Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 212 Received : 13-09-2020 Revised : 12-10-2020 Published : 11-11-2020 PENINGKATAN KINERJA GURU DALAM MENETAPKAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL MELALUI KEGIATAN WORKSHOP DI SMP NEGERI 2 CIKANCUNG KABUPATEN BANDUNG Ida Farida SMP Negeri 2 Cikancung Bandung, Indonesia ida37989@gmail.com Abstrak: Tujuan dari penelitian ini merupakan meningkatan kesiapan serta Kemampuan guru dalam memutuskan patokan ketuntasan minimun dari siklus I ke siklus II. Cara penerapan penentuan Patokan Ketuntasan Minimun lewat Workshop buat kenaikan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun diawali dari pengontrolan dini. Pengontrolan dini dicoba buat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat dalam penentuan Patokan Ketuntasan Minimun. Tahap berikutnya merupakan menganalisa hasil supervisi setelah itu ditindak lanjuti dengan melangsungkan Workshop. Workshop dicoba dengan memakai tahapan- tahapan yang lebih menekankan wawasan praktis alhasil mudah di cerna oleh guru. Terjalin kenaikan kesiapan partisipan dalam aktivitas Workshop di SMP Negara 2 Cikancung Kabupaten Bandung. Disamping itu pula, terjalin kenaikan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun lewat pembinaan berbentuk Workshop dari siklus I ialah dengan datar datar 75, 79% ke siklus II dengan pada umumnya 97, 98% serta menggapai sasaran minimun yang sudah diresmikan ialah 85%, maksudnya 85% guru sudah sukses dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun. Periset merumuskan kalau lewat Workshop bisa tingkatkan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun di SMP Negara 2 Cikancung Kabupaten Bandung. Dengan begitu bisa dianjurkan pada pengawas ataupun periset yang lain kalau aktivitas Workshop bisa digunakan bagaikan salah satu pengganti dalam tingkatkan kemampuan guru dalam memutuskan kriteria ketuntasan minimun. Abstract: The purpose of this study was to improve the readiness and performance of teachers in determining minimum completeness criteria from cycle I to cycle II. The process of determining minimum completeness criteria through Workshops to increase the ability of teachers to determine minimum completeness based on the preliminary observations. It is carried out to avoid problems that exist in determining minimum completeness. The next step is to analyze the results of the supervision and then follow it up by a Workshop. It was conducted using stages that emphasize practical knowledge so that it is easily to learn by the teachers. There was an increase in the readiness of participants in Workshop activities at SMP Negeri 2 Cikancung, Bandung. Beside that, there was increase in the ability of teachers to set minimum completeness criteria through coaching in the form of Workshops from cycle I, with an average of 75.79% to cycle II with an average of 97.98% and reach the minimum target that has been set was 85%. It indicates that the teacher has succeeded in determining Minimum Completeness Criteria. The researcher concluded that through the Workshop, the teacher's ability to determine the minimum completeness criteria at SMP Negeri 2 Cikancung Bandung could improve the ability of teachers. Therefore, it can be given to supervisors or other researchers that Workshop activities can be used as an alternative in improving teachers performance in setting minimum completeness criteria. Kata kunci : peningkatan guru, workshop, kkm mailto:Ida37989@gmail.com Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 213 PENDAHULUAN Konsep Penilaian pada kurikulum 2013 memakai rujukan patokan. Maksudnya buat melaporkan seseorang pelajar sudah profesional ataupun belum bukan dibanding kepada capaian sahabat ataupun kelompoknya, melainkan dibanding kepada patokan minimun yang diresmikan. Peserta yang telah menggapai kriteria minimun diucap berakhir, bisa meneruskan pembelajaran buat mencampai kompetensi selanjutnya, sebaliknya pelajar yang