Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 769 Received : 17-04-2021 Revised : 28-05-2021 Published : 15-06-2021 Pembelajaran Sejarah Menyenangkan Melalui Hasil Kreativitas Vlog History Aries Eka Prasetya SMA Negeri 22 Surabaya, Indonesia aku22bingung@gmail.com Abstrak Kompetensi pembelajaran abad 21 menjadi misi pengajaran sejarah di sekolah. Untuk mencapai kompetensi pembelajaran tersebut yang dikenal dengan 4C (Communication, Collaboration, Critical thinking and problem solving, creativity and inovation) seorang guru sejarah harus jeli terhadap karakteristik peserta didik yang dihadapinya. Bila berpijak pada teori generasi yang dikemukakan oleh Karl Mannheim, maka peserta didik yang sedang dihadapi oleh guru-guru mata pelajaran Sejarah Indonesia dan guru mata pelajaran Sejarah (peminatan) adalah mereka yang berada di zona generasi Z (iGeneration). Generasi ini lahir ketika dunia sudah dikepung oleh teknologi digital. Dinyatakan bila generasi ini sangat akrab dengan teknologi digital. Karakter peserta didik ini sebaiknya diberi ruang oleh seorang guru sejarah dengan membawa kreativitas digital ke ruang kelas. salah satu media belajar yang memberi ruang kreativitas digital adalah Vlog. Peserta didik secara berkelompok diberi tugas untuk membuat vlog tentang materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Mereka dibebaskan untuk berkreasi menampilkan materi dengan gaya dan kreativitas sendiri. Guru mendamping kegiatan mereka mulai dari merumuskan isi Vlog yang akan ditampilkan, pembagian kerja dan cara menyelesaikan tugas. Ternyata ketika cara belajar ini dicoba diterapkan, peserta didik menunjukkan minat belajar yang sangat baik. Kata Kunci : 4c; generasi z; kreativitas digital; minat belajar https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 mailto:aku22bingung@gmail.com Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 770 PENDAHULUAN Inovasi pembelajaran harus diciptakan oleh seorang tenaga pendidik Indonesia. Seorang tenaga pendidik, yaitu guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Undang-Undang No. 14 tahun 2005, Bab I, pasal 1 ayat 1). Prinsif profesionalitas yang dimaksud, salah satunya adalah guru tersebut memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia (UU No. 14 tahun 2005, Bab III, Pasal 7 ayat 1b). Prinsif-prinsif profesionalitas mengarahkan pada empat kompetensi guru yang wajib dipenuhi, yakni; 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi sosial, dan 4) kompetensi profesional (UU No. 14 tahun 2005, pasal 10, ayat 1). Seandainya setiap guru memahami isi undang-undang guru dan dosen yang menjadi salah satu acuan pelaksaan pendidikan, maka bisa diprediksi bila kualitas tenaga pendidik di Indonesia akan sangat menggembirakan. Tentunya tidak akan ada masalah yang mengarah pada penilaian tentang rendahnya kemampuan pedagogik dan profesional guru di lapangan. Guru, khususnya guru mata pelajaran sejarah Indonesia dan guru sejarah peminatan, dituntut untuk membuat inovasi-inovasi pembelajaran, serta membuat kreativitas baru yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Peserta didik tentunya akan mendapat beragam pengalaman belajar dari inovasi dan kreativitas guru ketika menerapkan metode, model dan media pembelajaran yang akan berpengaruh pada minat belajar peserta didik. Gaya belajar peserta didik saat ini sangat berbeda dengan gaya belajar peserta didik di masa lalu. Era digitalisasi yang melanda seluruh sendi kehidupan manusia, berpengaruh besar terhadap karakteristik manusia Indonesia, baik secara incividu maupun kolektif. Kondisi inilah yang sebaiknya menjadi pijakan pertama bagi seorang guru mata pelajaran Sejarah Indonesia dan sejarah peminatan untuk melakukan inovasi dan kreativitas pembelajaran. Peserta didik yang dihadapi oleh seorang guru mata pelajaran sejarah Indonesia dan sejarah peminatan adalah generasi muda Indonesia yang terkategorikan pada zona generasi Z (iGeneration), mereka adalah generasi muda Indonesia penguasa dan pengguna media digital. Menurut data statistik dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kominfo dengan sampel penelitian adalah anak dan remaja usia 10-19 tahun sebanyak 400 responden, 79,5% dari responden