Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 857 Received : 22-04-2021 Revised : 27-05-2021 Published : 30-06-2021 Peningkatan Kualitas Manajemen UMKM dan Minat Wirausaha Mahasiswa Melalui Pembelajaran Project-Based Learning Ali Mutasowifin Institut Pertanian Bogor, Indonesia alimu@apps.ipb.ac.id Abstrak: Salah satu pihak yang terdampak hebat oleh pandemi Covid-19 adalah usaha mikro, kecil, dan menengah. Kondisi ini mengkhawatirkan mengingat mayoritas pelaku usaha di Indonesia termasuk ke dalam kelompok ini dan menyerap sebagian besar tenaga kerja. Selama ini pun, karena beragam kendala yang dihadapi, menjadikan kinerja UMKM masih lemah dan kontribusinya terhadap produk domestik bruto tidaklah sebanding dengan besarnya jumlah maupun tenaga kerja yang diserapnya. Dengan menggunakan metode penelitian dan pengembangan, paper ini menawarkan gagasan melalui pembelajaran project-based learning yang memungkinkan mahasiswa, sejalan dengan tuntutan Merdeka Belajar Kampus Merdeka, untuk tidak sekedar belajar di kelas namun berkesempatan mengimplementasikan teori-teori yang telah mereka pelajari ke dalam praktik dunia usaha nyata. Aktivitas ini diharapkan tidak saja akan mampu memperdalam pemahaman atas teori, memperkaya bekal dalam menjawab tantangan masa depan yang lebih kompleks, serta menumbuhkan minat berwirausaha di kalangan mahasiswa, namun juga sekaligus akan dapat meningkatkan kualitas manajemen usaha di kalangan UMKM. Kata kunci: umkm; mahasiswa wirausaha; manajemen; project-based learning; mbkm https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 mailto:email@domain.com Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 858 PENDAHULUAN Di tengah industri keuangan yang berkembang pesat, masih terdapat golongan masyarakat yang belum merasakan jasa yang ditawarkan oleh industri keuangan. Acapkali diberitakan, misalnya, di beberapa daerah yang dikenal sebagai penghasil sumberdaya alam yang berlimpah, ada penduduk yang membeli kendaraan berharga ratusan juta rupiah dengan membawa berkarung-karung uang tunai. Kondisi semacam itu tidak dapat dilepaskan dari rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat. Banyak kalangan masyarakat dinilai belum memahami produk-produk yang dikeluarkan oleh pelaku usaha jasa keuangan seperti asuransi, perbankan, perusahaan pembiayaan, pergadaian, pasar modal, dana pensiun, maupun Lembaga keuangan mikro. Padahal, studi menunjukkan bahwa akses kepada produk-produk tersebut dapat berkontribusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Sahay, 2015). Tingkat melek keuangan masyarakat Indonesia memang terbilang rendah. Survei nasional yang diadakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 tentang literasi keuangan, memang menggambarkan kondisi tersebut. Survei yang melibatkan 12.773 responden dari 34 provinsi tersebut dilangsungkan untuk memahami tingkat literasi dan utilisasi sektor jasa keuangan. Hasil survei menunjukkan bahwa literasi keuangan masyarakat baru sekitar 38,03% dengan tingkat inklusi berkisar 76,19%. Survei tersebut menunjukkan baru 36,12% responden yang memahami jasa perbankan, 19,40% mengerti produk dan jasa asuransi, 17,81% responden memahami jasa pegadaian, 15,17% menguasai lembaga pembiayaan, 14,13% memahami dana pensiun, serta pasar modal yang dimengerti 4,92% responden. Pemahaman terendah terjadi di sektor lembaga keuangan mikro yang hanya dipahami 0,85% responden. Tingkat pemahaman yang rendah ini menyebabkan rendahnya pula tingkat pemanfaatan produk-produk keuangan, khususnya nonbank, yang tergambarkan pada indeks inklusi keuangan. Pada sektor perbankan, indeks inklusi tercatat 73,88%, yang bermakna 73,88% masyarakat telah menggunakan jasa perbankan. Sedangkan di sektor perasuransian, hanya 13,15% penduduk yang telah memanfaatkannya. Indeks inklusi paling rendah terjadi di sektor lembaga keuangan mikro, karena hanya 0,72% penduduk yang sudah memanfaatkannya. Tingkat literasi di kalangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM) juga rendah, sekitar 40,7% dengan tingkat inklusi 60,62%. Padahal, rendahnya literasi