Microsoft Word - 01-Nia.doc


Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1179 

Received : 21-06-2021 
Revised : 12-07-2021 
Published : 20-08-2021 
 
 

Pemanfaatan Media Pesan Suara untuk Meningkatkan 
Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris di Masa Pandemi 

 
Khusniati Ningsih 

SMK Negeri 1 Karangdadap, Kab. Pekalongan, Indonesia 
nianingsihguru@gmail.com  

 
Abstrak 
Keterampilan berbicara (speaking skil) merupakan suatu proses komunikasi untuk 
menyampaikan pikiran, gagasan dan pesan kepada orang lain secara lisan menurut 
kriteria tertentu sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai. Keterampilan berbicara 
bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi antara guru dan peserta didik. 
Dalam konteks kelas Bahasa Inggris tentunya keterampilan berbicara mempunyai 
nilai, tujuan dan kepentingan yang berbeda daripada sekedar berbicara pada 
umumnya. Selama ini keterampilan berbicara dilakukan oleh peserta didik melalui 
diskusi dan kemudian dilanjutkan presentasi di depan kelas. Akan tetapi kegiatan 
seperti ini tidak lagi bisa dilakukan di masa pandemi yang memberlakukan 
Pembelajaran Jarak Jauh. Karena disamping kendala rendahnya rasa percaya diri 
peserta didik juga adanya hambatan teknis seperti kondisi jaringan dan koneksi yang 
tidak stabil, dan minimnya kuota yang dimiliki peserta didik. Berangkat dari kondisi 
inilah, guru hendaknya bisa menyelenggarakan pembelajaran yang kreatif inovatif 
dan relevan dengan tuntutan pembelajaran abad 21. Dalam hal ini peneliti memilih 
pesan suara pada aplikasi Whatsapp dan Microsoft Teams sebagai salah satu solusi 
pembelajaran bercitarasa abad 21 dalam meningkatkan keterampilan berbicara 
peserta didik. Sebagai Instrumen penilaian keterampilan berbicara mengacu pada 
Assessing Speaking H. Douglas Brown mencakup 6 kriteria yaitu grammar, 
vocabulary, fluency, comprehension, pronunciation , dan task. Setelah penerapan 
terjadi peningkatan ketrampilan berbicara. Peserta didik yang aktif berbicara 
bertambah jumlahnya. Peserta didik juga ada peningkatan rasa percaya diri meski 
kadang masih terdengar canggung dan malu-malu. Hal ini dibuktikan dengan 
peningkatan nilai speaking skill. Kondisi awal sebelum menggunakan media pesan 
suara, hanya 6 peserta didik (16,67%) saja yang berhasil tuntas dari sebanyak 36 
peserta didik. Pada siklus I menggunakan pesan suara hanya 13 (36,11%) peserta 
didik yang mencapai ketuntasan belajar. Kemudian meningkat pada siklus 
berikutnya yaitu sebanyak 28 (77,78%) peserta didik yang berhasil mencapai 
ketuntasan belajar. Terakhir pada siklus III terdapat 33 ( 91,67%) peserta didik yang 
berhasil menuntaskan KKM, dan hanya 3 peserta didik saja atau 0,08% yang belum 
berhasil tuntas. 
 
Kata Kunci: speaking skill; speaking assesment; pesan suara 
 

 
  



Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1180 

PENDAHULUAN 
Keberadaan bahasa adalah untuk menyelenggarakan kehidupan. Disinilah signifikansi 

bahasa diajarkan sehari-hari sebagai perangkat komunikasi yang paling fundamental. Tidak 
semata untuk menyebarkan informasi dan instrumen untuk mewariskan nilai, bahasa juga 
sebagai media kontak dalam menyertai suatu tindakan. Pada posisi ini, seorang pengguna 
bahasa sebagai bagian dari anggota komunitas sosial akan selalu menjalin interaksi bahasa 
dengan pengguna bahasa lainnya.  

Di lingkup sekolah, pengajaran bahasa pada umumnya ditujukan untuk mempersiapkan 
pembelajar menjadi mahir dan terampil melakukan interaksi-interaksi yang komunikatif 
dengan melibatkan empat macam kecakapan yakni mendengarkan, membaca, berbicara, dan 
menulis. Pada prinsipnya, penggunaan bahasa turut ditentukan oleh faktor-faktor linguistik 
dan non-linguistik, karena bahasa harus mampu mengatasi kendala-kendala akibat faktor 
sosial, ekonomi, ideologi, politik, jender, dan sebagainya. 

