Microsoft Word - 01-Nia.doc Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1179 Received : 21-06-2021 Revised : 12-07-2021 Published : 20-08-2021 Pemanfaatan Media Pesan Suara untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris di Masa Pandemi Khusniati Ningsih SMK Negeri 1 Karangdadap, Kab. Pekalongan, Indonesia nianingsihguru@gmail.com Abstrak Keterampilan berbicara (speaking skil) merupakan suatu proses komunikasi untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan pesan kepada orang lain secara lisan menurut kriteria tertentu sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai. Keterampilan berbicara bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi antara guru dan peserta didik. Dalam konteks kelas Bahasa Inggris tentunya keterampilan berbicara mempunyai nilai, tujuan dan kepentingan yang berbeda daripada sekedar berbicara pada umumnya. Selama ini keterampilan berbicara dilakukan oleh peserta didik melalui diskusi dan kemudian dilanjutkan presentasi di depan kelas. Akan tetapi kegiatan seperti ini tidak lagi bisa dilakukan di masa pandemi yang memberlakukan Pembelajaran Jarak Jauh. Karena disamping kendala rendahnya rasa percaya diri peserta didik juga adanya hambatan teknis seperti kondisi jaringan dan koneksi yang tidak stabil, dan minimnya kuota yang dimiliki peserta didik. Berangkat dari kondisi inilah, guru hendaknya bisa menyelenggarakan pembelajaran yang kreatif inovatif dan relevan dengan tuntutan pembelajaran abad 21. Dalam hal ini peneliti memilih pesan suara pada aplikasi Whatsapp dan Microsoft Teams sebagai salah satu solusi pembelajaran bercitarasa abad 21 dalam meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik. Sebagai Instrumen penilaian keterampilan berbicara mengacu pada Assessing Speaking H. Douglas Brown mencakup 6 kriteria yaitu grammar, vocabulary, fluency, comprehension, pronunciation , dan task. Setelah penerapan terjadi peningkatan ketrampilan berbicara. Peserta didik yang aktif berbicara bertambah jumlahnya. Peserta didik juga ada peningkatan rasa percaya diri meski kadang masih terdengar canggung dan malu-malu. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai speaking skill. Kondisi awal sebelum menggunakan media pesan suara, hanya 6 peserta didik (16,67%) saja yang berhasil tuntas dari sebanyak 36 peserta didik. Pada siklus I menggunakan pesan suara hanya 13 (36,11%) peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar. Kemudian meningkat pada siklus berikutnya yaitu sebanyak 28 (77,78%) peserta didik yang berhasil mencapai ketuntasan belajar. Terakhir pada siklus III terdapat 33 ( 91,67%) peserta didik yang berhasil menuntaskan KKM, dan hanya 3 peserta didik saja atau 0,08% yang belum berhasil tuntas. Kata Kunci: speaking skill; speaking assesment; pesan suara Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1180 PENDAHULUAN Keberadaan bahasa adalah untuk menyelenggarakan kehidupan. Disinilah signifikansi bahasa diajarkan sehari-hari sebagai perangkat komunikasi yang paling fundamental. Tidak semata untuk menyebarkan informasi dan instrumen untuk mewariskan nilai, bahasa juga sebagai media kontak dalam menyertai suatu tindakan. Pada posisi ini, seorang pengguna bahasa sebagai bagian dari anggota komunitas sosial akan selalu menjalin interaksi bahasa dengan pengguna bahasa lainnya. Di lingkup sekolah, pengajaran bahasa pada umumnya ditujukan untuk mempersiapkan pembelajar menjadi mahir dan terampil melakukan interaksi-interaksi yang komunikatif dengan melibatkan empat macam kecakapan yakni mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Pada prinsipnya, penggunaan bahasa turut ditentukan oleh faktor-faktor linguistik dan non-linguistik, karena bahasa harus mampu mengatasi kendala-kendala akibat faktor sosial, ekonomi, ideologi, politik, jender, dan sebagainya. Faktor-faktor linguistik mencakup kata, frase, kalimat, dan wacana yang tentu saja tidak akan pernah cukup untuk membuat komunikasi lebih mudah dipahami dan diterima. Para pengguna bahasa membutuhkan kontribusi dari luar bahasa itu sendiri yakni konteks yang melingkupi, apa yang disebut sebagai faktor non-linguistik. Faktor inilah yang kemudian membantu para pendengar atau penerima pesan untuk menangkap apa yang disampaikan dan dimaksud oleh pembicara atau pengirim pesan. Selama interpretasi pendengar tidak jauh berbeda dari yang diinginkan oleh penyampai pesan maka bisa dikatakan bahwa komunikasi mencapai keberhasilan. Dengan demikian bahasa berada pada posisi sentral bagi keberlangsungan suatu komunikasi. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai pertukaran ide antara minimal satu orang pembicara dan satu orang pendengar. Ide-ide tersebut lantas ditransmisikan bisa dalam bentuk bahasa verbal maupun non-verbal. Terkait pengertian tersebut, Ur (1996) mengatakan kalau bila seseorang memahami suatu bahasa secara alamiah dia bisa dibilang sanggup berdialog dalam bahasa tersebut. Peryataan ini menegaskan bahwa keterampilan berbicara menandai jikalau seseorang itu mengenali dan mengerti suatu bahasa. Bahasa itu bisa direpresentasikan dalam bentuk perkataan ataupun lisan. Ini artinya kalau belajar bahasa sejatinya adalah belajar berkomunikasi, dan komunikasi itu adalah berbicara (speaking). Paparan ini jelas sekali memperlihatkan hubungan langsung antara apa yang seorang katakan dan bagaimana orang yang bersangkutan memperlakukan kata-kata tersebut secara komunikatif dan interaktif. Sama halnya dengan pembelajaran bahasa bagi peserta didik yang berlangsung di sekolah-sekolah khususnya bahasa Inggris. Bahasa Inggris sebagai bahasa asing harus bisa dijadikan pengalaman sehari-hari mereka melalui latihan berulang-ulang yang diajarkan sekaligus dibiasakan di kelas bahasa Inggris. Ini yang akan menentukan pengetahuan dan pemahaman mereka. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, bisa jadi guru adalah satu-satunya sumber interaksi, dan kelas merupakan satu-satunya konteks sosial untuk mempraktekan bahasa tersebut. Maka dari itu, penting melihat bahwa setiap peserta didik memiliki potensi individu untuk belajar dan potensi ini akan berkembang maksimal ketika ia berinteraksi dengan orang lain yang lebih terampil yaitu guru dan temannya. Memang usaha untuk mengarah ke hal itu akan menghadapkan guru bahasa Inggris pada tuntutan yang berat. Padahal guru bahasa Inggris pada umumnya tidak memiliki bekal yang cukup untuk mengelola kelasnya, disamping juga keterbatasan khasanah interaksi bahasa Inggris dalam konteks kelas. Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1181 Namun jika ini benar-benar diterapkan pada tataran praktisnya maka akan menjadi sarana pedagogis yang berharga sekaligus bonus pembelajaran bagi peserta didik. Selanjutnya, bahasa Inggris tidak lagi menjadi pelajaran yang menakutkan dan dihindari, tetapi akan menjadi mata pelajaran yang menantang, menarik, menyenangkan dan dekat dengan peserta didik. Pada gilirannya, peserta didik akan terbangun rasa percaya dirinya dalam setiap latihan demi latihan mengasah ketrampilan berbicara dengan memanfaatkan fitur pesan suara di kelas Bahasa Inggris. Kesempatan tatap muka guru dengan peserta didik yang semakin terbatas dalam pembelajaran jarak jauh ini merupakan momen penting dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap kesempatan tatap muka dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris sudah seharusnya diupayakan agar kesempatan peserta didik berbicara berjalan intens dan bemakna. Pelibatan teknologi informasi dan komunikasi merupakan hal mutlak dalam memfasilitasi pelaksanaan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Teknologi pada dasarnya hanya sekedar alat bantu, lebih penting dari itu adalah komitmen, kreativitas, dan kepedulian dari guru yang dapat memberikan pengalaman bermakna sehingga PJJ bisa berjalan efektif dengan meghadirkan aneka ragam model dan metode yang menarik peserta didik. Berawal dari konteks kelas melalui latihan berulang-ulang yang kemudian menjadi