belum menggapai patokan minimun harus menempuh remedial. Patokan Ketuntasan Minimun yang berikutnya diucap KKM merupakan patokan ketuntasan berlatih yang didetetapkan oleh dasar pembelajaran dengan merujuk pada standar kompetensi alumnus, memikirkan karakter pelajar, karakter mata pelajaran, serta situasi dasar pembelajaran. Dalam memutuskan KKM, dasar pembelajaran wajib merumuskannya dengan cara bersama antara Kepala Sekolah, pengajar, serta daya kependidikan yang lain. KKM diformulasikan paling tidak dengan mencermati 3 (tiga) pandangan: ialah karakter (intake), karakter mata pelajaran( kerumitan modul atau kompetensi), serta situasi dasar pembelajaran( daya dukung) pada cara pendapatan kompetensi. Penentuan Patokan Ketuntasan Minimun (KKM) ialah jenjang dini penerapan evaluasi hasil berlatih bagaikan bagian dari tahap pengembangan Kurikulum Tingkatan Dasar Pembelajaran. Kurikulum berplatform kompetensi yang memakai referensi patokan dalam evaluasi, mewajibkan pengajar serta dasar pembelajaran memutuskan KKM dengan analisa serta mencermati metode, ialah prinsip serta tahap-tahap penetapan. KKM wajib diresmikan saat sebelum awal tahun ajaran diawali. Seberapa juga besarnya jumlah siswa yang melewati batasan ketuntasan minimun, tidak mengganti ketetapan pengajar dalam melaporkan lolos serta tidak lolos pembelajaran. Referensi Patokan tidak diganti dengan cara dan merta sebab hasil empirik evaluasi. Pada referensi norma, kurva normal kerap dipakai buat memastikan ketuntasan berlatih siswa bila didapat hasil pada umumnya kurang melegakan. Angka akhir kerap dikonversi dari kurva wajar buat memperoleh beberapa siswa yang melampaui angka 60 cocok proporsi kurva. Referensi Patokan mewajibkan pengajar buat melaksanakan aksi yang pas kepada hasil evaluasi, ialah membagikan layanan remedial untuk yang belum berakhir serta ataupun layanan pengayaan untuk yang telah melampui Patokan ketuntasan minimun. Dalam implementasinya di lapangan nyatanya ada sebagian kasus yang klasik terpaut dengan kompetensi guru SMP Negara 2 Cikancung Kabupaten Bandung. Realitas di lapangan yang ditemui oleh peneliti, bertepatan bekerja bagaikan Kepala Sekolah, terjalin sesuatu perbandingan anggapan dan uraian terpaut dengan kompetensi guru dalam memutuskan KKM. Alhasil kecondongan yang terjalin dalam memastikan KKM guru tidak bersumber pada analisa serta tidak mencermati prinsip dan langkah- langkah penentuan KKM. Oleh karena itu hingga butuh terdapatnya usaha berbentuk aktivitas pada dini tahun pelajaran yang bisa membagikan data pada guru yang dijadikan prinsip dalam penentuan KKM. Merujuk pada penjelasan itu di atas aktivitas Workshop ditatap butuh serta representatif dipakai bagaikan usaha aktivitas yang membagikan media untuk para guru buat menguasai akar dari metode memastikan KKM cocok dengan jenjang yang sudah diresmikan. Hasil pemantauan alun- alun membagikan sesuatu cerminan terpaut dengan rendahnya keahlian guru dalam memastikan KKM yang diakibatkan oleh Minimnya desakan Kepala Sekolah serta Pengawas, terpaut dengan kompotensi guru tingkatan Sekolah Menengah Pertama serta belum terdapatnya persamaan pesepsi terpaut aturan metode dan jenjang yang dibutuhkan guru dalam memastikan Patokan Ketuntasan Minimun, sehinngga dalam implementasinya Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 214 kala guru memastikan KKM guru cendrung melalaikan jenjang penyusunanya, serta menyangka kalau kategorisasi KKM itu bagaikan suatu ritual belaka, bagaikan wujud keterkaitan dari terbatasnya pertemuan, ataupun pemasyarakatan dampingi guru mata pelajaran dan lintas pelajaran lainnya di SMP Negeri 2 Cikancung. Bersumber pada latar balik permasalahan itu, hingga bisa diformulasikan sebagian kesimpulan permasalahan ialah gimana usaha buat meningkatkan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun( KKM) di SMP Negara 2 Cikancung Kabupaten Bandung tahun Pelajaran 2018 atau 2019? serta apakah lewat Workshop bisa meningkatkan