Indonesian Journal of Chemical Research http://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/ijcr Indo. J. Chem. Res., 8(1), 66-71, 2020 DOI: 10.30598//ijcr.2020.8-nur 66 Karakterisasi Biopolimer Kitosan Hasil Deasetilasi Limbah Kepiting Rajungan (Portunus Sanginolentus) Menggunakan NaBH4 Dalam NaOH Characterization of Chitosan Biopolymers as Result of Deacetylation of Rajungan Crab Waste (Portunus sanginolentus) using NaBH4 in NaOH Nurani Hasanela * , Matheis F.J.D.P. Tanasale, Helna Tehubijuluw Chemistry Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Pattimura University, Kampus Poka, Jl. Ir. M. Putuhena, Ambon-Indonesia 97134 * Corresponding Author: hasanela.nurani@yahoo.co.id Received: 2019-12-12 Received in revised: 2020-2-1 Accepted:2020-5-20 Available online: 2020-5-31 Abstract The chitosan isolation from crab waste (Portunus sanginolentus) has been carried out. Chitin production is carried out by the de-proteination, demineralization and depigmentation processes. Chitosan biopolymer is produced from chitin through de- acetylation method using base solution (NaOH) and the addition of NaBH4 which aims to increase the degree of de-acetylation (DD) of chitosan. The results of 25 g of chitin obtained chitosan amounted to 16.67 g (66.68%). Chitin and Chitosan were identified by a Fourier Transform Infrared (FT-IR) spectrophotometer. Keywords: Chitin, chitosan, de-proteination, de-mineralization, de-pigmentation. Abstrak (Indonesian) Telah dilakukan isolasi kitosan dari limbah kepiting rajungan (Portunus sanginolentus). Produksi kitin dilakukan dengan proses deproteinasi, demineralisasi dan proses depigmentasi. Biopolimer kitosan dihasilkan dari kitin melalui metode deasetilasi menggunakan larutan basa (NaOH) dan penambahan NaBH4 yang bertujuan untuk menaikkan derajat deasetilasi (DD) dari kitosan. Dari hasil 25 g kitin diperoleh kitosan sebesar 16,67 g (66,68%). Kitin dan Kitosan diidentifikasi dengan spektrofotometer fourier transform infrared (FT-IR). Kata Kunci: Kitin, kitosan, de-proteinasi, de-mineralisasi, de-pigmentasi. PENDAHULUAN Selain ikan yang merupakan salah satu sumber protein bernilai tinggi, banyak juga dari golongan Crustacea yang dijadikan andalan komuditi ekspor produk perikanan. Salah satu golongan Crustacea yang paling digemari dan melimpah adalah kepiting rajungan (Portunus sanginolentus). Rajungan merupakan jenis kepiting yang paling terkenal diantara kepiting lainnya. Kepiting rajungan yang akan diekspor diproses terlebih dahulu. Pada proses ini, daging rajungan dipisahkan dari cangkangnya, sehingga cangkang yang dihasilkan akan menjadi limbah. Hasil limbah dari cangkang kepiting rajungan ini, jika tidak dikelola dengan baik maka akan mencemari ekosistem laut (Adriana dkk., 2001). Pemanfaatan limbah cangkang kepiting rajungan dapat memiliki nilai guna salah satunya yaitu dijadikan produk kitosan (Sartika d kk ., 2016). Kitin adalah polisakarida kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin disamakan dengan selulosa dengan gugus hidroksil pada posisi C-2 digantikan dengan satu gugus asetamida (Kumar, 2000; Ali-komi, 2016). Kitin dapat ditemukan dalam struktur seluler jamur, bakteri, serangga, arakhnida, krustasea, nematoda, dan invertebrata lainnya seperti