45 Muhammadiyah Journal of Nursing ABSTRACT Implementation of leader nurse in roles and functions management to nurses safety was infl uenced byseveral factors.The purposeof this studywere to investigate the most associating factors that related to implementation ofrolesandfunctions management of head nurse in the application of nursing safety. This study used correlativedescriptiveresearchmethod. The research samplewere 40 people and used total samplingtechniques. Personality factorsand socialorganizations havea signifi cant association withthe implementation ofrolesandfunctions management of head nurseto nursing safety application(p= 0,036andp=0,004). Personalityand socialorganizations neededthe attention of hospital managementthrough evaluation ofotherfactorsthat could be increasing the implementation of leader nurse roleand function management to application of nurses safety. Key word : Role and functions, management, head nurse, nursing safety Penguatan Peran dan Fungsi Manajemen Kepala Ruang Melalui Faktor Kepribadian dan Sosial Organisasi Novita Kurnia Sari, Hanny Handiyani, Rr. Tutik Sri Haryati Universitas Indonesia Email : novita.psikumy@gmail.com PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu tempat yang berisiko tinggi menyumbang terjadinya kecelakaan kerja untuk perawat (Kho, Carbone, Lucas & Cook, 2005). Kecelakaan kerja untuk perawat meliputi penyakit infeksi, kekerasan fi sik, cidera ergonomik, paparan bahaya bahan kimia, cidera benda tajam, dan gangguan kesehatan mental. Lingkungan kerja yang sehat mendukung perilaku perawat dalam menjaga keselamatan (Foley, 2004; WHO, 2010). Perilaku perawat menjaga keselamatan diri harus terus ditingkatkan. Faktor yang paling berpengaruh membentuk lingkungan kerja yang sehat meliputi 6 faktor: faktor tuntutan kerja fi sik, tuntutan kognitif, kepribadian perawat, fi sik organisasi, organisasi sosial, dan organisasi profesi (RNAO, 2006). Kegiatan menjaga keselamatan diri perawat bukan hanya tanggung jawab individu perawat, namun juga merupakan tanggung jawab manajemen di rumah sakit. Peran manajemen terdiri dari peran interpersonal, informasional, dan pengambilan keputusan (Robins, 2003). Fungsi manajemen diidentifi kasi menjadi lima fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, pengarahan, dan pengendalian (Marquis & Huston, 2012). Fenomena di beberapa RS PKU Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ternyata hampir sama bahwa peran dan fungsi manajemen dalam penerapan keselamatan perawat belum dilakukan secara optimal oleh kepala ruang. Sementara itu, kejadian kecelakaan kerja pada perawat seperti NSI, LBP, kelelahan dan 46 Muhammadiyah Journal of Nursing kejenuhan saat bekerja ternyata sering terjadi. Bahkan beberapa perawat harus menjalani perawatan intensif karena laminektomi, tertular HBV, dan TB. Penelitian mengenai peran dan fungsi manajemen kepala ruang sudah pernah dilakukan di beberapa RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta. Namun penelitian yang terkait dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen dalam penerapan keselamatan perawat belum pernah dilakukan. Berdasarkan uraian dan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang pada penerapan keselamatan perawat di beberapa RS PKU Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian korelatif deskriptif.Teknik pengambilan sampel total sampling dengan jumlah sampel 40 kepala ruang dari empat RS PKU Muhammadiyah di D.I. Yogyakarta. Kuesioner untuk menilai faktor determinan terdiri dari 38 pertanyaan Nilai validitas pada 29 butir pernyataan (skala Likert) antara 0,413 – 0,899 dengan nilai reliabilitas 0,644. Nilai validitas pada 9 butir pernyataan (skala Gutmann) antara 0,400 – 0,819 dengan nilai reliabilitas 0,772. Kuesioneruntuk mengukur faktor-faktor determinan nilai validitas pada 36 butir pernyataan antara 0,390 – 0,824 dengan nilai reliabilitas 0,692. Kuesioner juga sudah dilakukan validitas isi oleh pakar manajemen. Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu dan sudah menggunakan prinsip-prinsip etik yang ada. Kepala ruang menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan dan memahami proses penelitian. Analisis univariat pada penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan prosentase. Analisis bivariat menggunakan Fisher exact test kecuali untuk tingkat pendidikan dengan peran dan fungsi manajemen menggunakan Chi- square. Analisis multivariat tidak dilakukan karena tidak ada satupun variabel yang bisa dimasukkan ke dalam pemodelan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1 ini menunjukkan karakteristik kepala ruang menurut usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan dan pelatihan. Tabel 1. Karakteristik Kepala Ruang Menurut Usia, Masa Kerja, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Pelatihan RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta, Tahun 2012 (n=40) Variabel Frekuensi (n) Prosentase (%) Usia < 35 tahun ≥ 35 tahun 12 28 30,0 70,0 Total 40 100,0 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 11 29 27,5 72,5 Total 40 100,0 Masa Kerja < 10 tahun ≥ 10 tahun 16 24 40,0 60,0 Total 40 100,0 Pendidikan SPK DIII S1 2 11 27 5,0 27,5 67,5 Total 40 100,0 Pelatihan Pernah Tidak Pernah 30 10 75,0 25,0 Total 40 100,0 Tabel 2. memperlihatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. 47 Muhammadiyah Journal of Nursing Tabel 2. Faktor-faktor yang Behubungan dengan Pelaksanaan Peran dan Fungsi Manajemen Kepala Ruang dalam Penerapan Keselamatan Perawat RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta Tahun 2012 (n=40) Variabel Frekuensi (n) Prosentase (%) Tuntutan Kerja Fisik Rendah Tinggi 37 3 92,5 7,5 Total 40 100,0 Tuntutan Kognitif Rendah Tinggi 14 26 35,0 65,0 Total 40 100,0 Kepribadian Individu Kurang Baik Baik 20 20 50,0 50,0 Total 40 100,0 Fisik Organisasi Kurang Baik Baik 39 1 97,5 2,5 Total 40 100,0 Sosial Organisasi Kurang Baik Baik 11 29 27,5 42,5 Total 40 100,0 Organisasi Profesi Kurang Baik Baik 40 - 100,0 0,0 Total 40 100,0 Tabel 3. menyajikan gambaran pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. Tabel 3. Pelaksanaan Peran dan Fungsi Manajemen Kepala Ruang dalam Penerapan Keselamatan Perawat RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta Tahun 2012 (n=40) Pelaksanaan Peran dan Fungsi Manajemen Frekuensi (n) Prosentase (%) Kurang Baik Baik 3 37 7,5 92,5 Total 40 100,0 Tabel 4. menyajikan hubungan faktor kepribadian individu dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam pelaksanaan keselamatan perawat. Tabel 4. Hubungan Faktor Kepribadian Individu dengan Pelaksanaan Peran dan Fungsi Manajemen Kepala Ruang Dalam PenerapanKeselamatanPerawat RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta, Tahun 2012 (n=40) Peran dan Fungsi Total OR PKurang Baik Baik Kepribadian n % N % n % Kurang Baik Baik 3 0 15 0 17 20 85 100 20 20 100 100 0,850 0,036* Total 3 7,5 37 92,5 40 100 *bermakna pada α<0,05 Tabel 5. Menyajikan hubungan sosial organisasi dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat Tabel 5.1. Hubungan Faktor Sosial Organisasi dengan Pelaksanaan Peran dan Fungsi Manajemen Kepala Ruang dalam Penerapan KeselamatanPerawat RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta, Tahun 2012 (n=40) Peran dan Fungsi Total OR p Kurang Baik Baik Sosial Organisasi n % N % n % Kurang Baik Baik 3 0 27,3 0,0 8 29 72,7 100 11 29 100 100 - 0,004* Total 3 7,5 37 92,5 40 100 *bermakna pada α<0,05 Karakteristik kepala ruang seperti pada tabel 1. menunjukkan bahwa sebagian besar kepala ruang berusia ≥ 35 tahun. Sesuai dengan hasil penelitian Lin, et.al (2009) sebagian besar 48 Muhammadiyah Journal of Nursing usia kepala ruang antara 30-55 tahun. Kortrba (2010) juga mendapatkan hasil yang sama bahwa usia kepala ruang antara 36-45 tahun. Kornspan & Etz el (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi usia maka seseorang akan memiliki kematangan karir. Kepuasan dalam karir dan kepercayaan diri yang besar dalam