KHILAFAH ISLAMIYAH DALAM PERSPEKTIF SEJARAH 30 Keefektifan Sekolah, Fungsi, dan Model 29 INFORMASI, No. 2, XXXVI, Th. 2010. KEEFEKTIFAN SEKOLAH, FUNGSI DAN MODEL Oleh: Teguh Sihono Norlia Binti Mat Norwani, Ph. D. Abstract   School functions are created forthe learner’s reproduction of knowledge, attitudes, values, and techniques that have a culture. There are five types of school function: engineering/economic function, political function, human/social function, cultural function, and educational function. Each type of the school function operates at five levels (individual, institution, community, society, and international). The effectiveness of a school is the capacity of the school to maximize its functions or the extent to which the school can perform the functions which consists of five types: technical/economic, human/social, political, cultural, and educational. The effectiveness of the school shows effective school performance in order to improve the quality of education. There are eight models of school effectiveness that places emphasis on each different aspect to the dynamic process of the school in an effective struggle for survival. The models are: the model of destination; input source model; process model; satisfaction model; legitimacy model; ineffectiveness model, organizational learning model, and total quality management (TQM) models. In maximizing the school’s function, school administrators can choose among the eight models of school effectiveness, in accordance with the interests, needs and condition of each school. Keywords: Effectiveness, Function, Model A. Pendahuluan Sekarang banyak informasi pendidikan dan irama kerja restrukturisasi sekolah untuk keefektifan ke perkembangan sekolah, tidak saja hanya di wilayah barat seperti Canada, Amerika Serikat dan United Kingdom, tetapi juga di Fasifik seperti Australia, New Zeland, Mainland, China dan Hongkong, dari perbaikan ke pengembangan. Saat ini bidang pendidikan berubah sangat cepat akan tetapi tujuan sekolah tidak tegas dan tidak berubah banyak. Agar adaptasi pada perubahan lingkungan, terdapat kebutuhan kuat membangun rencana rutin setiap aspek penting di sekolah, yang meliputi: tujuan sekolah, staff, struktur organisasi, proses sekolah, teknologi dalam manajemen, mengajar dan belajar. Pengembangan sekolah secara rutin adalah konsep kebutuhan jangka panjang, menyeluruh dan berkembang. Dari reformasi ini, beberapa kecenderungan dapat diamati; (a) dari kuantitas ke kualitas, (b) dari pemeliharaan ke keefektifan, (c) dari pengawasan eksternal ke manajemen berbasis sekolah, (d) dari teknik sederhana ke Teknologi yang rumit. Tanggapan pada kecenderungan dan pengembangan dalam pembaharuan pendidikan, serta perubahan sekolah, mempunyai kemajuan pesat dalam pengetahuan, penyelidikan, praktik dan kebijaksanaan utama dalam bidang keefektifan sekolah dan manajemen berbasis sekolah. Akan tetapi dengan skala yang sangat besar sejak dimulainya pembaharuan pendidikan melibatkan banyak sekolah, staff dan siswa, kemajuan juga kecil untuk mendukung perubahan. B. Fungsi Sekolah Pada Berbagai Tingkat Keefektifan sekolah adalah konsep yang masih samar-samar, walaupun ini sering digunakan dalam literatur manajemen sekolah dan perbaikan/ kemanjuan. Pada banyak orang, mengartikan keefektifan sekolah berbeda-beda, dan keefektifan sekolah sering keliru/membingungkan dengan efisiensi sekolah. Unsur kritis konsep keefektifan seperti: kriteria apa, kriteria siapa, efektif bagi siapa, siapa yang mengartikan, bagaimana menilai, kapan menilai dan menurut apa pembatasan lingkungan, sering bermasalah. Sekolah adalah organisasi dalam perubahan dan konteks sosial yang rumit, loncatan dengan sumber terbatas dan meliputi banyak warga seperti; otoritas pendidikan, administrator sekolah, guru, siswa, orang tua, masyarakat, pendidik dan umum. Dengan keadaan sosial seperti ini, sungguh sulit untuk mengartikan keefektifan sekolah tanpa mendiskusikan fungsi sekolah (Cheng, 1997:7). Sekolah