Jurnal MJN Vol. 2 No. 2 2015.indd 1 Muhammadiyah Journal of Nursing PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Simanjuntak, 2009). Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan Case Fatality Rate sebesar 10% (Nainggolan, 2001). Tingginya angka morbiditas dan mortalitas karena demam tifoid, menggerakkan berbagai pihak berupaya untuk menyelesaikan masalah ini. Peran perawat dalam hal ini salah satunya adalah memberikan asuhan keperawatan dengan pemberian terapi komplementer. Salah satu tanaman obat yang secara empiris biasa digunakan sebagai obat tradisional adalah sirih merah (Piper crocatum). Berdasarkan kekerabatannya, sirih merah satu genus dengan sirih (Piper betle linn) (Sudewo, 2007). Senyawa-senyawa yang terdapat dalam sirih merah adalah fl avanoid, polifenol, saponin, alkaloid, tanin dan minyak atsiri yang sering diteliti dan mengandung efek anti bakteri (Sudewo, 2007). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih merah mampu menghambat pertumbuhan dan membunuh Staphylococcus aureus (gram positif) pada konsentrasi 25% serta mampu menghambat pertumbuhan dan membunuh Escherichia coli (gram negatif) pada konsentrasi 6,25% (Farida, et al 2009). Escherichia coli mempunyai beberapa kesamaan dengan Salmonella typhi. Pertanyaan masalahnya adalah: apakah ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) efektif dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh Salmonella typhi? Efektifi tas Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Terhadap Kadar Hambat Minimum Dan Kadar Bunuh Minimum Bakteri Salmonella typhi Moch . Achwandi1, Azizah Khoiriyati2, Soewito3 1Stikes Bina Sehat Ppni Mojokerto 2,3Universitas Muhammadiyah Yogyakarta moch.achwandi@yahoo.co.id ABSTRACT Research Background : Typhoid fever is a systemic infectious disease caused by Salmonella typhi. The incidence rate in Indonesia is still high at 600000-1500000 patients annually with a CFR of 10%. The high rates of morbidity and mortality, moving the parties attempt to resolve this issue. The role of the nurse in this case one of them is to provide nursing care to the provision of complementary therapies. One of the medicinal plant commonly used empirically for complementary therapies is red betel (Piper crocatum). Objective: To determine concentration of red betel leaf extract (Piper crocatum) eff ectiveness against Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) bacteria Salmonella typhi. Method: Type of laboratory experimental studies in vitro with posttest only control group design. Red betel leaf extract has been created by default then tested on Salmonella typhi bacteria. The test method has been conducted with serial dilutions of liquid dilution. Repetition 4 times. Statistical test used was the Kruskal- Wallis test. Results : The results showed that the extract of red betel leaf has a MIC which can not be determined because of the turbidity of the suspension and MBC extract at a concentration of 12.5 %. Conclusion : Eff ectiveness of red betel leaf extract against Salmonella typhi bacteria MIC can not be determined. Red betel leaf extract is eff ective against the bacteria Salmonella typhi MBC. Dose of red betel leaf extract is eff ective against the bacteria Salmonella typhi MBC is at a concentration of 12.5%. Keywords: Red betel (Piper crocatum) – Minimum Inhibitory Concentration - Minimum Bactericidal Concentration - Salmonella typhi 2 Muhammadiyah Journal of Nursing Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) yang efektif terhadap Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) bakteri Salmonella typhi. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian berikutnya sekaligus sebagai Evidence Based Nursing Practice dalam perawatan komplementer pada pasien dengan demam typoid. METODE PENELITIAN Desain Penelitian. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris secara in vitro dengan postest only control group design dan menggunakan metode dilusi. Metode ini digunakan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak sirih merah yang efektif terhadap Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) bakteri Salmonella typhi. Dilakukan 2 tahap, yaitu tahap pengujian bahan di media cair untuk menentukan KHM, dilanjutkan dengan tahap penggoresan pada media TSA (Tripton Soya Agar) untuk menentukan KBM. Bahan uji yang digunakan adalah daun sirih merah (Piper crocatum) sebanyak 2 kg yang diambil secara acak dari pohonnya. Daun yang diambil adalah daun yang masih segar, tidak terlalu muda (berumur kurang dari 2 bulan) atau sudah terlalu tua/menguning. Daun ini diambil dari pohon sirih di wilayah desa Janti, kecamatan Jogoroto, kabupaten Jombang, Jawa Timur. Bakteri uji yang digunakan adalah Salmonella typhi biakkan murni dari laboratorium mikrobiologi dan parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang sebelumnya telah dilakukan beberapa tes identifi kasi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,5625%. Variabel terikatnya adalah pertumbuhan Salmonella typhi. Ditetapkan dengan melihat kekeruhan pada tabung untuk menentukan KHM dan jumlah koloni Salmonella typhi pada media TSA untuk menentukan KBM. Penentuan KHM dan KBM. Prosedur penelitian pertama-tama adalah persiapan alat dan bahan serta sterilisasi alat, kemudian dilanjut dengan pembuatan ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 100%. Selanjutnya ekstrak diencerkan melalui perbandingan 1 gr ekstrak dengan aquades streril 1 ml (berat/ volume), sehingga didapatkan konsentrasi awal 50%. Kemudian siapkan 8 tabung raksi dan berikan nomor 1-8. Tabung 1 merupakan hasil pengenceran ekstrak dengan konsentrasi 50%. Aquades steril dimasukkan ke dalam tabung 2-6 masing-masing 1 ml. Dari tabung 1 diambil 1 ml dan masukkan ke dalam tabung 2, campur hingga homogen. Tabung 2 diambil 1 ml untuk di masukkan dalam tabung 3 dan seterusnya sampai tabung ke-6 (konsentrasi terkecil). Diambil 1 ml dari tabung ke-6 dan dimasukkan ke dalam tabung ke-7 untuk digunakan sebagai kontrol negatif. Dimasukkan suspensi Salmonella typhi 1 ml ke dalam tabung 1-6 dan tabung ke-8 untuk kemudian dijadikan sebagai kontrol positif. Semua tabung diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Nilai KHM ditentukan dengan melihat kekeruhan seluruh tabung. Dengan menggunakan ose steril, setiap tabung diambil 1 ose dan digoreskan pada media TSA dan inkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Nilai KBM ditentukan dengan melihat media TSA dalam piring petri dengan konsentrasi ekstrak terkecil yang masih mampu membunuh bakteri, ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri Salmonella typhi. Analisa data. Penelitian ini menggunakan software SPSS untuk analisa data. Uji statistik Kruskal-Wallis untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri Salmonella typhi pada pemberian ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi yang berbeda. Uji Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan. Uji Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui kekuatan korelasi 3 Muhammadiyah Journal of Nursing dan arah korelasi antara ekstrak daun sirih merah dengan jumlah koloni bakteri Salmonella typhi. HASIL PENELITIAN Kadar Hambat Minimal. Hasil pengamatan pada tabung reaksi setelah diinkubasi selama 18-24 jam didapatkan garis hitam yang berada di belakang tabung tidak ada yang terlihat kecuali pada tabung kontrol negatif (-). Tabung kontrol negatif (-) adalah tabung yang paling jernih, sedangkan tabung yang lainnya terlihat keruh. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak sirih merah, semakin keruh. Seharusnya tabung dengan konsentrasi ekstrak paling tinggi yang paling jernih. Hal ini terjadi akibat dari keruhnya ekstrak, maka semakin tinggi konsentrasi semakin meningkat tingkat kekeruhannya seperti yang terlihat pada gambar 1, sehingga KHM tidak dapat ditentukan secara kualitatif. Gambar 1. Perbandingan tingkat kekeruhan tiap konsentrasi ekstrak daun sirih merah terhadap bakteri Salmonella typhi setelah diinkubasi. Kadar Bunuh Minimal. Hasil uji dilusi cair dilakukan penanaman dengan metode streaking pada media TSA untuk mengetahui KBM. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni pada masing-masing konsentrasi dan perulangannya dengan alat colony counter. Berdasarkan jumlah koloni, diperoleh KBM pada konsentrasi 12,5%. Pada konsentrasi tersebut tidak terdapat pertumbuhan bakteri sama sekali. Dapat terlihat pola dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih merah, jumlah koloni bakteri Salmonella typhi semakin berkurang (tabel 1). Tabel 1. Perbedaan jumlah koloni bakteri Salmonella typhi pada pemberian ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi Bahan Uji (b/v) Jumlah Koloni Rata rataI II III IV 0% (kontrol positif) 257 192 245 237 232,75 1,5625% 131 145 120 130 131,5 3,125% 78 77 74 76 76,25 6,25% 32 65 54 68 54,75 12,5% 0 0 0 0 0 25% 0 0 0 0 0 50% 0 0 0 0 0 p* 0,000 *diuji dengan Kruskal-Wallis Uji Kruskal-Wallis dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri Salmonella typhi setelah pemberian ekstrak daun sirih merah dengan berbagai konsentrasi yang berbeda. Dari hasil uji Kruskal-Wallis yang telah dilakukan, didapatkan nilai p = 0,000, seperti terlihat pada tabel 2. Oleh karena p<0.05, maka dapat diambil kesimpulan “paling tidak terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri Salmonella typhi yang tumbuh pada media TSA di setiap perlakuan”. Uji Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna pada jumlah koloni bakteri antara dua macam konsentrasi yang berbeda. Seperti terlihat pada tabel 3. Terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri yang bermakna antara semua kelompok jika dibandingkan satu persatu terhadap konsentrasi dibawah 12,5% karena nilai p<0,05. Namun tidak terdapat perbedaan jumlah koloni yang bermakna di atas konsentrasi 12,5% karena nilai p=1. Dapat diartikan bahwa tidak terdapat penurunan jumlah koloni yang bermakna pada peningkatan konsentrasi berikutnya setelah konsentrasi 12,5 % (p>0,05). 4 Muhammadiyah Journal of Nursing Tabel 2. Nilai p uji komparasi antara dua konsentrasi ekstrak sirih merah yang berbeda terhadap jumlah koloni bakteri Salmonella typhi Konsentrasi bahan uji dan Jumlah koloni 0% 1,5625% 3,125% 6,25% 12,5% 25% 50% 232,75 131,5 76,25 54,75 0 0 0 0% 232,75 - 0.021 0.021 0.021 0.014 0.014 0.014 1,5625% 131,5 0.021 - 0.021 0.021 0.014 0.014 0.014 3,125% 76,25 0.021 0.021 - 0.021 0.014 0.014 0.014 6,25% 54,75 0.014 0.014 0.014 - 0.014 0.014 0.014 12,5% 0 0.014 0.014 0.014 0.014 - 1.000 1.000 25% 0 0.014 0.014 0.014 0.014 1.000 - 1.000 50% 0 0.014 0.014 0.014 0.014 1.000 1.000 - Tabel 3. Hubungan antara variabel dependen (jumlah koloni bakteri Salmonella typhi) dengan variabel independen (konsentrasi ekstrak sirih merah) Rata-rata koloni Konsentrasi sirih merah Pearson Correlation (r) -.971** Sig. (2-tailed) (p) .006 Uji korelasi Pearson selanjutnya dilakukan untuk menganalisis hubungan antara variabel dependen (jumlah koloni bakteri Salmonella typhi) dengan variabel independen (konsentrasi ekstrak sirih merah). Seperti terlihat pada tabel 4, hasil uji korelasi Pearson menunjukkan nilai p=0,006 (p<0,05) yang berarti terdapat korelasi yang bermakna antara dua variable. Pearson correlation coeffi cient (r) menunjukkan nilai -0,971 yang berarti menunjukkan korelasi yang sangat kuat. Nilai negatif menunjukkan korelasinya berbanding terbalik, artinya semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih merah, maka semakin rendah jumlah koloni bakterinya. PEMBAHASAN Kadar Hambat Minimal. Uji efektifi tas ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap kadar hambat minimal dan kadar bunuh minimal bakteri Salmonella typhi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode delusi. Dipilih metode ini karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode difusi. Metode delusi lebih peka dan terjamin homogenitas antar media, bahan uji dan suspensi bakteri. Bahan uji lebih mudah berinteraksi dengan bakteri karena suspensi bakteri tersebar merata (Pratiwi, 2008). Dengan metode ini dapat diketahui Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) terhadap bakteri. Kekeruhan pada