tersebut adalah pengguna media sosial yang aktif (https://www.kominfo.go.id, diunduh tanggal 26 November 2020, pukul 05.55 WIB). Terdapat tiga motivasi utama yang dikemukakan oleh responden, yakni ; 1) untuk mencari informasi, 2) untuk terhubung dengan teman (teman lama atau teman baru), dan 3) untuk hiburan. Pola interaksi sosial mengalami perubahan. Saat ini cenderung lebih ramai interaksi sosial di dunia maya daripada di dunia nyata. Kontak dan komunikasi yang menjadi syarat bisa berlangsungnya aktivitas interaksi sosial, mengalami perubahan bentuk. Keterampilan komunikasi digital menunjukkan kualitas yang lebih baik dibanding dengan proses interaksi sosial yang dilakukan secara langsung. Proses pembelajaran di sekolah-sekolah sebagain besar cenderung berlangsung dengan pola-pola belajar di masa lalu. Masih banyak guru yang memposisikan dirinya sebagai pusat belajar. Metode ceramah masih mendominasi kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Guru sejarah pun tidak sedikit yang menggunakan metode ini. Pada akhirnya peserta didik yang duduk di bangku pendidikan menengah atas mengalami masalah ketika harus menyelesaikan pertanyaan yang menuntut keterampilan peserta didik dalam berpikir kritis. Keterampilam berpikir kritis (critical thinking skill) sangat penting dimiliki oleh peserta didik, dikarenakan https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 https://www.kominfo.go.id/ Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 771 kemampuan tersebut merupakan salah satu keterampilan yang diharapkan untuk dikuasai oleh seorang peserta didik abad 21. Tanpa perubahan gaya mengajar, maka pendidikan nasional yang berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3) masih merupakan sebuah keniscayaan. Simpulannya, kompetensi pedagogik dan profesionalitas seorang guru khususnya guru mata pelajaran sejarah Indonesia dan guru mata pelajaran sejarah peminatan merupakan ujung tombak untuk mewujudkan keberhasilan belajar peserta didik. TINJAUAN PUSTAKA Memahami Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 lahir dari tuntutan dan tantangan eksternal yang berasal dari revolusi industri 4.0 yang terjadi pada abad 21. Revolusi industri mengakibatkan disrupsi dan VUCA (volatility, uncertainly, complexity, ambiguity). Untuk menghadapinya maka pemerintah Indonesia melalui kementrian pendidikan, pada tahun 2013 mengeluarkan kurikulum 2013. Alasan internalnya adalah fenomena bonus demografi yang ditandai dengan melimpahnya populasi usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020- 2035, pada saat angkanya mencapai 70% (Materi Umum dan Materi Khusus Pelatihan Kurikulum 2013 : 4). Jadi tantangan besar yang dihadapi oleh pelaku dunia pendidikan Indonesia adalah bagaimana mengupayakan agar sumber daya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan. Untuk menghadapi sebuah kondisi yang berubah cepat serta penuh ketidak pastian maka diperlukan strategi yang bisa digunakan untuk menghadapinya, diantaranya adalah PPK (Penguatan Pendidikan Karakter), GLS (Gerakan Literasi Sekolah), dan HOTS (Higher Order Thinking Skill) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi (Ir. Drs. Djohan Yoga , M.Sc., MoT., Ph.D., Seminar Nasional UPI, tanggal 18 Oktober 2019). Ketiganya diproyeksikan untuk menghadapi tantangan di masa kini yakni tahun 2021 dan masa yang akan datang (khususnya tahun 2045 ketika Indonesia mencapai kemerdekaannya yang ke-100 tahun “Indonesia Emas”, yang pastinya tidak ada seorang pun yang bisa memprediksi dengan baik tentang bentuk permasalahan yang akan dihadapi oleh generasi muda Indonesia di masa yang akan datang. Ketiganya, baik PPK, GLS dan HOTS harus di semai dan ditumbuhkembangkan oleh guru dan pengelola manajemen sekolah mulai di tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan atas. https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 772 Gambar 1. Tantangan Menuju Tahun 2045 Program penguatan pendidikan karakter, memang sangat penting untuk ditumbuh kembangkan dalam dunia pendidikan. Pergeseran fungsi lembaga pendidikan (sekolah) saat ini sedang terjadi. Peserta didik cenderung memunculkan budaya dari luar yang belum tentu sesuai dan tepat untuk dipraktekkan