keuangan ini menyebabkan terbatasnya permintaan terhadap layanan keuangan, sementara kondisi melek keuangan memungkinkan pengambilan keputusan keuangan lebih baik (Cole et al., 2010). Kondisi ini memprihatinkan, mengingat KUMKM menyimpan potensi dan peran strategis dalam perekonomian nasional. Menyitir data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga akhir Desember 2019 jumlah koperasi aktif di Indonesia mencapai 123.048 unit dengan total anggota berjumlah 22.463.738 orang. Sementara jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diperkirakan mencapai 65,465 juta unit atau sekitar 99,99% dari keseluruhan unit usaha yang ada. Keberadaan koperasi dan UMKM yang sangat besar dan menyebar ke seluruh penjuru negeri merupakan bukti kekukuhan ekonomi riil dalam struktur pelaku ekonomi nasional. UMKM di Indonesia juga menyerap sangat banyak tenaga kerja, hingga 119,562 juta jiwa, atau berkisar 96,92% dari seluruh tenaga kerja. Angka ini jauh di atas rata-rata tingkat penyerapan tenaga kerja oleh UMKM secara global yang hanya mencapai 70% (Gonzales, 2015). Besarnya tingkat penyerapan tenaga kerja ini menyumbang kontribusi signifikan https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 859 terhadap penciptaan stabilitas pasar tenaga kerja, mendorong lahirnya wirausaha baru, sekaligus menurunkan tingkat pengangguran. Selain kiprah di dalam negeri, UMKM juga berperan memperkuat ekspor nonmigas nasional, dengan menyumbang kontribusi sebesar Rp 339.190,5 miliar, atau 15,65% dari total ekspor nonmigas nasional. Hal ini juga menunjukkan kemampuan dan daya saing UMKM dalam perdagangan internasional. Walaupun memegang posisi dan peran penting dalam perekonomian nasional, namun kondisi keseluruhan koperasi dan UMKM masih lemah dan memprihatinkan. Padahal, sejalan dengan amanat konstitusi, di antara tujuan nasional yang ingin digapai adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang dalam bidang ekonomi seharusnyalah dimaknai mendahulukan kemakmuran masyarakat dibandingkan kemakmuran orang seorang. Pembangunan ekonomi, dengan demikian selayaknya ditujukan pada ikhtiar mewujudkan demokrasi ekonomi, melalui pemberdayaan koperasi dan UMKM. Lemahnya UMKM, misalnya dapat ditilik dari kebijakan kredit dan pembiayaan. Data Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan bahwa dari total kredit perbankan, yang disalurkan pada sektor UMKM tidak pernah melebihi 20%. Hal ini terasa tidak adil jika mengingat sektor UMKM berkontribusi sebanyak 60,51% dari Produk Domestik Bruto. Menyitir data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit perbankan yang disalurkan kepada UMKM yang bankable memang terus tumbuh, meski persentasenya masih rendah. Porsi kredit UMKM ini diperkirakan akan membesar sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 17/12/PBI/2015 yang mewajibkan bank-bank umum untuk meningkatkan porsi kredit UMKM- nya secara bertahap, yakni sebesar 5% pada 2015, 10% pada 2016, 15% pada 2017, dan 20% pada 2018. Apalagi pemerintah telah mencanangkan target bahwa pada 2024 kredit untuk UMKM akan mencapai 30% dari total kredit yang disalurkan perbankan nasional. Sumber: beritagar.id Gambar 1. Kredit UMKM Terhadap Total Kredit Perbankan https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 860 Tak dapat dimungkiri, Covid-19 memukul telak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Beragam pembatasan mobilitas yang diberlakukan di banyak wilayah guna mencegah meluasnya pandemi telah menutup kesempatan UMKM untuk menjalankan usahanya. Sayangnya, perkembangan teknologi, yang bisa menyiasati pelbagai pembatasan itu pun belum mampu dioptimalkan karena keterbatasan pengetahuan, sarana, dan prasarana yang dimiliki. Sementara itu, di sisi lain, perguruan tinggi memiliki sumberdaya manusia dan sumber daya pengetahuan dalam jumlah yang memadai untuk membantu meningkatkan kualitas UMKM, baik dari sisi manajemen usaha maupun kapabilitas teknologi informasi. Gagasan strategi pembelajaran melalui project-based learning diharapkan dapat menjadi sarana UMKM untuk meningkatkan kapasitas usaha, sekaligus