Microsoft Word - 05-Devi.docx Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 256 Received : 28-06-2022 Revised : 28-07-2022 Published : 15-08-2022 Peningkatan Aktivitas dan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris dengan Metode Telling Story untuk Siswa SMA Yohana Chrisya Diana Komala Devi SMA Negeri 1 Kayen, Pati, Indonesia sman1kayen@ymail.com Abstrak Dalam Buku Model Pembelajaran Bahasa Inggris di SMA dari Pusat Kurikulum disebutkan bahwa lulusan SMA harus menguasai dua jenis kompetensi, yaitu kompetensi produktif (vocational skill) dan kompetensi antar pribadi (interpersonal skill). Kecakapan interpersonal mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerja sama (collaboration skill). Jenis kompetensi ini ternyata memegang peranan yang sangat signifikan dalam persaingan merebut kesempatan kerja. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Inggris memainkan peran yang penting karena tidak dapat dipungkiri bahwa Bahasa Inggris merupakan bahasa pengantar yang digunakan secara luas di dunia kerja. Masih banyak keluhan dari berbagai pihak tentang rendahnya kemampuan lulusan SMA untuk berkomunikasi dalam Bahasa Inggris, terutama dalam komunikasi secara lisan. Salah satu alasan kegagalan pembelajaran ketrampilan berbicara Bahasa Inggris adalah karena lebih dari 50 % siswa tidak berani berbicara Bahasa Inggris di depan kelas karena takut salah, terutama karena mereka tidak yakin dengan apa yang harus disampaikan dan bagaimana harus mengatakannya. Hal ini menyebabkan rendahnya aktivitas dan kemampuan siswa dalam pembelajaran berbicara Bahasa Inggris. Dengan fenomena seperti itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang tepat dalam berbicara dengan Bahasa Inggris, sehingga siswa dapat lebih mudah dan cepat dalam menguasai ketrampilan berbicara tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dinilai sesuai adalah metode Telling Story. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas pembelajaran dengan metode Telling Story untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan siswa dalam berbicara Bahasa Inggris. Kata Kunci: bahasa inggris; story telling; siswa sma Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 257 PENDAHULUAN Dalam Buku Model Pembelajaran Bahasa Inggris di SMA dari Pusat Kurikulum disebutkan bahwa lulusan SMA harus menguasai dua jenis kompetensi, yaitu kompetensi produktif (vocational skill) dan kompetensi antar pribadi (interpersonal skill). Kecakapan interpersonal mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerja sama (collaboration skill). Jenis kompetensi ini ternyata memegang peranan yang sangat signifikan dalam persaingan merebut kesempatan kerja. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Inggris memainkan peran yang penting karena tidak dapat dipungkiri bahwa Bahasa Inggris merupakan bahasa pengantar yang digunakan secara luas di dunia kerja. Masih banyak keluhan dari berbagai pihak tentang rendahnya kemampuan lulusan SMA untuk berkomunikasi dalam Bahasa Inggris, terutama dalam komunikasi secara lisan. Salah satu alasan kegagalan pembelajaran ketrampilan berbicara Bahasa Inggris adalah karena lebih dari 50 % siswa tidak berani berbicara Bahasa Inggris di depan kelas karena takut salah, terutama karena mereka tidak yakin dengan apa yang harus disampaikan dan bagaimana harus mengatakannya. Hal ini menyebabkan rendahnya aktivitas dan kemampuan siswa dalam pembelajaran berbicara Bahasa Inggris. Berdasarkan wawancara dengan siswa, ditemukan masih kurangnya minat siswa mengikuti pembelajaran tentang berbicara, dijumpai pula anggapan dari siswa bahwa belajar berbicara itu sulit. Kenyataan rendahnya minat siswa perlu segera diatasi, karena akan menimbulkan dampak yang semakin kuatnya anggapan bahwa belajar berbicara sulit dan membosankan. Masih banyak siswa yang menganggap remeh dan menunjukkan sikap pasif saat pembelajaran berlangsung, misalnya siswa kurang berkonsentrasi dalam pembelajaran, mengobrol dengan teman, melamun, dan ada juga masih yang mengerjakan tugas mata pelajaran lain. Siswa belum memikirkan bagaimanakah meningkatkan kemampuan berbicara. Di sisi lain, guru ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas kurang memotivasi siswa. Situasi pembelajaran berbicara belum sepenuhnya mampu membangkitkan minat siswa untuk belajar berbicara dengan sungguh-sungguh. Sebagai tenaga pendidik, guru harus memberikan stimulus untuk merangsang bakat dan minat siswa agar siswa lebih termotivasi dan tertarik dalam megikuti pelajaran. Dalam mengajar guru masih menggunakan teknik tradisional. Ceramah masih mendominasi proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Siswa hanya berperan sebagai pendengar yang selalu menerima transfer ilmu secara teori dan hafalan tanpa diikutsertakan dengan aktif untuk berdiskusi membangun sendiri pengetahuannya, berdialog, dan bercurah pikir secara terbuka. Siswa hanya dibebani dengan target untuk mencapai prestasi belajar maksimal sehingga siswa merasa bosan dan jenuh. Untuk mengatasi permasalahan ini, guru diharapkan lebih kreatif dalam menentukan teknik dan media pembelajaran yang tepat. Apabila guru belum bisa menjadi model, guru harus mampu memilih teknik dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan dalam pembelajaran sehingga mengena pada tujuan yang diharapkan. Dengan fenomena seperti itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang tepat dalam berbicara dengan Bahasa Inggris, sehingga siswa dapat lebih mudah dan cepat dalam menguasai ketrampilan berbicara tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dinilai sesuai adalah metode Telling Story. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas pembelajaran dengan metode Telling Story untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan siswa dalam berbicara Bahasa Inggris. Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 258 METODE Subyek Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas XII SMA Negeri 1 Kayen yang terdiri dari 12 kelas paralel yang ada. Kelas XII MIPA 6 dipilih karena menunjukkan kecenderungan keaktifan dan aktivitas yang perlu segera mendapatkan penanganan. Selain itu, hasil belajar siswa juga rendah dengan rata-rata tuntas hanya tercapai < 50%. Waktu dan lama penelitian Penelitian ini dirancang berlangsung selama 3 bulan antara bulan Januari 2020 sampai dengan Maret 2020. Pada satu minggu bulan pertama akan digunakan untuk persiapan : mengurus perijinan, mempersiapkan pembelajaran membuat rencana pembelajaran, menyusun modul, membuat media pembelajaran berupa lembar kerja siswa, menyusun skenario telling story, menyusun instrumen pengamatan dan instrumen tes, menyusun alat evaluasi. Dalam hal ini sudah disusun 2 rancangan pembelajaran untuk 2 siklus. Pada pelaksanaannya nanti akan direvisi pada setiap siklus berjalan. Pada enam minggu berikutnya melaksanakan tindakan kelas dirancang 2 siklus. Disini rencana pembelajaran untuk siklus 2 dilakukan revisi berdasar hasil refleksi siklus sebelumnya. Pada minggu ke delapan dan sembilan menyusun hasil penelitian. Pada mulai minggu ke sepuluh digunakan untuk menyusun laporan kemajuan penelitian, melakukan penyempurnaan laporan, finalisasi penyusunan laporan dan penyampaian laporan. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini ada dua, yaitu aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa pada kemampuan berbicara mendeskripsikan gambar. 1. Variabel Aktivitas Variabel aktivitas merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif. 2. Variabel Hasil Belajar Variabel hasil belajar merupakan kemampuan berbicara siswa dengan mendeskripsikan gambar atau tema dengan lancar yang mencakup volume suara dan kelancaran dalam berbicara, isi topik yang sesuai, dan ketepatan yang meliputi pengucapan, intonasi, susunan dan pilihan kata yang tepat. Siswa dianggap berhasil dalam berbicara mendeskripsikan gambar jika telah mencapai nilai ketuntasan belajar klasikal sebesar 72 dari nilai keseluruhan. Rencana Tindakan Penelitian Tindakan Kelas ini direncanakan terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap : (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. Siklus ketiga tidak dilaksanakan karena indikator penelitian telah tercapai pada siklus 2 (Trip dalam Subyantoro 2007:24). Pengamatan pendahuluan atau observasi awal dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Observasi pendahuluan ini bertujuan agar mengetahui kondisi siswa sebenarnya saat di kelas. Sebaliknya dari pihak siswa, observasi awal ini bermanfaat agar dalam pelaksanaan penelitian nantinya siswa sudah tidak merasa asing lagi dengan peneliti sehingga pembelajaran pun akan bisa berjalan dengan lancar. Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 259 Rencana Tindakan permasalahann Berikut ini merupakan skema tentang rancangan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas pada kelas XII MIPA 6 SMA Negeri 1 Kayen. Gambar 1. Bagan Rancangan Pelaksanaan Tindakan Kelas Maksud dari masing-masing tindakan adalah sebagai berikut : 1. Tahap pertama pada penelitian tindakan kelas yaitu perencanaan, yakni rencana rinci mengenai tindakan yang akan dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah. 2. Tahap kedua yaitu tindakan, yaitu wujud nyata dari suatu rencana yang telah dibuat sebelumnya. Pelaksanaan atau tindakan yakni suatu langkah yang dilakukan peneliti sebagai upaya perbaikan. Saat pelaksanaan tindakan, guru harus benar-benar memahami karakter siswa. Kegiatan pelaksanaan tindakan ini merupakan tindakan pokok dalam siklus Penelitian Tindakan Kelas ini. 3. Tahap ketiga yaitu observasi atau pengamatan terhadap semua hal yang terjadi di dalam kelas. Pengamatan adalah proses pengambilan data dari pelaksanaan tindakan atau kegiatan pengamatan. Pengamatan dilakukan oleh guru dengan cara mencatat semua hal yang terjadi di dalam kelas. Pengamatan ini meliputi situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian materi, dan sebagainya. Observasi atau pegamatan ini dilakukan terhadap hasil dari tindakan yang telah dilaksakan siswa, kesulitan yang dialami siswa, dan tanggapan siswa yang didokumentasikan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan siklus berikutnya. 4. Tahap terakhir yaitu refleksi, yakni kegiatan mengulas apa yang telah dan atau tidak terjadi, apa yang telah dihasilkan atau belum berhasil dituntaskan dari tindakan yang telah dilaksanakan. Refleksi dilakukan setelah proses pembelajaran berlangsung dengan cara berkolaborasi. Siswa dan guru berdiskusi mengenai berbagai masalah yang dialami di dalam kelas. Hasil refleksi kemudian dijadikan acuan untuk langkah perbaikan dan tindakan selanjutnya. Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 260 Prosedur Tindakan Siklus I a. Perencanaan yaitu merencanakan waktu penelitian, penyusunan kisi-kisi dan butir soal, menyiapkan media pembelajaran yang diperlukan, yaitu mempersiapkan gambar-gambar atau tema yang akan dipergunakan sebagai alat bantu pembelajaran, rencana pembelajaran dan lembar observasi. b. Pelaksanaan tindakan yaitu melaksanakan penelitian tindakan sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan. 1) Pertemuan I ( 2 jam Pelajaran) Pada tahap ini, peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Mengkoordinasikan ruang belajar bagi siswa dan kolaborator. b) Preparation: mengajak siswa untuk secara klasikal menjelaskan sebuah gambar dengan kalimat-kalimat pendek. Peneliti memancing pendapat siswa dengan pertanyaan-pertanyaan baik yang berbentuk Yes/No Questions maupun WH-Questions. c) Presentation: membahas kata-kata yang dapat dipergunakan untuk mendeskripsikan benda (adjectives used for decribing things) dan pola- pola kalimat yang bisa dipakai untuk menjelaskan suatu benda (Expletive IT and THERE: Adjectives Order, Prepositions of Locations dan Passive Construction: What it is made of). d) Practice: membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang, meminta siswa untuk berdiskusi dalam kelompoknya untuk menjelaskan dengan menggunakan kata dan pola kalimat yang sudah dipelajari. Pada akhir diskusi diharapkan setiap siswa sudah mampu merangkai kalimat- kalimat tersebut untuk dipresentasikan selama satu menit di dalam kelompoknya. 