Microsoft Word - 01-Titin.docx Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.281 210 Received : 28-06-2022 Revised : 28-07-2022 Published : 15-08-2022 Kiat Mengatasi Krisis Pembelajaran dan Learning Obstacle Titin Sugiarti Guru SDN Kedungrejo, Indonesia titinrachman21@gmail.com Abstrak Di era pandemi yang melanda negeri ini selama kurang lebih dua setengah tahun, dunia pendidikan dihadapkan pada krisis pembelajaran dan learning obstacle. Krisis pembelajaran adalah kondisi dimana situasi tidak stabil dan dapat berbahaya karena membawa pengaruh negatif dalam pembelajaran. Dikatakan krisis pembelajaran karena di mana para siswa dituntut untuk belajar secara jarak jauh (PJJ) yang notabenenya harus menggunakan sarana digital teknologi baik secara sinkronus maupun asinkronus. Capaian target kurikulum tidak bisa hingga 100%, dikarenakan guru hanya memilih KD-KD yang esensial saja dengan penyederhanaan kompetensi dasar. Selain itu kesiapan guru sebagai pendidik dalam transformasi digital belum sepenuhnya siap menghadapi PJJ. Siswa tidak hanya diberi tugas-tugas saja, namun guru dalam masa PJJ harus mempu memanfaattkan teknologi sebagai sarana media pembelajarannya. Pada kenyataannya tidak semua guru mampu melaksanakan hal tersebut. Jaringan internet juga menjadi faktor terpenuhinya tujuan yang diharapkan. Jika tidak ada paket interner atau sinyal yang tidak bersahabat, maka pembelajaran tidak akan tersampaikan ke murid. Terjalinnya kedekatan hubungan antara pendidik dengan peserta didik secara interpersonal belum bisa diwujudkan karena terpisahkan oleh jarak. Kata Kunci: krisis pembelajaran; learning obstacle; metode Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.281 211 PENDAHULUAN Di era pandemi yang melanda negeri ini selama kurang lebih dua setengah tahun, dunia pendidikan dihadapkan pada krisis pembelajaran dan learning obstacle. Krisis pembelajaran adalah kondisi dimana situasi tidak stabil dan dapat berbahaya karena membawa pengaruh negatif dalam pembelajaran. Dikatakan krisis pembelajaran karena di mana para siswa dituntut untuk belajar secara jarak jauh (PJJ) yang notabenenya harus menggunakan sarana digital teknologi baik secara sinkronus maupun asinkronus. Capaian target kurikulum tidak bisa hingga 100%, dikarenakan guru hanya memilih KD-KD yang esensial saja dengan penyederhanaan kompetensi dasar. Selain itu kesiapan guru sebagai pendidik dalam transformasi digital belum sepenuhnya siap menghadapi PJJ. Siswa tidak hanya diberi tugas-tugas saja, namun guru dalam masa PJJ harus mempu memanfaattkan teknologi sebagai sarana media pembelajarannya. Pada kenyataannya tidak semua guru mampu melaksanakan hal tersebut. Jaringan internet juga menjadi faktor terpenuhinya tujuan yang diharapkan. Jika tidak ada paket interner atau sinyal yang tidak bersahabat, maka pembelajaran tidak akan tersampaikan ke murid. Terjalinnya kedekatan hubungan antara pendidik dengan peserta didik secara interpersonal belum bisa diwujudkan karena terpisahkan oleh jarak. Sektor sosial ekonomi juga berpengaruh besar dengan adanya pandemi Covid 19 ini, karena banyak wali murid yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan mata pencaharian lain yang terimbas terpaksa harus banting setir dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pangan dan perhatian tentang pendidikan tidak menjadi perhatian utama. Kemampuan wali murid untuk meenggunakan media digital pembelajaran juga tidak sepenuhnya dapat memanfaatkan karena ada yang gaptek (gagap teknologi). Belum lagi HP yang dipakai orang tua kerja, sehingga jika mengerjakan tugas online siswa harus menunggu orang tua pulang kerja. Pendampingan orang tua untuk putra putrinya selama belajar di rumah juga bermacam-macam karaktristiknya, ada yang sabar dan telaten, ada yang tidak mampu mendampingi putra-putrinya belajar di rumah, dan lain sebagainya. Selain dikatakan krisis pembelajaran, dunia pendidikan di Indonesia juga mengalami learning obstacle, yaitu adanya hambatan belajar yang dialami siswa pada saat proses pembelajaran. Berdasarkan