di lingkungan sekolah. Program penguatan pendidikan karakter dilakukan melekat dalam proses pembelajaran di kelas atau dilakukan melalui kegiatan pembiasaan seperti melakukan ibadah bersama, atau kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan sekolah. Perpres no. 87 tahun 2017 Bab I pasal 1 ayat 1, memberi rambu-rambu dalam pelaksanaan pendidikan karakter, “Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi hati , olah rasa, olah pikir, dan olahraga dengan pelibatan dan kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional. Berdasarkan Perpres tersebut minimal ada 5 nilai utama karakter prioritas PPK, yakni; 1) Religius, 2) integritas, 3) nasionalis, 4) mandiri, dan 5) gotong royong. Gerakan literasi sekolah, merupakan program penting untuk membantu kemampuan peserta didik agar memiliki kemampuan abad 21 yang dikenal dengan 4C yakni ; 1) Communication (kemampuan komunikasi), 2) Collaboration (kemampuan beraktifitas bersama), 3) Critical thinking and problem solving (kemampuan berpikir kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah), dan 4) Creative and innovation (Kreatif dan inovatif). Hanya saja, pada saat ini hasil penelitian yang dilakukan oleh World’s Most Literate National Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University yang dilakukan pada bulan Maret 2016, menyatakan bila minat baca yang ditunjukkan oleh bangsa Indonesia berada pada peringkat 60 dari 61 negara yang di nilai. Peringkat ke-60 tersebut berada di atas Bostwana dan di bawah Thailand. Menurut data Unesco minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%, artinya dari 1000 orang Indonesia, Cuma 1 orang yang rajin membaca. Namun dengan realita data yang menyimpulkan bila minat membaca bangsa Indonesia rendah, lembaga riset digital marketing memperkirakan pada tahun 2018 jumlah pengguna gawai pintar di Indonesia lebih dari 100 juta orang dan memposisikan Indonesia pada urutan keempat dunia setelah Cina, India dan Amerika. (https://www.kominfo.go.id, diunduh tanggal 25 November 2020 pukul 17.35WIB). https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 https://www.kominfo.go.id/ Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 773 Minat baca yang rendah tidak berbanding lurus dengan pola perilaku manusia Indonesia. Hasil penelitian we are social yang dilakukan tahun 2017, mengungkapkan bila orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam per hari, dari jumlah pemilik gadget dalam posisi ke lima di dunia. Pada akhirnya, orang Indonesia menjadi sasaran empuk untuk info provokasi, hoaks dan fitnah, karena memiliki perilaku yang malas membaca buku namun paling aktif di media sosial, dan suka menatap layar gadget hingga berjam-jam. Tidaklah heran, bila pola perilaku tersebut berpengaruh terhadap kemampuan peserta didik ketika mengikuti proses pembelajaran di kelas khususnya mata pelajaran sejarah Indonesia dan sejarah peminatan. Kecenderungan mereka tidak menguasai fakta, sulit mengemukakan isi pikirannya, kemampuan menyelesaikan masalah yang rendah, dan ragu dalam membuat kreativitas ketika menerima tugas individu maupun kelompok. Peserta didik di jenjang pendidikan sekolah menengah atas, diarahkan untuk memiliki kemampuan berpikir pada level perkembangan berpikir C3-C6 atau dikategorikan ke dalam dimensi pengetahuan prosedural dan metakognitif. . Tabel 1 : Dimensi Kognitif dan Dimensi Pengetahuan No Perkembangan berfikir taksonomi Bloom Bentuk Pengetahuan Jenjang Pendidikan Keterangan 1 Mengingat (C1) Pengetahuan Faktual SD SMP/ MTS Lower Order Thinking Skills (LOT’S) 2 Menginterpretasi prinsip (Memahami/C2) Pengetahuan Konseptual 3 Menerapkan ( C3) Pengetahuan Prosedural SMA/ MA 4 Menganalisis (C4) Mengevaluasi (C5) Mengkreasi (C6) Pengetahuan Metakognitif Higher Order Thinking Skill’s (HOT’S) Sumber : diramu dari Materi Pelatihan Kurikulum 2013 : 2016 Didasarkan pada rancangan kurikulum 2013, maka pembelajaran HOTS (Higher order thinking skill) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dimaksud tetap harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan berpikir dan psikologi peserta didik yang dihadapi. Menurut Jean Piaget perkembangan kognitif terdiri atas empat tahap, yaitu: 