2) Pertemuan II ( 2 Jam Pelajaran) Pada tahap ini, peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Mengkoordinasikan ruang belajar bagi siswa dan kolaborator. b) Preparation: mengajak siswa untuk secara klasikal menjelaskan sebuah gambar atau vidio dengan kalimat-kalimat pendek. Peneliti memancing pendapat siswa dengan pertanyaan-pertanyaan baik yang berbentuk Yes/No Questions maupun WH-Questions. e) Presentation: membahas kata-kata yang dapat dipergunakan untuk mendeskripsikan benda (adjectives used for decribing things) dan pola- pola kalimat yang bisa dipakai untuk menjelaskan suatu benda (Expletive IT and THERE: Adjectives Order, Prepositions of Locations dan Passive Construction: What it is made of). f) Practice: meminta siswa untuk berdiskusi dalam kelompoknya masing- masing untuk menjelaskan dengan menggunakan kata dan pola kalimat yang sudah dipelajari. Pada akhir diskusi diharapkan setiap siswa sudah mampu merangkai kalimat-kalimat tersebut untuk dipresentasikan selama satu menit di dalam kelompoknya. Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 261 3) Pertemuan III (2 Jam Pelajaran) Pada tahap ini, peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Mengkoordinasikan ruang belajar bagi siswa dan kolaborator. b) Menyiapkan beberapa tema untuk penilaian c) Practice: meminta siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk merangkai kalimat-kalimat sesuai tema pilihannya d) Production: tahap ini merupakan tahap penilaian. Pada proses penelitian ini, siswa memilih satu tema dari beberapa tema yang tersedia, kemudian mendeskripsikannya dalam waktu satu menit. c. Observasi yaitu mengawasi jalannya proses belajar mengajar dan memberikan tes sesuai dengan rencana pembelajaran. Pada saat siswa sedang mengadakan proses bekerja dalam kelompok, guru mengamati jalannya proses pembelajaran. Pada saat mengadakan proses pembelajaran, peneliti juga melakukan observasi tentang sikap siswa terhadap teknik pembelajaran yang digunakan dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada saat siswa sedang menyampaikan deskripsinya, peneliti mengamati dan menilai isi, kelancaran, maupun ketepatan ucapan dan pola kalimat yang dipergunakan dalam presentasi, serta lamanya waktu dalam menyampaikan presentasi. d. Refleksi yaitu menganalisis dan mendiskusikan hasil penelitian bersama observer untuk menentukan rencana tindakan pada siklus berikutnya. Diharapkan pada siklus ini semua siswa mencapai peningkatan dalam kemampuan berbicara dan peningkatan dalam mengikuti pembelajaran. Setelah pelaksanaan tindakan selesai, selanjutnya peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui hasil pelaksanaan tindakan. Refleksi dilakukan dengan menganalisis hasil tes dan nontes pada siklus I. Analisis hasil tes dilakukan dengan menganalisis ketrampilan berbicara siswa. Analisis hasil nontes dilakukan dengan meganalisis hasil observasi dan dokumentasi foto. Hasil refleksi tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki rencana pembelajaran siklus II dan untuk memecahkan masalah-masalah yang terdapat pada siklus I. Sedangkan kelebihan yang terdapat pada siklus I dipertahankan dan ditingkatkan pada siklus II. Prosedur Tindakan Siklus II a. Revisi Perencanaan Tahap perencanaan pada siklus II dilaksanakan dengan mempersiapkan hal-hal yang akan dilakukan dengan memperbaiki hasil refleksi pada siklus I. Perencanaan pada siklus II adalah membuat perbaikan dan penyempurnaan rencana pembelajaran berbicara melalui teknik telling story pada siklus I. Perbaikan rencana pembelajaran ini adalah pada tindakan yang akan dilakukan. Pada pelaksanaan siklus II guru akan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada hasil kerja siswa sebelumnya dengan harapan siswa akan memperbaiki pekerjaannya pada siklus II. Guru kembali menjelaskan materi pada pertemuan sebelumnya. Guru kemudian menyiapkan instrumen tes dan nontes untuk siklus II. Guru lalu menyiapkan lembar observasidan dokumentasi foto serta menyiapkan perangkat tes dan kriteria penilaiannya. Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 262 b. Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus II terdiri dari 2 kali pertemuan dan satu kali pengambilan penilaian. 1) Pertemuan I (2 Jam Pelajaran) Kegiatan pembelajaran pada siklus II ini juga penguatan tindakan berdasarkan hasil refleksi siklus I. Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. a) Ruang belajar ditata kembali agar lebih kondusif dan nyaman bagi siswa dan kolaborator dibandingkan pada siklus I b) Siswa bekerja sesuai dalam kelompoknya. c) Guru kemudian memberikan umpan balik mengenai hasil yang diperoleh siswa pada siklus I. Siswa yang belum memahami penjelasan guru diberi kesempatan untuk bertanya. Pertanyaan dari siswa juga dibahas bersama dengan siswa lain. Tujuannya untuk memancing pemahaman siswa mengenai materi Describing Things yang telah diajarkan. 2) Pertemuan II (2 Jam Pelajaran) Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. a) Ruang belajar ditata kembali agar lebih kondusif dan nyaman bagi siswa dan kolaborator b) Siswa bekerja sesuai dalam kelompoknya. c) Siswa kembali mendeskripsikan gambar atau tema dengan metode telling story. Secara individu siswa diminta untuk mencari kata-kata sulit yang kembali ditemukannya. d) Berikutnya, siswa mendeskripsikan gambar / tema / vidio yang diberikan guru lewat tampilan LCD secara individu. Siswa diberi waktu untuk berdiskusi selama 30 menit. Pada siklus II ini pun guru tetap mengawasi dan memberikan bimbingan pada siswa saat mengerjakan pekerjaannya. Kegiatan dilanjutkan dengan meminta siswa mempresentasikan pekerjaannya. e) Kegiatan mendeskripsikan gambar / tema ini diakhiri dengan merefleksi hasil pembelajaran hari itu. f) Siswa bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan. g) Guru memberikan dorongan dan motivasi pada siswa untuk terus belajar berbicara mendeskripsikan gambar. 