kebiasaan (knowledge of field), diharapkan rasa percaya diri peserta didik semakin tumbuh dan berkembang maksimal. Situasi-situasi demikian memang harus terus menerus diciptakan dan dikembangkan sehingga kelas menjadi ruang keberlangsungan bahasa secara komunikatif dan aplikatif (classroom discourse). Untuk itulah peranan guru secara intens memberikan ruang berbicara bagi peserta didik sangat menentukan. Semakin besar ruang itu melalui latihan berulang-ulang maka akan semakin besar bonus pembelajaran yang diperoleh peserta didik dalam mengasah ketrampilan berbicaranya. Demi menanggulangi permasalahan di atas dibutuhkan model belajar mengajar yang sesuai. Disinilah guru sudah seharusnya memberikan ruang yang luas bagi peserta didik agar ikut aktif partisipatif dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Partisipasi aktif peserta didik bisa menjadi parameter sejauh mana sudah menguasai materi dan menjadikannya sebagai pengalaman belajar yang bermakna dan bermanfaat bagi pemahaman peserta didik untuk menuju materi-materi berikutnya. Pola pendekatan ini dapat dicoba lewat aktivitas menguraikan, mendiskusikan, mendemostrasikan, memproyeksikan dengan berkolaborasi dan bergotongroyong agar pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik dan dipahami oleh semua. Bersumber pada hasil pengamatan serta pengalaman peneliti, proses belajar mengajar yang dilaksanakan di kelas Bahasa Inggris utamanya pada aspek keterampilan berbicara masih jauh dari harapan. Hal ini disebabkan kurangnya rasa percaya diri peserta didik, terbatasnya kemampuan peserta didik dalam mengembangkan kosakata, guru belum menggunakan model pembelajaran yang inovatif dan relevan sehingga kurang memotivasi peserta didik dalam berbicara, guru kurang memberikan ruang kepada peserta didik melalui latihan berulang-ulang dalam meningkatkan keterampilan berbicara dengan memanfaatkan fitur pesan suara. Rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik di kelas Bahasa Inggris selama masa pandemi melalui pesan suara. Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1182 Tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui bagaimana upaya meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik dalam kelas bahasa Inggris selama masa pandemi melalui pesan suara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktisnya. Manfaat teoritisnya adalah pesan suara dapat digunakan sebagai salah satu solusi dalam mengatasi kendala mengembangkan keterampilan bahasa terutama pada aspek keterampilan berbicara peserta didik selama pandemi. Manfaat praktisnya bagi peserta didik yaitu untuk meningkatkan rasa senang dan percaya diri peserta didik agar senantiasa termotivasi terlibat aktif khususnya dalam mengasah keterampilan berbicara; bagi peneliti dapat menjadi solusi dalam meningkatkan mutu pembelajaran yang inovatif dan bercitarasa abad 21 serta membantu dalam pengembangan karya ilmiah untuk dijadikan penilaian guna meningkatkan kualitas profesionalisme guru; bagi sekolah dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikulum sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan kondisi peserta didik dalam konteks pembelajaran abad 21. Pembelajaran Sinkron dan Asinkron Istilah pembelajaran sinkron dan asinkron menjadi populer sejak datangnya pandemi Covid 2019 dan cenderung terus menjadi trend dalam menghadirkan salah satu solusi pembelajaran citarasa abad 21. Sebagai hal baru tentu saja butuh banyak penyesuaian dan tidak sedikit menuai keluhan dan keterbatasan mulai dari persoalan teknis sampai prinsip penyelenggaraannya. Perbedaan paling utama antara pembelajaran sinkron dan asinkron adalah terkait kehadiran. Pada pembelajaran sinkron, peserta didik dan guru hadir bersama secara serentak untuk melakukan tatap muka virtual. Sesi kegiatanpun terjadwal pada satu waktu dan fokus, membuka kesempatan untuk terjadinya interaksi yang aktif dan diskusi langsung antara guru dan peserta didik. Sedangkan pada pembelajaran asinkron, peserta