggunakan kalimat yang berunsur seksual di media instagram hanya sebagai candaan saja sehingga remaja ketika membaca komentar tersebut merasa lucu. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : P: "tadi kan kamu bilang kalau teman dekatmu pernah komentar pake kalimat saru..nah yang kamu rasain gimana sih dek" I: "yaaa ngakak aku mbak baca komen temenku sendiri..la aneh..aneh wae nek komentar mbak..lucu..nyeleneh pie gitu mbak..hahaha ha " (I2, perempuan 19 tahun). E. Dampak Cyberbullying di Instagram Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku cyberbullying berdampak pada remaja. Remaja mengatakan menjadi kurang memperhatikan di sekolah karena memikirkan apa yang sudah dialaminya. Selain itu remaja juga merasa tidak percaya diri akibat perkataan oranglain yang menyakitinya di media instagram. . Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : P: "kamu tau gak dek alasan instagram itu karena apa" I:"emmm...yayyaa..tttau mbak..karna gggagap.. P: kalo setiap kamu di katain gitu ngaruh gak s ih dek buat kehidupanmu" I: "ngaruhh bbanget mbak..ya kayak kkurrang emmm emmmemmememperhatikan di sekolah.." (I5, laki-laki 15 tahun). F. Koping Korban Cyberbullying di Instagram Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang pernah menjadi korban cyberbullying di media instagram untuk menghilangkan perasaan sedih dan sakit hatinya yaitu dengan pergi bersama temannya ke suatu tempat, ada juga remaja yang menjelaskan dengan bermain handphone dan bermain game dapat menghilangkan perasaan sedihnya. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut : "emmmm apa ya mbak.. ya paling ya mba nongkrong sama temen temenku.. ngumpul ngumpul gitulah kan njuk uwis ra bakalan mikirke meneh mbak..." (I3, Perempuan 16 tahun). "emmm..pppaling akkk aaku mmain hp kalo ggak game biar aku gak sssedih gara -gara mmreka mba hehe.." (I5, laki-laki 15 tahun). Pembahasan 1. Jenis Cyberbullying di Instagram Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan sering mengomentari foto temannya menggunakan kata kata kasar dikarenakan infroman sudah merasa dekat dengan temanny a dan menganggap hal tersebut wajar. Machackova dkk., (2013) menjelaskan aktifitas cyberbullying yang dilakukan oleh remaja di media sosial adalah menyebut temannya dengan sebutan lain, penghinaan, peretasan akun media sosial, mengalami pengucilan di media sosial, dan digosipkan. Namun aktifitas cyberbullying yang paling sering terjadi di media sosial ialah pemanggilan dengan sebutan lain dan penghinaan yang dilakukan terhadap oranglain. Kartono (2013) menyebutkan perilaku cyberbullying yang sering terjadi di media sos i al adalah harrasment yaitu perilaku cyberbullying dengan menuliskan kata-kata kasar di kolom INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 44 komentar akun media sosial dan mengirim atau memposting gambar seseorang yang bertujuan untuk menghina. Hal ini didukung juga dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa informan mengupdate instastory dengan menggunakan foto orang lain dan menambahkan tulisan menggunakan kata-kata kasar. Selain i tu , hasil penelitian ini juga menunjukkan informan mengupload foto dengan menambahkan caption menggunakan kata-kata kasar karena merasa sebal dengan orang lain. Jacobs dkk., (2015) menjelaskan remaja memilih untuk menggunakan media sosial se cara tidak pantas seperti mengintimidasi, melecehkan oranglain, mengancam dan bisa juga dengan motif sen gaj a mengucilakan orang lain. Mafazi (2017) menjelaskan remaja sering mengungkapkan d an mengekspresikan dirinya melalui media sosial, namun pengungkapan yang disampaikan remaja di media sosial tidak semuanya mempunyai efe k yang positif seperti mencela oranglain, berkata kotor, dan melakukan agresi. 