1) tahap sensori motoris (usia 0-2 tahun) pada tahap ini anak berada pada masa pertumbuhan yang ditandai oleh kecenderungan sensori-motoris yang sangat jelas; 2) tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun) perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya; 3) tahap operasional konkrit (usia 7-11 tahun) pada tahap ini anak masih berpikir konkrit menyebabkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak; 4) tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas) pada masa ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya. Anak mulai mampu mengembangkan pikirannya serta mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi, arti simbolik dan kiasan (Mohammad Asrori, 2007). https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 774 Untuk mengimplementasikan HOTS, seorang guru, khususnya guru sejarah yang mengampu mata pelajaran sejarah Indonesia dan sejarah peminatan, bisa melakukannya ketika proses pembelajaran berlangsung dan penilaian hasil belajar. Ketika melakukan proses belajar, strategi belajar saintifik menjadi ciri dari kurikulum 2013. Strategi saintifik ini memuat 5 langkah kegiatan yang dikenal dengan 5 M, yaitu 1) mengamati (observing); 2) menanya (questioning); 3) menalar (associating); 4) mencoba (experimenting); dan 5) membangun jejaring (networking). Sumber : Materi Pelatihan Kurikulum 2013 : 2016 Gambar 2. Langkah-Langkah Pendekatan Saintifik Berdasarkan rancangan teknis kurikulum 2013 tersebut, maka metode, model dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru sejarah, harus mengarah pada strategi pembelajaran saintifik. Tentunya bila kita analisa, pendekatan saintifik ini mengarah pada keterampilan 4C yang menjadi ciri kompetensi abad 21 yang harus dikuasai oleh peserta didik. Metode pembelajaran yang digunakan pun tentunya harus memiliki kemampuan untuk mengaktifkan peserta didik melakukan kegiatan bersama, membangun kemampuan komunikasi, mampu menyelesaikan masalah secara individu dan kolektif dalam waktu yang telah ditentukan dan kreatif dalam menyajikan materi pelajaran di hadapan peserta didik lainnya ketika proses menjejaring dilaksanakan. Setelah kegiatan pembelajaran yang bersifat HOTS, maka dalam proses evaluasi pun bisa digunakan tingkat soal yang HOTS juga. Jangan sampai peserta didik menerima soal dengan tingkat kesulitan yang berada pada ranah soal HOTS namun dalam proses belajar sehari-hari mereka tidak pernah dibimbing untuk melakukan kegiatan belajar HOTS. Hingga saat ini, masih banyak guru tidak terkecuali guru mata pelajaran sejarah Indonesia dan peminatan, yang memahami kurikulum 2013 hanya sekedar perubahan tuntutan administrasi belaka. Padahal kelengkapan administrasi, dalam hal ini adalah RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) hanya lah sebagian kecil dari elemen kurikulum 2013. Jauh lebih dari sekedar keterampilan menyusun administrasi pembelajaran, seorang guru khususnya yang mengajar mata pelajaran sejarah Indonesia dan peminatan harus memahami esensi dari kurikulum 2013 sehingga mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan generasi muda Indonesia yang siap menghadapai perubahan dan pembuat perubahan. Peserta Didik Generasi Z Dijenjang pendidikan menengah atas, subjek belajar adalah peserta didik yang terkelompokkan ke dalam zona generasi Z atau iGeneration. Generasi ini berada pada rentang usia antara 8 sampai 23 tahun (lahir tahun 1995-2010). Mereka menguasai kemampuan digital yang sangat baik. Setiap hari selalu bersentuhan dengan dunia digital dan akrab dengan media Observing ( mengamati) Questioning ( menanya) Associating (menalar) Experimenting ( mencoba) Networking (membentuk jejaring ) https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 775 sosial. Secara statistik Generasi Z bisa menghabiskan waktu sekitar 7,5 jam perhari berinteraksi dengan gawai, 22 % remaja generasi Z masuk ke akun media sosial lebih dari 10 kali setiap hari, sekitar 75% remaja generasi Z memiliki gawai sendiri, 25% digunakan untuk media sosial, 54% untuk texting, dan 24% untuk instant message. Penguasaan terhadap teknologi informasi ini berpengaruh terhadap kemampuan berpikir, berinteraksi dan berperilaku (Hari Wibawa, Universitas