bekerja berbanding lurus dengan usia seseorang (Aryee & Debrah, 2006). Jenis kelamin kepala ruang mayoritas perempuan. Hal ini sesuai dengan paradigma di masyarakat bahwa perawat adalah pekerjaan perempuan. Hasil penelitian Simamora (2005) menunjukkan bahwa kepala ruang perempuan jumlahnya lebih banyak dibandingkan laki-laki. Waugaman & Lohrer (2000) menyatakan bahwa sebagian besar perawat perempuan cenderung memberikan pelayanan yang lebih baik kepada klien dibandingkan dengan perawat laki-laki. Masa kerja kepala ruang sebagian besar > 10 tahun. Salah satu syarat menjadi kepala ruang adalah perawat yang minimal telah bekerja di ruang rawat selama 2-5 tahun (Depkes RI, 1999). Sehingga manajemen rumah sakit memilih perawat yang masa kerjanya minimal > 5 tahun. Tingkat pendidikan kepala ruang mayoritas S1 keperawatan. Hal ini sesuai dengan syarat menjadi kepala ruang yaitu memiliki tingkat pendidikan minimal DIII keperawatan (Depkes RI, 1999). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Maka diperlukan kepala ruang dengan tingkat pendidikan yang baik mengingat kepala ruang bertanggung jawab terhadap pelayanan dan asuhan keperawatan. Kepala ruang mayoritas pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan pengelolaan ruang rawat. Pelatihan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang. Pelatihan pengelolaan ruang rawat menjadi syarat untuk menjadi kepala ruang (Depkes RI, 1999). Sehingga diharapkan pengelolaan ruang rawat dapat dilakukan dengan lebih baik jika kepala ruang telah mengikuti pelatihan pengelolaan ruang rawat. Tuntutan kerja fi sik mayoritas dipersepsikan rendah oleh kepala ruang. Tuntutan kerja fi sik ini antara lain beban kerja, jadwal dinas, angkat berat, paparan berbahaya dan substansi infeksius, serta ancaman terhadap keselamatan individu (RNAO, 2006). Pekerjaan-pekerjaan tersebut di ruangan keperawatan lebih banyak dilakukan oleh perawat pelaksana sehingga kelelahan dan stres kerja lebih banyak dialami perawat pelaksana dibandingkan dengan kepala ruang (Kusuma, 2009). Hal ini dikarenakan kepala ruang lebih bertanggung jawab pada hal-hal yang bersifat manajerial seperti perencanaan jumlah tenaga, pengembangan pelayanan keperawatan, ketepatan penggunaan SOP, penentuan dan pemantauan kebutuhan alat (Depkes, 1999). Tuntutan kerja kognitif mayoritas dipersepsikan tinggi oleh kepala ruang. Yang termasuk dalam faktor ini antara lain: kerumitan pekerjaan di lahan praktik, keamanan pekerjaan, hubungan antaranggota kelompok, tuntutan emosi, kejelasan dan ketegangan peran (RNAO, 2006; Squires, 2010). Kepala ruang dituntut untuk tetap memberikan motivasi kepada perawat pelaksana dan memberikan dukungan dalam menjalankan tugas keperawatan. Hasil penelitian Arini (2012) menyatakan bahwa kemampuan kepala ruang dalam manajemen konfl ik berhubungan dengan motivasi dan kemampuan perawat menjalankan asuhan keperawatan. Selain itu, kepala ruang juga mempunyai tanggung jawab manajerial yang besar dalam ruang rawat. Faktor kepribadian individu dipersepsikan oleh kepala ruang dengan proporsi sama. Catalano (2011) menyatakan hal yang sama dengan hasil penelitian ini dimana skor kepribadian perawat berada pada proporsi yang sama. Skor kepribadian perawat semuanya berada pada rentang nilai rata-rata. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Riggio & Taylor (2000) yang menyatakan perawat dengan kepribadian yang baik cenderung akan menampilkan performa 49 Muhammadiyah Journal of Nursing kerja yang baik pula. Faktor fi sik organisasi mayoritas dipersepsikan kurang baik oleh kepala ruang. Faktor fi sik organisasi ini meliputi penjadwalan dinas perawat, akses mendapat peralatan untuk keselamatan perawat, kebijakan keselamatan dan keamanan perawat (Trinkoff , 2007). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Gadner, Hawkins, Fogg, & Latham (2007) dimana sebagian besar perawat yang keluar dari tempat kerjanya dikarenakan lingkungan kerja yang kurang baik. Faktor sosial organisasi mayoritas dipersepsikan baik oleh kepala ruang. Faktor sosial organisasi ini meliputi stabilitas organisasi, komunikasi dan struktur hubungan atasan- bawahan, dan budaya belajar serta dukungannya (RNAO, 2006). Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Batch, Bannard & Windsor (2006) bahwa komunikasi yang baik di dalam sebuah organisasi akan membangun interaksi diantara anggota organisasi dengan baik pula. Apker, Ford, & Fox (2003) juga mengemukakan hal yang sama bahwa manajer harus berada dalam lingkungan pekerjaan yang mendapat dukungan penuh dari organisasi berkaitan dengan komunikasi suportif yang dilakukan terhadap semua anggota di dalam organisasi. Faktor organisasi profesi dipersepsikan kurang baik oleh kepala ruang. Faktor organisasi profesi ini meliputi pengawasan praktik, level otonomi, lingkup praktik dan hubungan interdisiplin (RNAO, 2006). Frank (2005) menyatakan hal yang berbeda dengan hasil penelitian ini. Sebagian besar perawat merasakan bahwa dukungan organisasi profesi membawa manfaat besar antara lain membuat perawat lebih aktif, mendapatkan banyak informasi terbaru terkait profesinya, dan bisa saling terhubung dengan perawat lain. Hubungan antara faktor tuntutan kerja fi sik dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang menunjukkan bahwa mayoritas kepala ruang yang tuntutan pekerjaan fi siknya rendah cenderung memiliki peran dan fungsi manajemen baik dibandingkan dengan kepala ruang yang tuntutan pekerjaan fi siknya tinggi menunjukkan kemungkinan yang lebih kecil memiliki peran dan fungsi manajemen yang baik.Tuntutan pekerjaan fi sik yang diterima kepala ruang seperti pembuatan jadwal dinas yang baik untuk perawat pelaksana dianggap sebagai bagian dari pekerjaan sehingga pekerjaan ini dipersepsikan mudah oleh kepala ruang. Kepala ruang tetap mampu menjalankan peran dan fungsi manajerialnya dengan baik sehingga keselamatan perawat tetap terjamin. Hal ini sejalan dengan pendapat Chase (2010) bahwa kompetensi manajer di ruang rawat lebih kepada bagaimana membangun komunikasi yang efektif, mempertahankan perawat, disiplin yang efektif dan pengambilan keputusan. Hasil penelitian menunjukkan hasil mayoritas kepala ruang yang tuntutan kerja kognitifnya rendah cenderung memiliki peran dan fungsi manajemen baik dibandingkan kepala ruang yang tuntutan kerja kognitifnya tinggi menunjukkan kemungkinan yang lebih kecil untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara baik. Hasil penelitian Berry, Gillespie, Gates, & Schafer (2011) menunjukkan bahwa produktivitas kerja didukung oleh beban kerja kognitif yang diterima. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini dimana kepala ruang dengan tuntutan kerja kognitif rendah akan memiliki produktivitas yang baik sehingga pelaksanaan peran dan fungsi manajemen dalam penerapan keselamatan perawat dapat dilakukan dengan baik pula. Faktor kepribadian individu meliputi komitmen terhadap perawatan klien, nilai dan etik pribadi, daya tahan, kemampuan adaptasi dan nilai-nilai kemuhammadiyahan. Hasil penelitian didapatkan kepala ruang yang kepribadiannya baik mayoritas memiliki peran dan fungsi manajemen secara baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mustofa (2010) yang 50 Muhammadiyah Journal of Nursing menyatakan bahwa sikap dan kepribadian perawat akan menentukan kinerjanya. Hasil penelitian Chase (2010) juga menyatakan hal yang sama bahwa kepala ruang harus mempunyai kompetensi individual yang baik, diantaranya adalah kepribadian. Hasil penelitian ini mempunyai hubungan yang bermakna antara variabel kepribadian dengan pelaksanaan peran dan fungsi kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. Salah satu faktor pendukungnya adalah nilai- nilai kemuhammadiyahan. Kepala ruang RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta adalah kader Muhammadiyah. RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta secara rutin menyelenggarakan program Darul Arqam dan Baitul Arqam untuk refreshing nilai-nilai Al