didik dan guru tidak memiliki keterikatan waktu atau dengan kata lain bisa hadir kapan saja sesuai dengan kesiapan dan kecepatan belajar masing-masing individu. Berbeda dengan pembelajaran sinkron yang mengharuskan koneksi internet yang kuat dan stabil serta perangkat yang memadai dan kompatibel, pembelajaran asinkron bersifat fleksibel dan bisa diakses kapan saja serta adakalanya sekedar perlu koneksi ringan. Pembelajaran asinkron dihadirkan agar peserta didik bisa belajar mandiri namun tetap terbimbing. Kemandirian ini untuk menjadikan peserta didik lebih siap dalam menyongsong pembelajaran bercitarasa abad 21 yang serba canggih dan kompleks. Sebagaimana hal ini sudah menjadi perhatian oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara (2017) dalam metode pengajarannya yang dikenal sebagai “sistem among” tentang peserta didik yang mandiri. Sistem ini diimplementasikan untuk mendidik peserta didik jadi mahluk yang dapat merasa, berpikir, dan berperan mandiri. Disamping membagikan pengetahuan yang dibutuhkan serta berguna, guru butuh membuat peserta didik cakap dalam mencari sendiri pengetahuannya serta menggunakannya agar dapat mendapatkan manfaatnya. Inilah yang menjadi fokus sistem pendidikan among. Pengetahuan yang dibutuhkan serta berguna adalah pengetahuan yang cocok dengan kebutuhan sebenarnya sesuai perkembangan zaman serta material dari manusia selaku masyarakat di lingkungannya. Senada hal ini dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Wawan Eko Mujito (2014) metode belajar yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara adalah metode among. Among dimaknai bagaimana menjaga perkembangan batin peserta didik melalui bimbingan yang terarah dan Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1183 terencana dengan baik. Ini sudah seharusnya ditumbuhkembangkan oleh guru berdasarkan karakter peserta didik dan lingkungan sekitarnya agar peserta didik mendapatkan pertumbuhan lahir dan batin sesuai kodratnya. Untuk mencapai pembelajaran yang sukses dan itu artinya bisa dijangkau oleh semua peserta didik dimana saja dan kapan saja maka perlu memadukan kedua tipe pembelajaran ini. Dengan mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron diharapkan kendala ruang dan waktu bisa teratasi dan sentuhan personal tetap bisa diberikan serta interaksi langsung tetap bisa diselenggarakan tanpa mengabaikan kecepatan belajar masing-masing individu yang berbeda, dan tetap bisa mendukung jika ada sebagian kegiatan yang bersifat kolaboratif. Berbicara menurut Cameron sebagaimana yang ditulis Fasaaro Hulu (2018) adalah menuturkan kata perkata melalui suara ataupun bercakap dengan orang memakai bahasa. Sejalan pengertian ini masih dalam ahli lain Spartt, Pulverness, dan Williams mengemukakan bahwa yang dimaksud berbicara merupakan pemakaian bahasa yang disampaikan kepada orang lain untuk dikomunikasikan secara lisan sehingga bisa dimengerti oleh orang lain. Berbicara merupakan bagian paling esensi dalam kelas bahasa. Kehadiran pembicara sangatlah penting untuk menciptakan bahasa sasaran dalam wujud lisan. Mengenai proses penilaian keterampilan berbicara, disini penulis mengacu pada rubrik penilaian oleh H. Douglas Brown dalam bukunya Language Assesment and Classroom Practices halaman 172-173 table 7.2 Oral Proficiency Scoring Categories. Penilaiannya meliputi 6 kriteria yaitu grammar, vocabulary, comprehension, fluency, task,dan pronunciation. Penilaian ini dilaksanakan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk memberi masukan dan menggali informasi-informasi yang dibutuhkan guru tentang pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap materi demi perbaikan dan penyesuaian proses belajar mengajar pada pertemuan berikutnya, sekaligus memastikan bahwa tujuan pembelajaran yang akan dicapai apakah telah terlaksana semua atau baru sebagian. Dalam hal ini, upaya peneliti meningkatkan ketrampilan berbicara bagi peserta didik adalah melalui rekaman suara, secara lebih spesifik