Microsoft Word - 05-Vandaria.docx Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 36 Received : 01-07-2020 Revised : 15-08-2020 Published : 20-09-2020 PENGGUNAAN METODE BUZZ GROUP DENGAN MEDIA DIORAMA DUA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAMPAK PERILAKU MENYIMPANG MATA PELAJARAN SOSIOLOGI Vandaria Bunga Nirwana SMAN 1 Kwadungan Ngawi, Indonesia vandariabunga01@gmail.com Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi pemahaman perilaku menyimpang mata pelajaran Sosiologi pada siswa Kelas X IPS 1 SMAN 1 Kwadungan menggunakan metode buzz group dengan media diorama dua dimensi. Dengan pemahaman dampak perilaku menyimpang pada siswa, diharapkan juga membawa dampak positif yaitu peningkatan prestasi belajar pada pelajaran Sosiologi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian sebanyak 24 siswa. Hasil penelitian menunjukkan terdapat kenaikkan yang tuntas belajar dari 5 siswa (20,83%) pada pra tindakan menjadi 16 siswa (66,67%) pada siklus I, dan menjadi 22 siswa (91,67%) pada siklus II. Sedangkan yang belum tuntas belajar mengalami penurunan dari 19 siswa (79,17%) pada pra tindakan menjadi 8 siswa (33,33%) pada siklus I, dan menjadi 2 siswa (8,33%) pada siklus II. Abstract: The purpose of this study was to determine a description of the understanding of deviant behavior in sociology subjects in class X IPS 1 SMAN 1 Kwadungan using the buzz group method with two-dimensional diorama as media. By understanding the impact of deviant behavior on students, it is hoped that it will also have a positive impact, namely an increase in learning achievement in sociology lessons. This study used a classroom action research design with 24 students as research subjects. The results showed that there was an increase in complete learning from 5 students (20.83%) in the pre-action to 16 students (66.67%) in the first cycle, and to 22 students (91.67%) in the second cycle. Meanwhile, those who have not completed learning have decreased from 19 students (79.17%) in the pre-action to 8 students (33.33%) in the first cycle, and to 2 students (8.33%) in the second cycle. Kata kunci: buzz group, diorama, sosiologi Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 37 PENDAHULUAN Perilaku menyimpang dapat terjadi dimana-mana dan kapan saja, baik di sekolah, keluarga, maupun dalam kehidupan masyarakat. Biasanya perilaku menyimpang ini dilakukan oleh kalangan remaja termasuk siswa. Karena pada tahap ini remaja masih mencari jati dirinya yang ideal menurutnya, sehingga tidak jarang yang mereka lakukan adalah hal-hal yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku dalam pandangan masyarakat umum. Oemar Hamalik. 1992:95. Banyak faktor atau sumber yang menjadi penyebab timbulnya perilaku menyimpang, baik yang berasal dari dalam diri individu maupun berasal dari luar diri individu. Dan biasanya mereka tidak menyadari akan dampak merugikan baik kepada dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu guru harus mampu memberikan pemahaman akan dampak negatif dari perilaku menyimpang ini. Salah satu cara agar untuk memahamkannya adalah dengan menggunakan Metode Buzz Group dengan media Diorama Dua Dimensi. Untuk memahamkan siswa tentang dampak perilaku menyimpang maka perlu digunakan metode mengajar yang kreatif dan inovatif, salah satunya dengan menggunakan metode Buzz Group berbantuan media Diorama Dua Dimensi. Dengan metode dan media tersebut diharapkan siswa akan lebih mudah dalam memahami dampak perilaku menyimpang dan akan menghindari perilaku menyimpang. Terkait dengan permasalahan tersebut di atas, maka untuk mengkaji lebih mendalam tentang