Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 48 Received : 12-12-2020 Revised : 01-01-2021 Published : 15-01-2021 PENGARUH PEMBELAJARAN MODEL TREFFINGER PADA MATERI GARIS DAN SUDUT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA SISWA KELAS VII SEKOLAH INDONESIA RIYADH ARAB SAUDI Mashuri SMKN 2 Praya Tengah, Lombok Tengah, Indonesia mashurihotimah31122002@gmail.com Abstrak: Didasarkan pada hasil pengamatan diketahui bahwa penggunaan daya berpikir secara optimal dalam pelajaran matematika siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh Arab Saudi masih dalam kategori rendah, dimana hasil pengamatan menunjukkan bahwa rasa keingintahuan, minat dan bakat serta kemampuan komunikasi masih rendah, pada hasil tes awal berada pada kategori tidak kreatif ditemukan 8 siswa, ,kategori kurang kreatif 24 siswa, kategori cukup kreatif 8 siswa, dan yang berada pada kategori kreatif hanya 2 siswa. Didasarkan pada hal tersebut, tujuan utama pada penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematika pada materi geometri garis dan sudut menggunakan pembelajaran model Treffinger bagi siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh Arab Saudi. Adapun penelitian masuk dalam jenis penelitian kualitatif dan pelaksanaannya adalah pada semester genap tahun 2017/2018 kelas VII di Sekolah Indonesia Riyadh Arab Saudi. Hasil observasi aktifitas, kemampuan afektif siswa selama pembelajaran berlangsung, dan hasil ujian siswa setelah pembelajaran adalah data sumber pada penelitian ini. Adapun pengumpulan data menggunakan lembar pengamatan dan lembar tes. TTCT (The Torrance Test of Creative Thinking) digunakan untuk analisa hasil tes. Adapun subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh Arab Saudi. Didasarkan pada hasil observasi dan hasil ujian akhir siklus diketahui bahwa kemampuan berpikir kreatif dan kritis pada matematika materi garis dan sudut siswa kelas VII meningkat. Ini ditunjukkan dengan perilaku kreatif dan kritis siswa, dari aspek kognitif dan aspek afektif pada pembelajaran model Treffinger dari tingkat I sampai dengan tingkat III, dari minimal kriteria “baik”, terjadi peningkatan tingkat kreatifitas siswa sebesar 42,8% dari kreatif “tingkatan lebih rendah” ke kreatif “tingkatan lebih tinggi”. Kata kunci: model treffinger; garis dan sudut; berpikir kreatif https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 mailto:mashurihotimah31122002@gmail.com Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 49 PENDAHULUAN Perkembangan zaman yang setiap waktu selalu mengalami perubahan menuntut peran setiap orang untuk peduli kepada sesama demi terciptanya kemajuan yang beradab. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai garis depan pengembangan dunia pendidikan dituntut untuk mampu memberikan arahan yang jelas dalam peningkatan kualitas pendidikan supaya generasi yang akan datang mampu menjalani kehidupannya secara lebih baik. Persiapan yang matang sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang salah satunya yakni dengan cara mengupayakan supaya siswa dapat berpikir kritis dan kreatif ketika mereka belajar. Kreatifitas dapat menyelesaikan hampir setiap masalah, Lois (dalam Van Gundy, 2015:3). Pada saat seseorang mempunyai masalah maka untuk menemukan solusi untuk memecahkan masalah sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kemampuan berpikir kreatif dan kritis dapat membantu siswa berhasil untuk menyelesaikan masalah dan mengarahkan diri sendiri pada saat guru berhalangan hadir, Treffinger (dalam Semiawan, 2016:37). Tingkatan penalaran yang merupakan bagian berpikir dibagi menjadi 3 tingkatan di atas ingatan (recall), yaitu berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical), dan berpikir kreatif, Krulik (dalam Siswati, 2015:2). Ketika siswa belajar matematika maka hal utama yang sangat diperlukan adalah kemampuan berpikir yang sifatnya mendasar sebagai pijakan untuk melahirkan aktivitas yang kreatif. Hal ini dapat diasah melalui kegiatan berpikir kritis dan kreatif yang salah satunya adalah