2. Faktor-faktor perilaku cyberbullying di Instagram Hasil penelitian ini menunjukkan perilaku cyberbullying pada remaja di Yogyakarta dipengaruhi oleh intensitas penggunaan media sosial, kemampuan empati pelaku, dan karak te r korban. a. Intensitas Penggunaan Media Sosial Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas remaja dalam menggunakan media sosial memiliki pengaruh terhadap perilaku cyberbullying. Hal tersebut ditunjukkan dengan wawancara siswa yang menyatakan bahwa siswa membuka instagram 2 kali hingga lebih dari 7 kali dalam sehari ketika memiliki kuota internet yang banyak. Gibson (2015) menyebutkan bahwa remaja yang menggunakan internet melebihi batas frekuensi penggunaan media sosial akan mempengaruhi remaja dalam melakukan cyberbullying. Remaja yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam perbulan di media sosial d ap at mendorong remaja untuk melakukan intimidasi dan penindasan terhadap oranglain (Ariani d k k . , 2013). Selain itu, Kusumaardhiati (2012) menjelaskan intensitas penggunaan media sosial didukung juga oleh fasilitas untuk berlangganan internet yang memiliki akses lebih cepat dan kuota unlimited, hal tersebut membuat remaja dapat menghabiskan waktunya lebih dari dua j am ti ap harinya untuk sekedar mencari informasi, mencari kesenangan, dan berinteraksi dengan oranglain sehingga aktivitas yang dilakukan remaja di media sosial dapat mempengaruhi remaja untuk melakukan cyberbullying. b. Kemampuan Empati Pelaku Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan empati mempengaruhi remaja dalam melakukan cyberbullying. Informan menunjukkan tidak adanya rasa bersalah terhadap korban, selain itu informan tidak menunjukkan adanya keinginan untuk memahami perasaan yang dirasakan oleh korban. Empati merupakan kemampuan seseorang untuk memikirkan atau merasakan perasaan emosi yang dirasakan oleh oranglain baik secara afektif maupun kognitif. Remaja yang terlibat dalam perilaku bullying secara langsung memiliki empati yang lebih rendah khususnya empati afektif (Garandeaul dkk., 2016). Kemampuan empati yang rendah pada pelaku cyberbullying membuatnya mendapatkan perasaan puas karena melihat korbannya tidak berdaya akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku (Faucher, Jackson & Cassidy, 2014). Perkembangan kognitif remaja yang belum matang menyebabkan remaja belum memiliki kemampuan untuk mengatur diri nya sendiri ataupun menghormati oranglain sehingga tindakan yang dilakukan remaja di media sosial bisa menjadi tidak tepat dan dapat menyakiti oranglain tanpa memikirkan perasaan korbannya (Deursen et al., 2015). Selain itu dari hasil penelitian terdapat informan yang menunjukkan adanya rasa bersalah dan memahami perasaan korban. Rachmah (2014) menjelaskan sikap empati pelaku cyberbullying dapat ditingkatkan dengan merubah persepsi pelaku terhadap korban dan merubah pola pikir pelaku dan mencoba menempatkan diri sebagai korban sehingga kemampuan empati yang dimili ki o l e h pelaku tinggi. VOL. 2 NO. 1 JUNI 2018 45 c. Karakter Korban Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan melakukan cyberbullying pada teman dekatnya karena menganggap bahwa temannya tidak akan marah dan menganggap perilaku cyberbullying merupakan hal yang wajar. Sartana & Helmi (2014) menjelaskan dalam berinteraksi dengan oranglain remaja mempertimbangkan karakter teman dan situasi untuk menentukan perilaku yang sesuai menurutnya. Selain itu, ketika bersama teman remaja juga cenderung lebih merasa nyaman, bebas berekspresi, dan segala sesuatu yang dilakukan hanya dianggap sebagai bahan candaan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan informan melakukan cyberbullying disebabkan karena informan pernah dipermalukan juga oleh korbannya dan telah mengganggu kehidupan informan. Kartono (2013) menjelaskan motivasi pelaku melakukan cybebrullying di media sosial adalah sebagai balas dendam karena pelaku merasa dendam yang dirasakannya tidak terselesaikan dan merasa tergganggu ketentramannya sehingga pelaku mebalasnya dengan perbuatan cyberbullying. Kowalski et al. (2014) menjelaskan remaja yang pernah menjadi korban cyberbullying dapat beresiko untuk menjadi pelaku cyberbullying di media sosial. 