keahlian guru dalam memutuskan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) SMP Negeri 2 Cikancung Kabupaten Bandung tahun Pelajaran 2018/2019. Berdasarkan kajian awal diduga tindakan yang berupa Workshop untuk meningkatkan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun bisa menuntaskan permasalahan. Aksi yang dicoba melalui 2 siklus, siklus I terdiri dari: Pemograman, Penerapan, pemantauan, serta repleksi. Bersumber pada hasil refleksi siklus I disiapkan siklus II. Tujuan riset ini merupakan merupakan buat tingkatkan keahlian guru dalam memutuskan Kriteria Ketuntasan Minimun( KKM) di SMP Negara 2 Cikancung Kabupaten Bandung tahun Pelajaran 2018 atau 2019 serta buat mengenali seberapa besar aktivitas Workshop bisa tingkatkan keahlian guru dalam memutuskan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) SMP Negeri 2 Cikancung Kabupaten Bandung tahun Pelajaran 2018/2019. Dari latar belakang permasalahan, kesimpulan permasalahan, serta jalan keluar permasalahan yang sudah dipaparkan di atas hingga anggapan aksi bisa diformulasikan bagaikan selanjutnya“ Workshop bisa tingkatkan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun SMP Negara 2 Cikancung Kabupaten Bandung tahun Pelajaran 2018 atau 2019”. Sebaliknya khasiat dari penelitian ini merupakan bisa membagikan pengalaman berlatih untuk guru, sebab lewat Workshop spesialnya para guru SMP Negeri 2 Cikancung diserahkan modul serta bimbingan memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun( KKM) cocok dengan mata pelajarannya dan mempunyai keahlian dalam memutuskan Kriteria Ketuntasan Minimun alhasil cara berlatih membimbing lebih bagus. Dalam kaitannya dengan pembinaan keahlian guru lewat Workshop, hingga Amstrong( 1990: 209) kalau tujuan Workshop merupakan buat mendapatkan tingkat kemampuan yang dibutuhkan dalam profesi mereka dengan kilat serta murah serta meningkatkan kemampuan- kemampuan yang terdapat alhasil hasil mereka pada kewajiban yang saat ini ditingkatkan serta mereka direncanakan buat menyambut tanggung jawab yang lebih besar di masa yang hendak tiba. Siswanto( 1989: 139) berkata Workshop bermaksud buat mendapatkan angka imbuh seorang yang berhubungan, paling utama yang berkaitan dengan melonjaknya serta bertumbuhnya wawasan, tindakan, serta keahlian yang berhubungan. Workshop diartikan buat mempertinggi keahlian dengan meningkatkan cara- cara berasumsi serta berperan yang pas dan wawasan mengenai kewajiban profesi tercantum kewajiban dalam melakukan penilaian diri( As’ ad, 1987: 64). Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 215 Dari paparan di atas, membuktikan kalau peningkatan keterampilan guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun lewat aktivitas Workshop yang lebih menekankan pada tata cara kolaboratif konsultatif hendak membagikan peluang sharing antara satu guru dengan guru lain. Dengan begitu uraian kepada Patokan Ketuntasan Minimun bisa ditingkatkan bagus dalam teoritisnya ataupun implementasinya. Dengan begitu bisa diprediksi kalau lewat Workshop bisa meningkatkan keterampilan guru dalam penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal. METODE Penelitian ini ialah penelitian aksi Sekolah( School action research) yang bermaksud buat tingkatkan keahlian guru SMP Negara 2 Cikancung memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun lewat Aktivitas Workshop. Aksi yang hendak dicoba merupakan Workshop kenaikan keahlian guru dalam memutuskan patokan ketuntasan minimun. Tipe penelitian tindakan yang diseleksi merupakan tipe emansipatori yang dikira sangat pas sebab riset ini dicoba buat menanggulangi permasalah pada area kegiatan periset sendiri bersumber pada pengalaman tiap hari. Dengan tutur lain, bersumber pada hasil pemantauan, repleksi diri, guru mau melaksanakan pergantian alhasil kinerjanya bagaikan pengajar hendak hadapi perubahan secara meningkat. Tujuan penelitian aksi merupakan buat membongkar permasalahan yang terjalin dalam cara