Negeri Semarang, diunduh tanggal 14 Oktober 2020, pukul 06.00 WIB). Oleh karenanya tidaklah heran, apabila kegandrungan mereka terhadap dunia digital membangun karakter yang berbeda dengan guru sejarah yang saat ini berada di area kelompok generasi Baby Boomer dan generasi X, namun sedikit bisa dihadapi oleh guru sejarah yang berada di area generasi Y ( Millenial). Gambar 3. Kelompok Generasi Generasi Z memiliki keterampilan yang tinggi dalam menguasai IT, daya ingat kuat, memiliki percaya tinggi yang tinggi, pandai bicara, lebih berani dalam mengemukakan pendapat, rasa ingin tahunya tinggi dan cepat dewasa. Hanya saja kurang memiliki daya juang, sulit diatur, kurang mandiri, kurang mampu menerapkan sopan santun, kurang bertanggung jawab, kurang fokus, cepat bosan, manja, kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan, mudah tersinggung, kecanduan gadget, sulit mengatur waktu dan menentukan prioritas, banyak membuang waktu, anti sosial, mementingkan pencitraan diri di dunia sosial, lebih tertutup, malas, mudah bertengkar di media sosial, maunya serba instan. Generasi Z adalah generasi yang tidak mengenal masa saat telpon genggam belum diproduksi, saat mayoritas mainan sehari-hari masih tradisional generasi Z adalah generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan sebuah ketergantungan yang besar pada teknologi digital (Elizabeth T. Santoso ,2015 : xxiii) dan (Hellen Chou P, 2012 : 35). Keterampilan 4C dan Kreativitas Vlog Kecenderungan gaya belajar Generasi Z bersifat aplikatif dan tidak menyukai cara belajar konvensional, disebabkan kemudahan yang diperoleh dalam mengakses informasi. Karakter belajar generasi Z yang dipengaruhi oleh keberadaan internet bisa dimanfaatkan oleh guru sejarah untuk mengembangkan metode pembelajaran yang berbasis teknologi. Herry https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 776 Mukhlis dalam artikelnya “Fahami Remaja Generasi Z” yang dimuat AF Magazine, menawarkan ide yang bisa dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan belajar generasi Z, salah satunya dengan mengupload tugas ke dalam channel youtube. Di SMA Negeri 22 Surabaya, Provinsi Jawa Timur, peserta didik kurang memiliki keterampilan abad 21. Kemampuan komunikasi di dalam kelas dalam menyampaikan isi pikiran baik berupa pertanyaan, jawaban, ketidak setujuan, atau pendapat masih rendah. Dalam satu kelas tidak lebih dari 5 orang dari 34 orang peserta didik yang memiliki kemauan dan kemampuan komunikasi. Kecenderungannya mereka memilih diam dan penyimak. Ketika ditelusuri, mayoritas dari mereka menunjukkan rasa ragu untuk berbicara dikarenakan takut salah dalam berbicara. Maksudnya bukan salah dalam menyampaikan pendapat, namun salah dalam menggunakan bahasa pengantar yang digunakan dalam proses belajar, yaitu bahasa Indonesia. Kemampuan berbahasa nasional dikalahkan oleh kemampuan berbahasa daerah. Hal inilah yang sering menjadi sebab mereka memilih pasif dalam proses belajar di kelas. METODE Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 22 Surabaya selama bulan Juli 2020-Januari 2021 yaitu ketika memberikan tugas vlog history kepada siswa dalam pembelajaran sejarah. Pengamatan dilakukan pada kelas-kelas yang diampu dan diberikan perlakukan menggunakan tugas VLOG sebagai media pembelajarannya sekaligus tugas siswa. Penelitian menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Data informasi yang diperlukan dengan menggunakan prinsip 5 W + 1 H. Hasil generalisasi mengutamakan makna dari persepsi berbagai pendapat sebuah peristiwa. (Asmani, 2011) Kegiatan kolaboratif sering diterapkan. Mereka dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok dengan jumlah anggota kelompok yang sama jumlahnya. Biasanya dalam mata pelajaran sejarah Indonesia, anggota kelompok berjumlah 6 orang dengan jumlah kelompok sebanyak 6 kelompok. Jadi jumlah peserta didik dalam satu kelas berjumlah 36 orang. Pada tanggal 25 Juli 2020 pernah dilakukan kegiatan belajar dengan menggunakan metode belajar learning together di kelas X IPA 5. Kelas di desain dengan membagi peserta didik ke dalam 6 kelompok, setiap kelompok berjumlah 6 orang, dan setiap kelompok diberi tugas untuk memecahkan masalah yang