peningkatan pemahaman siswa, peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penggunaan Metode Buzz Group Dengan Media Diorama Dua Dimensi Untuk Meningkatkan Pemahaman Dampak Perilaku Menyimpang Mata Pelajaran Sosiologi Siswa Kelas X IPS-1 SMAN 1 Kwadungan Kabupaten Ngawi Tahun 2017/2018” Dari judul tersebut maka masalah dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan yakni bagaimanakah penerapan metode buzz group dengan media Diorama Dua Dimensi untuk meningkatkan pemahaman dampak perilaku menyimpang pada siswa kelas X IPS-1 SMAN 1 Kwadungan tahun 2017/2018. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai sehubungan dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui deskripsi pemahaman perilaku menyimpang mata pelajaran Sosiologi pada siswa Kelas X IPS 1 SMAN 1 Kwadungan menggunakan metode buzz group dengan media diorama dua dimensi Perilaku adanya perilaku yang teratur dan sesuai dengan yang diinginkan pada menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha yang berlaku dalam satu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut. Setiap kelompok menginginkan anggotanya. M. Dalyono (2005:102). 1. Ciri-ciri perilaku menyimpang a. Penyimpangan harus dapat didefinisikan Perilaku menyimpang bukanlah semata-mata ciri tindakan yang dilakukan orang, melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan saksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut. b. Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak Perilaku menyimpang tidak selalu merupakan hal yang negatif. Ada beberapa penyimpangan yang diterima bahkan dipuji, dan dihormati seperti orang jenius mengemukakan pendapat-pendapat baru yang kadang-kadang bertentangan dengan pendapat umum. Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 38 c. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak Pada kebanyakan masyarakat modern, tidak ada seorang pun yang masuk kategori sepenuhnya penuh (konfirmasi) atau pun sepenuhnya penyimpangan (orang benar- benar menyimpang) d. Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya sosial Budaya ideal disini adalah peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat, tetapi dalam kenyataannya tidak ada seorang pun yang penuh terhadap segenap peraturan resmi antara budaya nyata dengan budaya sosial selalu terjadi kesenjangan. e. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan Apabila pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma yang melarang suatu perbuatan yang minim sekali diperbuat oleh banyak orang, maka akan muncul norma-normal menghindarkan. Jadi norma-norma penghindaran merupakan suatu bentuk menyimpang perilaku yang bersifat setengah melembaga f. Penyimpangan sosial bersifat adaptif (penyesuaian) Penyimpangan sosial tidak selalu menjadi ancaman karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemeliharaan stabilitas sosial. Kita harus mengetahui sampai batas tertentu, perilaku apa yang kita harapan dari orang lain, apa yang orang lain ingin dari kita, serta wujud masyarakat seperti apa yang pantas bagi sosialis anggotanya. 2. Jenis-jenis perilaku menyimpang a. Penyimpangan sosial primer Penyimpangan sosial primer adalah penyimpangan yang bersifat sementara (temporer) orang yang melakukan penyimpangan primer masih tetap dapat diterima oleh kelompok sosialnya karena tidak secara terus-menerus melanggar norma-norma umum, misalnya pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas, meminum minuman keras di suatu pesta. b. Penyimpangan sosial sekunder Penyimpangan sosial sekunder adalah penyimpangan sosial yang dilakukan secara terus menerus, meskipun sanksi telah diberikan kepadanya, sehingga pada pelakunya secara umum dikenal sebagai orang yang berprilaku menyimpang. 3. Penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan a. Perilaku menyimpang karena sosialisasi Teori sosialisasi didasarkan pada pandangan bahwa dalam sebuah masyarakat ada norma inti dan nilai-nilai tertentu yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat. Jika seorang siswa bergaul dengan orang-orang yang berprilaku menyimpang seperti berandalan, pemabuk, atau pencandu narkoba, maka lambat daun ia akan mempelajari nilai-nilai dan norma itu kemudian diserap dalam kepribadiannya, lama kelamaan ia melakukan perbuatan-perbuatan itu. b. Perilaku menyimpang karena annomir Secara sederhana anomir diartikan sebagai suatu keadaan di masyarakat tanpa norma. Anomie adalah suatu situasi tanpa norma dan tanpa arah sehingga tidak tercipta keselarasan ada, konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan sebuah masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai tetapi antara norma dan nilai yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan, akibatnya timbul keadaan tidak hanya Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 39 seperangkat nilai atau norma yang dapat dipatuhi secara konsisten dan diterima secara luar. c. Penyimpangan karena hubungan deferensial Agar terjadi penyimpangan seorang harus mempelajari terlebih dahulu bagaimana caranya pengajaran ini terjadi karena akibat interaksi sosial antara seseorang dan orang lain. d. Perilaku menyimpang karena pemberian julukan (labeling) Teori ini menyebutkan bahwa perilaku menyimpang lahir karena adanya batasan (cap, julukan, sebutan) atas suatu perbuatan yang disebut menyimpang. Dengan memberikan cara pada sesuatu perilaku sebagai perilaku menyimpang, berarti kita menciptakan serangkaian perilaku yang cenderung mendorong orang untuk melakukan penyimpangan. Metode Buzz Group Metode Buzz Group merupakan bentuk diskusi kelas yang didalamnya dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil untuk melaksanakan diskusi singkat tentang suatu problem. Diskusi ini mempunyai kedudukan yang penting dalam pembelajaran guna melatih siswa dalam mengemukakan pendapatnya. Seperti pemahaman tentang dampak perilaku menyimpang sangat penting untuk di diskusikan agar ada upaya preventif untuk mencegah tidak terjadinya perilaku-perilaku menyimpang tersebut. Langkah-langkah Buzz Group di antaranya sebagai berikut. Dimyati dan Moedjiono, 1992:43. 1. Siswa menyimak penjelasan guru tentang indikator yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. 2. Siswa mengelompok menurut kelompok diskusi yang telah ditentukan yaitu satu kelas dibagi menjadi 8 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota sesuai dengan urutan daftar hadir 3. Siswa mencermati materi pelajaran yang akan didiskusikan 4. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang cara dan aturan diskusi 5. Siswa mulai Buzz Group 6. Setelah selesai diskusi siswa menyiapkan hasil kerja kelompok dan mempresentasikan dengan mengunakan media Diorama Dua Dimensi di depan kelas 7. Siswa bersama guru membuat rangkuman Media Diorama Dua Dimensi Media Diorama Dua Dimensi adalah alat bantu pembelajaran berupa gambar gambar menarik tentang peristiwa, kejadian, perilaku yang di bentuk menjadi sebuah diorama (ilustrasi) dua dimensi dengan bahan dasar stereform. Media ini berfungsi untuk menjelaskan sebuah peristiwa/perilaku baik oleh siswa maupun guru.Penggunaan gambar sebagai media pembelajaran memiliki peranan penting karena siswa sangat tanggap terhadap stimulus visual yang menarik dan inovatif. Tujuan penggunaan media dua