3) Pertemuan III (2 Jam Pelajaran) Pada tahap ini, peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Mengkoordinasikan ruang belajar bagi siswa dan kolaborator. b) Menyiapkan beberapa tema untuk penilaian c) Production: tahap ini merupakan tahap penilaian. Pada proses penelitian ini, siswa memilih satu tema dari beberapa tema yang tersedia, kemudian mendeskripsikannya dalam waktu satu menit. d) Guru menilai untuk mengetahui peningkatan ketrampilan siswa dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan. Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 263 c. Observasi Observasi pada siklus II masih sama dengan siklus I yaitu dilakukan melalui data tes dan nontes. Pengamatan melalui data tes dan nontes dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil tes dan perilaku siswa. Pengamatan dilakukan dengan adanya bantuan dari guru mata pelajaran bahasa Inggris kelas XI. Pada siklus II ini, peneliti dapat melihat ada atau tidaknya peningkatan hasil tes dan perilaku siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang meliputi keaktifan dan keseriusan siswa. d. Refleksi Refleksi pada siklus II dilakukan dengan menganalisis hasil tes dan nontes siklus II untuk mengetahui keefektifan teknik telling story. Refleksi ini juga digunakan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan perbaikan tindakan yang telah dilakukan, serta untuk mengetahui perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti pembelajaran. Refleksi dilakukan dengan menganalisis hasil tes ketrampilan berbicara mendeskripsikan benda. Analisis hasil nontes dilakukan dengan menganalisis hasil observasi. Tim Kolaborasi Tim kolaborasi terdiri dari dua orang guru atau pendidik disekolah tempat penelitian. Anggota tim kolaborasi disebut kolaborator atau observer. Kedua observer bertugas membantu peneliti memberikan penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran dan mengobservasi aktifitas belajar, penilaian, analisis data, evaluasi serta merefleksi. Data dan Cara Pengumpulannya Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini berupa instrumen tes dan instrumen nontes. Instrumen tes digunakan untuk mengungkap data mengenai kemampuan berbicara siswa. Instrumen nontes yang terdiri dari lembar observasi digunakan untuk mengungkap ada tidaknya perubahan tingkah laku siswa. Instrumen Tes Bentuk instrumen tes yang digunakan adalah yaitu berbicara mendeskripsikan gambar dengan batasan waktu satu menit. Tes ini digunakan untuk mengungkap dan mengetahui data kemampuan siswa dalam berbicara. Bentuk tes ini berupa perfomance test. Aspek penilaian dalam kemampuan berbicara adalah (1) fluency yaitu kelancaran bicara, intonasi dan dan ungkapan respon, (2) pronunciation yaitu pilihan kata, pengucapan dan penekanan kata (3) enunciation yaitu kejelasan kata dan ekspresi wajah (4) performance yaitu penapilan dan tampilan dialog, intonasi dan susunan kata. Untuk dapat mengungkap data hasil pembelajaran diperlukan adanya penilaian terlebih dahulu. Penilaian atau penskoran hasil mendeskripsikan gambar didasarkan pada pedoman di bawah ini. Tabel 1. Skor Penilaian Ketrampilan Berbicara No. Aspek Penilaian Rentang Skor Skor Maksimal Nilai Maksimal 1 2 3 4 1 2 3 4 fluency pronunciation enunciation performance 12 12 8 8 30 30 20 20 Jumlah 40 100 Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 264 Instrumen Nontes Instrumen nontes digunakan untuk mengetahui perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa, sikap siswa selama pembelajaran, dan juga tanggapan siswa tentang pembelajaran yang telah dilakukan. Bentuk instrumen nontes dalam penelitian ini meliputi pedoman observasi. Teknik Pegumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan tes dan nontes. Teknik tes merupakan cara mengumpulkan data untuk mengetahui kemampuan siswa berbicara melalui tes lisan (perfomance test). Adapun teknik nontes merupakan cara untuk mengetahui respon siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara teknik telling story. Untuk mengumpulkan data dari teknik nontes dilakukan dengan cara observasi. 1. Teknik Tes Teknik tes dilaksanakan setelah siswa mendapatkan pembelajaran dengan teknik telling story dan waktu pelaksanaannya dilakukan di tiap akhir siklus. Tes berbicara ini digunakan perfomance test dan dilakukan sebanyak dua kali, yakni pada akhir siklus I dan siklus II. Jika siklus I hasilnya masih kurang dari target yang ditetapkan, diadakan tindakan perbaikan pada siklus II. Siswa ditugasi secara individu, yaitu setiap siswa mendeskripsikan gambar / tema tertentu. Setelah siswa selesai mendeskripsikan gambar / tema , kemudian dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi dan kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran. Target keberhasilan siswa ditetapkan jika dapat mencapai nilai rata-rata kelas sebesar 72 dan batas ketuntasan yang harus dicapai adalah 72. Langkah-langkah dalam pengambilan data melalui teknik tes adalah: a. Menyiapkan bahan tes berupa gambar-gambar / tema b. Siswa ditugasi untuk mendeskripsikan gambar /tema c. Siswa presentasi di depan kelas. d. Guru meneliti dan mengolah data hasil penelitian. e. Guru mengukur kemampuan berbicara mendeskripsikan gambar / tema siswa berdasarkan hasil tes siklus I dan siklus II. 2. Teknik Nontes Teknik nontes yang digunakan adalah observasi. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa setelah selesainya pelaksanaan pembelajaran berbicara melalui teknik telling story 3. Observasi Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara bekerja sama dengan teman peneliti yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan pada semua siswa dengan mengamati tingkah laku yang muncul.observasi digunakan untuk mengungkap data-data mengenai sikap dan keaktifan siswa selama berlangsungnya pembelajaran dengan teknik telling story. Tahap observasi dalam penelitian ini adalah: 1) mempersiapkan lembar observasi yang berisi sasaran yang diamati, yakni mengenai keaktifan siswa dalam mendengarkan penjelasan guru, keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, serta keaktifan siswa dalam berbicara; 2) melaksanakan observasi selama kegiatan berlangsung yaitu mulai dari penjelasan guru, kegiatan belajar mengajar, sampai pada saat siswa mendeskripsikan Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 265 gambar; 3) mencatat hasil observasi dengan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Indikator Kinerja Model pembelajaran berbicara melalui teknik telling story dikatakan sesuai dan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara mendeskripsikan gambar / tema apabila 75% siswa memiliki keaktifan dalam proses pembelajaran dan mendapatkan nilai hasil tes ³ 72. Untuk keaktifan siswa indikator kinerjanya adalah keaktifan siswa masuk kategori Baik. HASIL Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus karena pada siklus 2 indikator penelitian telah tercapai. Siklus 1 dan siklus 2 terdiri dari 6 kali pertemuan yaitu 3 kali pertemuan untuk pada siklus I dan 3 kali pertemuan pada siklus II. Dalam penelitian ini yang dipandang tepat untuk diterapkan dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara untuk mengungkapkan ekspresi gratitude dan compliment bagi siswa adalah menggunakan telling story. Prosedur penelitian yang ditempuh meliputi (1) penyusunan rencana tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan dan (4) refleksi. Hasil Penelitian Pra Siklus Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru dan siswa, siswa kurang menunjukkan minat didalam pembelajaran speaking dan mereka kurang maksimal didalam menunjukkan kemampuan berbicara karena kurang termotivasi dengan gaya mengajar guru yang menggunakan model pembelajaran yang kurang menarik sehingga siswa mengalami kesulitan untuk mengungkapkan ekspresi/ungkapan dalam speaking. Observasi dan wawancara yang dilakukan sebelum siklus menunjukkan siswa kurang maksimal didalam mengungkapkan kemampuan berbicara karena guru juga jarang menggunakan bahasa Inggris di kelas atau dengan kata lain guru tidak bisa berfungsi sebagai model sehingga mereka mengalami kesulitan didalam menentukan dan menggunakan ungkapan dan ekspresi secara benar. Mereka seolah- olah melihat sesuatu yang masih abstrak, menghadapi sesuatu yang maya, blank in their mind untuk mewujudkan pengungkapan ekspresi/ungkapan tertentu. Data hasil observasi dan wawancara sebelum siklus yang berhasil diperoleh dari 33 siswa kelas XII MIPA 6 sebagian besar menunjukkan bahwa mereka kurang berminat bahkan bosan dengan model pembelajaran yang dipakai oleh guru sehingga hasil ulangan harian mereka kurang maksimal sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan yaitu 72. Dengan demikian pembelajaran kemampuan berbicara untuk kompetensi dasar speaking ini angka rata-rata tes mereka jauh dari rata-rata yang diharapkan secara klasikal. Dengan kata lain, kemampuan berbicara siswa masih sangat rendah. Rendahnya kemampuan berbicara untuk mengungkapkan ekspresi/ungkapan ini, tentu saja berdampak negatif utamanya pada tingkat pencapaian literasi tertentu. Untuk membantu siswa sangat perlu penerapan suatu aksi pembelajaran yang sesuai guna memperbaiki proses pembelajaran untuk mencapai hasil berupa kompetensi yang diharapkan. Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 266 Hasil Penelitian Siklus I 1. Persiapan Tindakan/Perencanaan Kurang optimalnya pembelajaran sebelum siklus, memunculkan gagasan guru untuk membangun ide/gagasan pembelajaran speaking untuk meningkatkan kemampuan berbicara yang meliputi; fluency (kelancaran berbicara), pronounciation (pengucapan), enunciation (kejelasan pelafalan), and performance (penampilan) dengan bantuan media. Perencanaan (planning) yang merupakan langkah pertama dari siklus I, sudah dilakukan sebelumnya yakni, pembagian tugas untuk mencari contoh-contoh ekspresi/ungkapan untuk mengungkapkan thankfulness/gratitude dari internet atau dari buku. Dalam pelaksanaannya, persiapan lebih lanjut inklusif dengan langkah pembelajaran awal. Silabus disiapkan sebagai pedoman penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Lembar pengamatan siswa dibuat untuk mengetahui sikap siswa yang menunjukkan interaksi siswa dalam mempersiapkan proses pembelajaran yang inovatif yaitu menggunakan teknik telling story. Untuk membantu dalam mengamati keaktifan siswa, guru meminta teman sejawat yang juga guru bahasa Inggris yang memahami permasalahan yang sama dalam pembelajaran speaking untuk menjadi observer. Soal untuk speaking berupa membuat dialogue dengan menggunakan ungkapan thankfulness/gratitude dipakai untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari di dalam kelas. Evaluasi ataupun latihan pada Siklus I digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari dengan menggunakan model pembelajaran telling story. 2. Implementasi Tindakan Pelaksanaan pembelajaran speaking di Siklus I dilaksanakan sesuai dengan skenario yang ada pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat. Pada kegiatan ini guru mengenalkan macam-macam ekspresi/ungkapan yang mengungkapkan thankfulness/gratitude, memberikan contoh pengucapan dan kejelasan pelafalan dalam dialog/percakapan yang menggunakan ekspresi tersebut dan membahasnya sesuai dengan tujuan komunikatif speaking. Kerja kolaborasi dilaksanakan pada kegiatan ini. Pada langkah ini siswa menyaksikan video/gambar/tema yang disajikan melalui projektor LCD. Setiap kesulitan yang berhubungan dengan makna ekspresi maupun cara pengucapannya dibahas bersama dalam satu kelompok. Unjuk kerja individual bisa tidak sama dalam pengungkapan ekspresi karena setiap siswa memiliki berbagai bentuk improvisasi, variasi dan imajinasi yang berbeda. Keberadaan konstruksi ini dapat menjadi stimulan pembelajaran, alat bantu dan penuntun bagi siswa untuk mengekspresikan ungkapan thankfulness/gratitude dalam percakapan atau dialog untuk mengungkapkan