IndoChem Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 41 PENENTUAN MODEL ADSORPSI METILENA BIRU PADA KARBON AKTIF BERBASIS ARANG Jatropha curcas L. Model Determination of Methylene Blue Adsorption on Jatropha curcas L. Based Activated Carbon Antonius Indarto 1 , Yansen Hartanto 2 *, Aditya Putranto 2 , Rendi Bunaidi 2 1 Department of Chemical Engineering, Institut Teknologi Bandung Kampus ITB, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 2 Department of Chemical Engineering, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141 *Corresponding author, e-mail: yansen_hartanto@yahoo.co.id Received: Marc. 2019 Published: Jul. 2019 ABSTRACT The Rate Determining Step (RDS) in adsorption proses plays a key role in order to understand the correct adsoption mechanism. In this experiment, a simple method used for distinguishing the RDS of liquid adsorption on solid adsorben was studied by an experiment based on Shrinking-Core Diffusion-based Model (SCM). RDS determination was done by comparing experimental data of two SCM Models: (1) Pore-Surface Model Diffusion (PSDM) and (2) Film-Pore Diffusion Model (FPDM). The adsorption of methylene blue by activated carbon obtained from Jatropha curcas L. was used as a case study. The result of experiment by three variated parameters: initial concentration (C0), pH, and type of adsorben shows that PSDM has more accuration compared to FPDM in representating the characterstic of mass transport of metil red adsorption on activated carbon. Keywords: Liquid adsoprtion, shrinking-core model, pore-surface diffusion, film-pore diffusion. PENDAHULUAN Proses adsorpsi telah digunakan dalam industri pemisahan dan pemurnian produk berskala besar selama bertahun-tahun (Seader dkk., 2010). Kunci penting keberhasilan dari proses adalah pemahaman interaksi dan mekanisme adsorpsi antara adsorben dan adsorbat (Hartanto dkk., 2017). Secara umum, mekanisme transfer massa proses adsorpsi terjadi dalam lima tahapan (Worch, 2012): (1) perpindahan konvektif dari adsorbat ke lapisan batas antarfasa (film); (2) perpindahan massa eksternal dari film ke permukaan luar adsorben; (3) difusi pori, yakni fluida berdifusi ke arah dalam pori-pori adsorben; (4) difusi permukaan, dengan fluida berdifusi ke arah permukaan bagian dalam adsorben melalui pori-pori; dan (5) adsorpsi cairan pada permukaan adsorben. Saat ini, difusi film-pori (langkah 2 dan 3) dan difusi pori-permukaan (langkah 3 dan 4) disebut-sebut sebagai tahap penentu laju (Rate Determining Step, RDS) paling umum dari adsorpsi cairan dalam banyak referensi. Pemilihan model diantara kedua mekanisme tersebut bergantung pada adsorben, adsorbat, dan interaksinya. Dalam diskusi ini, akan disampaikan pengembangan metode sederhana tentang bagaimana membedakan tahap penentu laju adsorpsi berdasarkan Shrinking-Core Diffusion- based Model (SCM). Model ini telah dikembangkan untuk mengatasi kelemahan model transportasi massa resistansi tunggal (McKay dkk., 1981), yang biasanya hanya memiliki keberhasilan terbatas dalam memprediksi data eksperimen. Model difusi dua- hambatan berdasarkan Shrinking Core-based Model (SCM) ditemukan sebagai model yang paling umum untuk memformulasikan proses adsorpsi cair (Aydogan dkk., 2006). Salah satu model matematika berdasarkan SCM adalah Model Difusi Film-Pori (FPDM), diusulkan oleh McKay (1984). Model