pada saat yang sama memperdalam kecakapan mahasiswa serta memperkuat kesiapan mereka dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks saat mereka lulus kelak. METODE Artikel ini mendasarkan pada Penelitian Pengembangan atau Research and Development (R&D), yakni upaya atau kegiatan untuk pengembangan sebuah produk secara efektif untuk digunakan sekolah, dan bukan dalam rangka menguji sebuah teori (Gay, 1990). Santyasa (2009) mengemukakan 4 karateristik penelitian dan pengembangan, yang meliputi: 1. Masalah yang hendak dicarikan solusi bersifat riil, terkait inovasi atau penerapan teknologi dalam proses pembelajaran sebagai pertanggungjawaban profesional dalam peningkatan kualitas pembelajaran. 2. Pengembangan pola, pendekatan dan metode pembelajaran serta media pembelajaran yang menunjang efektifitas pencapaian kompetensi siswa. 3. Proses pengembangan produk, pelaksanaan validasi melalui uji ahli, serta uji coba lapangan secara terbatas agar produk yang dihasilkan berguna dalam peningkatan kualitas pembelajaran. 4. Proses pengembangan pola, pendekatan, metode, modul, serta media pembelajaran yang didokumentasikan dengan baik serta dilaporkan dengan sistematis menuruti kaidah penelitian yang mengedepankan orisinalitas. Sedangkan Akker (1999), mengajukan 4 tahap penelitian dan pengembangan yang biasa diterapkan dalam dunia pendidikan, yakni tahap pemeriksaan pendahuluan, penyesuaian teoritis, uji empiris, serta dokumentasi, analisis dan refleksi, yang bisa digambarkan sebagai berikut: https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 861 Gambar 2. Model Tahapan Penelitian dan Pengembangan DISKUSI Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saat ini terdapat 4.611 perguruan tinggi di seluruh Indonesia, dengan 36.169 program studi, yang menjadi wadah 291.628 dosen serta tempat mendidik 8.801.262 mahasiswa. Bila dihitung terhadap populasi penduduk berusia 19-23 tahun, maka pada 2019 angka partisipasi kasarnya tercatat 35,69% (Kemenristekdikti, 2019). Meskipun keadaan ini masih jauh di bawah capaian negara-negara maju, namun para mahasiswa ini sesungguhnya memiliki potensi besar yang diharapkan dapat mengurangi financial illiteracy di kalangan masyarakat, khususnya UMKM. Selama ini, para mahasiswa perguruan tinggi, misalnya yang berada di bawah Fakultas Ekonomi (atau sebutan lainnya yang sejenis), mempelajari banyak mata kuliah yang membekali mereka dengan pengetahuan di bidang akuntansi, manajemen keuangan, manajemen lembaga keuangan, manajemen risiko, serta mata kuliah-mata kuliah lain yang berkaitan. Demikian juga mereka yang berasal dari program studi lain, seperti matematika atau statistika, yang telah dibekali dengan beragam mata kuliah yang terkait dengan aktuaria. Atau mahasiswa ilmu komputer yang tentu cakap membuat program atau memanfaatkan aplikasi komputer. Sayangnya, mereka tidak memiliki kesempatan untuk membaktikan atau membuktikan pengetahuan yang mereka miliki tersebut, kecuali saat menempuh ujian tengah dan akhir semester. Sebenarnya, selama ini beberapa perguruan tinggi telah melakukan beragam upaya untuk membantu para mahasiswanya, misalnya melalui program magang atau membantu lulusan memperoleh pekerjaan. Namun, seperti dikemukakan oleh Alonso dan O’Neill (2011), tidak banyak yang melihat cara-cara yang potensial bagi perguruan tinggi dalam membantu kegiatan operasional. Kegiatan-kegiatan yang selama ini telah diselenggarakan juga kurang mengoptimalkan pengetahuan dan kompetensi mahasiswa dalam membantu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ditemui masyarakat. Kondisi ini disadari oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang kemudian memperkenalkan kebijakan anyar di bidang pendidikan tinggi yang diberi nama program “Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM)”. https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 862 Program MBKM menawarkan kesempatan kepada mahasiswa guna memperoleh pengalaman belajar yang lebih luas serta kompetensi baru lewat beragam kegiatan pembelajaran di luar program studi asal, dengan harapan kelak mampu