Faktor-faktor linguistik mencakup kata, frase, kalimat, dan wacana yang tentu saja tidak 
akan pernah cukup untuk membuat komunikasi lebih mudah dipahami dan diterima. Para 
pengguna bahasa membutuhkan kontribusi dari luar bahasa itu sendiri yakni konteks yang 
melingkupi, apa yang disebut sebagai faktor non-linguistik. Faktor inilah yang kemudian 
membantu para pendengar atau penerima pesan untuk menangkap apa yang disampaikan dan 
dimaksud oleh pembicara atau pengirim pesan. Selama interpretasi pendengar tidak jauh 
berbeda dari yang diinginkan oleh penyampai pesan maka bisa dikatakan bahwa komunikasi 
mencapai keberhasilan. Dengan demikian bahasa berada pada posisi sentral bagi 
keberlangsungan suatu komunikasi. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai pertukaran ide 
antara minimal satu orang pembicara dan satu orang pendengar. Ide-ide tersebut lantas 
ditransmisikan bisa dalam bentuk bahasa verbal maupun non-verbal.  

Terkait pengertian tersebut, Ur (1996) mengatakan kalau bila seseorang memahami 
suatu bahasa secara alamiah dia bisa dibilang sanggup berdialog dalam bahasa tersebut. 
Peryataan ini menegaskan bahwa keterampilan berbicara menandai jikalau seseorang itu 
mengenali dan mengerti suatu bahasa. Bahasa itu bisa direpresentasikan dalam bentuk 
perkataan ataupun lisan. Ini artinya kalau belajar bahasa sejatinya adalah belajar 
berkomunikasi, dan komunikasi itu adalah berbicara (speaking). 

Paparan ini jelas sekali memperlihatkan hubungan langsung antara apa yang seorang 
katakan dan bagaimana orang yang bersangkutan memperlakukan kata-kata tersebut secara 
komunikatif dan interaktif. Sama halnya dengan pembelajaran bahasa bagi peserta didik yang 
berlangsung di sekolah-sekolah khususnya bahasa Inggris. Bahasa Inggris sebagai bahasa 
asing harus bisa dijadikan pengalaman sehari-hari mereka melalui latihan berulang-ulang 
yang diajarkan sekaligus dibiasakan di kelas bahasa Inggris. Ini yang akan menentukan 
pengetahuan dan pemahaman mereka. 

Dalam pembelajaran bahasa Inggris, bisa jadi guru adalah satu-satunya sumber 
interaksi, dan kelas merupakan satu-satunya konteks sosial untuk mempraktekan bahasa 
tersebut. Maka dari itu, penting melihat bahwa setiap peserta didik memiliki potensi individu 
untuk belajar dan potensi ini akan berkembang maksimal ketika ia berinteraksi dengan orang 
lain yang lebih terampil yaitu guru dan temannya.  

Memang usaha untuk mengarah ke hal itu akan menghadapkan guru bahasa Inggris 
pada tuntutan yang berat. Padahal guru bahasa Inggris pada umumnya tidak memiliki bekal 
yang cukup untuk mengelola kelasnya, disamping juga keterbatasan khasanah interaksi 
bahasa Inggris dalam konteks kelas. 



Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1181 

Namun jika ini benar-benar diterapkan pada tataran praktisnya maka akan menjadi 
sarana pedagogis yang berharga sekaligus bonus pembelajaran bagi peserta didik. 
Selanjutnya, bahasa Inggris tidak lagi menjadi pelajaran yang menakutkan dan dihindari, 
tetapi akan menjadi mata pelajaran yang menantang, menarik, menyenangkan dan dekat 
dengan peserta didik. Pada gilirannya, peserta didik akan terbangun rasa percaya dirinya 
dalam setiap latihan demi latihan mengasah ketrampilan berbicara dengan memanfaatkan fitur 
pesan suara di kelas Bahasa Inggris. 

Kesempatan tatap muka guru dengan peserta didik yang semakin terbatas dalam 
pembelajaran jarak jauh ini merupakan momen penting dalam proses pembelajaran. Oleh 
karena itu dalam setiap kesempatan tatap muka dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris 
sudah seharusnya diupayakan agar kesempatan peserta didik berbicara berjalan intens dan 
bemakna. 

Pelibatan teknologi informasi dan komunikasi merupakan hal mutlak dalam 
memfasilitasi pelaksanaan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Teknologi pada dasarnya hanya 
sekedar alat bantu, lebih penting dari itu adalah komitmen, kreativitas, dan kepedulian dari 
guru yang dapat memberikan pengalaman bermakna sehingga PJJ bisa berjalan efektif dengan 
meghadirkan aneka ragam model dan metode yang menarik peserta didik. 