riset internal dan eksternal Kemendikbudristek, mengungkap bahwa pandemi telah memicu learning loss atau kehilangan pembelajaran pada anak-anak. Menilik hal tersebut maka terjadi krisis pembelajaran dan learning obstacle merambah ke sektor-sektor lain dalam ranah dunia pendidikan. Sangat miris dengan fenomena yang ada saat ini. Disini perlu adanya sebuah gerakan untuk mengembalikan keadaan yang normal dan tidak ada krisis pembelajaran di sekolah tempat kita bernaung. Hadirnya sosok guru, lebih–lebih peran guru penggerak untuk mengembalikan kondisi yang stabil dan menyingkirkan hambatan – hambatan untuk memajukan pendidikan Indonesia. Diantara perubahan yang dapat dilakukan dalam mencegah krisis pembelajaran adalah dengan cara : 1. Mengembalikan anak ke sekolah dengan cara yang paling aman. Disini penerapan protokol kesehatan hendaknya benar-benar diterapkan untuk mencegah penyebaran Virus Corona sehingga murid dan guru merasa aman berada di sekolah. 2. Menghindari stres dengan menerapkan pembelajaran sosial emosional. Guru, wali murid, dan murid tidak perlu kwatir berlebihan yang akan menyebabkan stres dengan demikian maka imun tubuh akan menurun. Ada cara terbaik untuk belajar yaitu keluar dari zona aman. Bagaimanapun juga perlu berdamai dengan keadaan dan tetap harus melanjutkan pembelajaran dengan penyesuaian dan perbaikan diri. Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.281 212 3. Membagi kelas menjadi kelompok kecil. Ini hal yang baru, tapi saatnya para pengajar mencoba bereksperimentasi dengan cara baru karena ini adalah kesempatan untuk berinovasi.Tidak semua murid memiliki level kompetensi yang sama, unggul di satu bidang belum tentu unggul dibidang lain. Membagi kelompok belajar berdasarkan kompetensi yang sama. Misalnya satu kelompok fokus pada hal yang paling menyulitkan atau paling menarik bagi siswa. 4. Menerapkan Project Based Laerning Dengan membuat assesment bentuk project based learning maka siswa akan bertanggungjawab, terikat satu sama lain, menciptakan tantangan, berkolaborasi, bekerja sama dalam menyelesaikan project tersebut. Profil Pelajar Pancasila gotong royong terbentuk dalam lingkup pembelajaran. 5. Alokasi lebih banyak waktu bagi yang tertinggal Guru diharapkan juga bisa memberikan fokus yang lebih kepada murid tertinggal, sehingga mereka lebih percaya diri saat bergabung lagi di kelas, saat pandemi ini berakhir. Ini kesempatan emas para pengajar melibatkan orang tua untuk lebih memahami dan membantu pembelajaran yang terganggu. 6. Fokus pada hal yang terpenting Dari pada kejar tayang semua topik belajar, mungkin para guru bisa menguatkan konsep fundamental yang mendasari kemampuan murid, untuk bisa sukses di mata pelajaran apapun. Misalnya literasi, numerasi atau pendidikan karakter. Kemampuan pada konsep fundamental akan dapat dikembangkan siswa seiring perjalanannya menimba ilmu dimanapun ia berada. 7. Berkolaborasi antar guru Guru yang penasaran dengan metode belajar guru lainnya jangan ragu meminta pertolongan atau best practice dari orang lain. Misalnya bisa ikut kelas dan mulai observasi apa yang dilakukan, bagaimana menyampaikan bahan atau berdiskusi tentang metode dan strategi apa yang tepat digunakan dalam mengatasi krisis pembelajaran. 8. Meningkatkan dukungan keluarga Pendidikan untuk anak tidak hanya dipasrahkan sepenuhnya pada guru, namun dalam keluarga yang menanamkan pondasi pertama tentang nilai-nilai kebajikan dan ditunjang dengan pendidikan formal di sekolah, maka perlu adanya kerja sama yang baik antara guru dan orang tua untuk mendukung perkembangan pendidikan anak. 9. Melakukan coaching jika terjadi permasalahan. Kemampuan siswa satu dengan yang lain tentunya tidak sama, oleh karena itu menghadapi siswa yang mengalami permasalahan baik secara akademi dalam capaian pembelajaran maupun non akademik, maka guru perlu melakukan coaching pada siswa tersebut, yaitu dengan cara memberi pertanyaan – pertanyaan yang mengarah pada siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri. 10. Strategi Implementasi