telah dibuat dalam LKPD, dengan waktu yang ditentukan selama 10 menit. Setelah waktu yang ditentukan berakhir, hanya ada satu kelompok yang mampu menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, sedangkan 5 kelompok lainnya tidak mampu menyelesaikan tugas dengan waktu yang ditentukan. Ketika ditelusuri maka ditemukan jawaban dari kelompok yang berhasil menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, sebagai berikut; 1) setiap anggota kelompok diberi tugas individu yang harus diselesaikan, 2) setiap anggota kelompok yang telah mendapat tugas, mengerjakan tugasnya di lembaran mandiri, 3) setelah selesai, hasil pekerjaannya disatukan dengan menyematkan kertas-kertas jawaban tersebut menjadi satu laporan utuh. Sedangkan untuk kelima kelompok lainnya tidak melakukan yang demikian. Mereka memahami tugas yang diberikan secara kepada kelompoknya harus dikerjakan oleh diri mereka secara individu. Perbedaan antara satu kelompok yang berhasil mengerjakan tugas kelompok tepat waktu dengan 5 kelompok yang tidak berhasil mengerjakan tugas kelompok tepat waktu, terletak pada kemampuan mereka dalam membaca soal, petunjuk dan perintah soal, serta kemampuan memecahkan masalah, kreatif dalam menyelesaikan tugas, kemampuan bekerja sama, dan kemampuan komunikasi di dalam kelompok. Kelompok yang berhasil menyelesaikan tugas https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 777 tepat waktu menunjukkan rasa puas dari kreativitas mereka dalam menyelesaikan tugas kelompok tersebut. HASIL Desain Pembelajaran Sejarah Menggunakan VLOG Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dari sampel satu kelas, bisa disimpulkan bila ketempilan 4C masih belum dimiliki oleh peserta didik di SMA Negeri 22 Surabaya, Provinsi Jawa Timur, khususnya peserta didik yang duduk di bangku kelas X (sepuluh), padahal mereka adalah peserta didik hasil produk kurikulum 2013. Mereka mendapatkan pengalaman belajar tentang pembelajaran kolaboratif, dan saintifik ketika berada di jenjang pendidikan dasar (SD kelas 3 dan SMP), namun ketika diuji coba dengan tugas sederhana, hanya satu kelompok yang mampu menunjukkan keterampilan 4C. Selanjutnya metode pembelajaran kolaboratif lainnya pernah dilakukan dengan cara presentasi kelompok, ternyata keterampilan untuk berbicara di depan kelas menunjukkan masalah yang sama dengan kemampuan bekerja kolaboratif. Mereka mengalami masalah komunikasi. Hal ini dipengaruhi oleh penguasaan materi yang kurang karena menganggap bila presentasi bisa dilakukan dengan cara membaca dan materi tidak perlu dikuasai dengan baik. Sehingga suasana diskusi yang merupakan kegiatan lanjutan dari presentasi tidak berjalan dengan baik. Suasana kelas terasa hening karena kelompok yang mempresentasikan hasil kerja kelompoknya tidak menguasai materi, begitupun dengan peserta diskusi kelas. Mereka memilih menjadi penyimak yang pasif. Tentunya sangat jauh dari harapan terwujudkan keterampilan 4C yang menjadi pembelajaran abad 21. Gambar 4. Salah satu hasil Vlog History buatan siswa Kondisi kelas yang pasif, peserta didik yang ragu untuk berkreasi, kemampuan analisa yang rendah dan ketidak mampuana dalam memecahkan masalah. Tidak hanya terjadi di satu kelas. Di kelas-kelas lainnya pun terjadi situasi yang serupa. Oleh karenanya, disimpulkan harus ada sebuah perubahan metode, model dan media belajar yang bisa megaktifkan daya kreativitas peserta didik dalam belajar, sehingga mereka menjadi subjek belajar yang aktif. Mengingat https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 778 zona generasi, peserta didik saat ini berada pada zona generasi Z (iGeneration) sekelompok generasi muda yang sangat akrab dengan dunia digital. Berdasarkan hal tersebut, muncul ide untuk membawa kreativitas dihital ke ruang kelas, salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran project based learning, metode pembelajaran learning together dan media pembelajaran adalah video blog (Vlog). Alasan digunakannya Vlog sebagai media belajar, disebabkan karena jiwa zaman yang sedang dilakoni oleh peserta didik saat ini adalah penuh dengan teknologi digital. Vlog adalah bentuk kreativitas digital yang menarik minat generasi muda tidak terkecuali dengan