pendapat, ide, gagasan, dan perasaannya dalam kegiatan unjuk kerja siswa secara tertulis maupun lisan. Selesai memberikan tindakan siswa diberi evaluasi dengan cara berpasangan membuat dialog yang menggunakan ungkapan thankfulness/gratitude sesuai yang ada pada materi pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini : Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 267 Gambar 2. Kegiatan Pembelajaran 3. Observasi dan Evaluasi Evaluasi adalah berupa unjuk kerja kelompok/pairing, yakni mengekspresikan kemampuan berbicara dalam bentuk telling story atau bermain peran dengan tema dan situasi yang ditentukan oleh guru. Adapun soal evaluasi yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman atau hasil belajar siswa terdapat pada lampiran. Pada tahap ini guru juga melakukan pengamatan menggunakan lembar observasi yang berisi indikator-indikator proses tindakan. Kegiatan observasi dilaksanakan oleh observer, yakni guru bahasa Inggris yang membantu peneliti selama proses pembelajaran berlangsung. Observer tersebut mencatat perilaku, sikap dan respon siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hasil observasi dan evaluasi siklus I dicatat dalam lembar observasi yang telah dipersiapkan. Hasil evaluasi dan observasi siklus I yang diperoleh ada pada lampiran. Adapun dari hasil penilaian evaluasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Data Hasil Penilaian Kemampuan Berbicara pada Siklus I No. Nilai Jml siswa Persentase (%) 1. 87,5 – 100 = sangat baik 1 3,03 2. 77,5 – 85 = baik 9 27,27 3. 68,5 – 75 = cukup baik 18 54,54 4. 55 – 65 = kurang baik 5 15,15 5. ....< 52,5 = sangat kurang - - Jumlah 33 100% Rata-rata 73,86 Berdasarkan tabel 2. terjadi peningkatan kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa kelas XII MIPA 6 setelah menggunakan telling story meskipun belum optimal. Dari 33 sebanyak 1 orang siswa atau sebanyak 3,03% dapat melakukan aktivitas pembelajaran dengan sangat baik, Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 268 yakni mewujudkan kemampuan berbicara bahasa inggris dan ada 9 siswa pada kelompok nilai 77,5–85 atau sebanyak 27,27% yang bisa menunjukkan kemampuannya dengan baik. Namun masih ada 18 siswa atau 54,54% berada pada kelompok nilai cukup baik yakni 68,5–75, bahkan masih ada 5 siswa atau 15,15% yang berada pada kelompok nilai kurang baik yaitu 55-65. Maka dari tabel 2 dapat dilihat bahwa masih ada 23 siswa yang belum mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 72, karena 18 siswa masuk pada kelompok cukup baik dan 5 siswa kurang baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik yang menunjukkan jumlah siswa dan persentasenya dibawah ini: Gambar 3. Diagram Batang Hasil Kemampuan Berbicara di Siklus I Rata-rata secara klasikal belum terjadi peningkatan yang maksimal dibandingkan sebelum siklus (pra siklus). Untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik dalam proses pembelajaran diperlukan tindakan lagi agar hasilnya bisa lebih optimal. 4. Analisis dan Refleksi Setelah mengetahui hasil tes yang merupakan hasil penerapan aksi pada siklus I, tahap analisis dan refleksi dilakukan untuk melihat motivasi, keaktifan siswa, lingkungan belajar, minat, dan guru sendiri. Dari hasil observasi siswa di siklus I diperoleh data pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Deskripsi Keaktifan Siswa Siklus I Interval Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%) 23 - 28 Aktif sekali 4 12,12 17 - 22 Aktif 19 57.58 11 - 16 Kurang aktif 9 27,27 ... < 10 Tidak aktif 1 03,03 Jumlah 33 100 0 10 20 30 40 50 60 87,5 – 100 = sangat baik 77,5 – 85 = baik 68,5 – 75 = cukup baik 55 – 65 = kurang baik 1 9 18 53,03% 27,27% 54,54% 15,15% Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 269 Keaktifan siswa dapat dilihat pada tabel 3 yang menunjukkan bahwa ada 4 (12,12%) orang siswa yang sangat aktif sekali mengikuti proses pembelajaran mulai dari mendengarkan penjelasan guru sampai mempresentasikan telling story. Dari 33 siswa terdapat 19 (57,58%) orang yang menunjukkan keaftifannya selama proses pembelajaran dari awal hingga akhir namun masih ada 9 (27,27%) siswa yang kurang aktif terutama dalam bertanya karena mereka lebih suka diam dan menunggu temannya bertanya bahkan masih ada 1 (3,03%) orang siswa yang tidak aktif sama sekali. Meskipun secara klasikal keaktifan siswa sudah menunjukkan peningkatan minat mengikuti proses pembelajaran speaking dibandingkan minat siswa sebelum tindakan siklus I. Keaktifan dan minat siswa dalam proses pembelajaran yang dan mempresentasikannya dalam telling story dapat diperjelas dalam grafik berikut ini. Gambar 4. Deskripsi Keaktifan Siswa Siklus I Dari hasil observasi di siklus I diperoleh rata – rata keaktifan siswa sebesar 19,45 atau senilai 69,48. Melihat adanya peningkatan keaktifan dan minat siswa dibandingkan pra siklus maka penelitian dilanjutkan pada siklus II untuk mencapai hasil yang lebih optimal. Hasil Penelitian Siklus II Perolehan hasil penilaian kemampuan mengungkapkan ekspresi thankfulness/gratitude siswa kelas XII MIPA 6 SMA Negeri 1 Kayen setelah menggunakan telling story pada siklus I belum mencapai peningkatan kemampuan berbicara yang signifikan, maka penerapan tindakan dengan perbaikan, tambahan modifikasi dan pengembangan metode pembelajaran perlu dilakukan pada siklus II. Hambatan yang terdapat pada siklus I diperbaiki, kesulitan-kesulitan pengungkapan pada siklus 1 dibahas lebih intensif dalam bentuk bimbingan. 1. Persiapan Tindakan/Perencanaan Langkah-langkah siklus II masih serupa dengan siklus I, namun makna ekspresi/ungkapan dibahas lebih dalam, lebih-lebih pada penggunaan bahasa figuratif. Pembahasan materi diperdalam supaya siswa benar benar memahami makna ekspresi dan penggunaan ekspresi tersebut, hal ini sangat bermanfaat di dalam mengembangkan imajinasi ketika mereka membangun dialog/percakapan yang lebih akurat dan variatif. Disamping itu, kegiatan pada tahap ini, dipertajam dengan mewujudkan daftar pilihan kata atau diksi dalam utterance yang cukup serta meningkatkan kualitas dan kuantitas pemakaian gaya bahasa sebagai unsur Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 270 pembangun dialog/percakapan supaya lebih menarik ketika mereka melakukan performance. Siswa diberi kebebasan dalam menyampaikan pertanyaan untuk menggali ide/gagasan untuk menentukan situasi percakapan yang dikehendaki. 