mengantarkan lulusan yang siap menghadapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks (Kemdikbud, 2020). Salah satu yang didorong adalah penerapan model pembelajaran melalui project-based learning. UMKM merupakan salah satu tempat yang sesuai untuk penerapan project-based learning. Salah satu persoalan yang dihadapi oleh UMKM adalah buruknya manajemen usaha. Lemahnya manajemen UMKM ini berdampak pada banyak hal, seperti menghambat akses pembiayaan dari perbankan atau memanfaatkan bantuan pendanaan dari pemerintah. Apatah lagi akses pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan yang lain. Seperti kita ketahui, perbankan cenderung menggunakan saluran tradisional dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan, serta menetapkan persyaratan yang ketat dalam menentukan kelayakan penyaluran dana. Misalnya, UMKM banyak menemui kendala terkait terbatasnya jumlah kredit, banyaknya dokumen yang harus disiapkan, besarnya agunan yang harus disediakan, serta tingginya suku bunga (Marston, 2015). Akibatnya, banyak pengusaha kelas UMKM sulit mendapatkan kesempatan untuk memperolehnya. Survei yang dilakukan Sahay (2015) menunjukkan bahwa UMKM menghadapi kendala dalam memperoleh kredit 10% lebih banyak dibandingkan usaha berskala besar. Guna mengatasi hal ini, dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas manajemen, sehingga UMKM mampu naik kelas menjadi bankable. Mahasiswa dapat mengambil peran memperbaiki kualitas manajemen UMKM dengan menjadi semacam konsultan bagi UMKM. Perguruan tinggi mempersiapkan mahasiswa dan membagi mereka kedalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok kecil beranggotakan empat atau lima mahasiswa dengan keahlian atau peminatan yang beragam, seperti keuangan, pemasaran, produksi, dan sumberdaya manusia, matematika/statistika dan komputer. Setiap kelompok ini kemudian ditugaskan ke UMKM di seputar wilayah kampus atau ke daerah lain yang memungkinkan. Selama jangka waktu tertentu, setiap kelompok diminta mempelajari permasalahan yang dihadapi oleh UMKM tersebut dan kemudian menawarkan solusi cara-cara memperbaikinya. Misalnya, salah satu kelemahan utama yang lazim ditemui pada UMKM adalah lemahnya kemampuan dan keterampilan manajer dan staf, sehingga berakibat kepada buruknya manajemen keuangan (Gonzales, 2015). Mereka tidak terbiasa mencatat transaksi keuangan yang dilakukan, sehingga menyulitkan pembuatan laporan keuangan. Padahal, laporan keuangan yang baik merupakan salah satu prasyarat penting dalam penilaian kelayakan pemberian kredit atau pembiayaan oleh perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya. Di sinilah kelompok mahasiswa yang ditugaskan mendampingi UMKM dapat memberikan kontribusi penting. Para mahasiswa yang telah memiliki bekal pengetahuan di bangku kuliah mengenai akuntansi dan manajemen keuangan dapat memberikan pemahaman kepada pengelola UMKM tentang seluk beluk manajemen keuangan. Misalkan, bagaimana memilah dan menganalisis transaksi, mencatat transaksi, hingga menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Para mahasiswa juga dapat membantu menganalisis kondisi keuangan UMKM, misalkan berapa banyak kebutuhan tambahan modal serta sumber-sumber pendanaan yang tersedia, serta kemampuan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut nantinya. Apabila memungkinkan, para mahasiswa konsultan ini dapat mendampingi UMKM hingga berhasil memperoleh https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 863 pembiayaan dari perbankan, pegadaian, perusahaan pembiayaan atau sumber-sumber pembiayaan lainnya. Demikian pula berkaitan dengan pengelolaan risiko yang masih merupakan masalah yang sering diabaikan oleh UMKM. Padahal, kemampuan mengelola risiko dengan baik akan memungkinkan UMKM untuk dapat meningkatkan kapasitas usaha serta menghindarkan diri dari kemungkinan kerugian yang dapat mengancam keberlangsungan usaha. Menghadapi permasalahan ini, para mahasiswa yang berasal dari program studi matematika/statistika/ keuangan tentu memiliki kemampuan memadai untuk memberikan gambaran analisis biaya- manfaat (cost-benefit analysis) pemanfaatan asuransi oleh UMKM. Selain itu, salah satu kendala penetrasi industri asuransi adalah ketiadaan produk asuransi yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Menjawab permasalahan ini, belum lama ini industri asuransi menawarkan asuransi mikro. Melalui program ini, asuransi mikro berpeluang untuk dipasarkan dengan baik oleh mahasiswa yang berperan sebagai konsultan. Hal serupa dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan minat UMKM terhadap peran dan manfaat dana pensiun bagi perkembangan usaha. Selama ini, dana pensiun lebih populer dan dianggap hanya dibutuhkan oleh usaha berskala besar, namun jarang memperoleh perhatian dari UMKM. Keikutsertaan UMKM pada dana pensiun akan memberikan dampak positif terhadap rekrutmen dan motivasi karyawan dalam bekerja, sehingga diharapkan akan berdampak pula pada peningkatan produktivitas usaha (Terry dan White, 1997). Hal ini penting dilakukan, karena produktivitas yang rendah biasanya juga berarti upah yang lebih rendah dan kondisi kerja yang buruk (Gonzales, 2015). Para mahasiswa juga berkesempatan untuk membantu UMKM menyusun business plan. Penyusunan business plan yang baik akan memungkinkan UMKM memiliki peta jalan dalam pengembangan usahanya, termasuk kebutuhan tambahan dana yang diperlukan untuk pengembangan usaha. Saat ini, UMKM juga dituntut untuk mampu memanfaatkan kecanggihan internet guna mendukung perkembangan usaha, misalnya menjangkau pasar lebih luas memanfaatkan pemasaran lewat internet. Dengan kemampuan yang dimiliki, mahasiswa dapat membantu UMKM untuk melek internet serta membimbing mereka bagaimana mendayagunakan internet untuk membantu mengembangkan usaha. Meskipun para mahasiswa telah memperoleh pengetahuan tentang materi yang akan disampaikan kepada UMKM melalui perkuliahan, akan lebih berhasil guna jika sebelum mahasiswa turun ke lapangan, pelaku usaha jasa keuangan dapat memberikan tambahan bekal guna memperdalam pengetahuan para mahasiswa. Hal ini sekaligus dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan perkembangan state of the art industri jasa keuangan, termasuk produk-produk baru yang ditawarkan. Mengirimkan mahasiswa ke UMKM di berbagai wilayah, tentu memerlukan pendanaan. Pendanaan juga diperlukan untuk membuat buku panduan atau bahan penjelas materi untuk disampaikan kepada para pengelola UMKM. Untuk itu, perguruan tinggi dapat menjalin kerjasama dengan pelaku usaha jasa keuangan. Pelaku usaha jasa keuangan dapat mendanai kegiatan ini dengan dana operasional, misalnya sebagai bagian dari beban pemasaran, maupun memasukkannya sebagai bagian dari corporate social responsibility atau program kemitraan dan bina lingkungan. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah keberlanjutan program (sustainability), sehingga perlu dijadwalkan tahapan monitoring dan evaluasi, berupa kunjungan berikutnya setelah masa pendampingan berakhir, guna memantau perkembangan UMKM tersebut. https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 864 Kegiatan ini dapat merupakan bagian terstruktur dari perkuliahan, pada mata kuliah yang relevan. Dengan demikian, diperlukan penjadwalan, pendampingan, laporan, dan penilaian. Penilaian terhadap mahasiswa dapat merupakan kombinasi antara kegiatan mahasiswa saat program berlangsung, laporan, presentasi, serta penilaian yang diberikan oleh pemilik/manajer UMKM. Sumber penilaian dapat beragam. Dumouchel (2010), misalnya, menawarkan sumber evaluasi beserta persentasenya: jurnal yang dibuat oleh mahasiswa (15%); partisipasi, dukungan dan umpan balik kawan sekelompok (10%); laporan 1: proposal projek klien (10%); kontrak klien (5%); laporan 2: laporan antara—kemajuan dan telaah pustaka (15%); laporan 3: penulisan akhir tentang apa saja yang telah dilakukan (25%); presentasi kelas tentang laporan akhir dan pengalaman konsultasi (10%); penilaian klien tentang kinerja, motivasi, dan sikap mahasiswa. Gambar 3. Kerangka Pelaksanaan Project-Based Learning di UMKM Gambaran tentang kerangka kerjasama antara pelaku usaha jasa keuangan, perguruan tinggi, serta KUMKM