mempunyai kinerja dan keefektifan untuk fungsi yang berbeda. Ajaran fungsi menganjurkan pendidikan sekolah dapat memfaslitasi mobilitas sosial, dan perubahan sosial, tetapi teori konflik menentang pendidikan sekolah mereproduksi struktur klas dan memelihara ketidak samaan pada masyarakat. Bolman and Deal (1991) membedakan potensi fungsi sekolah dalam lima tipe (School function in to five types) : 1) Technical/Economic Functions; 2) Political Functions; 3) Human/Social Functions; 4) Cultural Functions; 5) Educational Function Tabel 1: School Function At Multilevel TECHNICAL/ECONOMIC FUNCTION HUMAN/ SOCIAL FUNCTION POLITICAL FUNCTION CULTURAL FUNCTION EDUCATIONAL FUNCTION Individual student, staff, etc. · Knowledge and skills training · Career training · Job for staff · Psycholo-gical development · Sosial-development · Potential - development · Development of civic attutudes and skills · Accultu-ration · Sosializa-tion with values, norms, beliefs · Learning how tolearn & develop · Learning how toteach and help · Profesional - development Institutional · As a life place · As a work place · As a service organization · As a sosial – entity or sistem · As a human relationship · As a place for political – sosialization · As a political coalition · As a place for political discourse or criticims · As a center for cultural trasmition and repro-duction · As a place for cultural revitaliza tion and integration · As a place for learning and teaching · As a center for disseminating knowledge · As a center for educational changes and development Community · Serving the economic or instrumental needs of the community · Serving the sosial needs of the community · Seving the political needs of the community · Seving the cultural needs of the community · Seving the educational needs of the community Society · Provision of quality labor force · Modification of economic cooperation · Contribution to the menpower structure · Social integration · Social mobility/ social class perpetuation · Social equality · Selection and allocation of human resources · Social development and change · Political legimization · Political structure maintenance and continuity · Democracy promotion · Facilitating political development and reforms · Cultural integration & comunity · Cultural reproduc-tion · Production of cultural capital · Cultural revitaliza-tion · Development of the education professions · Development of education structure · Dessemination of knowledge and information · Learning society International · International competation · Economic cooperation · International trade · Technology exchange · Earth protection · Sharing information · Global villlage · International friendship · Social cooperation · International exchange · Elimination of national/ regional/ racial/gender biases · International coalition · International understanding · Peace/againswar · Common interest · Elimination of conflicts · Apprecia-tion of cultural diversity · Cultural acceptance across countries/ region · Develop-ment of global culture · Development of global education · International education exchange and cooperation · Education for the whole world Sumber: Cheng Yin Cheong: 1997:10 1. Fungsi teknis/ekonomi: merujuk kontribusi sekolah terhadap pengembangan teknis atau ekonomi dan kebutuhan individu, lembaga, komunitas lokal, masyarakat dan komunitas internasional. Pada tingkatan individual; sekolah dapat membantu siswa mendapatkan pengetahuan dan keperluan ketrampilan untuk bersaing dalam masyarakat modern dan menyediakan latihan jabatan dan kesempatan. Pada tingkat lembaga; sekolah melayani organisasi dalam menyediakan pelayanan kualitas, juga gilirannya urusan hidup atau tempat kerja dalam masyarakat. Pada tingkat komunitas; sekolah melayani kebutuhan peralatan komunitas lokal, menyediakan kualitas kekuatan buruh/tenaga perekonomian. Pada tingkat internasional; pendidikan sekolah menyediakan keperluan tenaga kualitas tinggi dalam kompetisi internasional, kerja sama ekonomi, perlindungan bumi, teknologi dan perubahan informasi. 