Berawal dari konteks kelas melalui latihan berulang-ulang yang kemudian menjadi 
kebiasaan (knowledge of field), diharapkan rasa percaya diri peserta didik semakin tumbuh 
dan berkembang maksimal. Situasi-situasi demikian memang harus terus menerus diciptakan 
dan dikembangkan sehingga kelas menjadi ruang keberlangsungan bahasa secara komunikatif 
dan aplikatif (classroom discourse). Untuk itulah peranan guru secara intens memberikan 
ruang berbicara bagi peserta didik sangat menentukan. Semakin besar ruang itu melalui 
latihan berulang-ulang maka akan semakin besar bonus pembelajaran yang diperoleh peserta 
didik dalam mengasah ketrampilan berbicaranya.  

Demi menanggulangi permasalahan di atas dibutuhkan model belajar mengajar yang 
sesuai. Disinilah guru sudah seharusnya memberikan ruang yang luas bagi peserta didik agar 
ikut aktif partisipatif dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Partisipasi aktif peserta didik 
bisa menjadi parameter sejauh mana sudah menguasai materi dan menjadikannya sebagai 
pengalaman belajar yang bermakna dan bermanfaat bagi pemahaman peserta didik untuk 
menuju materi-materi berikutnya. Pola pendekatan ini dapat dicoba lewat aktivitas 
menguraikan, mendiskusikan, mendemostrasikan, memproyeksikan dengan berkolaborasi dan 
bergotongroyong agar pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik dan dipahami oleh semua.  

Bersumber pada hasil pengamatan serta pengalaman peneliti, proses belajar mengajar 
yang dilaksanakan di kelas Bahasa Inggris utamanya pada aspek keterampilan berbicara 
masih jauh dari harapan. Hal ini disebabkan kurangnya rasa percaya diri peserta didik, 
terbatasnya kemampuan peserta didik dalam mengembangkan kosakata, guru belum 
menggunakan model pembelajaran yang inovatif dan relevan sehingga kurang memotivasi 
peserta didik dalam berbicara, guru kurang memberikan ruang kepada peserta didik melalui 
latihan berulang-ulang dalam meningkatkan keterampilan berbicara dengan memanfaatkan 
fitur pesan suara. 

Rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya 
meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik di kelas Bahasa Inggris selama masa 
pandemi melalui pesan suara. 



Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1182 

Tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui 
bagaimana upaya meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik dalam kelas bahasa 
Inggris selama masa pandemi melalui pesan suara. 

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun 
praktisnya. Manfaat teoritisnya adalah pesan suara dapat digunakan sebagai salah satu solusi 
dalam mengatasi kendala mengembangkan keterampilan bahasa terutama pada aspek 
keterampilan berbicara peserta didik selama pandemi. Manfaat praktisnya bagi peserta didik 
yaitu untuk meningkatkan rasa senang dan percaya diri peserta didik agar senantiasa 
termotivasi terlibat aktif khususnya dalam mengasah keterampilan berbicara; bagi peneliti 
dapat menjadi solusi dalam meningkatkan mutu pembelajaran yang inovatif dan bercitarasa 
abad 21 serta membantu dalam pengembangan karya ilmiah untuk dijadikan penilaian guna 
meningkatkan kualitas profesionalisme guru; bagi sekolah dapat memberikan kontribusi 
dalam pengembangan kurikulum sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan kondisi peserta 
didik dalam konteks pembelajaran abad 21. 
 
Pembelajaran Sinkron dan Asinkron 

Istilah pembelajaran sinkron dan asinkron menjadi populer sejak datangnya pandemi 
Covid 2019 dan cenderung terus menjadi trend dalam menghadirkan salah satu solusi 
pembelajaran citarasa abad 21. Sebagai hal baru tentu saja butuh banyak penyesuaian dan 
tidak sedikit menuai keluhan dan keterbatasan mulai dari persoalan teknis sampai prinsip 
penyelenggaraannya.  

Perbedaan paling utama antara pembelajaran sinkron dan asinkron adalah terkait 
kehadiran. Pada pembelajaran sinkron, peserta didik dan guru hadir bersama secara serentak 
untuk melakukan tatap muka virtual. Sesi kegiatanpun terjadwal pada satu waktu dan fokus, 
membuka kesempatan untuk terjadinya interaksi yang aktif dan diskusi langsung antara guru 
dan peserta didik. Sedangkan pada pembelajaran asinkron, peserta didik dan guru tidak 
memiliki keterikatan waktu atau dengan kata lain bisa hadir kapan saja sesuai dengan 
kesiapan dan kecepatan belajar masing-masing individu. Berbeda dengan pembelajaran 
sinkron yang mengharuskan koneksi internet yang kuat dan stabil serta perangkat yang 
memadai dan kompatibel, pembelajaran asinkron bersifat fleksibel dan bisa diakses kapan 
saja serta adakalanya sekedar perlu koneksi ringan. 