disini yaitu dengan menggunakan fitur pesan suara. Pesan suara adalah salah satu fitur yang terdapat dalam aplikasi messenger seperti Microsoft Teams, WhatApp, Google docs dan Line yang berguna untuk mengirimkan pesan suara sebagai penganti ketika tidak memungkinkan untuk mengetik pesan. Jika ingin mendengarkan pesan suara yang masuk dari sebuah pesan suara, kita bisa menggunakan earphone atau jika tidak menggunakan earphone maka suara dari pesan suara akan terdengar melalui speaker utama ( external speaker). HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum berlaku Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), keterampilan berbicara dalam kelas Bahasa Inggris berlangsung secara konvensional yaitu peserta didik melakukan presentasi di depan kelas bak secara individu ataupun kelompok. Akan tetapi kegiatan seperti ini tentu saja tidak lagi bisa dilakukan dalam konteks pembelajaran moda daring. Salah satu cara yang pernah peneliti lakukan dalam mengasah keterampilan berbicara peserta didik pada awal PJJ adalah melalui tatap muka virtual (pembelajaran sinkron). Namun dalam pelaksanaannya tidak bisa berjalan sesuai harapan bahkan jauh dari harapan. Karena disamping kendala rendahnya rasa percaya diri peserta didik juga adanya hambatan dari hal- hal yang bersifat teknis seperti kondisi jaringan dan koneksi yang tidak stabil, dan terbatasnya kuota yang dimiliki peserta didik. Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1184 Menurut Hotmaria (2021), Kecakapan berbahasa pada dasarnya meliputi empat kecakapan (skill) yaitu menulis, membaca, mendengarkan dan berbicara. Oleh karena itu kecakapan berbicara menjadi salah satu penanda keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran bahasa Inggris. Namun sejauh ini kecakapan berbicara (speaking skill) lebih jarang diasah dan dibiasakan di kelas bahasa Inggris dibanding ketiga kecakapan lainnya seperti kecakapan membaca (reading skill), kecakapan menulis (writing skill), dan kecakapan mendengarkan (speaking skill). Untuk itulah peneliti mencari cara bagaimana kegiatan melatih kecakapan berbicara ini tetap bisa dilaksanakan meski ada kendala jarak jauh dan agar pemakaian kuota lebih hemat serta waktu lebih efektif dengan memanfaatkan fitur pesan suara yang terdapat dalam aplikasi Whatsapp maupun platform PJJ lain seperti Microsoft Teams. Waode (2017), Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar ada tiga hal utama yang bisa mendorong peserta didik aktif berbicara pada saat pembelajaran : a) memberikan ruang kepada peserta didik untuk berlatih berbicara dalam kehidupan sehari-hari, b) tugas berbicara yaitu peserta didik berupaya memakai sebagian bahasa yang mereka tahu lalu direspon dengan pemberian umpan balik, c) dalam berbicara, peserta didik mempunyai peluang guna mengaktifkan elemen bahasa yang sudah disimpan dalam benak mereka. Sehingga secara langsung dan alami, peserta didik dapat memakai kata serta frasa dengan mudah. Pendapat lain sebagaimana yang dikemukakan oleh Halliday dalam Wardah (2019) kalau dalam komunikasi lisan seseorang wajib mencermati tiga perihal yaitu berbicara untuk proses pelayanan, sebagai proses sosialisasi, dan berdasarkan kepercayaan kalau yang diinformasikan itu bermakna dan berterima. Tahapan Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara melalui Pesan suara Pelaksanaan kegiatan keterampilan berbicara dengan memanfatkan fitur pesan suara baik pada platform Microsoft Teams maupun Whatsapp terdiri dari 3 siklus. Setiap siklus mencakup 2 kegiatan pembelajaran yaitu pembelajaran sinkron atau tatap muka virtual melalui Google Meet dan Microsoft Teams, dan pembelajaran asinkron berupa bimbingan kelompok melalui Whatsapp Group. Tahap pembelajaran meliputi persiapan, presentasi, dan kegiatan kelompok. Pada tahap persiapan, hal yang dilakukan guru yaitu menyusun perangkat pembelajaran mencakup silabus, RPP, bahan ajar, LKPD, sampai rancangan evaluasi dan menyiapkan media pembelajaran yang menarik. Tambahan