konsentrasi ekstrak 50%, 25%, 12,5% sampai dengan tabung kontrol negatif yang hanya berisi 1 ml ekstrak dengan konsentrasi 1,5625% tanpa penambahan bakteri, berangsur-angsur menurun mulai dari warna hijau tua sampai dengan kuning jernih. Penyebab kekeruhan diduga antara lain disebabkan oleh kandungan saponin yang ada pada ekstrak sirih merah. Beberapa saponin mempunyai sifat asam karena adanya gugus karboksil pada aglikon dan atau gugus gula (Didik, 2004). Kelarutan protein akan meningkat jika diberikan perlakuan asam yang berlebih. Ini terjadi karena ion positif pada asam akan menyebabkan protein yang semula bermuatan netral menjadi bermuatan positif dan menyebabkan kelarutannya bertambah, sehingga tabung menjadi keruh(Suhardi, 1992). Jadi, perbedaan kekeruhan bukan disebabkan karena ada atau tidaknya bakteri tetapi karena konsentrasi ekstrak. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka tingkat kekeruhan semakin tinggi, 5 Muhammadiyah Journal of Nursing sehingga KHM tidak dapat ditentukan. Kadar Bunuh Minimum. Data penelitian menunjukkan Kadar Bunuh Minimum ekstrak sirih merah terhadap bakteri Salmonella typhi diperoleh pada konsentrasi 12,5%, dimana pada konsentrasi tersebut tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri Salmonella typhi sama sekali pada empat kali pengulangan. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis didapat- kan nilai signifi kansi 0,000 (p>0,05) yang berarti paling tidak terdapat perbedaan efek pada pemberian tiap konsentrasi ekstrak daun sirih merah terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi. Hasil uji korelasi menunjukkan r = - 0,971. Tanda negatif menunjukkan hubungan yang terbalik yaitu semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih merah semakin sedikit jumlah koloni bakteri Salmonella typhi yang tumbuh. Nilai 0,971 menunjukkan koefi sien korelasi yang sangat kuat. Hasil analisis diatas membuktikan bahwa kemungkinan besar bakteri Salmonella typhi mati karena ekstrak sirih merah adalah sangat besar. Sirih merah mengandung zat-zat tertentu yang memiliki efek antimikroba. Zat-zat itu adalah Flavonoid, Polifenol, Alkaloid, Tanin, Saponin, dan minyak Atsiri (Sudewo, 2007). Flavonoid termasuk zat antibakteri. Mekanisme kerja dari fl avonoid adalah dengan merusak dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom sebagai hasil interaksi fl avonoid dengan DNA bakteri. Selain itu, gugus hidroksil yang terdapat pada struktur senyawa fl avonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan transpor nutrisi pada bakteri terganggu (Ardo, 2005). Selain itu, kandungan fl avonoid pada ekstrak daun sirih merah mampu menghambat enzim topoisomerase II (DNA girase). Enzim ini merupakan enzim penting dalam proses replikasi dan transkripsi DNA bakteri. Terhambatnya enzim topoisomerase II akan berdampak pada terhambatnya proses replikasi dan transkripsi DNA bakteri (Sanarto, et al , 2011). Polifenolat bersifat koagular terhadap protein (Dwijoseputro, 1994). Dinding sel bakteri Salmonella typhi tersusun atas peptidoglikan. Struktur dasar peptidoglikan adalah sebuah selubung yang menyelimuti sel yang tersusun dari utas-utas peptidoglikan yang berdampingan satu sama lain dan dihubungkan dengan ikatan silang tetrapeptida yang terbuat dari asam amino (Miller dan Pegues, 2000). Sifat koagular dari polifenol ini akan mengakibatkan permukaan dinding sel bakteri Salmonella typhi menjadi berkerut dan akhirnya rusak. Alkaloid juga mengganggu komponen penyusun peptidoglikan sel sehingga tidak terbentuk utuh. Polifenol dan alkaloid akan mengakibatkan kerusakan dinding bakteri Salmonella typhi dan bakteri akan mati. Sanarto dkk (2011), menjelaskan bahwa tanin yang juga dimiliki oleh ekstrak daun sirih merah mempunyai sifat spasmolitik. Diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktifi tas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Tanin juga diduga mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menginaktivasi enzim. Apabila kerja enzim terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, maka akan