Islam dan Kemuhammadiyah. Sehingga diharapkan kepribadian sebagai kader Muhammadiyah tetap melekat pada diri kepala ruang (PP Muhammadiyah, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas kepala ruang yang mempersepsikan faktor fi sik organisasinya baik cenderung memiliki peran dan fungsi manajemen yang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Buheli (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara lingkungan fi sik rumah sakit dengan kinerja perawat. Fisik organisasi yang baik akan mendorong kepala ruang untuk menampilkan kinerjanya dengan baik pula, sehingga pelaksanaan peran dan fungsi manajemen semakin baik pula dalam penerapan keselamatan perawat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas kepala ruang yang mempersepsikan faktor sosial organisasinya baik cenderung memiliki peran dan fungsi manajemen yang baik pula. Hal ini sesuai dengan penelitian Simbolon & Nasution (2011) bahwa lingkungan sosial organisasi berpengaruh secara signifi kan terhadap kinerja perawat. Semakin baik lingkungan sosial organisasinya maka kinerja kepala ruang akan semakin yang berarti mampu melaksanakan peran dan fungsi manajemen dalam penerapan keselamatan perawat dengan baik pula. Hasil penelitian ini bermakna signifi kan terhadap hubungan antara faktor sosial organisasi dengan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. Faktor sosial organisasi ini meliputi iklim organisasi, budaya organisasi, dan nilai-nilai organisasi. Penelitian Al Rizal (2012) menyatakan bahwa budaya organisasi memberikan pengaruh positif terhadap kinerja perawat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua kepala ruang mempersepsikan faktor organisasi profesi kurang baik. Yang termasuk dalam faktor organisasi profesi adalah hubungan interdisiplin dan dukungan organisasi profesi. Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian Schamalenberg (2009) dimana didapatkan hubungan positif antara komunikasi perawat-tim kesehatan dengan keselamatan kerja perawat. Rosenstein (2002) juga menyatakan hal yang sama bahwa komunikasi perawat-tim kesehatan yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja perawat. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Dewi (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan penerapan keselamatan pasien. Hasil penelitian Shirey (2009) menyatakan hal yang sama dimana didapatkan usia tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan performa kerja perawat manajer. Hubungan antara jenis kelamin kepala ruang dengan peran dan fungsi manajemen diperoleh bahwa mayoritas kepala ruang yang berjenis kelamin laki-laki cenderung memiliki peran dan fungsi manajemen yang baik dibandingkan kepala ruang perempuan.Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Dewi (2011) bahwa jenis kelamin perawat tidak mempunyai hubungan 51 Muhammadiyah Journal of Nursing yang bermakna dengan penerapan keselamatan perawat dan pasien. Menurut Gibson, Ivancevich, dan Donelly (1997) bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan kognitif dan mental yang sama. Paradigma di masyarakat juga tidak membedakan jenis kelamin. Hal ini terbukti dengan kepala ruang yang dipilih oleh institusi rumah sakit tidak membedakan antara laki-laki maupun perempuan. Hubungan antara masa kerja dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat menunjukkan bahwa kepala ruang yang masa kerja < 10 tahun cenderung memiliki peran dan fungsi manajemen yang baik.Penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda karena ternyata masa kerja bukan menjadi penentu produktivitas kerja seseorang. Banyak faktor yang menjadi penyebab antara lain tuntutan pekerjaan yang tinggi, kurangnya dukungan rekan kerja dan organisasi, konfl ik kerja/ keluarga yang berkepanjangan dan kurangnya kemampuan individu untuk menerima tantangan pekerjaan yang diterima. Hubungan tingkat pendidikan dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penelitian ini menunjukkan sebagian besar kepala ruang dengan