Kurikulum Efektivitas kurikulum dalam kondisi khusus semakin menguatkan pentingnya perubahan rancangan dan strategi implementasi kurikulum secara lebih komprehensif. Dalam hal ini peran institusi yaitu sekolah juga pemegang peranan untuk mengatasi krisis pembelajaran dan learning obstacle. Perlu untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Pertama, karena keunggulannya adalah lebih sederhana dan mendalam karena kurikulum ini akan fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Kemudian, tenaga pendidik dan peserta didik akan lebih merdeka karena peserta Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.281 213 didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. Sedangkan bagi guru, mereka akan mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan peserta didik. Lalu sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik. Keunggulan lain dari penerapan Kurikulum Merdeka ini adalah lebih relevan dan interaktif. Salah Satunya Tak Bedakan IPA dan IPS Di mana pembelajaran melalui kegiatan projek akan memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila. Satuan pendidikan dapat memilih tiga opsi dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2022/2023. Pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan. Kedua, menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan. Ketiga, menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar. Selain krisis pembelajaran, pada masa pandemi ini dunia pendidikan juga mengalami learning obstacle atau yang dikenal dengan hambatan belajar. Ada tiga jenis learning obstacle, yaitu : 1. Ontogenic obstacle yaitu hambatan karena keterbatasan dari diri siswa dalam suatu pengembangan diri atau berkaitan dengan kesiapan mental belajar siswa. Untuk mengatasi hambatan ini Guru melakukan penerapan pembelajaran berdifferensiasi yaitu penerapan pembelajaran berdasarkan kebutuhan siswa. Guru melakukan pemetaan kebutuhan siswa berdasarkan kesiapan belajar siswa, profil belajar siswa, dan gaya belajar siswa. Dalam hal ini guru bisa menerapkan strategi pembelajaran berbasis konten, produk, atau proses yang dilakukan berdasarkan kemampuan siswa. 2. Didactical obstacle yaitu hambatan yang muncul dari metode ataupun pendekatan yang digunakan seorang guru. Guru yang senantiasa bergerak untuk menciptakan inovasi pembelajaran dan melaksanakan variasi metode pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa maka akan dapat melakukan pendekatan interpersonal yang humanis, memberikan pembelajaran sesuai dengan kodrat alam dan jamannya, dan dapat menempatkan posisi kontrol sebagai manager yaitu guru berbuat sesuatu bersama murid , mempersilahkan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid menemukan solusi atas permasalahannya, menginginkan murid sebagai murid yang merdeka. 3. Epistemological obstacle yaitu keterbatasan pengetahuan yang dimiliki siswa pada konteks tertentu. Diagnostik kognitif dan non kognitif dilakukan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Dengan melakukan diagnostik, maka guru akan dapat memberikan layanan pembelajaran yang berpihak pada siswa. Guru akan mengetahui keterbatasan pengetahuan siswa dalam konteks tertentu, sehingga guru akan memberikan jembatan sebagai pengembangan konteks tersebut dalam mengurangi keterbatasan pengetahuan siswa. Dari keadaan yang nyata saat ini terjadi pada dunia pendidikan, maka peran guru penggerak untuk menggerakkan ekosistem pendidikan bersama dengan rekan guru lain mampu mengatasi krisis pembelajaran dan menyingkap hambatan belajar siswa. Dengan demikian teori Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.281 214 yang didapatkan selama Pendidikan Guru Penggerak diimplementasikan dalam aksi nyata dalam pembelajaran sehingga kwalitas proses pendidikan berorientasi pada murid dapat mendukung proses dan hasil belajar peserta didik. Prinsipnya adalah hasil belajar peserta didik tidak hanya diukur dengan nilai-nilai berupa angka, melainkan juga pada karakter dan sikap peserta didik yang tertuang dalam profil pelajar pancasila.