VOL. 3 NO. 1 JUNI 2019 9 IJNP (Indonesian Journal of Nursing Practices) Vol 3 no 1 Juni 2019 : 9-21 Titan Ligita1, Intansari Nurjannah2, Kristin Wicking1, Nichole Harvey3, Karen Francis4 1 Nursing, Midw if ery and Nutrition, College of Healthcare Sciences, James Cook University, Tow nsville, Australia 2 School of Nursing, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia 3 Medicine, College of Medicine and Dentistry, James Cook University, Tow nsville, Australia 4 School of Health Sciences, College of Health and Medicine, University of Tasmania, Launceston, Australia Korespondensi: Titan Ligita Email: titan.ligita@my.jcu.edu.au Seb uah Storyline Mengenai Proses Bagaimana Penderita Diab etes di Indonesia Mempelajari Mengenai Penyakitnya Info Artikel Online ISSN DOI : http://journal.umy.ac.id/index.php/ijnp : 2548 4249 (Print) : 2548 592X (Online) : 10.18196/ijnp.3187 Abstrak Latar Belakang: Edukas i di abetes bermanfaat pada perbai kan dalam pengel ol aan di abetes s ecara mandi ri s erta peni ngkatan pengendal i an kadar gul a darahnya. Tetapi , s ampai dengan s aat i ni bel um terdapat penel i ti an dan publ i kas i mengenai pros es bagai mana penderi ta di abetes di Indones i a mempel aj ari tentang penyaki tnya. Tujuan: Adapun tuj uan dari penul i s an arti kel i ni adal ah untuk menyampai kan has i l penel i ti an mel al ui s ebuah storyline/al ur cer i ta yang di kembangkan dari s ebuah penel i ti an grounded theory. Metode: Studi penel i ti an yang di maks ud i ni bertuj uan untuk memahami l ebi h bai k pros es bagai mana penderi ta di abetes mempel aj ari mengenai penyaki tnya mel al ui metodol ogi grounded theory. Dua pul uh enam parti s i pan di perol eh mel al ui metode purposive dan theoretical sampling. Wawancara di l akukan kepada parti s i pan. Hasil: has i l penel i ti an menunj ukan pengembangan s ebuah teori “Learni ng, choos i ng, and acti ng: s el f-management of di abetes i n Indones i a” (Mempel aj ari , memi l i h dan berti ndak: manaj emen di ri di abetes di Indones i a) yang merupakan pros es penderi ta di abetes mempel aj ari tentang penyaki tnya, yang bers i fat s i kl us dan l i ni er. Kesimpulan: Sebuah s toryl i ne atau al ur ceri ta di gunakan untuk menj el as kan teori mengenai pros es mempel aj ari , memi l i h dan berti ndak dal am manaj emen di ri di abetes i ni . Rekomendas i di tekankan pada perbai kan dal am memberi kan edukas i pada penderi ta di abetes . Kata Kunci: di abetes , grounded theory, manaj emen di ri , pros es mempel aj ari penyaki t, storyline Abstract Background: Diabetes education is beneficial to enhance both knowledge and attitudes towards self-care management and glycemic control improvement. However, little is known about the process of how people with diabetes in Indonesia receive and engage in education that promotes their health. Objective: The purpose of this article is to share the findings in the form of a storyline developed from a grounded theory study. mailto:titan.ligita@my.jcu.edu.au http://journal.umy.ac.id/index.php/ijnp http://u.lipi.go.id/1477106461 http://issn.pdii.lipi.go.id/issn.cgi?daftar&1478151103&1&& http://journal.umy.ac.id/index.php/ijnp/article/view/5698 INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 10 Method: The aim of the study was to better understand this process using grounded theory methodology. Twenty-six participants were recruited through purposive and theoretical sampling methods. The participants were interviewed. Result: The results showed a cyclic and dynamic process that lead to the development of a theory entitled Learning, choosing, a nd acting: self-management of diabetes in Indonesia. Conclusion: This theory will be explicated using a storyline, along with recommendations to help improve the provision of diabetes education. Keywords: diabetes, grounded theory, process of learning the disease, self-management, storyline PENDAHULUAN Diabetes menempati empat besar penyakit tidak menular di Indonesia dengan prevalensi rata-rata yang semakin meningkat (World Health Organization, 2014) dan sejak tahun 1980an, penyakit kronis ini sudah menjadi isu permasalahan yang mengkhawatirkan (Waspadji, Ranakusuma, Suyono, Supartondo, & Sukaton, 1983) . Data dari hasil riset kesehatan terkini dalam lingkup nasional menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes. Prevalensi diabetes pada populasi penduduk perkotaan tercatat sebesar dari 6.9% dan dalam periode 5 tahun, terdapat peningkatan proporsi diabetes pada populasi penduduk perkotaan dan pedesaan menjadi 8.5% (National Institute for Health Research and Development, 2013, 2018). Berbagai strategi dilakukan untuk menangani penyakit diabetes melalui pengelolaan diabetes yang tepat, di antaranya adalah melalui pengobatan, pengelolaan diet, olahraga, pemantauan kadar gula darah (Yacoub, 2014) serta pemberian edukasi. Penderita dituntut pula u n tu k paham apa tujuan dan bagaimana cara melakukan manajemen diabetes tersebut, sehingga mereka dapat mempraktekkan manajemen diabetes tersebut dengan benar. Penderita yang memperoleh informasi yang benar dan baik se cara formal melalui edukasi diabetes maupun i n f ormal melalui penyebaran informasi dari orang lai n ak an mempengaruhi bagaimana mereka memutuskan manajemen diabetes yang tepat bagi dirinya. Edukasi yang diberikan kepada penderita diab etes menunjukkan hasil yang positif terhadap kondisi pasien, salah satunya adalah dengan bukti adanya perbaikan kadar gula darah penderita. Tetapi, karena penderita diabetes mengalami penyakit sepanjang kehidupannya, mereka membutuhkan dukungan yang berkelanjutan (Funnell, 2011). Seringnya, edukasi yang diberikan tidak memadai sehingga penderita sulit mempertahankan perilaku yang positif. Perawat yang merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berinteraksi intensif dengan penderita akan dapat memberikan dukungan y an g berkelanjutan melalui edukasi kepada penderita, di mana perawat menunjukkan sumber daya yan g membantu penderita dalam mengubah perilaku dan menunjukkan mekanisme pemecahan masalah yang baik (Funnell, 2011). Salah satu contoh bagaimana perawat dapat membantu penderita diabetes adalah dengan cara menyediakan sumbe r informasi yang benar (misalnya secara online) dari sumber yang terpercaya seperti situs web National Diabetes Education Program (NDEP) (Funnell, 2011). Situs tersebut merupakan situs pemerintah di negeri berkembang seperti Amerika Serikat yang dikelola oleh Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit yang berisi informasi mengenai diab etes , sehingga praktisi maupun penderita diabetes dapat mengunjunginya. Beberapa studi telah