tingkat pendidikan SPK cenderung memiliki peran dan fungsi manajemen yang baik.Pada penelitian ini walaupun didapatkan kepala ruang yang tingkat pendidikannya SPK 100% memiliki peran dan fungsi manajemen baik, namun jumlahnya hanya 2 kepala ruang. Sedangkan kepala ruang yang tingkat pendidikannya DIII dengan peran fungsi baik ada 11 orang dan S1 25 orang. Angka ini tetap menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar kemungkinan kepala ruang untuk melaksanakan peran dan fungsi manajemen dalam penerapan keselamatan perawat. Hal ini karena tingkat pendidikan yang tinggi diasumsikan akan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan kepala ruang yang tidak pernah mengikuti pelatihan cenderung memiliki peran dan fungsi manajemen yang baik dibandingkan dengan yang pernah mengikuti pelatihan.Banyak faktor yang menyebabkan pada penelitian ini pelatihan tidak memberi makna terhadap hubungannya dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan perawat. Pelatihan yang dilihat pada penelitian ini adalah pelatihan yang dilakukan setahun terakhir. Prosentase masa kerja perawat yang sebagian besar ≥ 10 tahun, dimungkinkan kepala ruang telah mengikuti pelatihan 2 tahun kebelakang. Pelatihan diharapkan bisa meningkatkan kemampuan seseorang sampai pada ranah psikomotor, namun kemungkinan pelatihan yang didapatkan baru bisa sampai pada ranah kognitif saja. Jika dilihat dari sisi jumlah maka sebenarnya kepala ruang yang mengikuti pelatihan dan memiliki peran dan fungsi manajemenn yang baik ada 27 orang, lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak mengikuti pelatihan ada 10 orang. SIMPULAN Karakteristik responden menunjukkan sebagian besar kepala ruang berusia ≥ 35 tahun, jenis kelamin perempuan, masa kerja > 10 tahun, pendidikan S1, dan pernah mengikuti pelatihan pengelolaan ruang rawat. Faktor determinan menunjukkan sebagian besar kepala ruang mempersepsikan tuntutan kerja fi sik rendah, tuntutan kognitif tinggi, fi sik organisasi kurang baik, sosial organisasi baik, organisasi profesi kurang baik dan proporsi sama untuk kepribadian individu. Pelaksanaan peran dan fungsi kepala ruang sebagian besar dipersepsikan baik. Tidak ada hubungan yang bermakna antara karakteristik kepala ruang dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat 52 Muhammadiyah Journal of Nursing Tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor tuntutan kerja fi sik dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan kesela-matan perawat. Tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor tuntutan kognitif dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan kesela-matan perawat. Ada hubungan yang bermakna antara faktor kepribadian dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat Tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor fi sik organisasi dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. Ada hubungan yang bermakna antara faktor sosial organisasi dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. Tidak ada hubungan yang bermakna hubungan antara faktor organisasi profesi dengan pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. Tidak ada faktor determinan yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan peran dan fungsi kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. Tidak ada karakteristik kepala ruang yang paling berpengaruh terhadap pelaksaan peran dan fungsi kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. SARAN RS perlu mengupayakan pendidikan lanjut bagi kepala ruang sampai dengan S1. Hal ini karena dilihat dari hasil penelitian pelaksanaan peran dan fungsi manajemen memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat seiring dengan peningkatan tingkat pendidikan. Manajemen RS PKU Muhammadiyah perlu melaksanakan pelatihan terkait kompetensi kepala ruangan maupun keselamatan perawat. Hal ini karena dilihat dari hasil penelitian pelaksanaan peran dan fungsi manajemen memiliki kecenderungan untuk semakin baik pada kepala ruang