ini menggunakan konsep isoterm Langmuir dan berhasil diterapkan untuk beberapa sistem, seperti penghilangan zat pewarna (basic dye) pada karbon aktif dan penyerapan pewarna Chrome pada abu terbang (Gupta dan Imran, Antonius Indarto dkk. / Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 42 2012). Selain itu, ada pula Model Difusi Pori- Permukaan (PSDM). Model PSDM adalah metode analisis kinetik dua-hambatan dan berhasil digunakan untuk menguji dinamika proses adsorpsi untuk berbagai senyawa organik pada karbon aktif berbentuk granular (Miyahara dan Okazaki, 1993) dan adsorpsi asam propionat pada karbon aktif (Mishra dkk. 2009). Dalam model PSDM, Hand dkk. (1983) mengembangkan prosedur untuk menentukan koefisien difusi permukaan dengan menghilangkan hambatan perpindahan massa film cair dan membandingkannya dengan data adsorpsi partaian (batch). Dalam penelitian ini, kedua model berbasiskan SCM, yaitu FPDM dan PSDM digunakan untuk menentukan RDS dari adsorpsi metilena biru pada karbon aktif arang Jatropha curcas L. Model pertama mengasumsikan bahwa RDS berada pada difusi pori dan permukaan; karenanya model ini disebut PSDM. Model lain mengasumsikan difusi dalam film dan pori sebagai langkah penentuan laju; sehingga model ini disebut FPDM. Semua hasil simulasi kemudian dibandingkan dengan data adsorpsi partaian (batch) proses penghilangan warna metilena biru pada cairan dengan menggunakan karbon aktif sebagai adsorben. TATA NAMA aL, KL konstantan Langmuir (m 3 /kg) C0 konsentrasi awal (kg/m 3 ) Ce,t konsentrasi kesetimbangan pada waktu t (kg/m 3 ) Ct konsentrasi pada waktu t (kg/m 3 ) Deff parameter difusivitas efektif (m 2 /s) Dp parameter difusivitas pori (m 2 /s) Ds parameter difusivitas permukaan (m 2 /s) Ds,0 difusivitas permukaan pada C0=0 (m 2 /s) kf parameter difusivitas film (m/s) q(t) konsentrasi pada fasa adsorben pada waktu t (kg/kg) R jari-jari adsorben (m) Rm fraksi radius inti tidak jenuh (m) r(t) radius adsorben tidak jenuh pada waktu t (m) t waktu (s) V volume campuran (m 3 ) W massa adsorben (kg) METODOLOGI Deskripsi Model Matematika Dua model SCM yang berbeda, yaitu: PSDM dan FPDM, dikembangkan untuk mensimulasikan adsorpsi metilena biru pada karbon aktif biomassa Jatropha curcas L. PSDM adalah model adsorpsi yang dibangun berdasarkan difusi adsorbat ke film dan pori sebagai dua langkah pengontrol laju adsorpsi. Dalam studi ini, model PSDM yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Chen dkk. (2001). Dalam model PSDM, konsep isoterm Langmuir digunakan untuk mewakili kesetimbangan padat-cair seperti yang dijabarkan dalam Persamaan (1). (1) ( ) (2) Persamaan (2) mengukur jumlah adsorben yang terlapisi oleh senyawa adsorbat yang nilainya akan berbanding lurus dengan perbedaan antara konsentrasi waktu awal (C0) dan konsentrasi saat waktu t (Ce,t). Laju difusi adsorbat ke dalam pori adsorben dihitung berdasarkan radius penyusutan inti (shrinking core) seperti pada Persamaan (3). ( ) ( ) (3) Yakni pada t = 0 nilai r = R. Persamaan (3) akan dilengkapi dengan korelasi antara Deff dan Dp serta Ds yang dijabarkan dalam Persamaan (4). ( ) (4) Konstanta difusivitas pori (Dp) dan difusivitas permukaan (DS) dapat diperoleh dengan meminimalkan kesalahan (sum of squared error) antara nilai konsentrasi senyawa (Ct) hasil eksperimental dan perhitungan model. Model Film - Pore Difusion (FPDM) juga dikembangkan oleh kelompok penelitian yang sama merujuk pada publikasi Cheung dkk. (2002). Model ini mengasumsikan difusi film dan pori sebagai dua tahap penentu laju (RDS). Proses adsorpsi terjadi dengan cepat dan tingkat penyerapan adsorbat dikendalikan oleh difusi pori. Secara umum, model FPDM memiliki kesamaan dengan PSDM dalam menghitung keseimbangan massa (dijabarkan sebagai Persamaan 2) dan tingkat difusi absorben ke dalam pori tak jenuh (Persamaan 3). Antonius Indarto dkk. / Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 43 Namun, FPDM memiliki pendekatan yang berbeda untuk menghitung konsentrasi adsorbat pada permukaan adsorben yang dapat ditulis sebagai Persamaan (5). ( ( )) *( ( )) ( ) + ( ) (5) Dengan ( ) ( ( ) ) ( ) . Model ini memiliki dua parameter yang dapat disesuaikan, yaitu: difusivitas film (kf) dan difusivitas pori (Dp) yang dapat diperoleh dari minimisasi kesalahan antara data konsentrasi ekperimental dan simulasi. Alat dan Bahan Alat-alat yang diperlukan dalam percobaan ini antara lain, labu botol bundar 500 mL, oven, pH meter, desikator, tungku tubuar horizontal. Bahan dan sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah metilena biru, adsorben (karbon aktif), asam nitrat pekat, KOH, dan gas nitrogen. Prosedur Kerja Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah padatan karbon residu Jatropha curcas L. Sebelum digunakan, padatan karbon yang dihasilkan perlu dilakukan aktivasi terlebih dahulu dengan menggunakan dua buah metode. Metode pertama, padatan karbon direndam dalam larutan KOH selama 24 jam dengan rasio impregnasi 2:1. Padatan yang direndam kemudian mengalami dua tahap pemanasan pada 120°C selama 2 jam dalam oven dan 500°C selama 4 jam dalam tungku tubular horizontal dengan laju pemanasan konstan 10°C/menit dengan dialiri N2 pada laju aliran 150 cm 3 /menit. Dalam penelitian ini, hasil aktivasi dengan metode ini disebut sebagai adsorben A. Aktivasi kedua dilakukan dengan mengikuti prosedur Huang dkk. (2009) yaitu sebanyak 50 g adsorben A dimasukkan ke dalam labu botol bundar 500 mL yang mengandung 200 mL asam nitrat pekat. Campuran kemudian dipanaskan pada 80°C selama 7 jam dengan pengadukan kontinu pada 100 rpm. Selanjutnya, padatan teroksidasi dibilas dengan air deionisasi sampai tidak ada perubahan signifikan dalam nilai pH yang terukur dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 120°C selama 24 jam dan disimpan dalam desikator. Adsorben padat kedua disebut sebagai adsorben B. Percobaan adsorpsi dilakukan pada 30°C menggunakan dosis adsorben 0,6 g dan dilakukan selama 7 jam dalam bejana batch yang diaduk pada kecepatan 500 rpm. Variasi dilakukan terhadap tiga nilai konsentrasi metilena biru (0,2, 0,5, dan 0,8 kg/m 3 ) dan tiga nilai pH (3, 7, dan 11). Dalam penelitian ini, semua persamaan matematika yang digunakan dituliskan sebagai kode program numerik dalam perangkat lunak Matlab (Mathworks, 2019) serta menggunakan modul optimisasi yang telah tersedia untuk menyelesaikan persamaan diferensial simultan. Modul integrasi optimasi yang tersedia mampu untuk menyelesaikan persamaan diferensial komplek secara simultan (Indarto 2012; 2016). Tabel 1. Estimasi nilai parameters (DS and DP) Model PSDM. No. C0 (kg/m 3 ) pH Absorber Ds (m 2 /s) Dp (m 2 /s) Error R 2 1 0.2 3 A 5.23E-14 1.98E-12 1.10E-03 0.9677 2 0.8 3 A 6.76E-14 2.12E-12 