peserta didik di SMA Negeri 22 Surabaya. Modal pertama yang menjadi bahan kajian adalah gawai pintar (smartphone) dimiliki oleh mayoritas peserta didik di SMA Negeri 22 Surabaya. Pemanfaatan gawai pintar tersebut memang beragam, mayoritas akan digunakan untuk main game, lalu melakukan interaksi virtual melalui media sosial, menonton film melalui channel youtube, atau berjejaring di media sosial seperti instagram dan facebook. Berdasarkan modal dasar yang dimiliki oleh peserta didik, maka diputuskan untuk memberi tugas proyek yang merupakan tugas kelompok yang harus diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Langkah pertama adalah guru membagi peserta didik ke dalam enam kelompok dengan jumlah anggota kelompok yang sama. Langkah kedua adalah melakukan diskusi kecil di dalam kelompok untuk membuat pembagian tugas dan isi materi yang akan disampaikan, langkah ketiga dengan dibimbing dan diawasi oleh guru mereka menuju tempat yang akan digunakan untuk membuat video, langkah keempat adalah mengedit rekaman yang telah dibuat hingga siap ditayangkan di youtube, dan langkah kelima video tersebut dinaikkan ke dalam channel youtube. Langkah terakhir diapresiasi bersama hasil vlog yang telah di buat ke dalam kelas dan vlog yang telah dibuat dibagikan kepada peserta didik lainnya dan menjadi sumber belajar mata pelajaran sejarah. Gambar 5. Alur Kerja pembuatan projek vlog Membawa kreativitas vlog, ternyata berhasil menaikkan minat belajar sejarah di SMA Negeri 22 Surabaya. Keberanian berbicara pun dimunculkan oleh peserta didik secara keseluruhan. Namun keterampilan berbicara ditunjukkan oleh peserta didik secara mayoritas. Selain itu, empat keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik, melalui tugas projek Vlog, semua indikator nyaris dipenuhi. Kemampuan kolaborasi, ditunjukkan mulai dari awal merumuskan konsep vlog hingga kegiatan dilapangan. Ketika di lapangan pun karakter peserta didik bisa dinilai. Sikap menghargai pendapat orang lain, mampu bekerja kolektif, kerja keras, Guru membagi peserta didik ke dalam enam kelompok Melakukan diskusi kecil di dalam kelompok untuk membuat pembagian tugas Dibimbing dan diawasi oleh guru mereka menuju tempat yang akan digunakan untuk membuat video Mengedit rekaman Di upload ke dalam channel youtube https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 779 mandiri, memiliki daya kreatifitas menjadi salah satu indikator penilaian sikap. Kemampuan komunikasi pun ditunjukkan, ternyata ketika mengerjakan tugas vlog, hampir semua peserta didik berupaya untuk menyampaikan materi sejarah dengan kalimat sendiri. Mereka berusaha membaca materi, dan berupaya mengingat dan menyampaikan dengan bahasa dan gaya bertutur yang baik. Hal ini merupakan ebuah kenyataan yang menakjubkan karena mereka cenderung pasif ketika belajar sejarah di kelas. Gambar 6. Penugasan Vlog History Membuat Siswa Tampil Percaya Diri Ketika Harus Presentasi Tugasnya Didepan Kelas Kemungkinan ruang belajar yang berbentuk kotak tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kebebasan kreativitas sehingga mereka memilih menjadi penyimak yang pasif. Sehingga benar, gaya belajar peserta didik yang sebenarnya baik karena sesuai dengan perkembangan psikologi si peserta didik. Potensinya akan muncul ketika mereka diberi kepercayaan untuk melaksanakan aktifitas belajar dengan cara belajar yang mereka sukai. Ternyata melalui tugas vlog ini, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik. Kemampuan komunikasi, kolaborasi, pemecahan masalah dan daya berpikir krtis, dan kreativitas serta inovasi, muncul dari proses awal, tengah dan akhir kegiatan pembelajaran. SIMPULAN Memberi pengalaman belajar yang mengarah pada kegiatan pembelajaran aktif, menjadi sebuah hal yang menggembirakan. Biasanya materi pelajaran sejarah di sampaikan di ruang kelas. Kegiatan yang dilakukannya tidak jauh dari diskusi dan presentasi. Kreativitas belajar tidak terasah dengan baik, menurut anggapan peserta didik generasi Z. Namun tugas proyek dengan membuat Vlog, ternyata membalikkan sebuah pernyataan bila mereka adalah peserta didik yang pasif, kurang memiliki kemampuan komunikasi yang baik, kurang memiliki rasa percaya diri, kemampuan