dilakukan untuk meneliti mengenai program-program pendidikan diabetes yang diberikan kepada penderita diabetes di Indonesia dengan tujuan untuk menilai kemampuan pasien dalam manajemen perawatan diri (Hartayu, Izham, & Suryawati, 2012a, 2012b; Ng et al., 2010; Sae-Sia, Maneewat, & Kurniawan, 2013). Adapun strategi yang ditawarkan melalui penelitian tersebut adalah dengan memberikan pendidikan bagi penderita diabetes melalui dukungan, nasihat dan/atau pendekatan interaktif. Hasil akhir yang dapat dicapai melalui edukasi VOL. 3 NO. 1 JUNI 2019 11 diabetes ini adalah perilaku perawatan diri yang positif, peningkatan pengetahuan mengenai perawatan diri dan kepatuhan terhadap manajemen perawatan diri pada diabetes. Akan tetapi, pencapaian yang positif melalui program edukasi diabetes yang dievaluasi melalui penelitian tersebut belum menunjukkan pemahaman yang mendalam mengenai proses pemberian edukasi kesehatan bagi penderita diabetes terutama dalam konteks yang terjadi di Indonesia. Studi yang pernah ada pun tidak memberikan perhatian terhadap siapa saja yang terlibat dalam pembelajaran penderita diabetes melal ui e d u kas i kesehatan terkait penyakitnya. Tidak hanya itu, sebagian besar penelitian yang dilakukan te rs eb ut tidak meneliti tentang peran tenaga kesehatan, khususnya perawat, dalam memberikan pendidikan diabetes (Hartayu et al., 2012a, 2012b; Ng et al., 2010). Efektifitas edukasi diabetes yang diidentifikasi d ari beberapa studi tidak menunjukkan secara jelas proses yang dilakukan oleh penderita diabetes melalui informasi yang mereka dapatkan dari edukasi diabetes tersebut. Proses bagaimana pasien mempelajari penyakitnya sangat penting dalam meningkatkan edukasi yang efisien dan efektif bagi penderita diabetes. Maka dari itu melalui studi grounded theory, kami melakukan sebuah penelitian mengenai proses bagaimana penderita diabetes di Indonesia mempelajari mengenai penyakitnya. Pertanyaan umum penelitian pada studi ini adalah bagaimana p ro s e s penderita diabetes di Indonesia mempelajari tentang penyakitnya. Adapun tujuan dari artikel in i adalah untuk menyampaikan hasil penelitian melalui sebuah storyline (alur cerita) pada teori yang kami kembangkan, yaitu teori mengenai proses bagaimana penderita diabetes mempelajari mengenai penyakitnya. Storyline atau al ur cerita adalah salah satu teknik yang dapat membantu peneliti mengembangkan sebuah teori dan menampilkan hasil penelitian berupa sebuah narasi (Birks & Mills, 2015). METODE PENELITIAN Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan p ro s e s sosial dasar yang digunakan penderita diabetes di Indonesia untuk mempelajari mengenai penyakitnya, termasuk di dalamnya proses di mana penderita diabetes menerima edukasi kesehatan yang terkait dengan diabetes. Faktor penghambat dan pendukung dalam pemberian pendidikan kesehatan bagi masyarakat dengan diabetes ini akan diidentifikasi sebagai bagian dari proses tersebut. Hasil dari mengetahui proses ini, diharapkan akan memberikan arahan pada pembuat kebijakan dan praktisi kesehatan terutama perawat dapat mengembangkan strate gi yang kreatif melalui pemberiaan edukasi kesehatan yang lebih baik kepada penderita diabetes sehingga penderita dapat memilih dan menerapkan terapi dengan benar dan sesuai. Desain Penelitian ini menggunakan pendekatan ku al itatif dengan metodologi grounded theory sebagai rancangan penelitian. Tujuan penelitian yang sesuai dapat membantu peneliti memilih rancangan penelitian yang sesuai (Mills, 2014). Grounded theory merupakan rancangan penelitian yang dianggap sangat cocok bagi pertanyaan penelitian yang ingin mengetahui sebuah “proses”. Penelitian Grounded theory menghasilkan sebuah teori yang dikembangkan dari proses pengumpulan data dan analisis data yang terjadi secara bersamaan atau dikenal dengan istilah concurrent data collection and analysis (Charmaz, 2006; Corbin & Strauss, 2008; Creswell, 2013), di mana proses analisis data dilakukan pada setiap data yang dikumpulkan (misalnya melalui wawancara) sebelum peneliti mulai melakukan wawancara selanjutnya. Berdasarkan pada hasil analisis data ini, peneliti akan menentukan data tambahan apa saja yang perlu dikumpulkan melalui wawancara, yang dikenal dengan istilah theoretical sampling. Grounded theory adalah pilihan yang tepat dilakukan bagi sebuah topik yang tidak memiliki bukti yang memadai mengenainya dan dengan demikian diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai fenomena te rk ait (Mills, Birks, & Hoare, 2014). Peneliti dalam penelitian ini menggunakan seperangkat prinsip grounded theory yang dipengaruhi oleh filosofi constructivism dan symbolic interactionism. Penelitian grounded theory memberikan perhatian pada pentingnya mengetahui posisi filosofis peneliti dalam penelitian kualitatif, karena para peneliti akan secara efektif menggunakan rancangan penelitian yang sesuai sehingga dapat mencerminkan sudut pandang mereka mengenai kenyataan/realitas dan INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 12 metodologi penelitian yang mereka terapkan (Birks, 2014). Secara metodologi, penggunaan constructivism yang didukung oleh symbolic interactionism pada peneltitian grounded theory telah populer di kalangan peneliti perawat k are n a desain ini memungkinkan mereka untuk memahami sikap dan pengalaman partisipan s e rta mengeksplorasi proses yang digunakan dalam memberikan pelayanan kesehatan (Higginbottom & Lauridsen, 2014). Prinsip constructivism yang digunakan adalah bahwa peneliti bersama d e n gan partisipan penelitian membentuk ( construct) realita/kenyataan melalui pandangan dan hal y an g bermakna bagi partisipan (Charmaz, 2014). Melalui prinsip symbolic interactionism, peneliti melihat bahwa hal yang bermakna bagi partisipan dibentuk melalui interaksi sosial (Blumer, 1969) sehingga peneliti akan melihat interaksi -interaksi yang dilakukan oleh partisipan pada data yang dianalisa. Metode Studi penelitian ini menggunakan langkah-langk ah penting yang seharusnya dilakukan dalam sebuah penelitian grounded theory, seperti misalnya purposive sampling method, theoretical sampling method, concurrent data collection/generation and analysis, constant comparative analysis, coding processes, theoretical saturation, theoretical sensitivity dan memo writing (Birks & Mills, 2015). Hal ini dilakukan untuk memastikan kecermatan dan kualitas penelitian dengan pendekatan kualitatif ini. Purposive sampling method adalah pengambilan data pada partisipan yang memiliki potensial untuk memberikan informasi yang diharapkan (Cres we ll , 2013). Sedangkan theoretical sampling method merupakan metode yang dilakukan untuk menentukan data