9.33E-04 0.9767 3 0.2 7 A 6.01E-14 1.99E-12 1.21E-04 0.9999 4 0.8 7 A 7.22E-14 2.21E-12 1.14E-04 0.9998 5 0.2 11 A 9.46E-15 2.15E-12 2.91E-04 0.9697 6 0.8 11 A 5.25E-14 2.71E-12 1.92E-04 0.9997 7 0.2 3 B 5.56E-14 1.71E-12 1.07E-03 0.9988 8 0.8 3 B 7.02E-14 2.04E-12 1.13E-03 0.9976 9 0.2 7 B 3.99E-14 9.98E-13 1.14E-03 0.9787 10 0.8 7 B 5.79E-14 2.82E-12 8.91E-04 0.9979 11 0.2 11 B 6.53E-14 1.99E-12 1.02E-03 0.9980 12 0.8 11 B 7.66E-14 2.21E-12 1.01E-03 0.9967 Antonius Indarto dkk. / Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 44 Data dari percobaan eksperimental akan dibandingkan dengan data hasil perhitungan/simulasi. Evaluasi dilakukan dengan dua cara berbeda. Estimasi parameter dilakukan terlebih dahulu dengan meminimalkan kesalahan antara data perhitungan model dan eksperimen. Untuk tujuan ini, data adsorpsi dengan konsentrasi metilena biru 0,5 dan 0,8 kg/m 3 (baik adsorben A dan B) akan digunakan. Karena model memiliki perbedaan dalam mekanisme RDS, parameterisasi lokal akan dilakukan. Dalam kasus model PSDM, validasi model difokuskan pada difusivitas permukaan (DS) dan difusivitas pori (Dp) sedangkan koefisien difusi film (kf) dan difusivitas pori (Dp) dilakukan untuk PFDM. Untuk tujuan validasi, Gambar 1. Kurva estimasi parameter Model PSDM pada C0 = 0,2 kg/m 3 , pH = 7 untuk adsorben A. Gambar 2. Distribusi Error Model PSDM pada C0 = 0,2 kg/m 3 , pH = 7 untuk adsorben A. Antonius Indarto dkk. / Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 45 konsentrasi adsorben yang digunakan adalah 0,5 kg/m 3 dan pH 7 dan 11. HASIL DAN PEMBAHASAN Estimasi Parameter Model PSDM Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, difusivitas permukaan (DS) dan parameter difusivitas pori (Dp) untuk PSDM diperkirakan pada konsentrasi metilena biru awal (C0) 0,2 dan 0,8 kg/m 3 dan pH 3, 7, dan 11. Hasil perhitungan parameter dan kesalahan ditabulasikan dalam Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa parameter estimasi dengan metode fitting menghasilkan kesalahan yang sangat rendah (dalam kisaran di bawah 1,2 × 10 -3 ). Hasil ini menyatakan bahwa parameter adsorpsi yang diperoleh sudah relatif tepat untuk digunakan pada model PSDM dalam memprediksi jumlah metilena biru teradsorpsi dalam karbon aktif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Merujuk pada model ini, difusi dalam sistem adsorpsi ini dikendalikan oleh tahap difusi pada permukaan pori (Chen dkk., 2001). Tabel 1 juga menunjukkan nilai korelasi antara parameter difusi, konsentrasi awal (C0), dan nilai pH. Nilai Ds dan Dp meningkat secara signifikan pada nilai C0 yang lebih tinggi. Hasil yang diperoleh sesuai dengan percobaan dan korelasi yang diajukan oleh Danny dkk. (2002) yang ditunjukkan pada Persamaan (6) 0logloglog CnDD ss   (6) Pada waktu tak terbatas (t = ∞), difusivitas permukaan (Ds,∞) akan mendekati nol dan Ds akan berkorelasi hampir linier ke C0,n. Nilai Ds dan Dp juga sebanding dengan nilai pH. Pada nilai pH yang lebih tinggi, metilena biru lebih mudah diikat secara kimia dengan kondisi asam. Kondisi asam, karbon aktif menjadi lebih aktif (terutama ketika adsorben secara kimiawi diaktifkan oleh asam nitrat, adsorben B) disebabkan oleh gugus fungsi karboksilat di permukaan padatan. Pada pH yang lebih tinggi, interaksi elektrostatik tambahan akan lebih tinggi dan menghasilkan lebih banyak interaksi