2. Fungsi manusia/sosial: mengacu pada kontribusi sekolah untuk perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat masyarakat. Pada tingkat individu; sekolah membantu siswa untuk mengembangkan psikis, pisik dan sosial, serta potensi mereka sendiri. Pada tingkat lembaga; sekolah merupakan kesungguhan sosial atau sususan sistem sosial pada hubungan manusia yang berbeda, yang ditentukan oleh kualitas kerja, belajar, dan hidup bagi guru dan siswa. Pada tingkat komunitas/masyarakat; sekolah melayani kebutuhan sosial atau fungsii komunitas lokal , membantu integrasi sosial pada beberapa dan berbagai keragaman warga masyarakat, mobilisasi fasilitas sosial dalam struktur kelas yang ada , menguatkan persamaan bagi semua orang yang berlatang belakang berbeda. Membantu perubahan sosial dan pengembangan dalam jangka panjang. Menurut teori konflik; sekolah meniru struktur kelas yang ada mengekalkan kesamaan ketidak samaan sosial. Pertumbuhan kesadaran global, sekolah diharapkan memainkan peran penting dalam menyiapkan siswa bagi keselarasan internasional, kerja sama sosial, hubungan manusia global, dan menghapuskan nasional, regional, diskriminasi, dan bias gender. Pada tingkat internasional; sekolah dapat menguntungkan komunitas dan masyarakat dalam jangka panjang 3. Fungsi politik: mengacu pada kontribusi sekolah untuk perkembangan politik di berbagai tingkat masyarakat. Pada tingkat individu; sekolah membantu mengembangkan dan melatih setiap warganegara yang positif dan memahamkan akan hukum/peraturan dan tanggung jawab warga negara. Pada tingkat lembaga; sekolah melaksanakan sosialisasi untuk siswa secara sistimatis ke dalam kumpulan norma politik, kepercayaan dan nilai, atau untuk diskusi secara kritis dan mencerminkan peristiwa politik yang ada. Pada tingkat komunitas dan masyarakat; sekolah memainkan aturan penting untuk melayani kebutuhan politik pada komunitas lokal, melindungi otoritas pemerintah yang ada, memelihara stabilitas struktur politik, mempromosikan kesadaran dan pengenalan demokrasi, dan memfasilitasi perkembangan politik yang direncanakan dan perubahan pertumbuhan kesadaran kebutuhan sumbangan pendidikan. Pada tingkat internasional; daya tarik umum global, koalisis internasional, pergerakan perdamaian melawan peperangan, dan menghilangkan konflik antara daerah dan bangsa. Fungsi politik sekolah ini akan juga menjadi penting pada tingkatan internasional pada jangka panjang merupakan keuntungan dunia. 4. Fungsi budaya: mengacu pada kontribusi sekolah untuk transmisi budaya dan pembangunan di masyarakat tingkat yang berbeda. Pada tingkat individu; sekolah membantu siswa untuk membangun kreativitasnya, kesadaran yang indah, dan sosialisasi dengan norma-norma yang dinilai baik dan kemanfatan masyarakat. Pada tingkat lembaga; tindakan sekolah sebagai media untuk menyebarkan budaya sistematis, dan meniru produksi pada peran generasi yang akan datang, integrasi budaya diantara beragam warga, dan revitalisasi budaya dari tradisi yang ketinggalan jaman. Pada tingkat komunitas dan masyarakat; sekolah sering membawakan penampilan budaya pada kejelasan norma dan harapan komunitas lokal, meneruskan semua nilai-nilai penting milik masyarakat kepada siswa, integrasi berbagai sub budaya dari perbedaan latar belakang, serta menghidupkan kembali kekuatan budaya yang ada (seperti mengurangi konflik internal), membangun kekuatan menyatukan untuk kemanfaatan nasional. Pada tingkat inetrnasional; sekolah dapat mendorong aspirasi keragaman budaya dan menerima perbedaan norma-norma, tradisi, nilai dan kemanfaatan dalam perbedaan negara dan daerah, yang akhirnya menyumbang pengembangan budaya global melewati perbedaan budaya. 