apa yang akan diperoleh selanjutnya setelah dilakukan pengumpulan dan analisa pada data yang pertama sehingga didapatkan informasi yang lengkap untuk mendukung analisa data (Birks & Mills, 2015). Concurrent data collection/generation and analysis merupakan proses pengambilan data dan analisa secara berkesinambungan, artinya setiap data yang diperoleh, dilakukan analisa pada data tersebut sebelum dilakukan pengambilan data selanju tn ya. Constant comparative analysis merupakan proses analisa data yang membandingkan data yang satu dengan data yang lain; data yang dimaksud terdiri dari kode, kategori maupun kejadian (Birks & Mills , 2015). Sedangkan coding processes merupakan proses mengembangkan kode dan kategori dari data yang dikumpulkan, misalnya hasil wawan cara berupa transkrip, sehingga terbentuk kategori inti untuk mendukung terbentukan teori sebagai produk akhir penelitian Grounded Theory. Theoretical saturation adalah salah satu proses di dalam melakukan analisa data di mana peneliti menemukan bahwa data terakhir yang dikumpulkan tidak menunjukan adanya informasi baru, yang artinya data sudah tersaturasi. Theoretical sensitivity merupakan tingkat kepekaan dan intelektualitas peneliti di mana komp o n e n i n i diperlukan mulai dari awal hingga akhir proses penelitian (Birks & Mills, 2015). Memo writing merupakan proses pencatatan ide, pandangan, keputusan yang dilakukan dalam proses analisa data sehingga peneliti memiliki catatan me n ge nai proses yang penelitian lakukan untuk membuat keputusan (Birks & Mills, 2015). Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan periode pengambilan data. Penelitian tahap atau periode pertama dan kedua dilakukan melalui wawancara secara tatap muka dengan total 24 partisipan (7 partisipan pada tahap pertama dan 17 partisipan pada tahap kedua), sedangkan penelitian tahap atau periode ketiga dilakukan melalui telepon pada empat orang partisipan (dua orang partisipan berasal dari periode pengambilan data sebelumnya). Selain teknik purposive sampling dan theoretical sampling, teknik snowballing sampling juga digunakan untuk memperoleh informasi mengenai partisipan berikutnya dari partisipan sebelumnya, terutama pada saat pengumpulan data pada tahapan ketiga. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari penderita diabetes, keluarga penderita diabetes, perawat, dokter, ah l i gizi, apoteker, mahasiswa keperawatan, kader, staf pomosi kesehatan rumah sakit dan instruktur senam. Untuk kriteria praktisi kesehatan (perawat, dokter, ahli gizi, apoteker) adalah seorang p rak ti s i yang memiliki pengalaman dalam memberikan pelayanan kesehatan dan/atau perawatan diabetes, bekerja pada lingkup rawat inap ataup u n rawat jalan dan dalam praktiknya sehari -hari berinteraksi secara langsung dengan individu- individu yang hidup dengan diabetes. Sedangkan VOL. 3 NO. 1 JUNI 2019 13 kriteria penyedia layanan kesehatan ( mahasiswa keperawatan, kader, staf pomosi kesehatan rumah sakit dan instruktur senam) adalah seorang yang memiliki pengalaman dalam memberikan perawatan diabetes dan sehari -hari berinteraksi secara langsung dengan individu-individu yang hidup dengan diabetes. Untuk kriteria penderita diabetes seseorang yang didiagnosa dengan pre - diabetes atau diabetes mellitus dan tinggal di Kalimantan Barat. Kriteria keluarga penderita diabetes adalah seseorang yang memiliki dan/atau merawat anggota keluarga yang hidup dengan diabetes. Saat wawancara, partisipan diberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat mengungkapkan pengalaman partisipan atau informasi lainnya yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya oleh peneliti (Charmaz, 2006). Contoh pertanyaan yang diberikan kepada prak ti s i kesehatan adalah tolong Anda ceritakan kepada saya mengenai pengalaman Anda dalam memberikan pendidikan kesehatan untuk penderita diabetes di Indonesia, tolong jelaskan faktor-faktor yang memfasilitasi Anda dalam memberikan pendidikan kesehatan bagi penderita diabetes, dan tolong jelaskan faktor-faktor yang menghambat Anda dalam memberikan pendidikan kesehatan bagi penderita diabetes. Ini merupakan contoh pertanyaan grand tour, di mana peneliti akan memulai dengan memberikan pertanyaan mendasar (grand tour questions) dan kemudian memberikan pertanyaan tambahan yang bersifat mengklarifikasi dan menyelidik, guna mengeksplorasi lebih jauh aspek yang telah disebutkan oleh partisipan, dan memberikan kesempatan bagi partisipan untuk memimpin percakapan (Glaser, 1998). Proses pengambilan data dilakukan secara bersamaan dengan analisis data dan istilah ini disebut dengan concurrent data collection and analysis. Penelitian ini melewati tiga tahapan coding dalam menganalisa data, yaitu initial coding, intermediate coding dan advanced coding. Initial coding adalah proses awal dalam membuat kode melalui data yang dikumpulkan (Birks & Mills, 2015). Birks dan Mills melanjutkan bahwa proses ini disebut juga proses pemberian nama pada fenomena yang ditemukan pada data. Intermediate coding merupakan lanjutan dari proses initial coding di mana, kode-kode yang dikembangkan/dibentuk, dikelompokkan me n jad i kategori-kategori dan kategori tersebut diberikan sifat dan dimensi (Birks & Mills, 2015). Pada tahapan intermediate coding, peneliti sudah dap at memilih kategori inti yang memiliki konsep yang bersifat abstrak. Selanjutnya pada advanced coding, peneliti sudah berada pada tahapan mengintegrasikan teori dan menjelaskan teori yang merupakan produk akhir penelitian (Birks & Mills, 2015). Adapun teknik di dalam menganalisa data hasil wawancara tersebut menggunakan constant comparative data analysis, di mana data hasil penelitian yang berupa kode, kategori dan sub- kategori dibandingkan satu sama lain dan teknik analisis tersebut digunakan untuk membantu peneliti dalam meningkatkan derajat abstraksi dari data yang dikumpulkan (Birks & Mills, 2015). Hasil penelitian pada penelitian ini dijelaskan dalam bentuk storyline. Storyline merupakan salah satu bagian/bentuk dari publikasi hasil peneliti an p ad a studi yang menggunakan grounded theory sebagai rancangannya (Ligita, Wicking, Harvey, Nurjan n ah, & Francis, 2019). Etika penelitian Sebelum melakukan pengambilan data, penel itian ini sudah memperoleh dua persetujuan penel itian dari James Cook University Australia (H6445) dan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (0367/UN2.F12.D/HKP.02.04/2016). Empat aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah respect for autonomy dan confidentiality, non-maleficence, beneficence dan justice (Beauchamp & Childress, 2001, 2009, 2013). Partisipasi dalam penelitian ini adalah sepenuh ny a sukarela. Para partisipan dapat diperbolehkan untuk batal atau mengundurkan diri berpartisip asi dalam studi ini setiap saat tanpa penjelasan atau prasangka apapun. Pernyataan-pernyataan mengenai otonomi peserta dan kerahasiaan ini diberikan dalam lembar informasi ( information sheet) dan lembar persetujuan penelitian ( informed consent). INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 14 HASIL Melalui storyline, teori yang dikembangkan dari sebuah penelitian, akan dijelaskan melalui s e b uah narasi yang mempresentasikan hasil dari penelitian tersebut (Birks, Mills, Francis, & Chapman, 2009) . Birks et al. menambahkan bahwa peneliti perlu menggunakan teknik storyline ini sebab teknik ini dapat digunakan sebagai alat analisis untuk menghasilkan teori yang terintegrasi dan berasal dari data, sehingga teori sebagai hasil akhir dari penelitian ini pun dapat disebarluaskan ke masyarakat luas dan pembaca. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan alur cerita atau storyline dalam penelitian grounded theory menurut Birks et al. (2009) adalah: a) penjelasan teori merupakan hal yang penting ( theory takes precedence); b) adanya variasi dalam menjelaskan data (allow for variations); c) identifikasi kesenjangan atau inkonsistensi pada saat menulis storyline (limit gaps); d) bukti didapatkan dari d ata (evidence is grounded); dan menggunakan gaya menulis yang sesuai dengan tujuan dan target pembaca (style is appropriate). Ligita, Francis, Wicking, Harvey, and Nurjannah (In Press) menambahkan komponen Sharing, di mana perlunya membagikan atau menyampaikan storyline sebagai bagian dari hasil peneliti an p ad a pembaca yang ditargetkan oleh si peneliti, misal penderita diabetes dan/atau keluarganya. Storyline Berikut ini adalah storyline dari sebuah proses mengenai bagaimana penderita diabetes mempelajari mengenai penyakitnya melalui teori yang dinamakan Learning, choosing, and acting: self-management of diabetes in Indonesia atau ‘Mempelajari, memilih dan bertindak: manaj emen diri diabetes di Indonesia’ (Ligita et al., 2019). Storyline yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia ini merupakan bentuk sederhana dari storyline dalam versi berbahasa Inggris. Berikut adalah storyline dari hasil penelitian yang dimaksud: Mencari dan menerima informasi terkait diabetes (‘Seeking and receiving diabetes-related information’) Individu-individu yang menderita diabetes mempelajari mengenai diabetes melalui d u a cara: secara aktif mencari informasi dan secara pasif mendengarkan dan memperoleh bacaan mengenai informasi kesehatan yang disediakan tentang diabetes. Terdapat dua periode waktu yang penting di mana individu-individu yang menderita diabete s mulai mencari informasi kesehatan terkait diabetes untuk memahami penyakit diabetes yang mereka alami. Pertama, individu dengan diabetes secara aktif mencari informasi kesehatan mengenai kondisi mereka sebelum mereka didiagnosa, di mana mereka menyadari terjadinya perubahan yang pada tubuh mereka dan pada akhirnya mereka ingin mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kedua, individu-individu yang menderita diabetes mulai mencari informasi secara aktif setelah mendapatkan konfirmasi bahwa ia mengalami diabetes yang di dapatkan melalui tes gula darah dan/atau setelah individu didiagnosa oleh dokter. Pendekatan untuk bisa mendapatkan informasi ternyata bervariasi antara sebelum dan sesudah diagnosa diabetes tersebut ditegakkan. Mencari informasi secara aktif sebelum mereka didi agn os a diantaranya adalah dengan melakukan tes gula darah sendiri dan meminta informasi atau pendapat dari seorang dokter mengenai adanya perubahan pada tubuh yang telah mereka sadari. Sumber-sumber informasi kesehatan yang dicari secara aktif oleh individu-individu yang men d eri ta diabetes tidak terbatas hanya pada tenaga kesehatan professional. Kerabat yang juga menderita diabetes, individu-individu lain yang dikenal, buku-buku dan internet merupakan sumber lain yang digunakan oleh penderita diabetes (untuk memperoleh informasi tersebut). Individu-individu yang menderita diabetes secara pasif memperoleh informasi kesehatan dengan cara mendengarkan dan memperoleh bacaan pad a saat mereka menerima edukasi kesehatan dan informasi dari sumber-sumber yang berbeda. Adapun sumber-sumber yang berbeda tersebut antara lain: tenaga kesehatan professional, kerabat, teman serta orang lain yang memil iki kerabat yang menderita diabetes. Sedangkan sumber informasi lainnya berupa media cetak, elektronik maupun audio-visual. Memproses/mengolah informasi yang diterima (‘Processing received information’) VOL. 3 NO. 1 JUNI 2019 15 Bagi penderita diabetes, mencari informasi te rk ai t diabetes merupakan titik awal untuk mulai memproses informasi terkait diabetes yang mereka terima. Pertama kali, mereka menyaring atau memilah informasi. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk memilah informasi tersebut. Beberapa di antara mereka mengandalkan pengetahuan sebelumnya untuk menentukan efektifitas dari informasi atau rekomendasi yang ditawarkan. Kemudian mereka menggunakan pengalaman sebelumnya. Ada juga yang mengandalkan pendapat pribadi serta pendapat orang kedua yang mereka anggap ahli ataupun bersumber dari internet. Setelah mereka memilah , mereka kemudian memutuskan untuk percaya atau tidak mempercayai informasi yang mereka dapatkan itu. Dua hal yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu keahlian dan pengalaman hidup si penyampai informasi. Setelah mereka percaya atau tidak percaya, hal yang dilakukan selanjutnya adalah memberikan respon terhadap informasi tersebut. Hampir sebagian besar informasi yang direspon adalah berupa rekomendasi, yang berasal dari tenaga kesehatan maupun orang lai n yang bukan tenaga kesehatan professional. Bagi mereka yang tidak mempercayai informasi tersebut, dengan otomatis mereka mengabaikannya. Sedangkan informasi yang dalam hal ini berupa rekomendasi yang mereka percayai, terdapat dua hal yang mereka lakukan: mengikuti rekomendasi atau tidak mengikuti rekomendasi tersebut. Ini yang dinamakan kategori ‘responding to recommendations’. Merespon atau menanggapi rekomendasi - rekomendasi (‘Responding to recommendations’) Tiga faktor yang mempengaruhi bagaimana individu-individu dengan diabetes berespon terhadap informasi/rekomendasi yang mereka anggap benar adalah: faktor fisiologis atau fisik, faktor psikologis dan faktor sumber daya. Faktor-faktor fisiologis meliputi peningkatan k ad ar gula darah, penurunan berat badan, timbulnya luka dan komplikasi yang memburuk (misalnya keadaan luka di kaki yang memburuk). Sementara itu, faktor-psikologis