annelida, muloska, cumi dan hemichordata (Ramírez dkk., 2010; Agustina dkk., 2015; Teli dan Sheikh 2012). Kitin dapat didegradasi dengan enzim kitinase. Seperti halnya selulosa, fungsi alami kitin juga sebagai struktur polisakarida. O l e h k arena kitin mempunyai sifat kristalinitas tinggi, maka kitin tidak larut dalam pelarut air, dan pelarut organik (Sartika dkk., 2016). Kitin tidak beracun dan mempunyai berat molekul (BM) sekitar 1,2 x 10 6 g/mol (Purwatiningsih dkk.,1993). Struktur monomer kitin dapat ditujukkan pada Gambar 1. Nurani Hasanela dkk. Indo. J. Chem. Res., 8(1), 66-71, 2020 DOI: 10.30598//ijcr.2020.8-nur 67 Gambar 1. Struktur monomer kitin (Kumar, 2000). Melalui proses deasetilasi, kitin dapat dijadikan kitosan. Kitosan adalah modifikasi dari senyawa polimer karbohidrat yang berasal kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan Crustacea seperti udang dan kepting. Kitosan hasil deasetilasi dapat digunakan sebagai zat penyerap logam-logam berat dan zat-zat pencemar lainnya yang terdapat dalam air (Adriana dkk., 2001). Pada proses deasetilasi kitin menghasilkan kitosan, digunakan larutan basa NaOH dan NaBH 4. Penggunaan NaBH 4 ini akan berpengaruh pada berat molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD). Penambahan NaBH 4 pada waktu deasetilasi menghasilkan kitosan dengan BM dan DD yang besar. Hal ini disebabkan karena kondisi terbaik dari preparasi kitosan didapat dengan menggunakan suatu larutan NaOH dan NaBH 4 yang berfungsi sebagai reduktor yang menyumbangkan H + pada proses reaksi deasetilasi menjadi kitosan (Beaulieu, 2006). Gambar 2. Struktur mo n o m e r kitosan Kitosan merupakan produk dari proses deasetilasi kitin melalui reaksi kimia dengan menggunakan enzim kitin deasetilase. Unit penyusun kitosan merupakan disakarida (1,4)-2- amino-2-deoksi-D-glukosa yang saling berikatan ß. Seperti halnya polisakarida lain, kitosan memiliki kerangka gula, tetapi dengan sifat yang unik karena polimer ini memiliki gugus amina bermuatan positif (Kumar dkk., 2000). Struktur monomer kitosan dapat ditujukkan pada Gambar 2. METODOLOGI Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan yaitu spektrofotometer UV-Vis Spectronik 20 + series,. spektrofotometer FT-IR (Perkin Elmer) 1600 series, viskometer Ostwald, timbangan analitik, corong pisah, pipet vakum, pipet volum, oven (Memert), termometer, penyaring Buchner, hot plate, ayakan ukuran 40 mesh. Bahan-bahan yang digunakan yaitu limbah cangkang kepiting rajungan, NaOH p.a (E. Merck), HCl p.a (E. Merck), H2SO4 p.a (E. Merck), K2S2O8 p.a (E. Merck) dan NaBH4 p.a (E. Merck). Prosedurkerja Isolasi kitin dari limbah cangkang kepiting rajungan Tahap deproteinasi dimulai dengan penimbangan 400 g limbah cangkang kepiting rajungan yang suda dihaluskan ditambah 100 g/L NaOH, kemudian dibiarkan pada suhu kamar selama 3 hari selanjutnya disaring dengan kertas saring, residu yang dihasilkan dicuci dan dikeringkan pada suhu 40 o C. Dalam tahap demineralisasi residu hasil deproteinasi ditambahkan 172 mL HCl 1 N, kemudian ditambahkan 2 L H2O kemudian dipanaskan pada suhu 40 o C selama 3 jam selanjutnya disaring dengan kertas saring. Residu yang dihasilkan dicuci dan dikeringkan pada suhu 40 o C. Tahap depigmentasi diakhiri dengan residu hasil