3. Respon Korban Cyberbullying di Instagram Hasil penelitian ini menujukkan bahwa remaja yang menjadi korban cyberbullying memberik an respon seperti sakit hati, tidak peduli, dan senang. Informan mengatakan tidak peduli terhadap situasi yang dialaminya sebagai korban cyberbullying karena tidak ingin memperkeruh suasana dan memilih untuk tidak melakukan perlawanan apapun. Menurut Putra & Ariana (2016) remaja yang menjadi korban cyberbullying berusaha untuk mengatur perasaan yang dialaminya dengan mengacuhkan stress yang ada dan menghindari kemungkinan untuk membalas tindakan cyberbullying yang dialaminya terhadap pelaku. Hal tersebut menunjukkan bahwa kematangan emosi mempengaruhi perasaan remaja sebagai korban. Bonanno & Hymel (2013) menjelaskan strategi yang digunakan oleh para korban cyberbullying salah satunya adalah mengabaikan kejadian- kejadianya yang dialaminya dan memfokuskan perhatian pada hal-hal lain yang membuatnya senang. Selain itu, hasil peneli tian juga menunjukkan bahwa korban menganggap komentar-komentar pelaku yang ditujukan kepadanya di kolom komentar instagram hanya sebagai candaan. Bottino dkk., (2015) menjelaskan bahwa perilaku cyberbullying memiliki respon negatif terhadap kesehatan mental individu. Pandangan pelaku terhadap respon korban ataupun respon ko rb an terhadap perilaku cyberbullying yang dilakukan oleh pelaku hampir sama. Baik pe laku ataupun korban menganggap respon yang muncul adal ah sedih, takut, dan marah akibat dari perilaku cyberbullying. Namun ada juga pelaku atau korban yang merasa bahagia terhadap perilaku cyberbullying yang terjadi karena pelaku atapun korban menganggap perilaku cyberbullying tersebut hanya sekedar bahan untuk bercanda. 4. Dampak Cyberbullying pada Korban di Instagram Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku cyberbullying memberikan dampak terhadap remaja. Informan menjelaskan bahwa cyberbullying yang dialami akan memberikan dampak terhadap sekolah yaitu remaja menjadi kurang memperhatikan pel ajaran di sekolah. Anonim (2013) menjelaskan remaja yang sering menjadi korban cyberbullying akan mengubah pola pandangnya mengenai sekolah. Sekolah yang tadinya dianggap remaja sebagai tempat untuk menuntut ilmu, menambah pengalaman bersosialisasi, dan mencari teman berubah menjadi tempat yang tidak disukai oleh remaja yang menjadi korban cyberbullying. Remaja mengalami penurunan kemampuan untuk fokus dan aktif di kelas karena mereka memikirkan mengenai apa yang sudah mereka alami dan memikirkan akan kembali dijadikan sebagai objek cyberbullying oleh pelaku. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa informan yang menjadi korban cyberbullying menjadi tidak percaya diri. Cyberbullying memberikan damp ak yang negatif kepada remaja. Remaja yang mengalami penurunan harga diri dapat dijadikan sebagai indikator dari dampak negatif bahwa remaja pernah menjadi korban cyberbullying (Hinduja & Patchin, 2015). INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 46 Remaja yang tidak percaya diri selalu mengkhawatirkan apa yang akan dilakukan oranglain terhadap dirinya di media sosial. Namun berbeda dengan remaja yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi cenderung akan menghabiskan waktunya untuk tidak mengkhawatirkan perlakuan oranglain terhad ap dirinya di media sosial, remaja akan lebih membangun citra diri yang lebih positif di med ia sosial (Fazriyati, 2013). Selain itu Bauman, Toomey, & Walker (2013) menjelaskan cyberbullying dapat memberikan dampak negatif yang lebih berat lagi terhadap korban seperti isolasi sosial, depresi, menyakiti dirinya s e n d iri, penggunaan narkotika, dan remaja bisa memilik i ide bunuh diri karena tidak kuat mengalami tekanan yang diterimanya. 5. Koping Korban Cyberbullying di Instagram Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koping remaja sebagai korban cyberbullying di media instagram seperti bermain bersama teman, bermain handphone, dan bermain game. Informan menjelaskan lebih memilih bermain handpohone, bermain game dan bermain bersama teman untuk menghilangkan perasaan sedihnya daripada membalas atau mempedulikan pelaku. Adiyanti (2014) Menjelaskan kemampuan remaja dalam mengelola emosi dapat membantunya untuk mengontrol diri agar tidak terlibat dalam perilaku yang negatif ketika sedang mengalami tekanan. Machackova dkk. (2013) menyebutkan bahwa remaja lebih memilih strategi koping yang dapat menghilangkan emosi negatif pada dirinya. Strategi koping positif yang dilakukan oleh remaja yaitu emotional-focused coping dengan distancing dimana remaja memfokuskan diri untuk menjauhi permasalahan yang dialaminya untuk