penataran di sekolah dengan memakai tata cara objektif. Hal ini searah dengan opini Hartati, et. al( 2006: 379) yang berkata kalau“ akar penelitian aksi terdapat pada terdapatnya aksi dalam suasana yang natural buat membongkar permasalahan- permasalahan praktis ataupun tingkatkan mutu aplikasi”. Dengan tutur lain, penelitian aksi dicoba buat membenarkan cara penataran dengan menerapkan teori- teori yang relevan dengan permasalahan yang dialami. Metode penelitian tindakan sekolah yang dipakai mengadopsi konsep penelitian tindakan kelas yang dikembambangkan Kemmis serta Taggart. Kemmis serta Taggart( Aqib, 2006: 22) berkata kalau bagian penelitian tindakan kelas terdiri atas “perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), observasi (observation) dan refleksi (reflection)”. Yang menjadi poin penelitian ini merupakan guru- guru di SMP Negeri 2 Cikancung Kabupaten Bandung yang berjumlah 19 orang guru, yang terdiri atas 10 orang guru PNS, serta 9 orang guru honorer. Sebaliknya yang jadi subjek penelitian merupakan keahlian guru dalam memutuskan Kriteria Ketuntasan Minimun. Penelitian dilakukan pada guru SMP Negeri 2 Cikancung Kabupaten Bandung yang beralamat di Jl. Jayadinata No. 2A Desa Cihanyir Cikancung Kabupaten Bandung Jawa Barat. Penentuan posisi penelitian, sebab peneliti bekerja di sekolah itu bagaikan Kepala Sekolah. Disamping itu, dari hasil pengontrolan ditemui kelemahan guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun. Penelitian ini dicoba sepanjang 3 bulan dari bulan Juli hingga dengan September 2018 tahun pelajaran 2018 atau 2019, mulai dari persiapan hingga dengan peliputan. Adapun jadwal kegiatan Workshop adalah sebagai berikut: Workshop siklus ke 1 : Tanggal 28 Juli 2018, Materi Pembukaan dan paparan KKM. Tanggal 04 Agustus 2018, Materi Cara Penetapan KKM. Workshop siklus ke 2 : Tanggal 11 Agustus 2018, Materi Praktik Penetapan KKM. Tanggal 18 Agustus 2018, Materi Presentasi Visual KKM. Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 216 Penelitian ini dicoba dalam 2 siklus tiap- tiap siklus terdiri atas Pemograman, penerapan, pemantauan serta repleksi. Dengan cara rinci metode penelitian mengikuti langkah- langkah bagaikan selanjutnya: Siklus I Pada kegiatan perencanaan sebagian aktivitas yang dicoba merupakan ialah mengakulasi guru melalui undangan Kepala Sekolah, Menata Instrumen, Menata agenda Workshop( hari, bertepatan pada, jam, serta tempat), Mempersiapkan modul Workshop, Memerintahkan guru membawa bahan- bahan administrasi pembelajaran, Mempersiapkan mengkonsumsi buat Workshop, Memerintahkan bawa Laptop. Penerapan penelitian pada hari awal ialah pengarahan dari Kepala Sekolah serta pemaparan Kriteria Ketuntasan Minimun sebaliknya pada hari kedua ialah memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun masing- masing mata pelajaran disambung dengan pertanyaan jawab, presentasi kelompok kecil dan merevisi hasil pekerjaan guru-guru jika terdapat kesalahan. Pada kegiatan Observasi yang menjadi pedoman penilaian adalah kesiapan psikologis serta fisik guru, kesiapan materi- materi yang dibawa guru pada dikala Workshop, kedatangan guru pada saat kegiatan siklus dan kesiapan laptop. Sedangkan Pedoman Penilaian Penetapan KKM terdapat 5 aspek, diantaranya: 1. Penentuan KKM mata pelajaran mencermati 3 pandangan; kerumitan, daya dukung, serta intake. 2. KKM terbuat per indikator, setelah itu KD, KI, serta terakhir mata pelajaran. 3. Hasil penetepan KKM oleh guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah. 4. KKM yang diresmikan disosialisasikan pada pihak- pihak yang bersangkutan, ialah siswa, orang berumur, serta Dinas Pendidikan. 5. KKM dicantumkan dalam LHB. Buat memastikan kesuksesan sesuatu aksi dipakai patokan bagaikan selanjutnya, ialah: 1. Analisis kompleksitas, daya dukung, serta intake per indikator. 2. Penetapan KKM indikator yang terdapat pada Kompetensi Dasar. 3. Penetapan KKM Kompetensi Dasar, rata-rata dari indikator yang terdapat pada Kompetensi Dasar. 