mencari banyak alternative dalam menyelsaikan suatu masalah. Akan tetapi hal ini tidaklah terjadi secara serta merta melainkan harus diasah melalui latihan yang bersifat komprehensif agar terjadi kesinambungan. Kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan untuk dapat menemukan pemecahan suatu permasalahan secara terbuka dan supaya semua orang adapat menerimanya. Evaluasi diri dan orang lain dapat dilakukan jika seseorang telah mempunyai kemampuan berpikir sistematis dan kritis. Berpikir kritis dan juga kreatif adalah salahsatu kemampuan diri untuk menguji secara sistematis kualitas daya pikir diri sendiri dan juga orang lain, Johnson (dalam Siswono, 2016:78). Adapun kemampuan berpikir kritis dan kreatif bersifat terbuka karena semua alternative pemecahan masalah dimana diharapkan dapat diterima dan akhirnya dipilih satu pemecahan masalah terbaik, (Semiawan, 2016:35). Pembelajaran kreatif model Treffinger dimaksud adalah satu diantara banyak model pembelajaran kreatif yang memiliki ciri dan karakteristik yang sangat cocok dengan tujuan yang hendak dicapai pada saat kegiatan pembelajaran pada penelitian ini. Pada pembelajaran kreatif bukan hanya memperhatikan aktivitas pengetahuan semata, tetapi memperhatikan juga aktivitas perilaku. Diantara beberapa kelebihan model pembelajaran Treffinger: (1) siswa diberikan keleluasaan berpikir dalam memahami materi-materi secara luas dan terbuka sesuai tingkat kemampuannya. (2) Siswa tidak pasip dalam pembelajaran. (3) Kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa berkembang, karena disajikan permasalahan pada awal pembelajaran dan siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mencari sendiri penyelesaiannya. (4) Ketrampilan siswa dalam memahami masalah, mengumpulkan data, menyajikan data, menganalisis data, merancang asumsi awal dan mencoba untuk memecahkan suatu permasalahan berkembang dengan baik. (5) Siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan barunya kedalam kehidupan sehari-hari. Tiga tahapan dalam Pembelajaran model Treffinger dan setiap tahapannya mencakup aspek pengetahuan dan aspek perilaku dimana proses kegiatannya berlangsung secara bersamaan dan terpadu satu sama lainnya (Semiawan, 2016:38). Pada tahap awal pembelajaran ditekankan penyelesaian-penyelesaian secara terbuka terhadap semua https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 50 kemungkinan yang bisa terjadi. Pada tahap selanjutnya dilakukan pemikiran secara mendalam yang menyeluruh dengan tetap memperhatikan aspek pengetahuan dan aspek perilaku dan selanjutnya dikembangkan secara luas. Pada tahap akhir adalah melalui pelibatan siswa pada masalah-masalah yang menantang yang disesuaikan dengan permasalahan kehidupan sehari- hari. Adapun permasalahan penelitian dirumuskan: (1) Kemampuan berpikir kreatif matematika pada materi garis dan sudut siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh Arab Saudi menggunakan pembelajaran model Treffinger yang bagaimana yang dimaksud pada penelitian ini? (2) Bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematika pada materi garis dan sudut bagi siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh Arab Saudi meningkat setelah mengikuti pembelajaran model Treffinger?. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menjelaskan bagaimana pembelajaran model Treffinger dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika pada materi garis dan sudut bagi siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh Arab Saudi. (2) Menjelaskan kemampuan berpikir kreatif matematika pada materi garis dan sudut bagi siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh Arab Saudi melalui pembelajaran model Treffinger meningkat. METODE Dengan didasarkan pada tujuan penelitian yaitu menjelaskan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematika untuk materi garis dan sudut pada siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh mengalami peningkatan dengan menggunakan pembelajaran model Trefffinger, maka data yang terkumpul bersifat deskripsi dimana