mendapatkan perasaan positif bagi dirinya seperti bermain playstation, sepak bola, dan pergi bersama teman-temannya karena dapat membuat perasaan sedih yang sedang dialaminya menjadi hilang (Putra & Ariana, 2016). Berbeda dengan Perren.,dkk (2012) yang menyebutkan bahwa remaja melibatkan orang- orang sekitar sebagai dukungan sosial seperti orang dewasa, guru, teman atau lembaga ekternal sebagai strategi remaja untuk mengatasi cyberbullying. Kesimpulan Perilaku cyberbullying dengan media sosial instagram di kalangan remaja seperti seperti mengupload foto, berkomentar kasar, mengupdate instastory, dan mengomentari foto dengan menggunakan kata-kata kasar. Jenis cyberbullying tersebut dipengaruhi oleh faktor- faktor seperti intensitas penggunaan media sosial, karakter korban cyberbullying, dan kemampuan empati korban. Sehingga respon remaja yang muncul akibat cyberbullying seperti sakit hati, tidak peduli, dan senang. Remaja yang menjadi korban cyberbullying akan merasakan dampaknya seperti kurang memperhatikan di sekolah dan tidak percaya diri. Remaja membuat koping untuk menghilangkan perasaan sedihny a dengan bermain bersama teman, bermain handphone, dan bermain game. Saran Bagi Orangtua Orangtua dapat membangun komunikasi yang efektif dengan remaja melalui pendekatan sehari-hari di rumah dan memantau kegiatan remaja di media sosial untuk mengetahui perkembangan dan permasalahan yang sedang dialami remaja sehingga orangtua dapat memberikan arahan dan nasihat kepada remaja agar terhindar dari perilaku cyberbullying. Selai n itu, orangtua dapat memberikan dukungan moral terhadap remaja yang menjadi korban cyberbullying. Bagi Peneliti Selanjutnya Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan interven si melalui promosi kesehatan di media sosial terkait perilaku cyberbullying sehingga dapat menekan tindakan cyberbullying yang terjadi di media sosial. Daftar Pustaka Ariana, Putra. (2016). Gambaran strategi coping stress pada remaja korban cyberbullying. Jurnal psikologi klinis dan kesehatan mental vol 5 no.1 . Ariani, E. Z. (2013). Hubungan intensitas penggunaan jejaring sosial terhadap kualitas tidur remaja di SMA 3 SIAK. Ilm u keperawatan universitas riau . VOL. 2 NO. 1 JUNI 2018 47 Bauman, S., Toomey, R. B., & Walker, J. L. (2013) . Associations among bullying, cyberbullying, and suicide in high sch o o l students. Journal of Adolescence, 36(2),341350.doi:10.1016/j.adolescence. 2012.12.001 Borba, M. (2008). Membangun kecerdasan moral (tujuh kebajikan utama agar anak bermoral tinggi). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Creswell, J. W. (2013). Penelitian kualitatif & desain riset memilih di antara lima pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cahyaningtyas, E. (2014). Peranan kepolisian daerah daerah istimewa yogyakarta dalam menganggulangi tindakan cyberbullying. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Darmalina, B. (2014). Perilaku school bullying di SD N Grindang, Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. David scott yeager, C. J. (2015). Declines in efficacy anti-bullying programs among older adolecents: theory and a three - level meta-analysis. journal of applied developmental psychology, 16. Dieter Wolke, S. T. (2015). Long-term effects of bullying. Department of Psychology a n d Division of Mental Health and Wellbeing , University of Warwick, Coventry, UK, 879-885. Dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artic les/PMC4552909/ Essays, UK. (November 2013). Impact of bullyi n g and cyber bullying on adolescents.https://www.ukessays.com/ essays/psychology/impact-of- bullying-and-cyber-bullying.ph p? v ref =1 [Accessed 27 April 2018] Evans, M. (2016). National children's the anti bullying alliance (ABA). London: National Children's Bureau. Faucher, C., Jackson, M. &Cassidy, W. (2014). Cyberbullying among university students:gendered experiences, impacts , and perspectives. Hindaw Publishing Corporation Education Research International. Fazriyati, W. (2013, September 18). Perilaku di facebook cermin masalah penerimaan diri. Kompas.com. Diunduh http://health.kompas.com/12read/2013 /09/18/1625487/Perilaku.di.Facebook.C ermin.Masalah.Penerimaan.Diri. Garandeaui, dkk. (2016). School bullies' intention to change behavior following teacher interventions: effects of emphaty arousal, condemning of bullying and blaming of the perpetrator. Springerlink.com. Gibson, J. (2015). Cyber-bullying on the rise. Time Colonist. Victoria, British Columbia.http://www.canada.com/life/C yber+vullying+rise/2915031/story.html. Hertz MF, David Ferdon C. Electronic media and youth violence: a CDC issue brief for educators and caregivers. Atlanta (GA): Centers for Disease Control; 2008. http://www.cdc.gov/ncipc/dvp/YVP/elec tronic_aggression. Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2013). Social influences on cyberbullying behaviors among middle and high school students . Journal of Youth and Adolescence,42(5), 711–722. doi:10.1007/s10964-012-9902-4 Kartini Kartono, (2013) Patologi sosial 2, kenakalan remaja.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. KPAI. (2014). Kasus bullying dan pendidikan karakter. [Online] Dirujuk dari : http://www.kpai.go.id/berita/kpai - kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/ (Diunggah pada 3 Agustus 2017). Mafazi, N. (2017). Perilaku virtual remaja: strategi coping, harga diri, dan pengungkapan diri dalam jejaring sosial online. Jurnal Psikologi vol.16, 128-137. Meodia, A. (2016, Agustus Sabtu). Dampak negatif cyberbullying. Dipetik OktoberSenin,2017,dariAntaraNews:http ://www.antaranews.com/berita/579799 /ini-dampak-negatif-cyberbullying. Moleong, L. J. (2007). Metodelogi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 48 Niels C.L. Jacobs, L. G. (2015). Dutch cyberbullying victim's experiences, perceptions,attitudes and motivations related to (coping with) cyberbullying: fokus group interviews. Faculty of psychology and educational sciences, open university the netherlands, valkenburgerweg . Papalia, F. D. (2014). Menyelami perkembangan manusia. Jakarta: Salemba Humanika. Park, S., Na, E. Y., & Kim, E. (2014). The relationship between online activi ties, netiquette, and cyberbullying. Children and Youth Services Review 42 , 7481. doi:10.1016/j.childyouth.2014.04.002. Patchin, J. W. (2014). Words wound: delete cyberbullying and make kindness go viral. United States of America: Free Spirit Publishing. Perren, S., Corcoran, L., Cowie, H., Dehue, F., Garcia, D. J., Mc Guckin, C., & Völlink, T. (2012). Tackling cyberbullying: rev i ew of empirical evidence regarding successful responses by students, parents, and schools. International Journal of Conflict and Violence, 6, 283- 292. Rudi, Tisna "Informasi perihal bullying', (Indonesia Anti Bullying: 2010). https://biglovedagio.files.wordpress.com /2010/03/informasi_perihal_bullying.pdf Razak, N. (2014). Studi terakhir: Kebanyakan anak Indonesia sudah online, namun masih banyak yang tidak menyadari potensi resikonya. Jakarta, di akses hhtp;//www.unicef.org/indonesia/id/me dia_22169.html tanggal 3 Oktober 2014. Santrock. (2007). Psikologi perkembangan Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Smith PK, Mahdavi, dkk. Cyberbullying: its nature and impact in secondary school pupils. J Child Psychol Psychiatry. 2008;49(4) : 376-385. Smith, P. K. (2011). Cyberbullying and cyber aggression. University Of London , 99- 100. Sukmaningtyas, W. F. (2017). Penggunaan Jejaring Sosial pada Perilaku Perundungan Siber Remaja di SMK Negeri 1 Samarinda. eJournal.ilkom.fisip- unmul.ac.id, 170-180. Surilena. (2016). Perilaku Bullying (Perundungan) pada Anak dan Remaja. Universitas Katolik Atma Jaya, 35-38. Sugiyono, P. D. (2015). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Tippett N, Wolke D, Platt L. Ethnicity and bullying involvement in a national UK youth sample. J Adolesc 2013;36:639– 49. Tippett, N. (2016). Focus on: Cyberbullying. National Children's The Anti Bullying Alliance (ABA) London, 1. Willard, N. E. (2006). Cyberbullying and cyberthreats. Eugene, OR: Center for Safe and Responsible Internet Use. Willard, Nancy E, “Cyberbullying and Cyberthreats: Responding to the Challenge of Online Social Aggression, Threats, and Distress”. (Research Press:2007). Wolke D, Skew A. Family factors, bullying victimisation and well being in adilecents. Longit Life Course Stud 2012;3:101-119.