pula menyusun lembar pengamatan sikap untuk mengumpulkan data tentang aktivitas peserta didik selama pembelajaran, dan menyusun lembar penilaian keterampilan berbicara peserta didik. Tahap presentasi guru mengulas tujuan dan langkah-langkah pembelajaran, mengenalkan dan menerangkan materi berdasarkan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Ketiga tahap kegiatan kelompok, ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan waktu dan kendala jarak dalam proses pembelajaran sehingga waktu bisa maksimal, dan melatih peserta didik untuk berani menyampaikan presentasinya tanpa rasa malu, dan aktif bertanya jika belum paham. Usai pembelajaran sinkron dilanjutkan pembelajaran asinkron dengan tujuan memberikan penguatan dan pendalaman materi kepada peserta didik dan memastikan apakah peserta didik sudah paham, juga untuk memantau perkembangan keterampilan berbicara peserta didik dalam bentuk pesan suara yang mereka kirimkan melalui Whatsapp dan Microsoft Teams. Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1185 Hasil Yang Dicapai Menurut Wardah (2019) yang mengutip pendapat Bachman dan Palmer (2010) jikalau peserta didik wajib menampilkan kecakapan bahasa lewat uji kinerja. Sebagai evaluasinya maka pekerjaan-pekerjaan yang diberikan ke peserta didik dapat mendorong mereka berpartisipasi aktif serta merasa antusias terlibat di setiap percakapan ataupun berbicara dalam konteks lain sehari-hari. Senada hal ini, ahli lain Mckey menggolongkan tugas ini dalam dua tipe : 1) aktivitas berbicara murni semacam menceritakan, menerangkan suatu gambar/foto, tugas kategorisasi, oral presentation, serta genre lain yang cuma berbicara, 2) aktivitas yang mencermati/menyimak suatu kecakapan dan kecakapan berbicara dilakukan secara serentak misalnya wawancara lisan dan tugas tanya jawab. Mendukung pendapat tersebut, Fasaro Hulu (2018) mengacu pendapat Manurung bahwa keberhasilan keterampilan berbicara peserta didik nampak pada partisipasi aktif saat mereka menerangkan ataupun mengulas suatu topik tertentu, kecakapan dalam melaksanakan peran yang ditugaskan serta saat presentasi, kecakapan ketika bertanya juga ketika memberikan jawaban ataupun tanggapan, serta kecakapan berpendapat sampai berdebat. Untuk pertama kali, tentunya hasil dari kegiatan pembelajaran speaking skill di kelas X TBSM 2 SMK Negeri 1 Karangdadap dengan memanfaatkan fitur pesan suara masih belum memuaskan. Namun ketika dilanjutkan pada kegiatan kedua, sudah terdapat perbedaan. Peserta didik yang berbicara melalui pesan suara sudah jauh lebih banyak. Harapannya ini menunjukkan tingkat rasa percaya diri peserta didik semakin meningkat dan tidak lagi canggung merekam suaranya sendiri melalui pesan suara. Pada intinya, telah terjadi sedikit peningkatan ketrampilan berbicara dalam kegiatan yang kedua. Dibandingkan kegiatan pertama yang belum tampak keaktifan dalam interaksi guru dan peserta didik. Belajar dari kekurangan pada kegiatan pertama, pada kegiatan kedua ini peserta didik lebih sering didorong untuk mencoba berbicara melalui fitur pesan suara meski sekedar menyampaikan 2 -3 kalimat saja. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran speaking skill dengan pesan suara harus sering dilakukan untuk membangun rasa percaya diri peserta didik. Kalau rasa percaya diri peserta didik sudah semakin baik maka diharapkan keterampilan berbicara peserta didik pun bisa meningkat pada akhirnya. Jika guru sering memberikan seluas-luasnya ruang berbicara kepada peserta didik maka akan tumbuh pembiasaan. Kalau sudah terbiasa pastinya peserta didik tidak perlu lagi merasa canggung dan guru tidak perlu lagi memberikan dorongan ekstra agar peserta didik mau berbicara. Sehingga waktu pembelajaran pun menjadi lebih efektif dan antusiasme peserta didik meningkat. Peserta didik akan dengan sendirinya berlomba-lomba berbicara atau menyampaikan presentasi melalui fitur pesan suara tanpa perlu diminta atau dipaksa lagi. Sejalan dengan ini maka keterampilan speaking