data yang terkumpul tersebut berupa penjelasan-penjelasan tentang pembelajaran matematika yang diuraikan sesuai urutan kejadian dalam pelaksanaan penelitian. Guru sebagai peneliti membuat rencana, melaksanakan, menyajikan, menganalisi, menarik kesimpulan dan membuat laporan. Adapun karakteristik penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana hal ini senada dengan pendapat Moleong (2016:21) bahwa karakteristik penelitian kualitatif adalah: (1) bersifat alami, (2) guru dan siswa sebagai instrument, (3) kategori metode kualitatif, (4) teknik analisa data secara kualitatif, (5) menggunakan teori dasar (grounded teory), (6) deskrepsi (penjelasan), (7) proses lebih dipentingkan daripada hasil, (8) fokus sebagai batas, (9) memiliki kriteria tertentu sebagai syarat keabsahan data, (10) desain sementara, dan (11) dapat menyepakati atau merundingkan hasil penelitian. Dilihat dari bagaimana melakukan penelitian, maka penelitian ini dikategorikan Penelitian Tindakan Kelas (selanjutnya disingkat PTK), senada dengan pendapat Arikunto (2016:2) bahwa jika penelitian dilakukan di suatu kelas dan aspek yang diteliti adalah tindakan yang berkaitan dengan bidang pendidikan, maka penelitian itu disebut PTK. Dengan kata lain PTK adalah suatu penelitian yang hajatkan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas dan selanjutnya dicari penyelesaian atau jawaban atas permasalahan yang dikemukakan dari kegiatan pembelajaran tersebut. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Indonesia Riyadh Arab Saudi Kelas VII yang berlokasi di jalan Ummul Hammam Riyadh Arab Saudi, pada semester dua tahun pelajaran 2017/2018. Sekolah ini merupakan sekolah yang sangat terbuka terhadap perubahan menuju kemajuan pendidikan. Model pembelajaran yang ditawarkan ini cukup inovatif, sehingga dari pihak sekolah sangat mendukung diadakan penelitian ini. https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 51 Siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh tahun pelajaran 2017/2018A merupakan subyek dalam penelitian ini. Fokus pengamatan pada enam siswa yang disebut subjek pengamatan yang ditentukan melalui tingkat kuartil dan tingkat kreatifitas, dengan rincian 2 siswa dari kuartil tiga, 2 siswa dari kuartil dua, dan 2 siswa dari kuartil satu, dan kemudian siswa-siswa tersebut akan menjadi subjek wawancara bila diperlukan. Penentuan kuartil didasarkan pada nilai matematika semester ganjil siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh dan penentuan tingkat kreatifitas berdasarkan hasil tes awal penelitian. Sebagaimana diketahui bahwa pada penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah guru/peneliti, seperti yang disampaikan Nasution (dalam Sugiyono, 2011:223): ”Pada penelitian kualitatif, mau tidak mau kita harus menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian pokok. Alasannya yakni bahwa, segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang dapat dipastikan. Dibagian lain dikatakan bahwa dalam keadaan yang samar-samar dan tidak pasti itu, satu-satunya pilihan adalah peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang untuk dapat mencapai tujuan”. Adapun kegiatan selanjutnya setelah subjek pengamatan terlihat jelas adalah akan disusun dan dikembangkan instrumen penelitian sebagai pelengkap data dan pembanding data yang telah ditemukan dari hasil pengamatan ataupun wawancara. Lembar penagmatan/observasi, lembar validitas, dan lembar tes siswa adalah Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah: (a) Proses pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yakni mengamati partisipasi secara pasip untuk mengamati kesesuaian aktivitas siswa dengan indikator asesmen tiap aspek pada model Treffinger. (b) Penggunaan wawancara pada penelitian ini yakni wawancara tak terstruktur karena tidak menggunakan panduan wawancara yang disusun secara rapi dan sistematis. Pelaksanaan wawancara dilakukan untuk melengkapi hasil pekerjaan siswa sehingga didapatkan informasi yang diharapkan sesuai dengan indikator tiap aspek. Wawancara