Pembelajaran asinkron dihadirkan agar peserta didik bisa belajar mandiri namun tetap 
terbimbing. Kemandirian ini untuk menjadikan peserta didik lebih siap dalam menyongsong 
pembelajaran bercitarasa abad 21 yang serba canggih dan kompleks. Sebagaimana hal ini 
sudah menjadi perhatian oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara (2017) dalam 
metode pengajarannya yang dikenal sebagai “sistem among” tentang peserta didik yang 
mandiri. Sistem ini diimplementasikan untuk mendidik peserta didik jadi mahluk yang dapat 
merasa, berpikir, dan berperan mandiri. Disamping membagikan pengetahuan yang 
dibutuhkan serta berguna, guru butuh membuat peserta didik cakap dalam mencari sendiri 
pengetahuannya serta menggunakannya agar dapat mendapatkan manfaatnya. Inilah yang 
menjadi fokus sistem pendidikan among. Pengetahuan yang dibutuhkan serta berguna adalah 
pengetahuan yang cocok dengan kebutuhan sebenarnya sesuai perkembangan zaman serta 
material dari manusia selaku masyarakat di lingkungannya.  

Senada hal ini dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Wawan Eko Mujito (2014) metode 
belajar yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara adalah metode among. Among dimaknai 
bagaimana menjaga perkembangan batin peserta didik melalui bimbingan yang terarah dan 



Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1183 

terencana dengan baik. Ini sudah seharusnya ditumbuhkembangkan oleh guru berdasarkan 
karakter peserta didik dan lingkungan sekitarnya agar peserta didik mendapatkan 
pertumbuhan lahir dan batin sesuai kodratnya. 

Untuk mencapai pembelajaran yang sukses dan itu artinya bisa dijangkau oleh semua 
peserta didik dimana saja dan kapan saja maka perlu memadukan kedua tipe pembelajaran ini. 
Dengan mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron diharapkan kendala ruang dan 
waktu bisa teratasi dan sentuhan personal tetap bisa diberikan serta interaksi langsung tetap 
bisa diselenggarakan tanpa mengabaikan kecepatan belajar masing-masing individu yang 
berbeda, dan tetap bisa mendukung jika ada sebagian kegiatan yang bersifat kolaboratif. 

Berbicara menurut Cameron sebagaimana yang ditulis Fasaaro Hulu (2018) adalah 
menuturkan kata perkata melalui suara ataupun bercakap dengan orang memakai bahasa. 
Sejalan pengertian ini masih dalam ahli lain Spartt, Pulverness, dan Williams mengemukakan 
bahwa yang dimaksud berbicara merupakan pemakaian bahasa yang disampaikan kepada 
orang lain untuk dikomunikasikan secara lisan sehingga bisa dimengerti oleh orang lain. 
Berbicara merupakan bagian paling esensi dalam kelas bahasa. Kehadiran pembicara 
sangatlah penting untuk menciptakan bahasa sasaran dalam wujud lisan. 

Mengenai proses penilaian keterampilan berbicara, disini penulis mengacu pada rubrik 
penilaian oleh H. Douglas Brown dalam bukunya Language Assesment and Classroom 
Practices halaman 172-173 table 7.2 Oral Proficiency Scoring Categories. Penilaiannya 
meliputi 6 kriteria yaitu grammar, vocabulary, comprehension, fluency, task,dan 
pronunciation. 

Penilaian ini dilaksanakan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Hal ini 
dimaksudkan untuk memberi masukan dan menggali informasi-informasi yang dibutuhkan 
guru tentang pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap materi demi perbaikan dan 
penyesuaian proses belajar mengajar pada pertemuan berikutnya, sekaligus memastikan 
bahwa tujuan pembelajaran yang akan dicapai apakah telah terlaksana semua atau baru 
sebagian. Dalam hal ini, upaya peneliti meningkatkan ketrampilan berbicara bagi peserta 
didik adalah melalui rekaman suara, secara lebih spesifik disini yaitu dengan menggunakan 
fitur pesan suara. Pesan suara adalah salah satu fitur yang terdapat dalam aplikasi messenger 
seperti Microsoft Teams, WhatApp, Google docs dan Line yang berguna untuk mengirimkan 
pesan suara sebagai penganti ketika tidak memungkinkan untuk mengetik pesan. Jika ingin 
mendengarkan pesan suara yang masuk dari sebuah pesan suara, kita bisa menggunakan 
earphone atau jika tidak menggunakan earphone maka suara dari pesan suara akan terdengar 
melalui speaker utama ( external speaker). 