mengakibatkan enzim membutuhkan energi dalam jumlah besar untuk aktivitasnya. Akibatnya energi pertumbuhan menjadi berkurang, sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat dan lisis apabila berlangsung lama. Saponin bekerja menurunkan tegangan permukaan dan merusak dinding sel. Minyak atsiri akan mengganggu proses terbentuknya dinding sel sehingga tidak terbentuk atau kalau terbentuk tidak sempurna. Kerusakan pada dinding sel mengakibatkan membran sel tidak mempunyai pelindung yang berdampak pada hilangnya sifat semi permeabilitas membran sel tersebut (Kholil, et al, 2013). Perihal ini akan 6 Muhammadiyah Journal of Nursing menyebabkan keluar masuknya zat-zat seperti air, enzim-enzim tidak terseleksi. Dampak lebih lanjut adalah terganggunya metabolisme sel sehingga proses pembentukan ATP untuk pertumbuhan sel terhambat. Jika proses ini berlanjut, maka akan menimbulkan kematian sel bakteri. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih merah memiliki daya anti bakteri terhadap bakteri Salmonella typhi secara in vitro. Pengujian antibakteri dengan menggunakan metode dilusi cair menunjukkan hasil Kadar Bunuh Minimal (KBM) pada konsentrasi 12,5%. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Juliantina (2009) yang menyampaikan bahwa ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri gram positif dengan bakteri uji Staphylococcus aureuspada konsentrasi 25% dan kemampuan menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri gram negatif dengan bakteri uji Escherichia colipada konsentrasi 6,25%. Penelitian Mutmainah (2012) tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap gambaran histopatologi luka insisi kulit tikus putih yang terinfeksi Staphylococcus aurius14 dan penelitian uji efektifi tas ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap bakteri Aeromonas hidrophila secara in vitro memperkuat penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) mempunyai zat aktif anti bakteri, termasuk pada Salmonella typhi. Pembuatan ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) dalam penelitian ini dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstrak etanol mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak air. Suksmawan (2004) telah membuktikan dalam penelitian uji aktivitas antimikroba ekstrak etanol dan ekstrak air daun ketapang (Terminalia catappa L., Combretaceae). Semua ekstrak etanol dan ekstrak air daun ketapang menunjukkan adanya aktivitas antimikroba. Akan tetapi, diameter hambat ekstrak etanol daun ketapang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak air daun ketapang, yang berarti ekstrak etanol mempunyai aktivitas lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak air (Rudhy, 2004). Reveny (2011) menyampaikan dalam penelitiannya tentang daya antimikroba ekstrak dan fraksi daun sirih merah, bahwa ekstrak etanol mempunyai aktivitas antimikroba lebih kuat daripada fraksi etanol dan fraksi n-heksan, sedang fraksi air tidak efektif. Pendapat tersebut menguatkan bahwa pemilihan pembuatan ekstrak dengan etanol mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak air, fraksi etanol, fraksi n-heksan maupun fraksi air. Penelitian tentang daya hambat dan daya bunuh ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap bakteri Salmonella typhi dengan metode dilusi cair dapat dibuktikan secara in vitro. Tetapi menurut tahapan penelitian skrining obat, belum dapat digunakan langsung sebagai obat standar untuk terapi komplementer pada pasien dengan typhoid karena adanya perbedaan-perbedaan kondisi antara in vitro dan in vivo. SIMPULAN Hasil penelitian tentang efektifi tas ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap kadar hambat minimal dan kadar bunuh minimal bakteri Salmonella typhi menunjukkan bahwa: 1. Efektifi tas ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap Kadar Hambat Minimal (KHM) bakteri Salmonella typhi tidak dapat ditentukan. 2. Ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) efektif terhadap Kadar Bunuh Minimal (KBM) bakteri Salmonella typhi. 