skill pun semakin lebih baik dan rasa percaya diri peserta didik semakin meningkat. Bisa dikatakan telah terjadi peningkatan ketrampilan berbicara. Peserta didik yang aktif berbicara bertambah jumlahnya. Peserta didik juga ada peningkatan rasa percaya diri meski kadang masih terdengar canggung dan malu-malu. Pada saat yang sama guru memberikan dorongan dan motivasi terus menerus kepada peserta didik untuk mencoba berbicara melalui fitur pesan suara. Proses penilaian keterampilan berbicara pada siklus I yaitu peserta didik mendeskripsikan suatu tempat wisata dalam 2-3 kalimat saja secara bergiliran dengan sesama anggota kelompoknya. Sementara pada siklus II yaitu peserta didik menganalisa penerapan simple present tense yang terdapat dalam teks yang mereka buat, lalu dipresentasikan dan Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1186 disampaikan melalui fitur pesan suara. Masing-masing peserta didik menganalisa 2-3 kalimat saja. Terakhir pada siklus III, peserta didik belajar menganalisis penerapan Noun Phrase yang terdapat dalam teks yang sudah mereka buat sebelumnya secara berkelompok. Lalu mempresentasikannya melalui pesan suara secara bergiliran. Tabel 1. Perbandingan Rata-rata Pra siklus, Siklus I, II dan III No Uraian Jumlah Peseta Didik Nilai Rata-rata Tuntas Belum Tuntas 1 Pra siklus 6 orang 30 orang 32 2 Siklus I 13 orang 23 orang 65 3 Siklus II 28 orang 8 orang 76 4. Siklus III 33 orang 3 orang 79 Berdasarkan temuan diatas, ternyata pada kondisi awal (pra siklus) hanya sebagian kecil yang telah mencapai ketuntasan belajar dengan capaian nilai rata-rata 32. Peserta didik yang memiliki nilai kurang dari KKM 70 sebanyak 30 orang ( 83,33 % ) dan yang telah mencapai ketuntasan belajar sebanyak 6 orang saja ( 16,67 %). Selanjutnya pada siklus I nilai rata-rata mencapai 65, dan peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar mulai meningkat ada 13 orang (36,11% ) dan yang belum tuntas ada 23 orang (63,89% ). Siklus I ini terdiri dari dua kegiatan yaitu pembelajaran sinkron dan asinkron. Siklus II sama seperti siklus I mencakup pembelajaran sinkron dan asinkron juga. Disini peserta didik yang tuntas bertambah menjadi 28 orang (77,78% ) dan yang belum tuntas berkurang menjadi 8 orang saja ( 22,22 %). Nilai rata-rata yang dicapai pada siklus II adalah 76. Terakhir siklus III, sebanyak 33 peserta didik mencapai ketuntasan belajar atau (91,67% ) dan tinggal 3 orang saja yang masih saja belum tuntas atau sekitar ( 0,08% ) Pada pembelajaran sinkron (tatap muka virtual ) pertemuan pertama, penerapan ketrampilan berbicara peserta didik bisa berupa presentasi, diskusi, melakukan tanya jawab, dan atau sekedar memberikan tanggapan. Sedangkan pada pertemuan asinkron (bimbingan melalui grup Whatsapp), peserta didik berlatih ketrampilan berbicara dengan memanfaatkan fitur pesan suara. Pada siklus II untuk pembelajaran sinkron, guru membimbing peserta didik menganalisa penerapan Simple Present Tense pada teks yang mereka buat. Harapannya, peserta didik akan lebih cepat memahami materi dan lebih percaya diri ketika mendiskusikannya bersama guru karena mereka akan lebih familiar dengan tulisan mereka sendiri. Sedangkan untuk pembelajaran asinkron, peserta didik menyampaikan presentasinya melalui fitur pesan suara. Dapat dikatakan, pada siklus terakhir (siklus III) telah terjadi peningkatan ketrampilan berbicara dan peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 91,67 %. Dibandingkan siklus sebelumnya yang belum tampak keaktifan dalam interaksi guru dan siswa. Peserta didik yang aktif berbicara pada siklus III bertambah jumlahnya. Peserta didik juga sedikit meningkat rasa percaya dirinya meski kadang masih canggung dan malu-malu. Pada saat yang sama guru sewaktu pembelajaran asinkron memberikan dorongan dan Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1187 motivasi terus menerus kepada peserta didik untuk mencoba berbicara melalui fitur pesan suara. SIMPULAN Dapat disimpulkan kalau kendala yang