elektrostatik. Situasi serupa ditemukan oleh Kurniawan dan Ismadji (2011) ketika mereka mengukur kinetika adsorpsi biru metilen pada karbon aktif. Hasil evaluasi model juga dapat digunakan untuk menunjukkan karakteristik distribusi kesalahan. Analisis kesalahan dilakukan dengan mengalurkan nilai kesalahan sebagai fungsi waktu adsorpsi. Gambar 2 menunjukkan contoh distribusi kesalahan PSDM pada konsentrasi awal 0,2 kg/m 3 dan pH 7 untuk adsorben A. Kesalahan yang dihasilkan diklasifikasikan sebagai kesalahan acak (random error). Kesalahan acak mengindikasikan bahwa model ini cukup baik dalam menggambarkan karakteristik mekanisme adsorpsi. Tabel 2. Estimasi nilai parameters (DP and kf) Model FPDM. No. C0 (kg/m 3 ) pH Adsorber Dp (m 2 /s) kf (m/s) Error R 2 1 0.2 3 A1 4.18E-12 2.12E-05 9.95E-04 0.9690 2 0.8 3 A1 4.67E-12 1.98E-05 1.13E-03 0.8890 3 0.2 7 A1 3.80E-12 1.79E-05 8.91E-04 0.9999 4 0.8 7 A1 4.16E-12 2.01E-05 9.14E-04 0.9612 5 0.2 11 A1 4.23E-12 2.15E-05 1.08E-04 0.9529 6 0.8 11 A1 4.97E-12 2.11E-05 1.92E-04 0.9996 7 0.2 3 A2 4.04E-12 2.20E-05 2.11E-03 0.9990 8 0.8 3 A2 5.13E-12 2.17E-05 2.03E-03 0.9896 9 0.2 7 A2 5.56E-12 2.22E-05 1.11E-04 0.9787 10 0.8 7 A2 6.11E-12 1.99E-05 1.46E-04 0.9579 11 0.2 11 A2 3.99E-12 2.14E-05 1.36E-03 0.9680 12 0.8 11 A2 4.26E-12 1.96E-05 1.42E-03 0.9767 Antonius Indarto dkk. / Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 46 Pengujian Model PSDM Dengan menggunakan parameter DS dan Dp yang telah diperoleh dari hasil fitting, dapat dibandingkan nilai konsentrasi metilena biru eksperimental dan konsentrasi model. Gambar 3a menunjukkan bahwa dengan menggunakan nilai parameter (DS dan Dp) yang diperoleh pada kosentrasi 0,2 dan 0,8 kg/m 3 , menghasilkan profil konsentrasi adsorbat yang mirip dibandingkan dengan data eksperimen untuk konsentrasi 0,5 kg/m 3 . Kesalahan relatif maksimum diperkirakan kurang dari 3 × 10 -3 . Gambar 3b menunjukkan profil konsentrasi metilena biru pada fase padat sebagai fungsi waktu hingga mencapai kesetimbangan. Pada periode awal, difusi terjadi secara perlahan dan (a) (b) Gambar 3. (a) Kurva validation Model PSDM dan (b) Profil konsentrasi absorbat sebagai fungsi waktu dan jari-jari adsorben pada C0 = 0,5 kg/m 3 , pH = 7 untuk adsorben A. Antonius Indarto dkk. / Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 47 bertahap meningkat pada periode yang lebih lama. Konsentrasi absorbat akan bernilai lebih besar di bagian luar (permukaan) adsorben pada jari-jari (r) yang lebih besar. Ini menunjukkan bahwa banyak molekul terlarut (absorbat) yang teradsorpsi di permukaan daripada pada bagian dalam adsorben pada tahap awal. Hal ini sesuai dengan konsep difusi permukaan sebagai RDS dalam model adsorpsi ini (Seader dkk., 2010). Gambar 4. Kurva estimasi Model FPDM pada C0 = 0,2 kg/m 3 dan pH 7 untuk adsorben B. Gambar 5. Distribusi kesalahan Model FPDM pada C0 = 0,2 kg/m 3 dan pH = 7 untuk adsorben A. Antonius Indarto dkk. / Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 48 Estimasi Parameter dan Validasi FPDM Metode serupa juga diterapkan untuk memperkirakan dan memvalidasi parameter adsorpsi model FPDM. Hal ini karena tahap penentu laju (RDS) dalam FPDM adalah pada film – pori, parameter kf (koefisien difusivitas film) dan DP (difusivitas pori) perlu dicari. Tabel 2 menunjukkan parameter yang dihitung dengan meminimalkan kesalahan