dapat dilihat pada Gambar 3, di mana ketika mahasiswa masuk ke dalam UMKM tidak saja diharapkan dapat mengatasi masalah yang ada namun juga mampu menawarkan pengembangan UMKM tersebut. SIMPULAN Tantangan di masa depan yang berubah dengan sangat cepat membutuhkan antisipasi yang berlainan dengan yang telah kita lakukan sebelumnya. Memenuhi harapan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, perlu dirancang model pembelajaran yang lebih memungkinkan mahasiswa untuk terlibat lebih erat dengan permasalahan nyata yang ada di masyarakat. Salah satu yang selaras dengan itu adalah model pembelajaran project-based learning. Potensi besar yang dimiliki dunia pendidikan tinggi sangat sesuai untuk dipertemukan dengan kondisi UMKM yang memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Dengan menerapkan pembelajaran project-based learning tidak saja membuat mahasiswa memiliki https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 Vol.2 No.6 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168 865 kesempatan memahami lebih baik penerapan teori yang telah dipelajari, namun juga berkesempatan berkontribusi dalam meningkatkan kualitas manajemen UMKM. Selain itu, model pembelajaran semacam ini juga diharapkan mampu menumbuhkembangkan minat mahasiswa untuk berwirausaha sehingga pada akhirnya dapat mendorong kemajuan ekonomi bangsa. DAFTAR RUJUKAN Akker J., et.al. (2006). Educational Design Research. London and New York: Routledge. Alonso, A.D. and M.A. O’Neill. (2011). Can universities assist small hospitality enterprises? The operators’ view. Journal of Foodservice Business Research. Vol. 14, No. 1, pp. 53- 67. Beritagar. (2021). https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/kredit-umkm-terhadap-total- kredit-perbankan-2013-2020-1611816269 Cole, S., T. Sampson, B. Zia. (2010). Prices or Knowledge? What Drives Demand for Financial Services in Emerging Markets? Working Paper 09-117. Dumouchel, L. (2010). Knowledge transfer and relationship building among students, the small business community, and the university. Proceedings of International Conference on Intellectual Capital, Knowledge Management & Organizational Learning. pp. 154-160. Gay, L.R. (1991). Educational Evaluation and Measurement: Competencies for Analysis and Application. Second edition. New York: Macmillan Publishing Company. Gonzales, A. (2015). How Small Companies Can Change the World. Diperoleh 23 November 2015 dari https://agenda.weforum.org/2015/10/how-small-companies-can-change-the- world/ Hastings, J.S., B.C. Madrian, dan W.L. Skimmyhorn. (2012). Financial Literacy, Financial Education and Economic Outcomes. Working Paper 18412. International Bank for Reconstruction and Development/the World Bank. (2014). Global Financial Development Report 2014: Financial Inclusion. Washington DC 20433. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi di Era Industri 4.0 untuk Mendukung Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan tinggi. (2019). Statistik Pendidikan Tinggi Tahun 2019. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Iptek Dikti. Marston, D. (2015). How to Bolster Financial Inclusion. Diperoleh 24 November 2015 dari https://agenda.weforum.org/2015/01/how-to-bolster-financial-inclusion/ Sahay, R. (2015). Does access to financial services improve living standards? Diperoleh 23 November 2015 dari https://agenda.weforum.org/2015/09/ does-access-to-financial- services-improve-living-standards/ Santyasa, I.W. (2009). Metode Penelitian Pengembangan & Teori Pengembangan Modul. Makalah Disajikan dalam Pelatihan Bagi Para Guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK Tanggal 12-14 Januari 2009, Di Kecamatan Nusa Penida kabupaten Klungkung Terry, N.G. and P.J. White. (1997). The role of pension schemes in recruitment and motivation: Some survey evidence. Employee Relations, Vol. 19 Iss: 2, pp.160 – 175. Yates, D.A. and C. Ward. (2009). Increasing student engagement through community organization partnerships. Business Education Innovation Journal. Vol. 1, No. 2, pp. 22- 30. https://doi.org/10.47387/jira.v2i6.168