2. Implementasi Tindakan Pelaksanaan pembelajaran speaking di Siklus II dilaksanakan sesuai dengan skenario yang ada pada rencana pembelajaran yang telah dibuat. Pada kegiatan ini guru kembali mengenalkan macam-macam ekspresi/ungkapan yang mengungkapkan compliment, memberikan contoh pengucapan dan kejelasan pelafalan dalam dialog/percakapan yang menggunakan ekspresi tersebut dan membahasnya sesuai dengan tujuan komunikatif speaking. Kerja kolaborasi dilaksanakan pada kegiatan ini. Pada langkah awal siswa kembali menyaksikan video yang disajikan melalui projektor LCD. Setiap kesulitan yang berhubungan dengan makna ekspresi maupun cara pengucapannya dibahas bersama dalam satu kelompok. Unjuk kerja individual bisa tidak sama dalam pengungkapan ekspresi karena setiap siswa memiliki berbagai bentuk improvisasi, variasi dan imajinasi yang berbeda. Keberadaan konstruksi ini dapat menjadi stimulan pembelajaran, alat bantu dan penuntun bagi siswa untuk mengekspresikan ungkapan compliment dalam percakapan atau dialog untuk mengungkapkan pendapat, ide, gagasan, dan perasaannya dalam kegiatan unjuk kerja siswa secara tertulis. Selesai memberikan tindakan siswa diberi evaluasi dengan cara berpasangan membuat dialog yang menggunakan ungkapan compliment sesuai yang ada pada materi pembelajaran. Hasil penelitian untuk meningkatkan kemampuan berbicara mengungkapkan compliment setelah menggunakan telling story diperoleh data siklus II seperti pada tabel 4 berikut : Tabel 4. Data Hasil Penilaian Kemampuan Berbicara pada Siklus II No. Nilai Jml siswa Persentase (%) 1. 87,5 – 100 = sangat baik 8 24,24 2. 77,5 – 85 = baik 21 63,64 3. 68,5 – 75 = cukup baik 4 12,12 4. 55 – 65 = kurang baik - - 5. ....< 52,5 = sangat kurang - - Jumlah 33 100% Rata-rata 83,79 Hasil tes kemampuan berbicara siswa kelas XII MIPA 6 tabel 4, menunjukan bahwa dari 33 siswa, sebanyak 8 siswa atau (24,24%) dapat melakukan aktifitas pembelajaran dengan sangat baik, yakni mewujudkan kemampuan berbicara dengan nilai yang sangat memuaskan. Selanjutnya ada 21 siswa atau sebesar 63,64% memperoleh nilai baik yaitu pada kelompok nilai 77,5–85 tetapi 4 siswa sebanyak 12,12% memperoleh nilai cukup baik yaitu pada kelompok nilai 68,5–75. Dari jumlah 4 siswa tersebut semua siswa belum mencapai batas KKM yang telah ditetapkan yaitu 72. Walaupun belum berhasil mencapai KKM mereka sudah berada diambang ketuntasan. Rata-rata kelas 83,79 yang berarti proses pembelajaran tercapai. Hal ini bisa diperjelas dengan melihat grafik berikut : Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 271 Gambar 5. Diagram Batang Hasil Kemampuan Berbicara di Siklus II 3. Observasi dan Evaluasi Hasil penelitihan tindakan kelas diperoleh dari penerapan tindakan pada siklus II, berupa hasil tes dan non tes. Hasil observasi dan wawancara dilakukan dengan cara melakukan dialog, percakapan dan tanya jawab dengan siswa dan guru untuk mengetahui kondisi awal kemampuan berbicara untuk mengungkapkan ekspresi guna membangun sebuah dialog. Observasi di kelas dan wawancara dengan guru dan siswa di siklus I dilakukan untuk mengetahui sebelum penerapan aksi pembelajaran pada siklus II. Data hasil observasi dan wawancara ini digunakan sebagai bahan deskripsi atau gambaran peneliti terkait dengan kemampuan berbicara mengungkapkan ekspresi gratitude dan compliment. Evaluasi dilakukan dengan cara pairing/berpasangan dimana siswa membuat dialog/percakapan sesuai topik yang mereka tentukan sendiri. Dengan cara itu siswa diharapkan lebih kreatif dan inovatif didalam mengembangkan dialog mereka agar lebih variatif sehingga ketika mereka performance diperoleh hasil yang lebih maksimal. Hasil pengamatan dan proses pembelajaran harus berjalan dengan baik karena semua data yang diperoleh selama proses itu sangat dibutuhkan dalam penelitian tindakan kelas. Gambar 6. Kegiatan pembelajaran 0 10 20 30 40 50 60 70 87,5 – 100 = sangat baik 77,5 – 85 = baik 68,5 – 75 = cukup baik 8 21 4 24,24% 63,64% 12,12% Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 272 Lembar observasi diberikan kepada observer untuk mengamati jalannya pembelajaran sehingga dapat diperoleh data yang lebih baik dan lebih akurat dibandingkan dengan pada siklus sebelumnya. Pada tahap ini diperoleh data sebagai berikut : Tabel 5. Deskripsi Keaktifan Siswa di Siklus II Interval Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%) 23 - 28 Aktif sekali 23 69,70 17 - 22 Aktif 10 30,30 11 - 16 Kurang aktif - - ... < 10 Tidak aktif - - Jumlah 33 100 Berdasarkan tabel 5 diperoleh deskripsi keaktifan siswa pada siklus II dimana ada kenaikan yang sangat signifikan dalam proses pembelajaran karena ada 23 siswa (69,70%) siswa yang sangat aktif sekali dan ada 10 siswa atau 30,30% yang aktif. Deskripsi in dapat diperjelas dalam grafik berikut ini : Gambar 7. Diagram batang hasil pengamatan keaktifan siswa di siklus II 4. Analisis dan Refleksi Berdasarkan hasil unjuk kerja berupa hasil tes kemampuan mengungkapkan ekspresi compliment siswa kelas XII MIPA 6 menggunakan telling story dan setelah penerapan tindakan pada siklus II, dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran kemampuan mengungkapkan ekspresi compliment menggunakan telling story terjadi peningkatan yang signifikan. Dengan demikian, penggunaan telling story dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam mengungkapkan ekspresi compliment. 