profil konsentrasi antara simulasi dan data percobaan. Estimasi parameter FPDM dilakukan dengan menggunakan data eksperimental menggunakan konsentrasi fase awal air (C0) 0,2 dan 0,8 kg/m 3 dan pH 3, 7, dan 11 untuk adsorben A dan B. Dibandingkan dengan hasil PSDM, FPDM menghasilkan nilai kesalahan (SSE) yang lebih besar meskipun kesalahan absolut relatif masih kecil (2,2 × 10 -3 dibandingkan 1,2 × 10 -3 pada model PSDM). Perbedaan signifikan ditemukan ketika konsentrasi adsorbat dialurkan sebagai fungsi waktu. Contoh perbandingan proses adsorpsi menggunakan adsorben B pada C0 0,2 kg/m 3 dan pH 7 ditunjukkan pada Gambar 4. Pada Gambar 4, nilai C0 hasil perhitungan model FPMD dengan metode fitting, sedikit berbeda pada waktu awal (titik balik kurva) dan setelah waktu adsorpsi mencapait>150 menit. Model FPDM mengasumsikan bahwa tahap penentu laju (RDS) dari adsorpsi terjadi dalam difusi film dan difusi pori. Perbedaan yang timbul dapat disebabkan oleh perlakuan eksperimen selama proses adsorpsi berlangsung. Campuran adsorbat dan adsorben dalam bejana diaduk pada kecepatan putaran yang relatif tinggi (rpm 500) selama 7 jam. Agitasi akan meminimalkan resistensi perpindahan massa yang disebabkan oleh lapisan film antarfasa antara larutan metilena biru dan adsorben. Hal ini memungkinkan molekul cairan berdifusi dengan cepat melalui permukaan dan bagian dalam adsorben dengan hambatan yang minimum padalapisan film permukaan (Kurniawan dan Ismadji, 2011). Analisis lebih lanjut untuk mengevaluasi distribusi kesalahan ditunjukkan pada Gambar 5. Kesalahan tampaknya mengikuti pola tertentu yang diklasifikasikan sebagai kesalahan sistematis karena formulasi matematika. Kesalahan semacam ini menunjukkan adanya asumsi atau mekanisme yang tidak cocok selama perumusan model. Berdasarkan hasil ini, kita dapat menyimpulkan bahwa proses adsorpsi tidak mengikuti model FPDM. Dengan kata lain, difusi film tidak dapat dipilih sebagai RDS dari kasus adsorpsi ini. Tabel 3. Perbandingan keakuratan model antara PSDM dan FPDM. PSDM No. C0 (kg/m 3 ) pH Error R 2 SSE average R 2 1 0.2 3 1.10E-03 0.9677 2.75E-03 0.9856 2 0.8 3 9.33E-04 0.9767 3 0.2 7 1.21E-04 0.9999 4 0.8 7 1.14E-04 0.9998 5 0.2 11 2.91E-04 0.9697 6 0.8 11 1.92E-04 0.9997 FPDM No. C0 (kg/m 3 ) pH Error R 2 SSE average R 2 1 0.2 3 9.95E-04 0.9690 4.23E-03 0.9619 2 0.8 3 1.13E-03 0.8890 3 0.2 7 8.91E-04 0.9999 4 0.8 7 9.14E-04 0.9612 5 0.2 11 1.08E-04 0.9259 6 0.8 11 1.92E-04 0.9996 Antonius Indarto dkk. / Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 49 Perbandingan Hasil Simulasi Model PSDM dan FPDM Nilai kesalahan (sum of squared error) antara model PSDM dan FPDM dapat dibandingkan seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 tersebut, dapat diamati bahwa PSDM lebih akurat untuk memprediksi mekanisme transfer massa pada adsorpsi metilena biru menggunakan karbon aktif dalam kondisi batch. FPDM menghasilkan jumlah kuadrat kesalahan (SSE) yang lebih tinggi daripada PSDM. Hasil ini mengindikasikan bahwa tahap penentu laju (RDS) dalam sistem adsorpsi ini adalah difusi permukaan dan pori sedangkan pengaruh tahanan film (film resistance) dapat diabaikan untuk kasus ini. KESIMPULAN Adsorpsi metilena biru dengan menggunakan karbon aktif berbasis biomassa telah dilakukan. Hasil studi menunjukkan bahwa difusi dalam pori dan permukaan menjadi langkah penentu laju (RDS) dalam transfer massa mekanisme adsorpsi. Model Difusi Pori- Permukaan (PSDM) memiliki kesalahan total yang lebih rendah dari Model Difusi Pori-Film (FPDM) untuk adsorpsi partaian (batch) metilena biru pada karbon aktif berbasis biomassa. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil prediksi konsentrasi adsorbat dari Model PSDM lebih akurat dibanding Model FPDM. Selanjutnya, dengan mengikuti metode sederhana ini, RDS dari adsorpsi cair dapat dibedakan dengan cepat. DAFTAR PUSTAKA Aydoğan, S., Erdemoğlu, M., Aras, A., Uçar, G., Özkan, A., 2006, Dissolution Kinetics Of Celestite (SrSO4) In HCl Solution With BaCl2, Hydrometallurgy, 84, 239–246. Chen, B., Hui, C. W., McKay, G., 2001, Pore- Surface Diffusion Modeling For Dyes From Effluent On Pith, Langmuir, 17, 740-748. Cheung, C. W., Porter, J. F., McKay, G., 2002, Removal Of Cu(II) and Zn(II) Ions By Sorption Onto Bone Char Using Batch Agitation, Langmuir, 18, 650-656. Danny, C. K. K., Lee, V. K. C., Porter, J. F., McKay, G., 2002, Improved Design And Optimization Models For The Fixed Bed Adsorption Of Acid Dye And Zinc Ions From Effluents, J. Chem. Technol. Biotechnol., 77(12), 1289-1295. Gupta, V. K., Ali, I., 2012, Environmental Water: Advances in Treatment, Remediation and Recycling, Elsevier, Amsterdam. Hand, D. W., Crittenden, J. C., Thacker, W. E., 1983, User Oriented Batch Reactor Solutions To The Homogeneous Surface Diffusion Model, J. Environ. Eng., 109, 82- 101. Huang, G., Shi, J. X., Langrish, T. A. G., 2009, Removal Of Cr(VI) From Aqueous Solution Using Activated Carbon Modified With Nitric Acid, Chem. Eng. Sci., 152, 434-439. Kurniawan, A., Ismadji, S., 2011, Potential Utilization Of Jatropha curcas L. Press- cake Residue As New Precursor For Activated Carbon Preparation: Application In Methylene Blue Removal From Aqueous Solution, J. Taiwan Inst. Chem. E., 42, 826- 836. Hartanto, Y., Yaswari, Y., Zunita, M., Soerawidjaja, T. H., Indarto, A., 2017, Decolorization Of Crude Terpineol By Adsorption, Sep. Sci. Technol., 52(12), 1967-1972. Indarto, A., 2012, Decomposition of Dichlorobenzene In a Dielectric Barrier Discharge, Environ. Technol., 33(6), 663- 666. Indarto, A., 2016, Partial Oxidation Of Methane To Methanol With Nitrogen Dioxide In Dielectric Barrier Discharge Plasma: Experimental And Molecular Modeling, Plasma Sources Sci. Technol., 25(2), 025002. Matworks, 2019, Matlab – The Language of Technical Computing, The Mathworks, Natick, Massachusetts, USA. McKay, G., 1984, The Adsorption Of Basic Dye Onto Silica From Aqueous Solution-Solid Diffusion Model, Chem. Eng. Sci., 39, 129. McKay, G., Allen, S. J., McConvey, I. F., Otterburn, M. S., 1981, Adsorption Of Dyes Onto Wood and Peat Surfaces, J. Colloid Interface Sci., 80, 323. Miyahara, M., Okazaki, M., 1993, Correlation of Concentration - dependent Surface Diffusivity in Liquid Phase Adsorption, J. Chem. Eng. Jpn., 26 (5), 510. Antonius Indarto dkk. / Indo. J. Chem. Res., 2019, 7(1), 41-50 50 Seader, J, Henley, E. J., Roper, D. K., 2010, Separation Process Principles, John Wiley & Sons, NJ. Mishra, P. K., Modal, M. K., Srivastava, P., 2009, Separation Processes: Emerging Technologies for Sustainable Development, Allied Publisher, New Delhi. Worch, E., 2012, Adsorption Technology in Water Treatment. Fundamentals, Processes, and Modeling, Walter and de Gruyter, Berlin.