 
HASIL DAN PEMBAHASAN 

Sebelum berlaku Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), keterampilan berbicara dalam kelas 
Bahasa Inggris berlangsung secara konvensional yaitu peserta didik melakukan presentasi di 
depan kelas bak secara individu ataupun kelompok. Akan tetapi kegiatan seperti ini tentu saja 
tidak lagi bisa dilakukan dalam konteks pembelajaran moda daring. 

Salah satu cara yang pernah peneliti lakukan dalam mengasah keterampilan berbicara 
peserta didik pada awal PJJ adalah melalui tatap muka virtual (pembelajaran sinkron). Namun 
dalam pelaksanaannya tidak bisa berjalan sesuai harapan bahkan jauh dari harapan. Karena 
disamping kendala rendahnya rasa percaya diri peserta didik juga adanya hambatan dari hal-
hal yang bersifat teknis seperti kondisi jaringan dan koneksi yang tidak stabil, dan terbatasnya 
kuota yang dimiliki peserta didik. 



Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1184 

Menurut Hotmaria (2021), Kecakapan berbahasa pada dasarnya meliputi empat 
kecakapan (skill) yaitu menulis, membaca, mendengarkan dan berbicara. Oleh karena itu 
kecakapan berbicara menjadi salah satu penanda keberhasilan peserta didik dalam 
pembelajaran bahasa Inggris. Namun sejauh ini kecakapan berbicara (speaking skill) lebih 
jarang diasah dan dibiasakan di kelas bahasa Inggris dibanding ketiga kecakapan lainnya 
seperti kecakapan membaca (reading skill), kecakapan menulis (writing skill), dan kecakapan 
mendengarkan (speaking skill). Untuk itulah peneliti mencari cara bagaimana kegiatan 
melatih kecakapan berbicara ini tetap bisa dilaksanakan meski ada kendala jarak jauh dan agar 
pemakaian kuota lebih hemat serta waktu lebih efektif dengan memanfaatkan fitur pesan 
suara yang terdapat dalam aplikasi Whatsapp maupun platform PJJ lain seperti Microsoft 
Teams.  

Waode (2017), Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar ada tiga hal utama 
yang bisa mendorong peserta didik aktif berbicara pada saat pembelajaran : a) memberikan 
ruang kepada peserta didik untuk berlatih berbicara dalam kehidupan sehari-hari, b) tugas 
berbicara yaitu peserta didik berupaya memakai sebagian bahasa yang mereka tahu lalu 
direspon dengan pemberian umpan balik, c) dalam berbicara, peserta didik mempunyai 
peluang guna mengaktifkan elemen bahasa yang sudah disimpan dalam benak mereka. 
Sehingga secara langsung dan alami, peserta didik dapat memakai kata serta frasa dengan 
mudah. 

Pendapat lain sebagaimana yang dikemukakan oleh Halliday dalam Wardah (2019) 
kalau dalam komunikasi lisan seseorang wajib mencermati tiga perihal yaitu berbicara untuk 
proses pelayanan, sebagai proses sosialisasi, dan berdasarkan kepercayaan kalau yang 
diinformasikan itu bermakna dan berterima. 
 
Tahapan Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara melalui Pesan suara 

Pelaksanaan kegiatan keterampilan berbicara dengan memanfatkan fitur pesan suara 
baik pada platform Microsoft Teams maupun Whatsapp terdiri dari 3 siklus. Setiap siklus 
mencakup 2 kegiatan pembelajaran yaitu pembelajaran sinkron atau tatap muka virtual 
melalui Google Meet dan Microsoft Teams, dan pembelajaran asinkron berupa bimbingan 
kelompok melalui Whatsapp Group. Tahap pembelajaran meliputi persiapan, presentasi, dan 
kegiatan kelompok. Pada tahap persiapan, hal yang dilakukan guru yaitu menyusun perangkat 
pembelajaran mencakup silabus, RPP, bahan ajar, LKPD, sampai rancangan evaluasi dan 
menyiapkan media pembelajaran yang menarik. Tambahan pula menyusun lembar 
pengamatan sikap untuk mengumpulkan data tentang aktivitas peserta didik selama 
pembelajaran, dan menyusun lembar penilaian keterampilan berbicara peserta didik. Tahap 
presentasi guru mengulas tujuan dan langkah-langkah pembelajaran, mengenalkan dan 
menerangkan materi berdasarkan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Ketiga 
tahap kegiatan kelompok, ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan waktu dan kendala jarak 
dalam proses pembelajaran sehingga waktu bisa maksimal, dan melatih peserta didik untuk 
berani menyampaikan presentasinya tanpa rasa malu, dan aktif bertanya jika belum paham. 
Usai pembelajaran sinkron dilanjutkan pembelajaran asinkron dengan tujuan memberikan 
penguatan dan pendalaman materi kepada peserta didik dan memastikan apakah peserta didik 
sudah paham, juga untuk memantau perkembangan keterampilan berbicara peserta didik 
dalam bentuk pesan suara yang mereka kirimkan melalui Whatsapp dan Microsoft Teams. 
 