3. Dosis ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) yang efektif terhadap Kadar Bunuh Minimal (KBM) bakteri Salmonella typhi adalah pada konsentrasi 12,5%. 7 Muhammadiyah Journal of Nursing SARAN 1. Hasil penelitian ini belum dapat diaplikasikan secara langsung untuk terapi pada pasien dengan typhoid. Perlu dilakukan penelitian lanjutan secara in vivo pada hewan coba maupun probandus karena adanya perbedaan kondisi secara in vitro dengan in vivo. 2. Untuk pembuatan ekstrak sirih merah, penggunaan pelarut etanol sudah terbukti mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak air, fraksi etanol, fraksi n-heksan maupun fraksi air. 3. Penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan sehingga penggunaan ekstrak sirih merah (Piper crocatum) untuk terapi komplementer alternatif pada pasien dengan typhoid bisa segera digunakan. DAFTAR PUSTAKA Ardo, Sabir. 2005. Aktivitas antibakteri fl avonoid propolis Trigona sp terhadap bakteri Streptococcus mutans (in vitro). htt p:// ml.scribd.com/ doc/94817415/Aktivitas- Antibakteri-Flavonoid-Propolis-Trigona- Sp-Terhadap-Bakteri. Diakses tanggal 26 april 2014. Pukul 10.57. Dwidjoseputro D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta. Gunawan Didik, 2004. Ilmu Obat Alam (Farma- kognosi) Jilid I. Penebar Swadaya. Jakarta. Farida, Juliantina R., Dewa Ayu Citra, Bunga Nirwani, dkk. 2009. Manfaat Sirih merah (Piper crocatum) sebagai Agen Bakterial terhadap Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Jurnal kedokteran dan Kesehatan Indonesia 1(1). Diakses tanggal 28 September 2013 pukul 16.28 dari htt p://journal.uii.ac.id/index.php/ JKKI. Kusuma Ratih W. 2011. Uji efektifi tas ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap bakteri Aeromonas hidrophila secara invitro. Universitas Airlangga, Surabaya: Artikel ilmiah. Miller SI, Pegues DA., 2000. Salmonella species, including Salmonella typhi. In: Mandell, Douglas, and Bennett s’s Principles and Practice of Infectious disease, 5th ed. Mandel GL, Bennett JE, Dorlin R (editors). Churchill Livingstone. Mutmainnah A. 2012. Pengaruh pemberian ekstrak daun sirih merah (Piper Crocatum) terhadap gambaran histopatologi luka insisi kulit tikus putih yang terinfeksi Staphylococcus Aurius. Universitas Airlangga Surabaya: Artikel Ilmiah. Nainggolan, R. 2011. Karakteristik Penderita Demam Tifoid. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Pratiwi, ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi.Erlangga. Jakarta Rahmanto kholil, Utami Sri Hastuti, Agug Witjoro, 2013. Pengaruh ekstrak daun sanseviera (Sanseviera trifasciata var laurentis) terhadap penghambatan Staphyilococcus aureus dan Escherichia coli secara in vitro. Diakses tanggal 7 Januari 2014 pukul 13.20. Reveny J. 2011. Daya antimikroba ekstrak dan fraksi daun sirih merah (Piper betle Linn), Jurnal ILMU DASAR, Januari 2011; 12(1): 6-12, Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara. Diakses tanggal 16 Maret 2014 pukul 13.15. dari htt p://jurnal.unej.ac.id/ index.php/JID/ article/download/79/56. Rudhy, Suksmawan; Asep Gana S; Elin Yulinah S. 2004. Uji Potensi Antimikroba Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia catappa L.), Sekolah Farmasi ITB. Diakses tanggal 19 Maret 2014 pukul 10.25 dari htt p://bahan-alam. fa.itb.ac.id. Sanarto, Santoso; Rita Rosita; Debby Sartika Mahardhika. 2011. Uji efektifi tas ekstrak sirih merah (Piper crocatum) sebagai antimikroba terhadap bakteri Klebsiella pneumonia. htt p://old.fk .ub.ac.id. Diakses tanggal 14 Pebruari 2014 pukul 14.30. 8 Muhammadiyah Journal of Nursing Sanarto, Santoso; Soemardini; Novia Lucy Rusmayanti. 2011. Ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura) sebagai antimikroba terhadap bakteri Salmonella typhi secara in vitro. Diakses tanggal 14 Pebruari 2014 pukul 14.25 dari htt p://old.fk .ub.ac.id. Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. Sudewo, B. 2007. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Agromedia Pustaka. Jakarta Suhardi, 1992. Khitin dan Khitosan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.