antara lain rasa takut terhadap efek samping pengobatan, rasa takut terhadap tindakan medikasi (contohnya penyuntikan), merasa cukup, merasa bingung ketika mereka mendapatkan informasi yang terlalu banyak dan pada saat mereka diminta untuk membuat pilih an terhadap berbagai intervensi yang ditawarkan, merasa putus harapan terhadap penyakit dan preferensi mereka sendiri. Faktor yang terakhir adalah adanya sumber daya yang dapat meningkatkan ataupun justru menghambat respon mereka terhadap informasi. Sumber daya yang terkait tersebut meliputi waktu, dana, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, lokasi geografis dan isu-isu terkait kemudahan dan kepraktisan (seperti adanya bahan-bahan herbal untuk membuat ramuan sendiri/rumahan). Pada individu yang mengikuti rekomendasi dengan caranya sendiri, ada 4 (empat) pilihan yang mereka dapat lakukan: - Menjalankan terapi konvensional secara utuh - Menjalankan terapi konvensional secara parsial - Menjalankan terapi non-konvensional - Menjalankan terapi konvensional dan non- konvensional secara bersamaan Manajemen diabetes yang ada saat ini mencakup pengobatan, berolahraga, mengelola diet dan pemantauan kadar gula darah. Meskipun penderita diabetes mengikuti rekomendasi tenaga kesehatan untuk mengelola diabetesnya, tidak semua orang mengikuti keempat rekomendasi untuk pengelolaan diabetes (pengobatan, pemantauan kadar gula darah, olahraga dan diet yang be nar). Hal ini dipengaruhi oleh ketiga faktor- faktor yang telah disebutkan sebelumnya: fisik, psikolo gis d an sumber daya. Meskipun pengelolaan manajemen diabetes secara mandiri sangat dianjurkan, bagaimanapun, tin gk at kepatuhan masing-masing penderita bervariasi. Penerimaan informasi yang tidak lengkap dapat mempengaruhi seseorang dalam menerapkan rekomendasi pengelolaan diabetes mandiri. Misalnya, orang-orang yang menerima informasi yang tidak lengkap mengenai diet diabetes yang tepat bisa salah menafsirkan jumlah atau porsi makanan yang harus mereka konsumsi, yang pada akhirnya dapat kemudian mempengaruhi kadar gula darah mereka. Bila penderita diabetes memilih untuk menggunakan terapi non-konvensional saja, mereka umumnya menggunakan ramuan tradisional atau herbal buatan sendiri secara oral, membeli dan mengkonsumsi produk herbal buatan INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 16 pabrik dan / atau mengenakan sebuah alat di tubuh mereka. Akan tetapi efektivitas terapi tradisional atau terapi alternatif ini belum begitu jelas. Terdapat penderita diabetes yang mengikuti terap i konvensional dan terapi non konvensional secara bersamaan. Mereka terkadang misalnya mengkonsumsi obat herbal dan terkadang memilih obat yang diresepkan. Terapi tersebut tidak dilakukan pada waktu (jam) yang bersamaan, ak an tetapi dalam satu hari, penderita diabetes ini bisa mengkonsumsi kedua terapi tersebut. Ataupun, mereka menggunakan terapi yang berbeda pada hari yang berlainan. Penderita diabetes yang memilih untuk tidak mengikuti rekomendasi termasuk rencana perawatan medis sering menganggap remeh tingkat keparahan penyakit diabetes mereka. Biasanya ini terjadi karena orang tersebut tidak memperhatikan kesehatan mereka sendiri de n gan baik, sebaliknya mereka lebih sering membandingkan pengalaman kondisi mereka sendiri dengan orang lain yang juga menderita diabetes. Orang-orang ini sering menganggap orang lain memiliki penyakit diabetes yang lebih parah daripada diri mereka dan mereka menganggap diabetes yang mereka derita tidak separah orang lain tersebut. Menilai hasil (‘Appraising the results’) Setelah penderita diabetes membuat pilihan tentang rekomendasi mana yang akan mereka ikuti dalam pengelolaan diabetes mereka, mereka kemudian mengevaluasi hasilnya melalui ’appraising the result’ atau penilaian hasil. Tindakan atau respon yang mereka pilih atau ti d ak pilih tersebut, dievaluasi pada fase ini. ‘Penilaian hasil' mencakup tiga elemen: ‘pengukuran’, ‘kemajuan’ dan ‘tindakan selanjutnya’. Dalam pengukuran, mereka mempertimbangkan bagaimana perasaan mereka dan mereka pun mengamati perubahan yang terjadi pada tubuh mereka, baik secara subjektif maupun obyektif. Pengukuran secara subyektif pada perubahan tubuh mereka termasuk di antaranya mengukur perasaan nyaman atau tidak nyaman, melihat apakah penglihatan mereka jernih atau tidak, dan merasakan apakah mereka bertenaga. Sedangkan pengukuran secara obyektif meliputi pengamatan luka yang mengalami penyembuhan, pengukuran berat badan dan pengukuran kadar gula darah yang stabil. Saat 'menilai hasilnya', penderita diabetes juga mempertimbangkan ‘kemajuan’ penerapan tindakan yang dipilih. Kemajuan terhadap tindakan penderita diabetes meliputi hasil yang positif dan negatif. Produk dari ‘penilaian hasilnya’ disebut ‘experiential insight’ (wawasan/informasi yang diperoleh melalui sebuah pengalaman), yang mereka pelajari dari hasil mengevaluasi atau menilai respon mereka terhadap rekomendasi yang mereka terapkan. Penderita diabetes ini menggunakan wawasan mereka untuk membuat keputusan selanjutnya yaitu: berbagi wawasan mereka dengan orang lain atau menggunakan wawasan mereka tersebut sebagai sebuah informasi yang mereka terima melalui pengalaman mereka. Bila penderita diabetes memproses wawasan pengalaman mereka untuk disaring sebagai informasi yang berdasarkan pengalaman, mereka dapat memutuskan untuk memilih atau tidak memilih untuk melanjutkan rekomendasi atau terapi yang mereka aplikasikan sebelumnya. Penderita diabetes yang memilih untuk menghentikan atau tidak mengikuti rekomendasi/terapi yang mereka terapkan, mereka kemudian memilih terapi lainnya, ataupun mere ka mencari rekomendasi/terapi lain yang berbeda. Bila mereka percaya ada hasil positif baik yang diukur secara objektif maupun subyektif, mereka mempertahankan rekomendasi/terapi yang diterapkan karena itu dapat meningkatkan motivasi mereka untuk melanjutkannya. Ketika mereka merasa mendapati hasil yang negatif atau tidak adanya kemajuan dalam pengobatan atau terapi yang telah mereka terapkan, mereka menghentikan terapi tersebut dan mulai mengubah tindakan mereka; misalnya dengan mengikuti rekomendasi dari tenaga kesehatan atau mencari rekomendasi lainnya. Berbagi dengan yang lain (‘Sharing with others’) Pemahaman eksperiensial tidak hanya digunakan oleh penderita diabetes itu sendiri sebagai se bu ah wawasan/informasi yang diperoleh berdasarkan pengalaman, tapi juga dibagikan kepada orang lain. VOL. 3 NO. 1 JUNI 2019 17 Berbagi wawasan ini dengan orang lain biasanya terjadi karena penderita diabetes sudah mengalaminya sendiri. Terdapat berbagai hal untuk dibagikan dengan orang lain yaitu bagaimana mengenali