 



Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1185 

Hasil Yang Dicapai  
Menurut Wardah (2019) yang mengutip pendapat Bachman dan Palmer (2010) jikalau 

peserta didik wajib menampilkan kecakapan bahasa lewat uji kinerja. Sebagai evaluasinya 
maka pekerjaan-pekerjaan yang diberikan ke peserta didik dapat mendorong mereka 
berpartisipasi aktif serta merasa antusias terlibat di setiap percakapan ataupun berbicara dalam 
konteks lain sehari-hari. Senada hal ini, ahli lain Mckey menggolongkan tugas ini dalam dua 
tipe : 1) aktivitas berbicara murni semacam menceritakan, menerangkan suatu gambar/foto, 
tugas kategorisasi, oral presentation, serta genre lain yang cuma berbicara, 2) aktivitas yang 
mencermati/menyimak suatu kecakapan dan kecakapan berbicara dilakukan secara serentak 
misalnya wawancara lisan dan tugas tanya jawab. 

Mendukung pendapat tersebut, Fasaro Hulu (2018) mengacu pendapat Manurung 
bahwa keberhasilan keterampilan berbicara peserta didik nampak pada partisipasi aktif saat 
mereka menerangkan ataupun mengulas suatu topik tertentu, kecakapan dalam melaksanakan 
peran yang ditugaskan serta saat presentasi, kecakapan ketika bertanya juga ketika 
memberikan jawaban ataupun tanggapan, serta kecakapan berpendapat sampai berdebat.  

Untuk pertama kali, tentunya hasil dari kegiatan pembelajaran speaking skill di kelas X 
TBSM 2 SMK Negeri 1 Karangdadap dengan memanfaatkan fitur pesan suara masih belum 
memuaskan. Namun ketika dilanjutkan pada kegiatan kedua, sudah terdapat perbedaan. 
Peserta didik yang berbicara melalui pesan suara sudah jauh lebih banyak. Harapannya ini 
menunjukkan tingkat rasa percaya diri peserta didik semakin meningkat dan tidak lagi 
canggung merekam suaranya sendiri melalui pesan suara.  

Pada intinya, telah terjadi sedikit peningkatan ketrampilan berbicara dalam kegiatan 
yang kedua. Dibandingkan kegiatan pertama yang belum tampak keaktifan dalam interaksi 
guru dan peserta didik. Belajar dari kekurangan pada kegiatan pertama, pada kegiatan kedua 
ini peserta didik lebih sering didorong untuk mencoba berbicara melalui fitur pesan suara 
meski sekedar menyampaikan 2 -3 kalimat saja.  

Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran speaking skill dengan pesan suara harus sering 
dilakukan untuk membangun rasa percaya diri peserta didik. Kalau rasa percaya diri peserta 
didik sudah semakin baik maka diharapkan keterampilan berbicara peserta didik pun bisa 
meningkat pada akhirnya. Jika guru sering memberikan seluas-luasnya ruang berbicara 
kepada peserta didik maka akan tumbuh pembiasaan. Kalau sudah terbiasa pastinya peserta 
didik tidak perlu lagi merasa canggung dan guru tidak perlu lagi memberikan dorongan ekstra 
agar peserta didik mau berbicara. Sehingga waktu pembelajaran pun menjadi lebih efektif dan 
antusiasme peserta didik meningkat. Peserta didik akan dengan sendirinya berlomba-lomba 
berbicara atau menyampaikan presentasi melalui fitur pesan suara tanpa perlu diminta atau 
dipaksa lagi. Sejalan dengan ini maka keterampilan speaking skill pun semakin lebih baik dan 
rasa percaya diri peserta didik semakin meningkat. 