depigmentasi ditambahkan 500 mL H 2 O dan 50 mL H2SO4 kemudian dilakukan pemutihan dengan penambahan K2S2O8 100 g/L kemudian dicuci dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40 o C. Kitin yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektrofometer FT- IR. Deasetilasi kitin menghasilkan biopolimer kitosan Sebanyak 25 g kitin yang dihasilkan ditambahkan 150 g/L NaOH kemudian dipanaskan pada suhu 110 o C selama 2 jam, selanjutnya disaring dan dicuci kemudian dikeringkan. Kitosan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektrofometer FT- IR dan berat molekul dengan viskometer Ostwald. Sebanyak 25 g kitin yang dihasilkan ditambahkan 150 g/L NaOH dan 0,75 g/L NaBH 4 kemudian dipanaskan pada suhu 110 o C selama 2 jam, selanjutnya disaring dan dicuci kemudian dikeringkan. Kitosan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektrofometer FT-IR dan berat molekul dengan viskometer Ostwald. Nurani Hasanela dkk. Indo. J. Chem. Res., 8(1), 66-71, 2020 DOI: 10.30598//ijcr.2020.8-nur 68 Sebanyak 25 g kitin yang dihasilkan ditambahkan 150 g/L NaOH kemudian dipanaskan pada suhu 110 o C selama 2 jam, selanjutnya disaring dan dicuci kemudian dikeringkan. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan. Kitosan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektrofometer FT-IR dan berat molekul dengan viskometer Ostwald. Sebanyak 25 g kitin yang dihasilkan ditambahkan 150 g/L NaOH dan 0,75 g/L NaBH4 kemudian dipanaskan pada suhu 110 o C selama 2 jam, selanjutnya disaring dan dicuci kemudian dikeringkan. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan. Kitosan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektrofometer FT-IR dan berat molekul dengan viskometer Ostwald. Penentuan bobot molekul kitosan dengan metode viskometri Larutan berisi 0,001 g kitosan dalam 100 mL HCl 0,02 mL disiapkan kemudian dibuat 100 mL larutan kitosan dengan masing-masing konsentrasi: 0,001%, 0,002%, 0,003%, 0,004%, 0,005%. Selanjutnya 5 mL dari masing-masing larutan kitosan dipipet ke dalam viskometer yang kering, bersih dan yang telah dipasang dalam penangas air dengan suhu tetap dijaga 30 ± 0,1 o C. Waktu alir diukur dan dilakukan dengan 2 x pengulangan. Penentuan derajat deasetilasi (DD) dengan metode UV-Vis (Liu dkk., 2006) Sebanyak 4 mg kitosan hasil deasetilasi yang dihasilkan, dipisahkan pada masing- masing K1, K2, K3 dan K4. Kemudian dilarutkan dengan HCl 0,1 M dan dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 201 nm. Derajat deaseitalasi ditentukan dengan menggunakan persamaan 1 dan 2. Untuk berat molekul kitosan dihitung dengan menggunakan persamaan 3. (1) DD = (1-DA)100% (2) [ɳ] = KM a atau log [ɳ]= log K + a log M (3) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi kitin dari limbah kepiting rajungan. Proses isolasi kitin dari limbah kepiting rajungan (Portunus sanginolentus) diperoleh melalui tiga tahap yaitu tahap penghilangan protein (deproteinasi), pada tahap ini secara visual terjadi perubahan warna pada serbuk cangkang kepiting rajungan yang awalnya berwarna kecoklatan menjadi kuning kecoklatan. Selanjutnya tahap penghilangan mineral (demineralisasi) ditandai dengan perubahan warna menjadi putih kecoklatan. Tahap terakhir yaitu penghilangan zat warna (depigmentasi) warna