gejala diabetes, manfaat manajemen diabetes dan bahkan kesalahan-kesalahan yang harus dihindari dalam pengelolaan perawatan diabetes. Sedangkan informasi itu dibagikan kepada yaitu penderita diabetes yang lain, anggota keluarga mereka sendiri baik yang menderita diabetes maupun tidak, dan orang lain yang memiliki anggota keluarga yang mengalami diabetes. Wawasan/informasi yang dibagikan dengan penderita diabetes dapat menjadi titik awal baginya untuk memulai proses 'mempelajari, memilih dan bertindak dalam manajemen diri diabetes'. Keluarga memiliki peran penting bagi penderita diabetes. Mereka terlibat dalam keseluruhan fase penting dalam proses ‘mempelajari, memilih dan bertindak dalam manajemen diri diabetes’. Maka dari itu, penderita diabetes tidak dapat dipisah kan dari keluarga mereka, dan dengan demikian pengaruh anggota keluarga mendukung orang- orang ini juga diidentifikasi pada proses ‘mempelajari, memilih dan bertindak dalam manajemen diri diabetes’. PEMBAHASAN Saat seseorang didiagnosa sebagai penderita diabetes ataupun seseorang yang belum didiagnosa tetapi sudah merasakan gejala diabetes, ia kemudian merasa perlu mendapatkan informasi terkait dengan penyakitnya tersebut. Penelitian i n i mengembangkan sebuat teori yang menunjukkan proses bagaimana penderita diabetes di Indon e si a mempelajari mengenai penyakitnya. Melalui proses yang dinamakan ‘Learning, choosing, and acting: self-management of diabetes in Indonesia’, penderita diabetes mulai mencari informasi melalui sumber-sumber yang ia percayai dapat membantunya dalam melakukan perawatan, pengelolaan dan penanganan diabetes. Proses ‘Learning, choosing, and acting: self - management of diabetes in Indonesia’ meru p akan proses di mana penderita diabetes mempelajari mengenai penyakitnya. Proses ini terjadi melalui lima kategori: 1) mencari dan menerima info rmasi terkait diabetes; 2) memproses/mengolah informasi yang diterima; 3) merespon atau menanggapi rekomendasi-rekomendasi; 4) menil ai hasil; dan 5) berbagi dengan yang lain (Ligita et al . , 2019). Ligita et al. (2019) menekankan bahwa proses ini bersifat siklus artinya dari kategori empat ke kategori dua atau dari kategori tiga ke kategori satu, serta bersifat linier di mana penderita diabetes mengalami proses yang dimulai dari kategori satu hingga kategori lima. Sumber-sumber informasi tersebut tidak hanya berasal dari tenaga kesehatan professional sep erti perawat, dokter, ahli gizi dan apoteker yang merupakan penyedia pelayanan kesehatan utama diabetes di Indonesia (Ligita, Wicking, Harvey, & Mills, 2018), akan tetapi dapat berasal dari orang lain yang bukan tenaga kesehatan maupun melalu i media informasi. Sumber informasi yang berasal dari tenaga kesehatan umumnya diberikan melalu i pendidikan atau edukasi kesehatan seperti program edukasi pengelolaan diabetes secara mandiri. Sebagian besar program-program edukas i tersebut hanya berfokus pada aturan dan penatalaksaan yang memandu penderita di dalam mengelola diet dan olahraganya. Selain itu, program tersebut umumnya hanya dapat mengevaluasi pencapaian hasil dalam jangka waktu yang singkat saja karena penderita diabetes sangat sulit mempertahankan kondisi sehatnya dalam keadaan kronis (Klein, Jackson, Street, Whitacre , & Klein, 2013). Penderita yang memiliki tingkat literasi kesehatan yang rendah ternyata berhubungan dengan rendahnya pengetahuan terhadap diabetes sehingga hal ini berpengaruh juga terhadap kurangnya kontrol mereka terhad ap kadar gula darah serta kurangnya melakukan aktifitas fisik (van der Heide et al., 2014). Tidak jarang penderita diabetes menggunakan terapi selain daripada terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan profesional disebabkan oleh sangat bervariasinya sumber-sumber informasi yang mereka dapatkan tersebut. Penderita diabetes dapat memperole h pengetahuan tentang diabetes dan mempelajari mengenai diabetes terutama tentang kondisi penyakitnya tersebut melalui buku-buku, brosur, surat kabar, majalah dan televisi, di mana sumb e r - sumber ini, menurut Javalkar, Williamson, V aid y a, Vaidya, and Ferris (2016) terkait dengan hasil indikator positif seperti penurunan kadar gula darah, pengetahuan dan pengelolaan diabetes mandirinya. Penderita diabetes pun dapat INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 18 memperoleh dan mencari informasi secara o n lin e. Akan tetapi menurut studi Crangle et al. (2017) sumber informasi online umumnya tidak memberikan jawaban yang memadai terhadap pertanyaan-pertanyaan penderita diabetes mengenai penyakit diabetesnya tersebut. Tidak jarang penderita diabetes pun memanfaatkan jaringan sosial (social network), seperti anggota keluarga dan orang lain di sebuah komunitas tertentu (misal komunitas muslim), sebagai sumber informasi dan saran serta dukungan dalam pengelolaan diabetesnya (Patel, Kennedy, Blickem, Reeves, & Chew-Graham, 2016). Penderita diabetes perlu mendapatkan dukungan psikososial di dalam mengelola diabetesnya dan aspek psikososial ini ternyata sangat kurang diberikan sehingga menjadi penghalang dalam pemberian perawatan diabetes yang efektif (Stuckey et al., 2015). Maka dari itu Stuckey et al. (2015) menyarankan bahwa untuk medukung dan memperbaiki pengelolaan diabetes dengan lebih baik, diperlukan dukungan kepada penderita melalui strategi-strategi berikut ini: menjadi pendengar yang baik bagi si penderita, mengembangkan pendekatan perawatan yg berfokus pada masing-masing penderita sebagai individu, dan memotivasi penderita diabetes s e rta melibatkan keluarga dalam perawatan. Penderita diabetes dapat menggunakan terapi diabetesnya baik dalam kurun waktu yang singkat maupun waktu yang lama. Setelah itu, mereka biasanya akan melakukan penilaian terhadap terapi yang mereka gunakan tersebut. Hal ini dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya terh ad ap terapi yang mereka gunakan apakah perlu dipertahankan atau dihentikan sehingga perlu diputuskan terapi mana yang lebih tepat bagi mereka. Program edukasi diabetes yang menunjukkan keberhasilan biasanya membutuhkan biaya besar sebab masing-masing penderita akan mendapatkan supervisi dari tenaga kesehatan yang terlatih serta dibutuhkan komitmen dari penderita diabetes dalam pengelolaan diabetes jangka panjangnya ini (Klein et al., 2013). Peran tenaga kesehatan dalam hal ini perawat, sangat krusial dalam memberikan masukan bagi penderita diabetes agar penderita diabetes dapat memilih, menggunakan dan memutuskan rencana pengelolaan diabetes yang lebih baik dan lebih tepat bagi dirinya. Hal ini dapat dilakukan melalui edukasi diabetes yang lebih baik dan kreatif dengan memegang prinsip