yang telah mengikuti pelatihan. Manajemen RS PKU Muhammadiyah perlu melakukan evaluasi terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan peran dan fungsi manajemen kepala ruang dalam penerapan keselamatan perawat. Kepala ruang perlu melakukan refreshing mengenai pelaksanaan peran dan fungsi manajemen dan melakukan evaluasi kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan keselamatan perawat Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai sub faktor lain dalam faktor determinan yang mempengaruhi pelaksanaan peran dan fungsi manajemen kepala ruang. Penelitian dengan metode observasi bisa ditambahkan agar lebih lengkap data yang bisa didapatkan dan dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. *Mahasiswa FIK-UI Majanemen Keperawatan ** & *** Staf Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar FIK-UI DAFTAR REFERENSI Al Rizal, H. M. (2012). Hubungan budaya organisasi dan kepuasan kerja dengan kinerja perawat di RS Panti Wilasa Semarang. Diunduh melalui http://eprints.undip.ac.id/36194/1/RIZAL. pdf pada 10 Januari 2013. Apker, J., Ford, W.S.Z, & Fox, D.H. (2003). Predictice Nurses’ Organizational and professional identification: The effect of nursing role, professional autonomy, and supportive communication. Nursing Economics. Vol. 21/No. 5. Diunduh melalui http://search. proquest.com/docview/230728353/fulltex tPDF/13B8668E82F6BBFBCB5/1?account id=17242 pada 9 Januari 2013. 53 Muhammadiyah Journal of Nursing Arini, W. (2012). Hubungan pelaksanaan manajemen konflik kepala ruangan dengan motivasi perawat dalam pelaksanaan keselamatan pasien menurut persepsi perawat di RSI Ibnu Sina Padang Tahun 2012. Tesis. Universitas Andalas. Diunduh melalui http://repository.unand.ac.id/17879/ pada 9 Januari 2012. Aryee, S. & Debrah, Y.A. (2006). A cross cultural application of a career planning model. Journal of Organizational Behavior. Vol. 14/ Issue. 2. Diunduh melalui http://onelibrary. wiley.com/doi/10.1002/job.4030140203/ abstract pada 9 Januari 2013. Batch, M., Barnard, A., & Windsor, C. (2006). Nursing communication and casualiation on nursing workforce. Australian Nursing Journal. Vol. 14/No. 3. Diunduh melalui http:// search.proquest.com/docview/236584145/fu lltextPDF/13B865593485A84B5BB/9?accoun tid=17242 pada 9 Januarai 2013. Buheli, K. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam penerapan proses keperawatan di Kabupaten Bone Bolango. Diunduh melalui http://jurnal.ung.ac.id/ filejurnal/Vol105No01_08_2012.pdf. pada 10 Januari 2013. Catalano, C.A. (2011). A registered nurse profile analysis using the sixteen personality factor questionnaire fifth edition. Tesis. Roosevelt University. Diunduh melalui http://search. proquest.com/docview/888055749/fulltex tPDF/13B84DFAC65396FF092/6?account id=17242 pada 9 Januari 2013. Chase, L.K. (2010). Nurse manager competencies. Theses and Dissertations. University of Iowa. Diunduh melalui http://ir.uiowa.edu/ etd/2681/ pada 8 Januari 2013. Depkes RI. (1999). Pedoman uraian tugas tenaga perawatan di rumah sakit. Cetakan Kedua. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Jakarta. Dewi, S.C. (2011). Hubungan fungsi manajemen kepala ruang dan karakteristik perawat dengan penerapan keselamatan pasien dan perawat di Irna 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Tesis. Universitas Indonesia. Depkes RI. (1999). Pedoman uraian tugas tenaga perawatan di rumah sakit. Cetakan Kedua. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Jakarta. Foley, M. (2004). Caring for those who care; A tribute to nurses and their safety. Online Journal of Issue in Nursing. Vol. 9/No. 3. Diunduh melalui http://search.proquest. com/docview/229657468/139625B7DEA 33A84E9A/1?accountid=17242 pada 19 September 2012. Gardner, J.K., Hawkins, C.T., Fogg, L., & Latham C.E. (2007). The relationship between nurses’ perceptions of the hemodialysis unit environment and nurse turnover, patient satisfaction, and hospitalizations. Nephrology Nursing Journal. Vol. 34/No. 3. Diunduh melalui http://search.proquest. com/docview/216539731/fulltextPDF/13B84 F9810452B43FC0/1?accountid=17242 pada 9 Januari 2013. Ivansevich, J.M., Konopaske, R., & Matteson, M.T. (2005). Perilaku dan manajemen organisasi. Jakarta: Erlangga Korspan, A.S. & Etzal, E.E. (2001). The relationship of demographic and pshycological variables to career maturity of junior college student athletes. Journal of College Student Development. Vol. 2/ No. 2. Diunduh melalui https://etda.libraries. psu.edu/paper/7810/3097 pada 9 Januari 2013. Kotrba, T. (2010). Reported time management of work and managerial activities: head and department nurse. Acta Universitatis Agriculturae et Silviculturae Mendelianae Brunensis. Vol. LVIII/Number 6. Diunduh melalui http://www. mendelu.cz/dok-server/slozka.pl?id=45392. download.pdf pada 9 Januari 2013. 54 Muhammadiyah Journal of Nursing Kusuma, D.I. (2009). Hubungan beban kerja perawat dengan stres kerja perawat di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Diunduh melalui http://digilib.unimus. ac.id/file/jtptunimus-gdl-dwikusumai.pdf pada 7 Januari 2013. Lin, H.l., Lee, W.C., Huang, M.T., Hsiao, L.C., Kuo, L.C., Chan, H.M., ..., Chuang, Y.H. (2009). Factors influencing the competency of head nurse when assisting with in hospital cardipulmonary resuscitation. Tzu Chi Medical Journal. Vol. 21/Issue. 3. Diunduh melalui http://linkinghub.elsevier.com/ retrieve/pii/s101319009600458?via=sd&cc=y pada 9 Januari 2013. PP Muhammadiyah. (2012). Manhaj gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. Registered Nurses’ Association of Ontario (RNAO). (2006). Healthy work environment best practice guidelines: Workplace Health, Safety and Well-Being for the Nurse. Ontario. Diunduh melalui http://www.rnao.org/ projects/hwe.asp/ pada 15 September 2012. Riggio, R.E. & Taylor, S.J. (2000). Personality and communication skill as a prediction of hospice nurse performance. Journal of Bussiness & Psychology. Vol. 15/No. 2. Diunduh melalui http://search.proquest. com/docview/196877043/13B84DFAC6539 6FF092/1?accountid=17242 pada 9 Januari 2013. Robins, S.P. (2003). Organizational behavior, Tenth Edition. New Jersey: Person Education Inc. Rossentein, A.H. (2002). Nurse-physician relationships: impact on nurse satisfaction and retention. Diunduh melalui http://www. ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12394075 pada 10 Januari 2013. Simamora, R.H. (2005). Hubungan persepsi perawat pelaksana terhadap penerapan fungsi pengorganisasian yang dilakukuan oleh kepala ruangan dengan kinerjanya di ruang rawat inap rsud Koja Jakarta Utara. Tesis. Universitas Indonesia. Diunduh melalui http://eprints. ui.ac.id/15876/ pada 7 Januari 2013. Simbolon, H.M.J. & Nasution, S.S. (2011). Pengaruh lingkungan kerja organisasi terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa di RSJD provinsi Sumatera Utara. Diunduh melalui http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/25745 pada 10 Januari 2013. Squires, M.E. (2010). The Influence of Perceived Fairness and Relational Leadership on Nursing Safety Climate and Work Environment. Thesis. University of Toronto. Diunduh melalui http://search.proquest.com/docview/869 989276/139627606FC116F76E0/1?account id=17242 pada 13 September 2012. Trinkoff, A.M., et. al. (2007). Personal safety for nurses: Chapter 39. Diunduh melalui www. ahrq.gov/nurses/TrinkoffA_PSN.pdf pada 15 September 2012. Waugaman, W.R. & Lohrer, D.J. (2000). From nurse to nurse anesthetist: The influence of age and gender on professional socialization and career commitment of advanced practice nurses. Journal of Professional Nursing. Vol. 16/Issue. 1. Diunduh melalui http:// www.sciencedirect.com/science/article/pii/ s875522300800113 pada 9 Januari 2013. Pabuti, A. (2001). Analisis kemampuan manajemen kepala ruangan di Ruang Rawat Inap RSUP DR M. Djamil Padang.Tesis. Universitas Indonesia. Diunduh melalui http://eprints.lib.ui.ac.id/ id/eprint/6828 pada 8 Januari 2013.