yang terbentuk lebih putih. Dari hasil isolasi kitin, dapat diketahui komponen- komponen kimia yang terkandung dalam limbah kepiting rajungan (Portunus sanginolentus) yang ditunjukkan pada Tabel 1. Gambar 3. Spektrum FT-IR kitin hasil Nurani Hasanela dkk. Indo. J. Chem. Res., 8(1), 66-71, 2020 DOI: 10.30598//ijcr.2020.8-nur 69 Tabel 1. Komponen dalam limbah kepiting rajungan Kandungan Bobot (g) % Protein 26,67 6,66 Mineral 220,11 58.95 Zat warna 27,31 17,82 Kitin 125,91 16,57 Hasil isolasi kitin yang diperoleh selanjutnya dikarakterisasi gugus fungsinya dengan menggunakan spektrofotometer FT-IR, yang diperlihatkan pada Gambar 3. Spektra FT-IR kitin memperlihatkan beberapa pola serapan antara lain serapan yang muncul pada 3109,25 cm -1 merupakan serapan dari gugus hidroksil, serapan pada 1681,55 cm -1 adalah vibrasi bending –N-H. Menurut Kusumaningsih dkk.,2004 serapan yang merupakan ciri khas dari kitin yaitu gugus –N-H dalam –NH-CO- (gugus amina yang terasetilasi). Gugus metil (CH 3 ) muncul pada daerah 1311,59 – 1371,39 cm -1 . Serapan gugus amina kitin pada 3100,00 -1371,39 cm -1 , serapan 2829,57 – 2 879,72 cm -1 dari vibrasi streaching –CH alifatik yang menyatu dengan pita serapan ulur – OH. Adanya pita serapan pada 1004,51 – 1255,66 cm -1 menunjukkan vibrasi –C-O dari cincin kitin sedangkan serapan –CH 2 muncul pada 1450 cm -1 . Tabel 2. Daerah serapan gugus fungsi hasil analisa FT-IR dari kitin hasil isolasi Gugus fungsi Bilangan gelombangan (cm -1 ) OH 3109,25 CH alifatik 2829,57-2879,72 C=O 1681,93 CH2 1450 CH3 1311,59-1371,39 C-O 1004,91-1255,66 N-H (stretching) 3100,00-3631,96 N-H (binding) 1556,55 Proses deasetilasi kitin menghasilkan kitosan. Transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan dengan proses penghilangan gugus asetil dari kitin menjadi amina pada kitosan yang dikenal dengan proses deasetilasi. Pada penelitian ini, proses deasetilasi dilakukan dengan cara hidrolisis gugus asetoamida oleh basa kuat NaOH 0% dan NaBH4 pada suhu 110 o C. Kondisi ini digunakan karena struktur sel-sel kitin kuat. Menurut Chang dkk. (1997) tingkat deasetilasi meningkat dengan meningkatnya suhu atau konsentrasi NaOH. Kitosan hasil deasetilasi kitin dapat ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Kitosan hasil deasetilasi kitin Kitosan yang diperoleh dari proses deasetilasi kitin sebesar 16,67 g (66,68%) selanjutnya dianalisis gugus fungsinya dengan menggunakan spektrofotometer FT-IR. Hasil karakterisasi FT-IR kitosan tidak berbeda jauh dengan kitin. Perbedaan yang terjadi setelah proses deasetilasi adalah pergeseran spektrum serapan kitin pada gugus C=O pada daerah 1681,93 cm -1 yang muncul sebagai pita serapan baru pada daerah 1691,57 cm -1 dan pita serapan N-H dalam bidang CO-N-H pada 1556,55 cm -1 muncul pada spektrum kitosan pada serapan 1583,56 cm -1 . Masih adanya serapan gugus karbonil pada daerah 1691,57 cm -1 menunjukan sampel belum sepenuhnya terdeasetilasi. Hal ini disebabkan karena proses deasetilasi yang dilakukan belum mencapai waktu dan suhu maksimum. Menurut Ramadhan dkk., (2010) proses deasetilasi kitin secara bertahap dengan peningkatan waktu dan suhu dapat meningkatkan derajat deasetilasi karena faktor morfologi rantai kitin pada gugus asetamidanya semakin