kolaborasinya rendah, keterampilan memecahkan masalahnya pun bermasalah, menjadi sebuah penilaian yang positif. Ternyata dengan diberi kepercayaan untuk mengerjakan tugas proyek yang sesuai dengan karakter zaman dan jiwa peserta didik yang dikaterikan ke dalam generasi Z, maka hasil tugas bisa diselesaikan dengan tepat waktu dengan hasil yang sangat menakjubkan. https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 780 Simpulannya, setiap guru sejarah harus terus melakukan invasi dan kreativitas dalam melaksanakan kegiatan mengajarnya. Memahami jiwa zaman sangatlah penting, dan mengaktifkan seluruh potensi peserta didik akan membangun keterampilan 4C yang merupakan modal dasar untuk hidup di abad 21. Oleh karenanya membawa kreativitas ke ruang kelas dalam mata pelajaran sejarah adalah sebuah alternatif untuk terciptanya proses belajar kolaboratif yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan peserta didik. Diharapkan kemampuan analisa ketika mereka berupaya menyelesaikan tugas bisa dibawa kedalam proses penguasaan materi sejarah. DAFTAR RUJUKAN Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional . Undang-Undang No. 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen. Perpres No. 87 tahun 2017, tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Asmani, Jamal Makmur. 2011. Metodologi Praktis Penelitian Pendidikan. Jogjakarta: Diva Press Darmadi. 2017) Pengembangan Model & Metode Pembelajaran dalam Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta : CV. Budi Utama. Isjoni. 2013. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Kamarga, Hansiswany dan Kusmarni, Yani (Ed). 2012. Pendidikan Sejarah Untuka Manusia dan Kemanusiaan : Refleksi Perjalanan Karir Prof. Dr.H. Said Hamid Hasan, MA. Jakarta : Bee Media Indonesia. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMA/MA dan SMK/MAK Sejarah Indonesia. Jakarta : PSDMPK- PMP. Pratama, Helen Chou. 2012. Cyber Smart Parenting : Kiat Sukses Menghadapi dan Mengasuh Generasi Digital. Bandung : PT. Visi Anugerah Indonesia. Santoso, Elizabeth T. 2015. Raising Children in Digital Era. Jakarta : Elex Media Komputindo. Yani, Ahmad dan Rahmat, Mamat. 2018. Teori dan Implementasi Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Bandung : Refika. Perdana, Dedi Ilham. 2013. Kurikulum Dan Pendidikan di Indonesia : Proses Mencari Arah Pendidikan yang Ideal di Indonesia atau Hegemoni Kepentingan Penguasa Semata. Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, Mei 2013. https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/23412/pdf. Diunduh tanggal 2 Oktober 2020, Pukul 15.00 WIB. Purnomo, Agus . et al. 2016. Pengembangan Pembelajaran Blended Learning Pada Generasi Z. Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS. Vol. 1. No. 1 April 2016. P-ISSN 2503-1201 & E ISSN 2503-2547. http://journal2.um.ac.id/index.php/jtppips/article/download/230/187. Diunduh tanggal 14 Oktober 2020, Pukul 05.45 WIB. Putra, Yanuar Surya. 2016 . The Oritical View : Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti Vol. 9 No. 18, Desember 2016. http://jurnal.stiema.ac.id/index.php/ama/article/viewFile/142/133. Diunduh tanggal 14 Oktober 2020, Pukul 05.40 WIB. https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/23412/pdf http://journal2.um.ac.id/index.php/jtppips/article/download/230/187 http://jurnal.stiema.ac.id/index.php/ama/article/viewFile/142/133 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 781 Susilo, Agus dan Sarkowi. 2018. Peran Guru Sejarah Abad 21 Dalam Menghadapi Tantangan arus Globalisasi. Historia : Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, Vol II No. 1 (Oktober 2018). Diunduh tanggal 29 September 2020, Pukul 05.50 WIB Wibawanto, Hari. 2016. Generasi Z dan Pembelajaran di Pendidikan Tinggi. Simposium Mengenal dan Memahami Generasi Z. Haruskah Pendidikan Tinggi Berubah?. UPT Elearning Institut Teknologi Bandung, 24 Oktober 2016. https://eportfolio4hariwibawanto.filles.wordpress.com. Diunduh tanggal 15 Oktober 2020, Pukul 06. 30 WIB. Mukhlis, Herry. 2015. Fahami Remaja Generasi Z. AF Magazine. November 2015. https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.146 https://eportfolio4hariwibawanto.filles.wordpress.com/