4. Penetapan KKM Kompetensi Inti 3 dan 4 rata-rata dari Kompetensi Dasar. 5. Penetapan KKM mata pelajaran rata-rata dari Kompetensi Inti 3 dan 4 yang terdapat pada mata pelajaran. 6. Penetapan KKM oleh guru, disahkan oleh Kepala Sekolah. 7. KKM disosialisasikan kepada pelajar, orang tua, dan Dinas Pendidikan. 8. KKM dicantumkan dalam LHB/Rapor. Indikator Keberhasilan pada penelitian aksi sekolah ini merupakan bagaikan selanjutnya: 1. Proses pelaksanaan Workshop, guru minimum :  Siap secara mental dan fisik = 85 %  Kesiapan bahan = 85 %  Kehadiran = 90 %  Kesiapan Laptop = 80 % Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 217 2. Hasil Pelaksanaan Workshop.  85 % guru menetapkan KKM sesuai dengan kriteria diatas.  85 % guru memperoleh nilai baik serta amat baik. Bila kurang dari 85% guru tidak penuhi penanda kesuksesan yang sudah diresmikan, berarti aksi dikira belum sukses. Oleh sebab itu butuh dicoba koreksi serta dilaksanakan pada siklus II. Siklus II Tahap perencanaan, observasi, dan refleksi pada dasarnya siklus II mempunyai metode yang serupa dengan siklus I, cuma saja diadakan koreksi pada keadaan yang diamati terdapat kelemahan dan mencermati keadaan yang telah berjalan dengan bagus. Yang membedakan pada siklus II pada tahap pelaksanaannya. Materi pelaksanaan Workshop dititk beratkan pada praktik guru dalam menentukan KKM sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Pelaksanaan penelitian pada hari pertama yaitu Praktik Penetapan KKM dan pemaparan Kriteria Ketuntasan Minimal sedangkan pada hari kedua yaitu Mempresentasikan hasil penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal masing- masing mata pelajaran disambung dengan pertanyaan jawab serta merevisi hasil profesi guru- guru bila ada kekeliruan. Tidak menutup mungkin pula dicoba perubahan kepada keadaan telah bagus biar aksi yang diserahkan tidak menjemukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Cerminan hasil yang diterima bersumber pada pemantauan dilapangan, para guru SMP Negeri 2 Cikancung pada awal mulanya uraian kepada Patokan Ketuntasan Minimun sedang Amat kurang, perihal ini disebabkan anggapan guru menyangka kalau Patokan Ketuntasan Minimun tidak sangat berarti, disamping itu referensi, pelatihan, ataupun pemasyarakatan KKM pula kurang. Dari 19 orang guru yang bisa dihubungi serta diobservasi didapat hasil bagaikan selanjutnya: 1. Memutuskan KKM dengan analisa serta penuhi metode penentuan 0 orang( 0%). 2. Memutuskan KKM dengan analisa serta penuhi metode, namun tidak disahkan oleh Kepala Sekolah, serta sempat pelatihan KKM 4 orang( 21, 05%). 3. Memutuskan KKM tanpa analisa namun sempat penataran pembibitan 3 orang( 15, 79%). 4. Memutuskan KKM tanpa analisa, sebab belum sempat pelatihan 12 orang (63,16 %). Dengan situasi dini semacam ini butuh terdapatnya aksi jelas yang diharapkan sanggup tingkatkan keahlian guru dalam memutuskan Kriteria Ketuntasan Minimal berupa Workshop. Deskripsi Siklus I Pada langkah ini dicoba observasi kepada pelaksanaan aksi, ialah menitikberatkan pada kompetensi guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun bagaikan dampak diaplikasikan Workshop. Tujuan dilaksanakan observasi merupakan buat mengenali aktivitas mana pantas dipertahankan, diperbaiki, ataupun dihilangkan sehingga aktivitas pembinaan lewat Workshop betul- betul berjalan cocok dengan tujuan yang terdapat serta sanggup tingkatkan keahlian partisipan dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun. Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 218 Aktivitas peserta pula diobservasi, hal: kesiapan psikologis serta raga guru, kesiapan materi- materi yang dibawa guru pada durasi Workshop, kedatangan guru, kesiapan laptop, mutu KKM, serta reaksi guru. Dari hasil observasi kepada kegiatan partisipan yang berjumlah 19 orang dengan memakai lembar pemantauan yang sudah disiapkan, didapat informasi pada pandangan kesiapan psikologis serta fisik; 12 orang ataupun 63, 16% partisipan sedia serta 7 orang ataupun 36, 84% terkategori belum sedia. Pada pandangan kesiapan materi; nampak 11 orang ataupun 57, 89% partisipan sedia serta 8 orang ataupun 42, 11% belum sedia. Pada pandangan kedatangan guru nampak 19 orang ataupun 100% mendatangi. Pada pandangan kesiapan laptop nampak 13 orang ataupun 68, 42% sedia serta 7 orang ataupun 36, 84% belum siap. Bersumber pada dekripsi ini tempaknya kesiapan guru dalam menjajaki Workshop belum penuhi patokan kesuksesan buat seluruh aspek. Dari hasil penilaian kepada penetapan KKM yang terbuat oleh 19 orang yang menjajaki Workshop pada daur I ialah pada pandangan Penentuan KKM mata pelajaran mencermati kerumitan, daya dukung serta intake telah 15 orang guru ataupun 78, 95% yang cocok, pada pandangan KKM terbuat per penanda, setelah itu KD, KI, serta terakhir mata pelajaran baru 12 orang guru atau 63,16% yang sesuai, aspek pengesahan oleh Kepala Sekolah 14 orang guru atau 73,68% sudah disahkan oleh Kepala Sekolah, kemudian untuk aspek KKM yang ditetapkan disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu pelajar, orang tua, dan Dinas Pendidikan 12 orang guru atau 63,16% yang melaksanakan sosialisasi dan aspek terakhir KKM dicantumkan dalam LHB sudah semua guru atau 100% mencantumkan dalam LHB/rapor karena bagaimanapun di dalam rapor wajib ditulis dalam LHB. Dari hasil yang didapat membuktikan keahlian guru dalam memutuskan KKM pada siklus I belum membuktikan hasil cocok dengan penanda kemampuan yang sudah diresmikan. Sehabis diadakan refleksi kepada hasil yang didapat, diputuskan buat membenarkan dari bidang aktivitas Workshop terutama memperjelas mengenai sedi- segi yang belum cocok dengan penanda kemampuan yang sudah diresmikan. Dari hasil itu nampak dengan cara biasa guru membuat KKM per KD, serta tidak per penanda, serta dari 9 orang turut Workshop, 1 orang tidak dapat memberikan hasil yang bisa jadi sebab kesiapan raga, psikologis, materi, serta laptop memanglah kurang. Dari permasalahan itu, diputuskan buat membenarkan sebagian tahap dalam siklus I, ialah mementingkan pada penentuan KKM per penanda, yang belum memberikan hasil, serta kenaikan sarana atau materi diadakan pada siklus II. Deskripsi Siklus II Pada Siklus II, langkah- langkah yang didapat cocok dengan refleksi hasil siklus I, dengan mementingkan pada uraian sedi- segi yang belum dimengerti guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun, lebih berderai beratkan pada pandangan pembimbingan dengan cara orang. Dari 19 orang guru seluruh dilibatkan dalam daur II buat memperdalam wawasan mengenai penentuan Patokan Ketuntasan Minimun. Sehabis siklus II dipaparkan yang merujuk pada refleksi serta jalan keluar permasalahan pada daur I didapat informasi kalau pada pandangan kesiapan psikologis serta fisik 18 orang ataupun 94, 74% sedia serta 1 orang ataupun 5, 26% tidak sedia. Pada pandangan kesiapan materi: nampak kalau semua guru atau 100% siap dikarenakan yang belum memiliki bahan administrasi guru dibantu oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Pada kehadiran semua guru hadir atau 100% menghadiri pelaksanaan Workshop. Pada aspek kesiapan laptop tampak bahwa 18 orang atau 94,74% siap serta 1 orang atau 5,26% tidak membawa laptop karena tidak memilikinya. Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 219 Siklus I Siklus II 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% Kesiapan mental dan fisik guru Kesiapan bahan Kehadiran guru Kesiapan Laptop 63,16% 57,89% 100% 68,42% 94,74% 100% 100% 94,74% Siklus I Siklus II Bersumber pada cerita ini kelihatannya kesiapan psikologis guru dalam menjajaki Workshop belum penuhi 100% buat seluruh pandangan, bisa jadi sebab mayoritas guru itu umurnya telah mengarah pensiun serta situasi kesehatannya tidak bagus. Dari hasil penilaian kepada penentuan Patokan Ketuntasan Minimun oleh guru yang turut Workshop pada siklus II didapat hasil informasi dengan cara biasa dalam penentuan