dimensi (benda tiruan) menurut Daryanto, 2010: 30-31 antara lain (a) Mengatasi kesulitan yang muncul ketika mempelajari obyek yang terlalu besar, (b) Untuk mempelajari obyek yang telah menjadi sejarah di masa lampau, (c) Untuk mempelajari obyek yang tak terjangkau secara fisik, (d) Untuk mempelajari obyek yang mudah dijangkau tetapi tidak memberikan keterangan yang memadai, (e) Untuk mempelajari Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 40 konstruksi-konstruksi yang abstrak, dan (f) Untuk memperlihatkan proses dari obyek yang luas. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain tindakan model Kemmis & Mc Taggart. Model yang dikemukakan oleh Kemmis & Mc Taggart terdiri dari empat komponen, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Pengertian siklus dalam hal ini adalah putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X IPS-1 SMAN 1 Kwadungan Kabupaten Ngawi sebanyak 24 anak terdiri dari laki-laki 15 siswa dan perempuan 9 siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMAN 1 Kwadungan Kabupaten Ngawi. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tahun pelajaran 2017/2018 semester genap dimulai bulan Maret 2018 sampai dengan Mei 2018. Dalam penelitian ini ada beberapa instrumen yang digunakan untuk menjaring data penelitian, yaitu: kuesioner, dokumen, dan catatan lapangan. Instrument penelitian disusun secara fleksibel dengan harapan agar segala bentuk permasalahan yang mungkin timbul dapat dieliminir dan dapat dicarikan solusinya dengan cepat dan tepat. (Suharsimi Arikunto, 2002:56). Kuesioner diberikan kepada siswa setelah setiap siklus kegiatan selesai dilaksanakan. Kuesioner yang diberikan untuk menjaring data tentang perilaku menyimpang dan sikap siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang berupa nilai hasil belajar siswa. Hasil belajar ini hanya digunakan sebagai pelengkap dan sekaligus untuk mengetahui kemajuan hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar selanjutnya disebut sebagai prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa dijaring melalui evaluasi pada saat sebelum pelaksanaan tindakan, setelah siklus I, dan setelah siklus II. Cncatatan lapangan dilakukan dengan jalan mencatat berbagai kejadian yang dianggap penting pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, dan data tersebut belum terekam oleh instrumen yang lain. Dengan demikian diharapkan tidak ada data penting yang terlewatkan dalam kegiatan penelitian ini. Data yang berhasil dikumpulkan melalui teknik observasi, angket, wawancara, dan catatan lapangan kemudian dianalisis mengacu pada metode analisis dari Miles & Huberman (Sugiyono, 2008: 337-345). Metode analisis tersebut terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan. Lexy J. Moleong, (2004: 330-331) menyatakan bahwa untuk menguji keabsahan data dapat menggunakan teknik triangulasi sumber, untuk data hasil wawancara, observasi, angket, dan catatan lapangan. Validitas dilakukan dengan triangulasi sumber, artinya data yang diperoleh melalui beberapa teknik pengumpulan data pada sumber yang berbeda tersebut hasilnya dibandingkan dan ditarik kesimpulan data. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, peneliti melakukan berbagai persiapan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Refleksi awal, peneliti mengidentifikasi permasalahan perilaku menyimpang pada siswa kelas X IPS-1. Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 41 b. Peneliti merumuskan permasalahan secara operasional yang relevan dengan rumusan masalah penelitian. c. Peneliti merumuskan hipotesis tindakan. Hipotesis tindakan ini bersifat tentatif, sehingga sangat mungkin akan mengalami perubahan sesuai dengan keadaan di lapangan. d. Menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan. 2. Siklus Penelitian Pelaksanaan tindakan dan pengamatan dalam penelitian ini dibagi dalam 2 siklus. Setiap siklus dibagi dalam dua kali pertemuan. Kegiatan pelaksanaan tindakan dalam setiap siklus, dibarengi dengan pengamatan yang dapat dilakukan sebagai berikut: a. Guru melaksanakan desain pembelajaran dengan metode buzz group. yang telah direncanakan. b. Guru melakukan pembelajaran dengan metode buzz group. c. Guru memberikan sanksi berupa tugas kepada masing-masing siswa yang belum dapat menjawab pertanyaan yang diajukan. d. Guru mengamati kegiatan siswa dengan menggunakan alat perekam, pedoman pengamatan serta catatan lapangan. e. Setiap akhir siklus, guru memberikan kuesioner kepada siswa tentang perilaku menyimpang dan kuesioner tentang sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran. 3. Refleksi Peneliti mengadakan telaah terhadap data-data hasil penelitian yang telah dilakukan, melalui: analisis, sintesis, pemaknaan, penjelasan, dan menyimpulkan. Hasil yang diperoleh berupa temuan tingkat efektifitas desain pembelajaran dengan metode buzz group yang telah dirancang dan menginventarisir daftar permasalahan yang muncul di lapangan, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan perencanaan. Teknis Analis Data Pemahaman perilaku menyimpang tersebut diuraikan dalam bentuk pernyataan yang dituangkan dalam angket kemandirian siswa. Skala penilaian dengan menggunakan empat (4) titik, yaitu : 1 = tidak pernah; 2 = jarang; 3 = sering; 4 = selalu. Untuk mengetahui tingkat kemandirian belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan kriteria sebagai berikut. Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Kemandirian Belajar Siswa No Prosentase Klasifikasi 1 0 – 50 Tidak paham 2 51 – 65 Kurang paham 3 66 – 85 Paham 4 86 – 100 Sangat paham Sedangkan skala penilaian yang digunakan adalah: skor 1 = tidak senang; skor 2 = kurang senang; skor 3 = senang; skor 4 = sangat senang. Untuk mengetahui sikap siswa dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan kriteria sebagai berikut. Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 42 Tabel 2. Klasifikasi Penilaian Sikap Siswa No Prosentase Klasifikasi 1 0 – 50 Tidak senang 2 51 – 65 Kurang senang 3 66 – 85 Senang 4 86 – 100 Sangat senang Untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat maka data yang telah terkumpul dianalisis secara statistik yaitu mengunakan rumus mean: Σ x M = ---------- (1) N Keterangan: M = Mean/ rata-rata Σ x = Jumlah nilai N = Jumlah siswa Sedangkann untuk mengetahui prosentase ketuntasan belajar dengan rumus: Jumlah siswa tuntas Prosentase ketuntasa = -------------------------- x 100 lah seluruh kelas Untuk mengetahui adanya peningkatan dengan membandingkan nilai rata-rata masing- masing siklus dengan tabel sebagai berikut: Siklus 1 Siklus II Rata-rata Prosentase Siswa disebut memiliki prestasi belajar dalam proses kegiatan belajar mengajar apabila masing-masing siswa telah memperoleh nilai minimal 75. Sedangkan secara klasikal disebut berhasil atau tuntas belajar apabila minimal 85 % dari siwa telah memperoleh nilai minimal 75. HASIL DAN PEMBAHASAN Pratindakan Kegiatan pratindakan yang dilakukan pada siswa Kelas kelas X IPS-1 SMAN 1 Kwadungan menemukan permasalahan yaitu motivasi belajar siswa rendah, sebagaimana ditunjukkan dalam rekapitulasi hasil kuesioner kemandirian belajar siswa. Berdasarkan perhitungan dalam rekapitulasi angket sikap siswa tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa bersikap kurang senang terhadap kegiatan belajar mengajar sebagaimana ditunjukkan oleh jumlah skor mean sebesar 0,29. Selain berdasarkan hasil analisis data tersebut juga diketahui dari hasil tes siswa pada pra tindakan, bahwa siswa yang sudah tuntas belajar sebesar 5 siswa (20,83%), dan yang belum tuntas belajar sebesar 19 siswa (79,17%). Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 43 Hasil Penelitian Siklus I Berdasarkan rekapitulasi hasil kuesioner kemandirian belajar siswa, dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 3. Rekapitulasi Angket Kemandirian Belajar Pada Siklus I Skor Keterangan Jumlah % Rata-rata 1 Tidak mandiri 0 0 0 2 Kurang mandiri 6 25,00 0,25 3 Mandiri 14 58,33 0,28 4 Sangat mandiri 4 16,67 0,17 Jumlah 24 100 Berdasarkan hasil tersebut, sebagian besar siswa sudah mandiri dalam belajar, yaitu sebesar 58,33%. Sedangkan skor mean sudah menunjukkan angka 0,28. Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran, sebagaimana ditunjukkan oleh table rekapitulasi hasil angket sikap siswa berikut ini Tabel 4. Rekapitulasi Angket Sikap Siswa Pada Siklus I Skor Keterangan Jumlah % Rata2 1 Tidak senang 3 12,50 0,125 2 Kurang senang 3 12,50 0,13 3 Senang 11 45,83 0,46 4 Sangat senang 7 29,17 0,29 Jumlah 24 100 Berdasarkan perhitungan dalam rekapitulasi angket sikap siswa tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa sudah merasa senang terhadap kegiatan belajar mengajar sebagaimana ditunjukkan oleh jumlah skor mean sebesar 0,46. Hasil Belajar Selain berdasarkan hasil analisis data tersebut juga diketahui dari hasil tes siswa pada siklus I, bahwa siswa yang sudah tuntas belajar sebesar 16 siswa (66,67%), dan yang belum tuntas belajar sebesar 8 siswa (33,33%). Jadi hasil belajar siswa ada peningkatan dibandingkan dengan hasil belajar pada pra tindakan. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan, pengisian angket, dan hasil evaluasi dalam siklus I, maka kegiatan pembelajaran dapat direfleksikan sebagai berikut: Ø Kondisi kelas sudah kondusif, sehingga perlu terus dijaga bahkan diting-katkan lebih baik lagi. Ø Sangsi yang diberikan sering dianggap ringan oleh siswa, sehingga perlu di- pertimbangkan sangsi yang lebih berat sesuai dengan tingkat kesalahannya. Ø Pertanyaan yang bersifat membimbing sudah baik, sehingga perlu terus diper-tahankan bahkan ditingkatkan. Ø Pembuatan rangkuman sudah didominasi oleh siswa, sehingga guru cukup menjadi fasilitator. Ø Kemandirian belajar siswa cukup baik. Ø Sikap siswa semakin baik. Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 44 Secara klasikal kegiatan pembelajaran belum tuntas, karena hanya 21 siswa (70,00%) yang telah memperoleh nilai 75 atau lebih. Namun sudah ada peningkatan jika dibandingkan dengan hasil evaluasi pada pra tindakan. Hasil Penelitian Siklus II Berdasarkan rekapitulasi hasil kuesioner kemandirian belajar siswa, dapat dilihat dalam tabel berikut ini Tabel 5. Rekapitulasi Angket Kemandirian Belajar Pada Siklus II Skor Keterangan Jumlah % Skor Mean 1 Tidak mandiri 0 0 0 2 Kurang mandiri 3 12,50 0,13 3 Mandiri 16 66,67 0,67 4 Sangat mandiri 5 20,83 0,21 Jumlah 24 100 Berdasarkan hasil tersebut, sebagian besar siswa sudah mandiri dalam belajar, yaitu sebesar 66,67%, dan 20,83% sangat mandiri. Sedangkan skor mean sudah menunjukkan angka 0,67 dan 0,21. Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran, sebagaimana ditunjukkan oleh table rekapitulasi hasil angket sikap siswa berikut ini (lihat lampiran): Tabel 6. Rekapitulasi Angket Sikap Siswa Pada Siklus II Skor Keterangan Jumlah % Skor Mean 1 Tidak senang 0 0 0 2 Kurang senang 1 4,17 0,04 3 Senang 11 45,83 0,46 4 Sangat senang 12 50,00 0,50 Jumlah 24 100 Berdasarkan perhitungan dalam rekapitulasi angket sikap siswa tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa sudah merasa senang terhadap kegiatan belajar mengajar, yaitu 45,83% senang dan 50,00% sangat senang. Sedangkan jumlah skor mean sebesar 0,46 dan 0,50. Selain berdasarkan hasil analisis data tersebut juga diketahui dari hasil tes siswa pada siklus II (lihat lampiran), bahwa siswa yang sudah tuntas belajar sebesar 22 siswa (91,67%), dan yang belum tuntas belajar sebesar 2 siswa (8,33%). Secara klasikal kegiatan belajar mengajar sudah tuntas belajar, karena yang memperoleh nilai 75 atau lebih telah mencapai jumlah lebih dari 85%. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan, pengisian angket, dan hasil evaluasi dalam siklus II, maka kegiatan pembelajaran dapat direfleksikan sebagai berikut: Ø Kondisi siswa sudah dapat menyesuaikan dengan metode yang digunakan. Ø Guru dapat melakukan kegiatan lebih baik. Ø Pembuatan rangkuman sudah didominasi siswa. Ø Kemandirian belajar siswa sudah baik. Ø Sikap siswa juga sudah baik Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 45 Ø Secara klasikal kegiatan pembelajaran sudah tuntas, karena 22 siswa (91,67%) telah memperoleh nilai 75 atau lebih. Berdasarkan hasil observasi, pengisian angket oleh siswa, dan hasil tes yang dilakukan pada pra tindakan, siklus I dan siklus II, maka dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Kemandirian Belajar Siswa Berdasarkan hasil angket tentang kemandirian siswa yang dilakukan pada pra tindakan, siklus I dan siklus II (lihat lampiran), maka dapat diketahui sebagaimana dalam tabel berikut ini: Tabel 7. Perbandingan Kemandirian Siswa Pra Tindakan, Siklus I dan Siklus II. Skor Kualifikasi Pra Tindakan Siklus I Siklus II Jml % Rata 2 Jml % Rata 2 Jml % Rata2 1 Tidak mandiri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Kurang mandiri 7 29,17 0,29 6 25,00 0,25 3 12,50 0,13 3 Mandiri 13 54,17 0,54 14 58,33 0,58 16 66,67 0,67 4 Sangat mandiri 4 16,67 0,17 4 16,67 0,17 5 20,83 0,21 Jumlah 24 100 24 100 24 100 Kemandirian siswa berdasarkan tabel di atas dapat diuraikan bahwa yang menyebutkan siswa kurang mandiri mengalami penurunan dari 7 siswa (29,17%) pada pra tindakan, menjadi 6 siswa (25,00%) pada siklus I, dan menjadi 3 siswa (12,50%) pada siklus II. Kualifikasi yang menyebutkan siswa mandiri mengalami kenaikan dari 13 siswa (54,17%) pada pra tindakan, menjadi 14 siswa (58,33%) pada siklus I, dan menjadi 16 siswa (66,67%) pada siklus II. Kualifikasi yang menyebutkan siswa sangat mandiri mengalami kenaikan dari 4 siswa (16,67%) pada pra tindakan, menjadi 4 siswa (16,67%) pada siklus I, dan menjadi 5 siswa (20,83%) pada siklus II. Berdasarkan hasil angket tentang sikap siswa yang dilakukan pada pra tindakan, siklus I, dan siklus II (lihat lampiran), maka dapat diketahui sebagaimana dalam tabel berikut ini: Tabel 8. Perbandingan Hasil Angket Sikap Siswa Pada Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II Skor Kualifikasi Pra Tindakan Siklus I Siklus II Jml % Rata2 Jml % Rata2 Jml % Rata2 1 Tidak senang 4 16,67 0,17 3 12,50 0,13 0 0 0 2 Kurang senang 7 29,17 0,29 3 12,50 0,13 1 4,17 0,04 3 Senang 9 37,50 0,38 11 45,83 0,46 11 45,83 0,46 4 Sangat senang 4 16,67 0,17 7 29,17 0,29 12 50,00 0,50 Jumlah 24 100 24 100 24 100 Sikap siswa yang diperoleh dari angket menunjukkan bahwa kualifikasi yang menyatakan tidak senang mengalami penurunan dari 4 siswa (16,67%) pada pra tindakan menjadi 3 (12,50%) pada siklus I dan tidak ada (0,00%) pada siklus II. Kualifikasi yang menunjukkan kurang senang menunjukkan penurunan dari 7 siswa (29,17%) pada pra tindakan menjadi 3 siswa (12,50%) pada siklus I dan menjadi 1 siswa (4,17%) pada siklus II. Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 46 Kualifikasi yang menyatakan senang mengalami kenaikan dari 9 siswa (37,50%) pada pra tindakan menjadi 11 siswa (45,83%) pada siklus I, dan menjadi 11 siswa (45,83%) pada siklus II. Kualifikasi yang menyatakan sangat senang mengalami kenaikan dari 4 siswa (16,67%) pada pra tindakan menjadi 7 siswa (29,17%) pada siklus I, dan menjadi 12 siswa (50,00%) pada siklus II. 3. Hasil Evaluasi Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada pra tindakan, siklus I, dan siklus II (lihat lampiran), maka dapat diketahui sebagaimana dalam tabel berikut ini. Tabel 9. Perbandingan Hasil Evaluasi No Kegiatan Tuntas Belum Tuntas Jml % Jml % 1 Pra Tindakan 5 20,83 19 79,17 2 Siklus I 16 66,67 8 33,33 3 Siklus II 22 91,67 2 8,33 Hasil evaluasi menunjukkan terdapat kenaikkan yang tuntas belajar dari 5 siswa (20,83%) pada pra tindakan menjadi 16 siswa (66,67%) pada siklus I, dan menjadi 22 siswa (91,67%) pada siklus II. Sedangkan yang belum tuntas belajar mengalami penurunan dari 19 siswa (79,17%) pada pra tindakan menjadi 8 siswa (33,33%) pada siklus I, dan menjadi 2 siswa (8,33%) pada siklus II. Simpulan Dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV penelliti dapat memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut. a. Peningkatan motivasi siswa dalam pembelajaran diindikasikan dengan meningkatnya rata-rata motivasi belajar yakni jika pada siklus I rata-rata motivasi mencapai kategori cukup pada siklus II naik menjadi kategori tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan metode Buzz Group keefektifan pembelajaran meningkat dan siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar belajar. b. Peningkatan prestasi belajar siswa diindikasikan dengan tingkat ketuntasan yang selalu mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut diindikasikan (1) angka ketuntasan mengalami kenaikan yakni jika pra siklus sebesar 20,83% meningkat menjadi 66,67% pada siklus I dan pada siklus II meningkat menjadi 91,67%, (2) Angka ketidaktuntasan mengalami penurunan yakni jika pada pra siklus sebesar 19 siswa menurun menjadi 8 siswa pada siklus I dan menurun menjadi 2 siswa pada siklus II, (3) Rata-raka kelas mengalami kenaikan dari 67,50 pada pra siklus meningkat menjadi 75,42 pada siklus I dan meningkat menjadi 78,75 pada siklus II. Vol.1 No.1 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i1.23 47 DAFTAR RUJUKAN [1] Azis, Muhamad Saleh, dkk. 2015. Penerapan Metode Buzz Group Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Fisika Di SMP, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 4, No 6. [2] Dalyono, M. 2005. Pikologi pendidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya, Rineka Cipta. [3] Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media. [4] Dimyati dan Moedjiono. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Depdikbud Dirjen Dikti: Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan [5] Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru. [6] Muin Sibuea, dkk 2017. Pengaruh Metode Pembelajaran Diskusi Buzz Group Terhadap Hasil Belajar Dasar Listrik Dan Elektronika Siswa Kelas X TITL SMKN 2 Doloksanggul Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan: Vol. 19 No. 1 [7] Soekanto, Soedjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Grafindo Persada. [8] UPEJ Unnes Physics Education, 2016. Metode Diskusi Buzz Group Dengan Analisis Gambar Untuk Meningkatkan Minat Dan Hasil Belajar Siswa. Journal Vol 5 No 1