Bisa dikatakan telah terjadi peningkatan ketrampilan berbicara. Peserta didik yang aktif 
berbicara bertambah jumlahnya. Peserta didik juga ada peningkatan rasa percaya diri meski 
kadang masih terdengar canggung dan malu-malu. Pada saat yang sama guru memberikan 
dorongan dan motivasi terus menerus kepada peserta didik untuk mencoba berbicara melalui 
fitur pesan suara. 

 Proses penilaian keterampilan berbicara pada siklus I yaitu peserta didik 
mendeskripsikan suatu tempat wisata dalam 2-3 kalimat saja secara bergiliran dengan sesama 
anggota kelompoknya. Sementara pada siklus II yaitu peserta didik menganalisa penerapan 
simple present tense yang terdapat dalam teks yang mereka buat, lalu dipresentasikan dan 



Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1186 

disampaikan melalui fitur pesan suara. Masing-masing peserta didik menganalisa 2-3 kalimat 
saja. Terakhir pada siklus III, peserta didik belajar menganalisis penerapan Noun Phrase yang 
terdapat dalam teks yang sudah mereka buat sebelumnya secara berkelompok. Lalu 
mempresentasikannya melalui pesan suara secara bergiliran. 

 
 

Tabel 1. Perbandingan Rata-rata Pra siklus, Siklus I, II dan III 

No Uraian Jumlah Peseta Didik Nilai Rata-rata Tuntas Belum Tuntas 

1 Pra siklus  6 orang 30 orang 32 

2 Siklus I  13 orang 23 orang 65 

3 Siklus II 28 orang 8 orang 76 

4. Siklus III 33 orang 3 orang 79 

 
 Berdasarkan temuan diatas, ternyata pada kondisi awal (pra siklus) hanya sebagian 

kecil yang telah mencapai ketuntasan belajar dengan capaian nilai rata-rata 32. Peserta didik 
yang memiliki nilai kurang dari KKM 70 sebanyak 30 orang ( 83,33 % ) dan yang telah 
mencapai ketuntasan belajar sebanyak 6 orang saja ( 16,67 %). Selanjutnya pada siklus I nilai 
rata-rata mencapai 65, dan peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar mulai meningkat 
ada 13 orang (36,11% ) dan yang belum tuntas ada 23 orang (63,89% ). Siklus I ini terdiri dari 
dua kegiatan yaitu pembelajaran sinkron dan asinkron. 

Siklus II sama seperti siklus I mencakup pembelajaran sinkron dan asinkron juga. Disini 
peserta didik yang tuntas bertambah menjadi 28 orang (77,78% ) dan yang belum tuntas 
berkurang menjadi 8 orang saja ( 22,22 %). Nilai rata-rata yang dicapai pada siklus II adalah 
76. Terakhir siklus III, sebanyak 33 peserta didik mencapai ketuntasan belajar atau (91,67% ) 
dan tinggal 3 orang saja yang masih saja belum tuntas atau sekitar ( 0,08% ) 

Pada pembelajaran sinkron (tatap muka virtual ) pertemuan pertama, penerapan 
ketrampilan berbicara peserta didik bisa berupa presentasi, diskusi, melakukan tanya jawab, 
dan atau sekedar memberikan tanggapan. Sedangkan pada pertemuan asinkron (bimbingan 
melalui grup Whatsapp), peserta didik berlatih ketrampilan berbicara dengan memanfaatkan 
fitur pesan suara. 

Pada siklus II untuk pembelajaran sinkron, guru membimbing peserta didik menganalisa 
penerapan Simple Present Tense pada teks yang mereka buat. Harapannya, peserta didik akan 
lebih cepat memahami materi dan lebih percaya diri ketika mendiskusikannya bersama guru 
karena mereka akan lebih familiar dengan tulisan mereka sendiri. Sedangkan untuk 
pembelajaran asinkron, peserta didik menyampaikan presentasinya melalui fitur pesan suara.  

Dapat dikatakan, pada siklus terakhir (siklus III) telah terjadi peningkatan ketrampilan 
berbicara dan peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 91,67 %. 
Dibandingkan siklus sebelumnya yang belum tampak keaktifan dalam interaksi guru dan 
siswa. Peserta didik yang aktif berbicara pada siklus III bertambah jumlahnya. Peserta didik 
juga sedikit meningkat rasa percaya dirinya meski kadang masih canggung dan malu-malu. 
Pada saat yang sama guru sewaktu pembelajaran asinkron memberikan dorongan dan 



Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1187 

motivasi terus menerus kepada peserta didik untuk mencoba berbicara melalui fitur pesan 
suara.  
 