berkurang. Hasil spektrum FT- IR kitosan dapat dianalisa gugus fungsinya seperti yang ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Beberapa daerah serapan gugus fungsi hasil analisa FT-IR kitosan Gugus fungsi Bilangan gelombangan (cm -1 ) OH 3039,81 CH alifatik 2823,79-2997,38 C=O 1691,57 CH2 1413,82-1483,26 C-O 1151,50-1294,24 CH3 1325,1 N-H (binding) 1583,56 Derajat deasetilasi berdasarkan metode UV-Vis. Kitosan hasil deasetilasi dari kitin isolasi dibagi menjadi 4 sampel yaitu K1, K2, K3, dan K4 untuk masing-masing sampel dilarutkan dengan HCl 0,1 M. Nurani Hasanela dkk. Indo. J. Chem. Res., 8(1), 66-71, 2020 DOI: 10.30598//ijcr.2020.8-nur 70 Kemudian hasil sampel kitosan diuji absorbansinya dengan spekrofotometer UV-Vis. Penentuan DD pada studi ini diperoleh sebesar 93,99% terdapat pada sampel K4. Perbedaan besarnya derajat deasetilasi ini disebabkan kerena pada proses deasetilasi kitin menjadi kitosan, dilakukan dengan penambahan NaBH 4 dan dilakukan dua kali pengulangan. Oleh karena itu kondisi terbaik dari karakterisasi kitosan didapat dengan menggunakan suatu larutan NaBH 4 dalam NaOH yang berfungsi sebagai reduktor dalam menyumbangkan H + pada proses reaksi deasetilasi menjadi kitosan (Rinaudo, 2006, Mohammed dkk., 2013; Gyliene dkk., 2003). Perbedaan kitin dan kitosan terletak pada besarnya derajat deasetilasi. Kitosan memiliki derajat deasetilasi antara 70- 100% (Kusumaningsih dkk., 2004; Khan, 2002). Rendamen dari hasil penelitian ini, menunjukan sudah hampir sepenuhnya merupakan kitosan. Derajat deasetilasi dari kitosan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel. 4. Derajat deasetilasi dari kitosan hasil isolasi Kitosan Derajat deasetilasi (%) K1 93,02 K2 92,05 K3 93,15 K4 93,99 Tabel 5. Bobot molekul kitosan hasil isolasi dari limbah cangkang kepiting rajungan Kitosan Berat molekul (g/mol) K1 3,9 x 10 6 K2 4,3 x 10 6 K3 3,44 x 10 6 K4 3,47 x 10 6 Bobot molekul (BM) kitosan Selain DD salah satu karakteristik kitosan yang paling penting adalah BM. Pada penelitian ini, berat molekul terbaik diperoleh pada K4 sebesar 3,47x10 6 . Hal ini disebabkan karena adanya penambahan NaBH 4 dan dua kali pengulangan pada deasetilasi kitin menjadi kitosan. Bobot molekul kitosan dapat ditentukan dengan menggunakan metode viskositas dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa penambahan 0,75 g NaBH 4 dalam 25 g kitin menghasilkan kitosan yang memiliki derajat deasetilasi sebesar 93,99% dengan nilai bobot molekul yaitu 3,47 x 10 6 g/mol. DAFTAR PUSTAKA Adriana, A. A. Mudjijati., Selvy Elvira dan Vera Setijawati., 2001. Adsorpsi Co(VI) dengan Adsorban Kitosan, J. Kimia Lingkungan, 3, 31- 36. Agustina, S., Swantara, I.M.D., dan Suartha, I.N., 2015. Isolasi Kitin, Karakterisasi Dan Sintesis Kitosan Dari Kulit Udang, J. Kimia 9 (2), 271- 278. Ali-Komi, D.E., and Hamblin, M. R., 2016. Chitin and Chitosan: Production and Application of Versatile Biomedical Nanomaterials, Int. J. Adv. Res. (Indore)., 4(3): 411–427. Chang K.L.B., Tsai G., Lee J., and Fu W.R., 1997. Heterogeneous N-deacetylation of Chitin In Alkaline Solution, Carbohyd. Res., 303, 327– 332. Mohammed, M.H. Peter A.W., Olga T., 2013. Extraction of Chitin From Prawn Shells and Conversion To Low Molecular Mass Chitosan, Food Hydrocolloids, 31(2),166-171. Gyliene, O., Razmute, I., Tarozoute, R. and Nivinskiene, O., 2003. Chemical Composition and Sorption Properties of Chitosan Produced From Fly Larva Shells, Chemija (Villnius), T. 14 Nr. 3. 