person-centered care (PCC). Pada prinsip PCC, perawatan berfokus kepada penderita, dalam hal ini penderita diabetes. Menurut Australian College of Nursing (ACN) , P CC bermakna menangani penderita sebagai seorang individu, melindungi harga dirinya, menghargai hak dan pilihannya, mengembangkan hubungan terapeutik antara tenaga kesehatan dan pende rita berdasarkan asas saling kepercayaan dan saling pengertian (Australian College of Nursing, 2014) . Dengan memberikan pelayanan berbasis PCC, penderita diabetes dapat terlibat dalam pelayan an kesehatan secara tepat dan efisien sehingga mereka dapat membuat keputusan yang terbaik bagi dirinya dan ikut serta dalam pengelolaan diabetes yang disetujui tenaga kesehatan dan penderita (Rice, 2016). Karena setiap penderita diabetes itu unik dan tidak memiliki kondisi yang sama persis dengan penderita lainnya dikarenakan pengaruh latar belakang yang berbeda baik itu budaya dan sosialnya dan hal ini dapat juga mempengaruhi keberhasilan hubungan penderita dan tenaga kesehatan serta terhadap tingkat kepatuhan penderita terhadap pengelolaan diabetes (Caballero, 2007). Dalam hal ini perawat hendaknya memiliki kompetensi kultural (cultural competency). Praktisi kesehatan sangat perlu mempertimbangkan dengan hati -hati terhadap penderita diabetes yang memiliki kebutuhan y an g berbeda sesuai dengan sistem pendukung yang bervarasi yang dimilikinya serta bagaimana pengelolaan diabetes beserta kondisi penyerta dalam merencanakan pedekatan yang terbaik di dalam menangani penderita diabetes (Hackel, 2013). Maka dari itu pemberian perawatan dan pengelolaan diabetes termasuk di antaranya adalah pemberian edukasi diabetes pun harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh masing-masing penderita tersebut. Kelebihan dan keterbatasan penelitian Studi ini melibatkan partisipan dari berbagai disiplin ilmu kesehatan. Selain itu, artikel ini merupakan yang pertama kali menyampaikan hasi l penelitian melalui storyline/alur cerita dalam VOL. 3 NO. 1 JUNI 2019 19 Bahasa Indonesia dan sesuai dengan target pembaca yang terdiri dari peneliti, akademisi dan juga penderita diabetes beserta keluarganya. Sedangkan keterbatasan pada penelitian ini adalah, keterlibatan pastisipan dari salah satu provinsi di Indonesia sehingga tidak dapat mewakili seluruh populasi di Indonesia. IMPLIKASI PENELITIAN Melalui penelitian ini, tenaga kesehatan te ru tama perawat perlu mengembangkan pendekatan yang kreatif terhadap edukasi kesehatan pada penderita diabetes. Hal ini dilakukan melalui pengkajian yan g cermat terhadap aspek seperti pengetahuan sebelumnya yang dimiliki penderita, pengalaman yang dimiliki terkait pengelolaan diabetes saat ini dan yang pernah ia terapkan, kemudian pendapat pribadi termasuk mitos terkait perawatan diabetes yang penderita miliki. Hal ini dikarenakan aspek tersebut dapat mempengaruhi pengambilan keputusan penderita diabetes terhadap pengelolaan diabetesnya. Adanya keterbatasan waktu dalam setiap konsultasi kesehatan, menyebabkan perlu kiranya pembuat kebijakan menetapkan aturan bahwa setiap konsultasi yang pertama kali bagi penderita diabetes, akan diberikan waktu yang lebih lama oleh tenaga kesehatan sehingga kebutuhan penderita yang akan mempelajari penyakit diabetesnya dapat dianalisa dengan tepat. Selain itu, tenaga kesehatan perlu melakukan perawatan tindak lanjut secara teratur ( follow up care) untuk meninjau ulang apakah pemberian informasi termasuk diantaranya rekomendasi terhadap pengelolaan diabetes penderita sudah benar-benar diaplikasikan. Hal ini dapat di l ak u k an melalui kunjungan rumah atau home review visit. Penderita diabetes perlu mendapatkan akses y an g mudah terhadap informasi kesehatan terkait diabetes melalui sumber yang benar dan dapat dipercaya. Untuk itu, organisasi diabetes setingk at nasional, misalnya, perlu mengembangkan situs web yang berisi tentang informasi diabetes yang benar, terpercaya, dalam bentuk yang bervariasi (brosur atau leaflet berupa gambar atau simbol) dan menggunakan bahasa yang interaktif dan mudah dipahami oleh penderita diabetes dengan latar belakang pengetahuan yang bervariasi. KESIMPULAN Penderita diabetes mengalami proses di mana mereka mempelajari penyakitnya melalui Learning, choosing, and acting: self-management of diabetes. Melalui proses tersebut, penderita diabetes mencari dan menerima informasi terkait diabetes kemudian mereka menerima dan memilih mana yang akan mereka terapkan di dalam pengelolaan diabetesnya. Setelah menerapkan terapi pilihannya tersebut, penderita diabetes akan menilai sejauh mana terapi yang ia gunakan berhasil atau berdampak positif bagi kondisi diabetesnya. Hal i n i diperlukan agar penderita diabetes dapat menentukan tindakan selanjutnya. Pengalaman akan penggunaan terapi atau perawatan diabetes biasanya akan dibagikan ke orang lain baik yang menderita diabetes maupun yang tidak. Adanya proses mempelajari, memilih dan bertindak d al am manajemen diri diabetes tersebut dapat digunakan oleh tenaga kesehatan professional perlu menggunakan pendekatan perawatan yang memang disesuaikan dengan kebutuhan masing- masing penderita diabetes baik itu melalui edukasi kesehatan maupun pengelolaan perawatan diabetes. Penelitian selanjutnya dibutuhkan u n tu k mengembangkan model perawatan diabetes y an g saling disepakati oleh tenaga kesehatan dan perawat yang disesuaikan dengan kondisi penderita per individu dan mengevaluasi model tersebut. REFERENSI Australian College of Nursing. (2014). Person- centred care. Retrieved 14 February 2018 https://www.acn.edu.au/sites/default/files /advocacy/submissions/PS_Person- centered_Care_C2.pdf Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2001). Principles of biomedical ethics (Vol. 5th). New York, N.Y: Oxford University Press. Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2009). Principles of biomedical ethics (Vol. 6th). New York: Oxford University Press. Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2013). Principles of biomedical ethics (Vol. Seventhition.). New York: Oxford University Press. Birks, M. (2014). Practical philosophy. In J. Mills & M. Birks (Eds.), Qualitative methodology: A practical guide (pp. 17-30). Thousand Oaks, CA; London: SAGE. https://www.acn.edu.au/sites/default/files/advocacy/submissions/PS_Person-centered_Care_C2.pdf https://www.acn.edu.au/sites/default/files/advocacy/submissions/PS_Person-centered_Care_C2.pdf https://www.acn.edu.au/sites/default/files/advocacy/submissions/PS_Person-centered_Care_C2.pdf INDONESIAN JOURNAL OF NURSING PRACTICES 20 Birks, M., & Mills, J. (2015). Grounded theory: A practical guide. Thousand Oaks, CA: SAGE. Birks, M., Mills, J., Francis, K., & Chapman, Y. (2009). A thousand words paint a picture: The use of storyline in grounded theory research. Journal of Research in Nursing, 14(5), 405-417. doi:10.1177/1744987109104675 Blumer, H. (1969). Symbolic interactionism: Perspective and method. Berkeley: University of California Press. Caballero, A. E. (2007). Cultural Competence in Diabetes Mellitus Care: An Urgent Need. Insulin, 2(2), 80-91. doi:10.1016/S1557- 0843(07)80019-4 Charmaz, K. (2006). Constructing grounded theory: A practical guide through qualitative analysis. London: SAGE. Charmaz, K. (2014). Constructing grounded theory (2nd ed.). London: SAGE. Corbin, J. M., & Strauss, A. L. (2008). Basics of qualitative research: Techniques and procedures for developing grounded theory. Los Angeles: Sage Publications, Inc. Crangle, C. E., Bradley, C., Carlin, P. F., Esterhay, R. J., Harper, R., Kearney, P. M., . . . Savage, E. (2017). Soliciting and responding to patients' questions about diabetes through online sources. Diabetes Technology & Therapeutics, 19(3), 194-199. doi:10.1089/dia.2016.0291 Creswell, J. W. (2013). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five approaches. Thousand Oaks, Calif: SAGE Publications. Funnell, M. M. (2011). The National Diabetes Education Program. The American Journal of Nursing, 111(12), 65. Glaser, B. G. (1998). Doing grounded theory: Issues and discussions. Mill Valley, CA: Sociology Press. Hackel, J. M. (2013). 'Patient-Centered Care' for Complex Patients with Type 2 Diabetes Mellitus-Analysis of Two Cases. Clinical Medicine Insights: Endocrinology and Diabetes, 2013(6), 47-61. doi:10.4137/CMED.S12231 Hartayu, T. S., Izham, M., & Suryawati, S. (2012a). Improving of type 2 diabetic patients knowledge, attitude and practice towards diabetes self-care by implementing community-based interactive approach- diabetes mellitus strategy. BioMed Central Research Notes, 5(1), 315-315. doi:10.1186/1756-0500-5-315 Hartayu, T. S., Izham, M., & Suryawati, S. (2012b). Improving type 2 diabetes patients' quality of life by using a community-based interactive approach-diabetes mellitus strategy in Yogyakarta, Indonesia. Journal of Pharmaceutical Health Services Research, 3(2), 95-102. doi:10.1111/j.1759- 8893.2012.00088.x Higginbottom, G., & Lauridsen, E. I. (2014). The roots and development of constructivist grounded theory. Nurse Researcher, 21(5), 8-13. doi:10.7748/nr.21.5.8.e1208 Javalkar, K., Williamson, N., Vaidya, S., Vaidya, A., & Ferris, M. (2016). The association between educational resource utilization and knowledge/self-management among patients with type 2 diabetes in Pune, India. Diabetes and Metabolic Syndrome: Clinical Research and Reviews, 10(4), 186- 189. doi:10.1016/j.dsx.2016.06.002 Klein, H. A., Jackson, S. M., Street, K., Whitacre, J. C., & Klein, G. (2013). Diabetes self- management education: Miles to go. Nursing Research and Practice, 2013, 581012-581015. doi:10.1155/2013/581012 Ligita, T., Francis, K., Wicking, K., Harvey, N., & Nurjannah, I. (In Press). Using a storyline for bilingual dissemination of a grounded theory. Nurse Researcher. Ligita, T., Wicking, K., Harvey, N., & Mills, J. (2018). The profile of diabetes healthcare professionals in Indonesia: A scoping review. International Nursing Review, 65(3), 349-360. doi:10.1111/inr.12418 Ligita, T., Wicking, K., Harvey, N., Nurjannah, I., & Francis, K. (2019). How people living with diabetes in Indonesia learn about their disease: A grounded theory study. Plos One, 14(2). doi: https://doi.org/10.1371/journal.pone.0212 019 https://doi.org/10.1371/journal.pone.0212019 https://doi.org/10.1371/journal.pone.0212019 VOL. 3 NO. 1 JUNI 2019 21 Mills, J. (2014). Methodology and methods. In J. Mills & M. Birks (Eds.), Qualitative methodology: A practical guide (pp. 31-48). Thousand Oaks, CA; London: SAGE. Mills, J., Birks, M., & Hoare, K. (2014). Grounded theory. In J. Mills & M. Birks (Eds.), Qualitative methodology: A practical guide (pp. 107-122). Thousand Oaks, CA; London: SAGE. National Institute for Health Research and Development. (2013). 'Riset Kesehatan Dasar'. Jakarta: Ministry of Health Republic of Indonesia. National Institute for Health Research and Development. (2018). 'Riset Kesehatan Dasar'. Jakarta: Ministry of Health Republic of Indonesia. Ng, N., Nichter, M., Padmawati, R. S., Prabandari, Y. S., Muramoto, M., Nichter, M., . . . Institutionen för folkhälsa och klinisk, m. (2010). Bringing smoking cessation to diabetes clinics in Indonesia. Chronic Illness, 6(2), 125-135. doi:10.1177/1742395310364253 Patel, N. R., Kennedy, A., Blickem, C., Reeves, D., & Chew-Graham, C. (2016). "I'm managing my diabetes between two worlds": Beliefs and experiences of diabetes management in British South Asians on holiday in the east-a qualitative study. Journal of Diabetes Research, 1-8. doi:10.1155/2016/5436174 Rice, T. (2016). Person-centred care in diabetes: A must have. Australian Nursing and Midwifery Journal, 23(9), 43. Sae-Sia, W., Maneewat, K., & Kurniawan, T. (2013). Effect of a self-management support program on diabetic foot care behaviors. International Journal of Research in Nursing, 4(1), 14-21. Stuckey, H. L., Vallis, M., Burns, K. K., Mullan- Jensen, C. B., Reading, J. M., Kalra, S., . . . Peyrot, M. (2015). "I Do My Best To Listen to Patients": Qualitative Insights Into DAWN2 (Diabetes Psychosocial Care From the Perspective of Health Care Professionals in the Second Diabetes Attitudes, Wishes and Needs Study). Clinical therapeutics, 37(9), 1986-1998. doi:10.1016/j.clinthera.2015.06.010 van der Heide, I., Uiters, E., Rademakers, J., Struijs, J. N., Schuit, A. J., & Baan, C. A. (2014). Associations Among Health Literacy, Diabetes Knowledge, and Self- Management Behavior in Adults with Diabetes: Results of a Dutch Cross- Sectional Study. Journal of Health Communication, 19(Suppl 2), 115-131. doi:10.1080/10810730.2014.936989 Waspadji, S., Ranakusuma, A. B., Suyono, S., Supartondo, S., & Sukaton, U. (1983). Diabetes mellitus in an urban population in Jakarta, Indonesia. The Tohoku Journal of Experimental Medicine, 141 Suppl, 219. World Health Organization. (2014). Indonesia: Country profile. Global Health Observatory (GHO) data: Indonesia. Retrieved from http://www.who.int/gho/countries/idn/co untry_profiles/en/ Yacoub, T. G. (2014). Combining clinical judgment with guidelines for the management of type 2 diabetes: overall standards of comprehensive care. Postgrad Med, 126(3), 85-94. doi:10.3810/pgm.2014.05.2758. http://www.who.int/gho/countries/idn/country_profiles/en/ http://www.who.int/gho/countries/idn/country_profiles/en/