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 23 69,7% 10 30,3% 23 - 28 Aktif sekali 17 - 22 Aktif Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 273 5. Rekap Hasil Belajar dan Perkembangan Antar Siklus Penelitian tindakan kelas telah dilaksanakan dengan dua siklus. Perbandingan hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Tabel 6. Perbandingan Jumlah Siswa dengan Hasil Belajar di Pra Siklus, Siklus I dan II URAIAN Jml Siswa Pra Siklus Jml Siswa Siklus I Jml Siswa Siklus II 87,5 - 100 = sangat baik - 1 8 77,5 - 85 = baik 4 9 21 68,5 - 75 = cukup baik 15 18 4 55 - 65 = kurang baik 6 5 - ... < 52,5 = sangat kurang 8 - - Rata – rata nilai 49,29% 73,86 83,79 Rata – rata Hasil Belajar Pra siklus, Siklus I dan Siklus II Gambar 8. Diagram batang hasil kemampuan berbicara pada siklus I dan siklus II Berdasarkan tabel 6. terjadi peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas XII MIPA 6 setelah menggunakan telling story. Pada Siklus I dari 33 siswa sebanyak 1 siswa (3,03%) dapat melakukan aktivitas pembelajaran dengan sangat baik, yakni memperoleh nilai 90. Sedangkan 9 siswa ( 27,27%) memperoleh nilai baik, 18 siswa (54,54%) memperoleh nilai cukup baik, dan 5 siswa masih berada di bawah yaitu memperoleh kelompok nilai kurang baik pada siklus I dengan rata-rata nilai 73,86. Pada siklus II terjadi peningkatan kemampuan berbicara mengungkapkan compliment siswa setelah menggunakan telling story. Dari 33 siswa sebanyak 8 siswa (24,24%) dapat melakukan aktifitas pembelajaran dengan sangat baik, yakni memperoleh nilai jauh diatas KKM yakni pada kisaran 87,5-100, 21 siswa (63,64%) memperoleh kelompok nilai baik dengan nilai diatas KKM yang ditetapkan yakni pada kisaran 77,5-85. Sedangkan 4 siswa ( 12,12%) memperoleh nilai cukup baik dengan rata-rata nilai 83,79. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Pra Siklus Siklus I Siklus II 49,29 73,86 83,79 Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 274 Pembahasan 1. Aktivitas Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Setelah tindakan demi tindakan dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian yang ada, dapat dikemukakan hasilnya. Hasil penelitian pada dasarnya merupakan jawaban atas permasalahan, bahwa permasalahan pokok penelitian ini adalah kurangnya minat siswa dan rendahnya kemampuan berbicara dalam mengungkapkan ekspresi thankfulness/gratitude dan compliment. Kurangnya minat dan rendahnya kemampuan berbicara tersebut disebabkan kurang tepat guru dalam memilih metode pembelajaran dan kurangnya minat siswa terhadap model pembelajaran speaking dalam mengungkapkan ekspresi untuk membangun dialog/percakapan. Pada setiap siklus tindakan telah dikemukakan tahapan hasil penelitian. Sesuai dengan permasalahan kurangnya minat siswa dan rendahnya kemampuan mengekspresikan thankfulness/gratitude dan compliment, berikut dikemukakan hasil penelitian yang mencakup (1) Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dan (2) Kemampuan berbicara siswa dalam mengikuti pembelajaran. Berdasarkan data hasil penelitian aktivitas siswa diperoleh data sebagai berikut. Gambar 9. Diagram batang keaktifan siswa pada pra siklus, siklus I dan siklus II Sehingga berdasarkan data di atas, maka dapat dilihat bahwa ada peningkatan aktivitas belajar siswa mulai dari pra siklus, siklus I dan siklus II. 2. Kemampuan Siswa berbicara dalam Bahasa Inggris Berdasarkan hasil tes kemampuan berbicara Bahasa Inggris yang dilakukan pada siklus I dapat diketahui nilai terendah yang dicapai siswa adalah 60, nilai tertinggi 90, dan nilai rata-rata 73,86. Sementara itu, dari hasil tes kemampuan berbicara pada siklus II dapat diketahui nilai terendah yang dicapai siswa adalah 72,5, nilai tertinggi 97,5 dan nilai rata-rata adalah 83,79. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran menggunakan telling 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Pra Siklus Siklus I Siklus II 53,37 69,48 85,5 Hasil Perbandingan keaktifan siswa Vol.3 No.5 2022 ISSN: 2745-6056 | e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v3i5.284 275 story terdapat peningkatan kemampuan berbicara dalam mengungkapkan ekspresi thankfulness/gratitude dan compliment pada siswa. SIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut : 1. Aktivitas siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris menggunakan metode telling story meningkat, siswa bersikap apresiatif, positif dan responsif, sampai pada akhir siklus II terlihat dari hasil observasi sebesar 85.50 %. 2. Kemampuan berbicara Bahasa Inggris menggunakan metode telling story meningkat secara signifikan. Data tes siklus I dan siklus II persentase ketuntasan siswa mencapai 83,79% atau sejumlah 29 siswa mendapat nilai di atas KKM yang ditetapkan, yakni 72. Sisanya, 4 siswa (12,12%) walaupun belum berhasil, mereka sudah berada diambang ketuntasan. Saran Adapun saran-saran dari hasil penelitian tindakan kelas adalah Guru untuk selalu meningkatkan kompetensi profesionalnya dalam mengembangkan proses pembelajaran inovatif dan salah satu metode telling story memungkinkan dapat diterapkan kepada materi lain karena terbukti mampu meningkatkan aktivitas dan keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Inggris. DAFTAR RUJUKAN Brown, H.Douglas, 2004. Language Assesment: Principles and Classroom Practises. New York: Longman Eddy Wibowo, Mungin, dkk. 2009. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Negeri Semarang Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English Language Teaching. Essex: Longman Hornby, A.S. 1974. Oxford Advanced Lerner’s Dictionary of Current English. Oxford: Oxford University Press Kerr, J.Y.K. 1979. Picture Cue Cards for Oral Language Practice. London: Evans Brothers Limited O’Malley, J.Michael and Lorraine Valdez Pierce. 1996. Authentic Assesment for English Language Learners. The USA: Longman Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. 2005. Model Pemelajaran Bahasa Inggris di SMK dengan Kurukulum 2004. Jakarta: Depdiknas Subyantoro. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Rumah Indonesia. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Supardi, Suhardjono, 2011, Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas, : Yogyakarta : Andi Offset