dilaksanakan setelah siswa mengerjakan tes akhir siklus. (c) Adapun tugas yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah hasil lengkap pekerjaan siswa pada saat mengerjakan LKS secara berkelompok dan tugas mandiri sebagai penguatan, sedangkan tes dimaksudkan disini adalah tes pada saat awal penelitian dan tes pada akhir setiap siklus. Pada analisis data prosesnya dimulai dengan kegiatan telaah semua data yang yang diperoleh dari banyak sumber dimana ini sejalan pernyataan Moleong (2016:247). Mengacu dari pendapat tersebut maka kegiatan menganalisis data dilakukan pada waktu kegiatan pembelajaran dan setelah kegiatan pengumpulan data berakhir. Ketika data sudah terkumpul lalu dianalisis dengan model alir yang meliputi tahapan-tahapan: (1) kegiatan mereduksi data, (2) kegiatan menyajikan data, (3) kegiatan verifikasi dan penarikan kesimpulan. HASIL Ada beberapa temuan penelitian pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Treffinger dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) siswa menyatakan senang karena pembelajaran dirasakan lebih santai, bebas berpendapat dan siswa merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan guru dan diakhir pembelajaran mereka menyatakan suka terhadap pembelajaran matematika. https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 52 Gambar 1. Gambaran suasana kelas ketika pembelajaran berlangsung (2) Pada proses pembelajaran siklus I ditemukan kendala berupa kurangnya waktu dikarenakan siswa terlalu asik berdiskusi sesama kelompok dan berfantasi menyelesaikan masalah-masalah yang tersaji pada lembar kerja siswa. Hal itu dapat teratasi karena ditengah penelitian dapat mengunakan ruangan kelas IX yang sudah tidak masuk sekolah lagi karena sudah selesai Ujian Nasinal, dimana di kelas tersebut bisa menggunakan LCD. (3) Pada saat pemberian soal-soal pemecahan masalah yang bersifat terbuka ada beberapa siswa yang belum terbiasa sehingga di awal mereka merasa kesulitan tetapi setelah terbiasa mereka merasa tertantang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Tetapi masih ditemukan juga siswa dalam kategori rendah merasa kewalahan sehingga mereka membutuhkan waktu lebih dari yang lain dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Tetapi seiring berjalannya waktu lama-kelamaan mereka dapat menyesuaikan diri dengan teman lainnya dalam penyelesaian soal-soal yang ada. https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 53 Gambar 2. kutipan wawancara dengan salah satu siswa PEMBAHASAN Pelaksanaan pembelajaran matematika pada siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh dimulai dengan memberikan pertanyaan-pertanyan ringan yang bertujuan sebagai pemanas menuju kearah pembelaran yang melibatkan pemikiran yang bersifat kreatif, menurut Semiawan dkk (2016:42) tidak seperti menyalakan atau mematikan lampu yang dapat terjadi seketika, tetapi melalui suatu proses rangkaian yang panjang dalam rangka membiasakan siswa dapat belajar secara efektif melalui penggunaan pemikiran yang bersifat kritis adan kreatif. Dimulai dengan memberikan pertanyaan yang bersifat imajinatif dan siswa menggunakan kemampuan yang dimilikinya mencari jawaban yang bebas sehingga diperoleh jawaban yang beragam sesuai dengan karakter dan pengalaman terdekat yang sudah mereka lakukan. Hal ini mengakibatkan cara berpikir siswa bersifat divergen yang merupakan ciri khas dalam pembelajaran model trefingger tingkat I, dimana berpikir divergen dapat didorong memberikan pertanyaan yang memiliki jawaban terbuka, Munandar (2014:195). Kemudian dilanjutkan dengan peragaan tentang garis dan hubungan garis sehingga siswa dapat mengalami dan melihat langsung garis dan hubungannya yang membuat siswa memahami sifat-sifat garis lurus dan sifat dari setiap hubungan dua garis. Objek matematika yang abstrak dalam hal ini pengertian garis yang tidak dapat didefinisika (underfinterm) dapat dihubungkan dengan bentuk yang kongkrit sehingga sehingga siswa dapat memahaminya. Ketika pembelajaran berlangsung dengan cara berkelompok siswa