menyebabkan rendahnya prestasi dan motivasi belajar peserta didik dipengaruhi oleh unsur-unsur semisal metode yang guru biasanya gunakan, sehingga penggunaan metode-metode yang sifatnya menarik minat dan motivasi peserta didik sangat diperlukan. Berdasar pada rendahnya motivasi belajar, prestasi belajar sampai dengan kepercayaan diri peserta didik yang disampaikan pada latar belakang masalah, penggunaan metode pembelajaran yang lebih berpusat kepada Students-centred diharapkan mampu menyelesaikan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar peserta didik utamanya pada aspek keterampilan berbicara. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pesan suara bisa meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik Kelas X TBSM 2 SMK Negeri 1 Karangdadap pada materi Descriptive Text. Hal ini bisa dijabarkan sebagai berikut: pesan suara dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan minat dan motivasi peserta didik dalam membiasakan keterampilan berbicara, dan latihan berbicara seperti ini sudah seharusnya sering diterapkan agar peserta didik memiliki keberanian melakukan tanya jawab, diskusi dan presentasi secara lisan. Sebagai bonus pembelajaran, nilai-nilai utama karakter sebagai pelajar Pancasila dalam melatih keterampilan berbicara bahasa Inggris melalui fitur pesan suara dapat diperoleh peserta didik sebagai berikut. 1. Relijius Pada awal dan akhir voice notes peserta didik membiasakan mengucap salam. 2. Kesantunan Peserta didik belajar menyampaikan presentasinya dalam bahasa yang baik dan santun. 3. Percaya diri Peserta didik mendapatkan rasa nyaman sebagai modal keberanian berbicara tanpa takut mengalami perundungan dan bahwa semua memiliki kesempatan berbicara, tidak ada yang mendominasi dan juga tidak perlu ada yang underestimate. 4. Kerjasama Peserta didik berkesempatan bagaimana mengasah kemampuan kerjasama dalam keterbatasan ruang, jarak dan komunikasi serta membudayakan belajar pemecahan masalah bersama temannya dalam mengatasi kesulitan dan tantangan belajar. 5. Tanggungjawab Peserta didik berupaya mencari cara daripada mencari alasan untuk tetap memenuhi tanggngjawab menyelesaikan tugas-tugas belajar dalam konteks pembelajaran moda daring. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Brown, H. Douglas. 2004. Language Assesment : Principles and Classroom Practices. New York : Pearson Education. Pp 172-173. Vol.2 No.8 2021 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i8.200 1188 Hamsia, Waode. (2017). Strategi Metakognitif Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris. ELSE Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar. V(1), 4. http://dx.doi.org/10.30651/else.v1i2b.1182 Hanafiah, Wardah. (2019). Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris melalui Media Film. Jurnal Epigram. V (16), 151-152. https://doi.org/10.32722/epi.v16i2.2229 Hotmaria. (2010). Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris pada Materi Pengandaian Diikuti Perintah/Saran Menggunakan Strategi Pembelajaran Three Step View. V (5), 2. http://dx.doi.org/10.23887/jear.v5i1.31558 Hulu, Fasaaro. (2018). Efektifitas Direct Method dalam Peningkatan Berbicara Bahasa Inggris Mahasiswa. Jurnal Basis. V(5), 23-24. https://doi.org/10.33884/basisupb.v5i2.814 Kemdikbud. Pelajar Pancasila. https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/?page_id=2817 diakses pada 28/06/2021 Tarigan, Henry Guntur. (1983). Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.Bandung : Angkasa. Ur, P. (1996). A Course in language teaching: Practice and Theory. Cambridge: Cambridge University Press Wawan Eko Mujito. (2014). Konsep Belajar Menurut Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam dalam Jurnal Pendidikan Islam vol. IX Juni 2014. Wiryopranoto, Suhartono dan Herlina, Nina dan Marihandono, Djoko dan Tangkilisan, Yudha B. 2017. Ki Hajar Dewantara : Pemikiran dan Perjuangannya. Jakarta : Museum Kebangkitan Nasional. http://repositori.kemdikbud.go.id/id/eprint/4881