SIMPULAN 

Dapat disimpulkan kalau kendala yang menyebabkan rendahnya prestasi dan motivasi 
belajar peserta didik dipengaruhi oleh unsur-unsur semisal metode yang guru biasanya 
gunakan, sehingga penggunaan metode-metode yang sifatnya menarik minat dan motivasi 
peserta didik sangat diperlukan. Berdasar pada rendahnya motivasi belajar, prestasi belajar 
sampai dengan kepercayaan diri peserta didik yang disampaikan pada latar belakang masalah, 
penggunaan metode pembelajaran yang lebih berpusat kepada Students-centred diharapkan 
mampu menyelesaikan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui peningkatan prestasi 
belajar peserta didik utamanya pada aspek keterampilan berbicara. 

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka bisa ditarik kesimpulan bahwa 
pesan suara bisa meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik Kelas X TBSM 2 SMK 
Negeri 1 Karangdadap pada materi Descriptive Text. Hal ini bisa dijabarkan sebagai berikut: 
pesan suara dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan minat dan motivasi peserta didik dalam 
membiasakan keterampilan berbicara, dan latihan berbicara seperti ini sudah seharusnya 
sering diterapkan agar peserta didik memiliki keberanian melakukan tanya jawab, diskusi dan 
presentasi secara lisan. 

Sebagai bonus pembelajaran, nilai-nilai utama karakter sebagai pelajar Pancasila dalam 
melatih keterampilan berbicara bahasa Inggris melalui fitur pesan suara dapat diperoleh 
peserta didik sebagai berikut. 

1. Relijius 
Pada awal dan akhir voice notes peserta didik membiasakan mengucap salam. 

2. Kesantunan 
Peserta didik belajar menyampaikan presentasinya dalam bahasa yang baik dan 
santun. 

3. Percaya diri  
Peserta didik mendapatkan rasa nyaman sebagai modal keberanian berbicara tanpa 
takut mengalami perundungan dan bahwa semua memiliki kesempatan berbicara, tidak 
ada yang mendominasi dan juga tidak perlu ada yang underestimate. 

4. Kerjasama  
Peserta didik berkesempatan bagaimana mengasah kemampuan kerjasama dalam 
keterbatasan ruang, jarak dan komunikasi serta membudayakan belajar pemecahan 
masalah bersama temannya dalam mengatasi kesulitan dan tantangan belajar. 

5. Tanggungjawab 
Peserta didik berupaya mencari cara daripada mencari alasan untuk tetap memenuhi 
tanggngjawab menyelesaikan tugas-tugas belajar dalam konteks pembelajaran moda 
daring. 

 
DAFTAR RUJUKAN 
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka 

Cipta 
Brown, H. Douglas. 2004. Language Assesment : Principles and Classroom Practices. New 

York : Pearson Education. Pp 172-173. 
 



Vol.2 No.8 2021 
ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 
https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200  

 1188 

Hamsia, Waode. (2017). Strategi Metakognitif Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris. ELSE 
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar. V(1), 4. 
http://dx.doi.org/10.30651/else.v1i2b.1182 

Hanafiah, Wardah. (2019). Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris melalui 
Media Film. Jurnal Epigram. V (16), 151-152. 
https://doi.org/10.32722/epi.v16i2.2229 

Hotmaria. (2010). Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris pada Materi 
Pengandaian Diikuti Perintah/Saran Menggunakan Strategi Pembelajaran Three Step 
View. V (5), 2. http://dx.doi.org/10.23887/jear.v5i1.31558 

Hulu, Fasaaro. (2018). Efektifitas Direct Method dalam Peningkatan Berbicara Bahasa Inggris 
Mahasiswa. Jurnal Basis. V(5), 23-24. https://doi.org/10.33884/basisupb.v5i2.814 

Kemdikbud. Pelajar Pancasila. https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/?page_id=2817 
diakses pada 28/06/2021 

Tarigan, Henry Guntur. (1983). Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.Bandung : 
Angkasa. 

Ur, P. (1996). A Course in language teaching: Practice and Theory. Cambridge: Cambridge 
University Press  

Wawan Eko Mujito. (2014). Konsep Belajar Menurut Ki Hadjar Dewantara dan 
Relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam dalam Jurnal Pendidikan Islam vol. 
IX Juni 2014. 

Wiryopranoto, Suhartono dan Herlina, Nina dan Marihandono, Djoko dan Tangkilisan, Yudha 
B. 2017. Ki Hajar Dewantara : Pemikiran dan Perjuangannya. Jakarta : Museum 
Kebangkitan Nasional. http://repositori.kemdikbud.go.id/id/eprint/4881