terlihat memecahkan masalah secara terbuka dengan menerapkan teknik daftar gagasan dan saran-saran ditulis dimaksudkan supaya dari pendapat-pendapat yang ada ditarik kesimpulan terbaik yang akan di publikasikan ke kelompok lain. Karena semua pendapat dalam diskusi kelompok adalah suatu cara yang luar biasa dalam mengembangkan pemirian-pemikiran kreatif (Davis, dalam Jamridafrizal, 2011). Dalam hal ini guru sekaligus sebagai peneliti bertindak mempasilitasi https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 54 dan memotivasi serta pengarah supaya penyampaian gagasan tidak terjadi kritik dari siswa lain secara spontanitas, hal ini sesuai dengan Semiawan (2016:43) kendala utama dalam melahirkan gagasan adalah adanya kritik sebelum gagasan disampaikan secara tuntas tetapi sepotong-potong yang menimbulkan kesalahan pemahaman. Tanggapan berupa kritik disampaikan setelah selesainya penyampaian materi diskusi sehingga diskusi kelompok menjadi terarah. Pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran model treffinger tahap II sebagaimana biasa diawali dengan pemanasan (warming up) yaitu menggunakan ide kreatif berbantuan geoboard. Selanjutnya belajar kreatif dengan pemikiran-pemikiran yang melibatkan perasaan majemuk dimana pemikiran dan perasaan diungkapkan dengan bermain peran (sosio drama) ketika menyelesaikan suatu masalah akan tetapi hal ini berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Siswati (2015:94) dimana pada penelitiannya menggunakan analisa morfologis pada model treffinger tingkat II pada siswa kelas VII SMPN 1 Praya. Siswa secara langsung dapat menangani komplik dan masalah yang timbul dari pengalaman dalam kehidupannya melalui teknik bermain peran, (Haryono, 2016 ;23). Siswa dihadapakan pada masalah disekitarnya yang bersifat menantang sehingga setelah siswa tertantang maka mereka secara otomatis dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Pada saat pembelajaran berlangsung siswa merasa tertantang dengan soal-soal yang ada pada LKS bagaimana cara mereka menerjemahkan soal-soal pada LKS kedalam bahasa peran yang mudah dipahami orang. Disini terjadi proses pembimbingan oleh siswa dalam kategori mampu kepada siswa kategori rendah sehingga pembelajaran dirasa sangat efektif dan berkembang dengan hasil yang memuaskan. Pada kegiatan pembelajaran model Treffinger tingkat III dimulai dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya tentang permasalahan yang mereka temukan pada materi garis dan sudut, karena hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siswono (2012:86) dimana mengajukan masalah pada saat pembelajaran mempunyai banyak manfaat dalam proses pembelajaran matematika dimana salahsatunya adalah mendorong siswa untuk berfikir kritis dan kreatif. Saling beriskusi kelompok dalam memecahkan masalah terlihat sangat efektif membantu siswa dalam menemukan ide-ide kreatif dan tingkat partisipasi siswa sangat tinggi terutama dalam menemukan solusi permasalahan. Melalui diskusi kelompok terjadi pertukaran pendapat dan ide-ide cemerlang sehingga pembelajaran semakin dinamis, (Tsaniyah 2015: 65). Kedua siswa diberikan permainan yang bersifat pemecahan masalah secara kreatif dalam bentuk soal-soal yang dibuat masing-masing kelompok kemudian pemecahan masalahnya dilakukan secara diskusi kelompok kemudian dipresentasikan di depan kelas melalui perwakilan kelompok dan anggota kelompok yang lain bertindak sebagai audien. Ketiga adalah memberika reward kepada siswa yang mengalami peningkatan kreatifitas berpikirnya dimana hal ini meningkatkan sikap kebersamaan, rasa puas, rasa bangga terhadap mata pelajaran matematika, Hudoyo (2011:279). Strategi yang tepat yang dilakukan guru dalam mengajar dapat meningkatkan motivasi siswa untuk dapat cepat mengerti materi yang diajarkan dimana hal ini didasarkan pada hasil wawancara dan pengamatan penelitian setelah pembelajaran berkahir. Pada pembelajaran materi garis dan sudut, siswa juga merasa tidak ada beban, karena pendapatnya merasa dihargai dan bebas mengungkapkannya, sehingga meningkatnya kualitas belajar dan berpikir kreatif setelah pembelajaran model Treffinger diikuti seluruh siswa. https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 55 Adapun kemampuan berpikir kreatif matematika siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan dimana setelah guru menerapkan pembelajaran model Treffinger, hal ini terlihat dari hasil pengamatan pada variable kreatifitas aspek pengetahuan dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebanyak 10% dan pada variabel kreatifitas aspek perilaku mengalami peningkatan sebanyak 9,5%. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan dan perilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat ahli psikologis bahwa pribadi kreatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) mempunyai daya khayal yang tinggi, (2) kaya inisiatif, (3) luas minat, (4) berpikiran bebas, (5) selalu ingin tahu, (6) selalu tertantang untuk mendapatkan pengalaman baru, (7) percaya diri, (8) bersemangat, (9) berani mengambil resiko, (10) tidak ragu berpendapat meskipun mendapat kritikan dan berani mempertahankan pendapat yang diyakininya benar, Munandar (2014:37). Berdasarkan hasil pengamatan bahwa siswa merasa senang dalam belajar matematika karena pembalajaran terasa lebih santai, siswa bebas berpendapat dan siswa merasa tertantang baik siswa berkemampuan rendah, sedang maupun tinggi. Dalam pelaksanaan pembelajaran model treffinger ini menggunakan soal-soal pemecahan masalah yang bersifat terbuka dimana pada awalnya siswa belum terbiasa dan siswa harus mengalami proses pembiasaan terlebih dahulu supaya siswa terbiasa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan. Hal ini mengakibatkan pada siklus I, 66,7% variable pengamatan mencapai kriteria minimal pada tingkat baik dan pada siklus II terdapat 97,2% variable pengamatan mencapai kriteria minimal pada tingkat baik. Ditinjau dari rataan hitung hasil pengamatan variable aspek pengetahuan dan perilaku pada tiap tingkatan pada siklus II mencapai 100% berada pada kategori “baik” atau “sangat baik”. SIMPULAN Dengan menerapkan pembelajaran model Treffinger dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh dimana dalam pelaksanaannya memiliki tiga tingkatan yakni: (a) model treffinger tingkat I diawali dengan siswa diberikan soal-soal ringan yang bersifat pemanasan dengan tujuan supaya siswa tertarik dan tertantang pada saat belajar garis dan sudut. Langkah selanjutnya siswa dilatih untuk berpikir kreatif dan terbuka melalui pemberian lembar kerja siswa yang berisi masalah terbuka pada materi garis dan sudut. Langkah selanjutnya adalah siswa diminta menuliskan semua hasil pemikirannya yang erupa ide atau gagasan dalam menyelesaikan masalah bersama kelompoknya kemudian diambil hasil pemikiran berupa ide atau gagasan terbaik sebagai alternative pemecahan masalah. Dan langkah terkahir adalah masing-masing kelompok diminta mepresentasikan hasil diskusi untuk mencari alternative pemecahan masalah terbaik secara terbuka. (b) model Treffinger tingkat II diawali dengan langkah pemberian pemanasan (warming up) dengan menggunakan ide-ide kreatif dengan membuat beberapa gambar bebas yang berkaitan dengan garis dan sudut pada lembar kerja yang tersedia. Langkah selanjutnya adalah siswa bermain peran dalam menyelesaikan masalah dan permasalahan yang diberikan berkisar permasalahan sehari-hari yang dekat dengan kehidupan siswa. (c) model Treffinger tingkat III diawali dengan meminta siswa untuk mengajukan masalah yang berkaitan dengan garis dan sudut yang dilakukan secara berkelompok melalui kegiatan problem posing. Langkah selanjutnya adalah siswa diberikan semacam permainan yang bersifat creative problem solving dalam bentuk lomba dalam menyelesaikan masalahyang sudah dibuat oleh masing-masing kelompok https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 56 pada kegiatan sebelumnya yang sudah diacak. Langkah terakhir adalah siswa diberikan reward yang mengalami peningkatan signifikan dalam kemampuan berpikr kreatif. Hasil penerapan pembelajaran model Treffinger terbukti mampu meningkatkan cara berpikir kreatif pada mata pelajaran matematika siswa kelas VII Sekolah Indonesia Riyadh. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan sebelum, selama dan setelah pembelajaran selesai diperoleh peningkatan perilaku kreatif disesuaikan dengan indicator kreatifitas yang disusun pada model pembelajaran ini baik aspek pengetahuan ataupun aspek perilaku meningkat menjadi minimal “baik”. Berdasarkan hasil tes awal diperoleh 8 siswa berada pada tingkatan tidak kreatif, ada 24 siswa pada tingkatan kurang kreatif, ada 8 siswa pada tingkatan cukup kreatif dan ada 2 siswa yang berada pada tingkatan kreatif. Pada hasil tes akhir siklus II diperoleh 22 siswa masih pada tingkatan kurang kreatif dan 20 siswa berada pada tingkatan kreatif, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kreatifitas sebesar 42,8%. DAFTAR RUJUKAN Arikunto. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Arikunto. 2015. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta Arikunto, dkk. 2016. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara Bush. 2013. Mathematics Assesment: a Practical Handbook for grades 6-8. Reston: NTCM Darwis, Anak Berbakat dan Pendidikan Keberbakatan: Buku Panduan Guru dan Orang Tua. Terjemahan Harry Slamet. 2012. Jakarta: PT De Matteo, Rachel Wing. 2014. A Model Approach to Problem Solving. Diperoleh dari Journal Mathematics Teaching in The Middle School NTCM. Vol 16 No. 3 Oktober 2014 : 132-135 Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan Haryono, 2016. Pembelajaran Model Treffinger untuk Menumbuhkan Kreativitas dalam Pemecahan Masalah Operasi Hitung Pecahan Siswa Kelas V SD Islam Hasyim Singosari Malang. Malang: UM Hudojo, H. 2011. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud. Jamridafrizal. 2011. Factor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas. On line. www.scribd.com>creative writing>Essays, Download Januari 2014 Johnson, B. 2012. Contextual Teaching and Learning: What it is and why it’s here to stay. Calfornia: Cowin Press. Inc Krulik, Jesse A. 2015. The New Sorce Book for Teaching Reason and Problem Solving in Elementary School. Needham Heigts Massachusetts: Allyn and Bacon Moleong, J. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Rosdakarya Munandar. 2014. Mengembangkan Bakat dan kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT Grasindo Munandar. 2017. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat Cetakan 3. Jakarta: PT Rineka Cipta Muscla, Judith. 2012. Math Starters 5-10 Minute Activities that Make Kids Think, Grades 6- Musser, Gary L. 2011. Mathematics for Elementary Teacher A Contemporary Approach. Ninth Edition. Hoboken: John Willey & Sons Inc Semiawan, dkk. 2016. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah: Petunjuk Guru dan Orang tua. Jakarta: PT Gramedia Setyosari, Punaji. 2017. Metode Penelitian Pendidikan. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 Vol.2 No.1 2021 ISSN: 2745-6056 e-ISSN: 2745-7036 https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72 57 Siswati. 2015. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika melalui Pembelajaran Model Treffinger pada siswa Kelas VII SMPN 1 Praya. PTK SMPN 1 Praya Siswono, Tatang. 2016. Mendorong Berpikir Kreatif Siswa Melaui Pengajuan Masalah, Makalah disajikan dalam Konferensi Himpunan Matematika Denpasar Bali. 23-27 Juli 2016 Subanji, 2015. Pembelajaran dengan Matematika sebagai Upaya Meningkatkan Kreativitas Siswa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta Tsaniyah. 2015. Penerapan Model siklus Belajar Menggunakan Assesmen Presentasi dan diskusi dalam Meningkatkan Kualitas Hasil belajar Biologi siswa Kelas X Semester I SMA Negeri 1 gresik. MIPA. 10: 1-5 Van de Walle. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2 Pengembangan Pengajaran edisi keenam. Diterjemahkan Suyono. 2016. Jakarta: Erlangga VanGundy, Arthur. 2105. 101 Activities for Teaching Creativity and Problem Solving. San Fansisco: John Wiley & Sons Inc https://doi.org/10.47387/jira.v2i1.72