121-127 Khan, T.A., Peh, K.K., and Ching, H.S., 2002. Reporting Degree of Deacetylation Values of Chitosan: The Influence of Analytical Methods, Pharmaceut Sci, 205-212. Kumar, M.N.V.R, 2000. A review on Chitin and Chitosan Applications, Reactive and Func. Poly, 46 : 1-27 Kusumaningsih, T., Suryanti,V dan Permana, W., 2004. Karakterisasi Kitosan Hasil Deasetilasi Kitin dari Cangkang Kerang Hijau (Mytilus viridis linneaus), Alchemy, 3, 63-71 Liu, D., Wei, Y., Yoa, P., Y and Jiang, L., 2006. Determination of The Degree of The Acetylation of Chitosan By Uv Spectrofotometry Using Dual Standards, Carbohydrate Research, 341, 782- 785. Ramadhan, L.O.A.N., Wahyuningrum, D., Suendo, V., Radiman, L.C., dan Ahmad, L.O., 2010. Deasetilasi Kitin secara Bertahap dan Pengaruhnya terhadap Derajat Deasetilasi serta Massa Molekul Kitosan, J. Kimia Indo. 5 (1), 17-21. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Hamblin%20MR%5BAuthor%5D&cauthor=true&cauthor_uid=27819009 https://www.sciencedirect.com/science/journal/0268005X Nurani Hasanela dkk. Indo. J. Chem. Res., 8(1), 66-71, 2020 DOI: 10.30598//ijcr.2020.8-nur 71 Rinaudo, M., 2006. Chitin and Chitosan: Properties and Applications, Progress in Poly. Sci., 31(7), 603-632. Sarni, 2017. Toksisitas Oligomer Kitosan Derajat Deasetilasi Rendah Enzimatis Menggunakan Metode Brine Srimp Lethality Test (BSLT), Indo. J. Chem. Res., 4(2), 373-377. Sartika, I. D., Alamsjah, M.. Amin., Sugijanto, N.E. N., 2016. Isolasi dan Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus), J. Biosains, 18(2), 1-15. Tanasale, M. F.J.D.P., Telussa, I., Sekewael, S. J., 2016. Ekstraksi Dan Karakterisasi Kitosan Dari Kulit Udang Windu (Penaeus monodon) Serta Proses Depolimerisasi Kitosan Dengan Hidrogen Peroksida Berdasarkan Variasi Suhu Pemanasan, Indo. J. Chem. Res., 3(2), 308-318. Tanasale, M. F.J.D.P., Bandjar, A., Sewit, N., 2018. Isolasi Kitosan Dari Tudung Jamur Merang (Vollvariella Volvaceae) Dan Aplikasinya Sebagai Absorben Logam Timbal (Pb), Indo. J. Chem. Res., 6(1), 44-50. Teli, M.D., Sheikh, J., 2012. Extraction of Chitosan from Shrimp Shells Waste and Application In Antibacterial Finishing of Bamboo Rayon, Inter. J. Biological Macromolecules, 50(5), 1195-1200. https://www.sciencedirect.com/science/journal/00796700 https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/ijcr/article/view/115 https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/ijcr/article/view/115 https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/ijcr/article/view/115 https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/ijcr/article/view/124 https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/ijcr/article/view/124 https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/ijcr/article/view/124 https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/ijcr/article/view/124 https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0141813012001213#! https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0141813012001213#! https://www.sciencedirect.com/science/journal/01418130/50/5