Patokan Ketuntasan Minimun pada siklus II telah penuhi penanda kesuksesan ialah 85%, tetapi terdapat 1 pandangan yang belum dapat 100%, Pandangan terebut ialah pada pandangan 2( KKM terbuat per indikator, setelah itu KD, SK, terakhir mata pelajaran) ialah 17 guru ataupun 89, 47%. Buat perihal ini bisa aku jelaskan kalau, 2 orang guru kesusahan dalam meningkatkan silabus, RPP, serta penentuan penanda pada KD, SK, serta mata pelajaran, alhasil kesimpulannya KKM terbuat tidak per penanda. Reaksi guru kepada penentuan Patokan Ketuntasan Minimun lewat Workshop siklus ke 2 ini dinilai baik. Evaluasi ini berarti dicoba buat mendapatkan cerminan mengenai reaksi guru kepada aktivitas Workshop yang sudah di harapkan dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun. Bila kita amati dari angka ataupun prosentase guru yang bisa memutuskan KKM dengan penuhi metode dari amatan dini, siklus I, serta siklus II ini membuktikan kenaikan yang amat berarti. Jadi bisa dibilang kalau reaksi guru amat positif. Oleh sebab itu, pelaksanaannya butuh dilanjutkan dalam kegiatan- kegiatan yang lain. Pembahasan Hasil Penelitian Bersumber pada analisa serta ulasan semacam yang sudah dipaparkan pada bagian tadinya, hingga bisa disimpulkan kalau terjalin kenaikan kegiatan partisipan dalam aktivitas Workshop mengenai Kenaikan Keahlian Guru dalam Memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun untuk guru di SMP Negeri 2 Cikancung. Disamping itu pula terjalin kenaikan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun lewat Workshop di SMP Negeri 2 Cikancung Kab. Bandung dari siklus I ke siklus II pada tiap- tiap pandangan dengan sasaran ketercapaian cocok dengan patokan yang diresmikan. Dengan begitu bisa disimpulkan kalau lewat Workshop bisa tingkatkan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun di SMP Negara 2 Cikancung sudah sukses. Perihal ini bisa diamati dari kenaikan Kesiapan Guru dalam menjajaki Workshop dari dini, siklus I hingga siklus II yang dipaparkan pada lukisan 4. 1 bagaikan berikut: Gambar 1. Grafik Tingkat Kesiapan Guru dalam Mengikuti Workshop Siklus I ke Siklus II Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 220 Siklus I Siklus II 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5 78,95% 63,16% 73,68% 63,16% 100% 100% 89,47% 100% 100% 100% Siklus I Siklus II Kesuksesan aksi ini diakibatkan oleh uraian dengan cara global mengenai Kriteria Ketuntasan Minimun Amat dibutuhkan. Dengan uraian yang bagus, hingga penentuan Kriteria Ketuntasan Minimun dengan bagus. Memaksimalkan uraian guru kepada Kriteria Ketuntasan Minimun lewat pengajar intensif dalam wujud penajaan Workshop menunjuk pada tata cara kooperatif konsultatif dimana diharapkan para guru beranggar pikiran, bertugas serupa serta bertanya dengan cara aktif. Kegiatan ini hendak amat menolong mereka dalam menguasai Kriteria Ketuntasan Minimun kesimpulannya nanti mereka sanggup memutuskan Kriteria Ketuntasan Minimun. Adapun penilaian tingkat keberhasilan guru dalam menetapkan KKM dapat dilihat pada Gambar 4.2 Berikut: Gambar 2. Tingkat Keberhasilan Guru dalam menetapkan KKM Keterangan : Kategori 1 Penetapan KKM mata pelajaran memperhatikan tiga aspek; kompleksitas, daya dukung, dan intake Kategori 2 KKM dibuat per indikator, kemudian KD, SK, dan terakhir mata pelajaran Kategori 3 Hasil penetepan KKM oleh guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah Kategori 4 KKM yang ditetapkan disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu pelajar, orang tua, dan Dinas Pendidikan Kategori 5 KKM dicantumkan dalam LHB Berdasarkan Gambar 4.2 di atas diketahui terdapat peningkatan keberhasilan guru saat menetapkan KKM yang signifikan dari Siklus I ke dengan rata rata 75,79% ke siklus II dengan rata-rata 97,98% serta menggapai sasaran minimun yang sudah diresmikan ialah 85%, maksudnya 85% guru sudah sukses dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun. Dari paparan di atas, membuktikan kalau kenaikan kompetensi guru lewat aktivitas Workshop yang lebih menekankan pada tata cara kolaboratif konsultatif hendak membagikan peluang sharing antara satu guru dengan guru lain. Dengan begitu, uraian kepada Patokan Ketuntasan Minimun bisa ditingkatkan bagus dalam teoritisnya ataupun dalam implementasinya. Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 221 SIMPULAN Bersumber pada analisa serta ulasan semacam yang sudah dipaparkan tadinya, hingga bisa disimpulkan kalau: 1. Cara penerapan penentuan Patokan Ketuntasan Minimun lewat Workshop buat kenaikan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun diawali dari pengontrolan dini. Perihal itu dicoba buat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat dalam penentuan Patokan Ketuntasan Minimun. Berikutnya menganalisa hasil pengontrolan setelah itu ditindak lanjuti dengan melangsungkan Workshop yang dicoba dengan memakai tahapan- tahapan yang lebih menekankan wawasan efisien alhasil gampang di cerna oleh guru. Berikutnya merupakan membagikan bimbingan memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun cocok dengan langkah- langkah yang sudah didetetapkan. Buat memastikan guru membuat Patokan Ketuntasan Minimun dicoba pengajuan pada tiap- tiap golongan guru mata pelajaran. Periset mencermati serta memperhitungkan Patokan Ketuntasan Minimun yang sudah diresmikan guru. Dari evaluasi itu setelah itu dievaluasi pandangan mana yang belum cocok dengan Patokan, setelah itu dilanjutkan dengan koreksi. Lewat jenjang itu guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun bertambah. 2. Terjalin kenaikan kesiapan partisipan dalam aktivitas Workshop di SMP Negeri 2 Cikancung Kabupaten Bandung. Disamping itu pula, terjalin kenaikan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun lewat pembinaan berbentuk Workshop dari siklus I ialah dengan datar datar 75, 79% ke siklus II dengan pada umumnya 97, 98% serta menggapai sasaran minimun yang sudah diresmikan ialah 85%, maksudnya 85% guru sudah sukses dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun. Dengan begitu bisa disimpulkan kalau lewat Workshop bisa tingkatkan keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimun di SMP Negeri 2 Cikancung Kabupaten Bandung tahun 2018. 3. Guru- guru SMP Negeri 2 Cikancung Kabupaten Bandung membagikan reaksi yang amat positif kepada aktivitas penentuan Patokan Ketuntasan Minimun lewat Workshop. Dengan begitu aktivitas Workshop membagikan akibat positif kepada keahlian guru dalam memutuskan Patokan Ketuntasan Minimal. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan para guru sebaiknya menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal dengan memperhatikan mekanisme, yaitu prinsip dan langkah-langkah penetapan dengan ditunjang semua guru harus mampu bekerja sama dengan peserta lain yang bersifat kolaboratif konsultatif supaya pembinaan melalui Workshop dapat berjalan secara efektif. Pembinaan menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal melalui Workshop, dapat dijadikan salah satu alternatif meningkatkan kompetensi guru dalam pengembangan proses belajar mengajar. Vol.1 No.3 2020 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v1i3.44 222 DAFTAR RUJUKAN [1] Amstrong, M. 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Transito Asri Media. [2] Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. [3] As’ad, M. 1987. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. [4] Hamalik, Oemar, 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. [5] Hartati, S., et al, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, Graha Ilmu, Yogyakarta. [6] http://bestariabadi.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-lokakarya.html (diakses 16 Maret 2018) [7] Simamora, Henry. 1995. Managemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YPKN. [8] Siswanto, Bejo, 1989. Manajemen Tenaga Kerja Ancaman Dalam Pendayagunaan dan Pengembangan Unsur Tenaga Kerja. Penerbit Sinar Baru. Bandung.