5. Fungsi pendidikan : mengacu pada kontribusi sekolah untuk pengembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat masyarakat yang berbeda. Tradional, pendidikan sering dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mencapai nilai ekonomi, sosial, politik, dan nilai budaya dan tujuan. Pendidikan mewakili belajar mengembangkan: ekonomi, politik, budaya, hubungan sosial. Pendidikan menjadi komponen keperluan dalam kehidupan kita, terutama dalam era perubahan besar dan transmisi. Pada tingkat individu; untuk menolong dan membantu belajar siswa, bagaimana guru mengajar, juga memfasilitasi guru professional mengembangkan diri. Pada tingkat kelembagaan; sekolah melayani/menyediakan tempat untuk belajar sistematis, mengajar, dan menyebarkan pengetahuan, dan seperti pusat percobaan dan implementasi perubahan serta perkembangan pendidikan. Pada tingkat komunitas dan masyarakat; sekolah menyediakan /melayani perbedaan kebutuhan pendidikan. Pada komunitas lokal, fasilitas pengembagan profesi pendidikan dan struktur pendidikan, mengabaikan pengetahuan dan informasi generasi yang akan datang, dan menyumbang formasi masyarakat belajar. Pada tingkat internasional; sekolah dapat membuat beberapa sumbangan penting untuk pendidikan keseluruh dunia, (kita bisa memperhatikan tabel No. 1 di atas). Fungsi jangka pendek, mengenai kontribusi/akibat sekolah terjadi nyata dalam jangka pendek, pada beberapa bulan/kurang dari satu tahun. Secara umum untuk setiap tipe mungkin dalam jangka panjang dan pendek sekalipun fungsi jangka pendek lebih mudah diidentifikasi pada tingkat individu atau tingkat kelembagaan. Tradisional, orang-orang sering memperhatikan hampir pada sedikit kategori fungsi sekolah, seperti fungsi teknik dan fungsi sosial pada tingkat individu, dan membiarkan kategori yang lainnya. Kebijakan pembaharuan pendidikan yang sebagian besar berbasis kepercayaan fungsi teknik pada tingkatan individual, bukanlah kejutan tidak dapat memperbaiki budaya atau fungsi sosial tingkat individu atau tingkatan lainnya. Fungsi Umum Sistem Pendidikan Nasional 1) Politik: Untuk menumbuhkan rasa nasionalisme yang sehat pada setiap sikap dan cara berfikir anak Indonesia (Manusia Indonesia Pancasilais?) 2) Kebudayaan: Pembudayaan dan pelembagaan nilai-nilai nasional (termasuk nilai budaya daerah kendati melalui proses seleksi yang berakar pd budaya lokal) Fungsi Khas Pendidkan Nasional (UU NO.2 Th1989 tentang Pendidikan Nasional) 1) Dimensi Teknis: Pembedaan yang didasarkan pada intensitas penanganan sub sistem, misalnya anak yang cerdas, anak yang luar biasa, pendekatan sentralistik diganti dengan partisipatorik dari masyarakat. Pendidikan keluarga yang pertama dan utama, kerjasama antara keluarga dengan sekolah, pentingnya mengaitkan pendidikan sekolah dengan lingkungan sosial, pendidikan harus dekat dengan masyarakat (jangan terjadi abrupt) Dimensi Teknis: a) anak cerdas, anak luar biasa b) pendidikan keluarga c) hak-hak peserta didik/bakat-minat d) anak cacat, anak luar biasa e) pentingnya bahasa daerah bagi pembentukan intelek serta kepribadian. 2) Dimensi Pembangunan Butuh kemajemukan guna mewujudkan cita-cita nasional melalui sisdiknas, kekhawatiran premordialisme kedaerahan yang negatif pupus oleh kesadaran Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai satu satunya asas kehidupan dalam bermasyarakat dan berbangsa. Dimensi Pembangunan. a) Kaitan pendidikan dengan lingkungan sosial b) Pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat c) Biaya ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat d) Hari libur sesuai dengan kondisi sosial budaya e) Bahasa daerah sebagai media komunikasi & memperkaya bahasa nasional f) Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan g) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan Untuk menjamin perwujudan sifat-sifat khas dari sistem pendidikan nasional perlu memperhatikan: 1) sentralisasi & desentralisasi; 2) otonomi daerah; 3) pendidikan & pembangunan daerah; 4) transformasi masyarakat yang terakselerasi. Sentralisasi: untuk permulaan pembangunan, (perwujudan cita-cita nasional dari dimensi ideologis-politis). Desentralisasi: sebagai pendekatan keseimbangan terhadap pendekatan yang terlalu sentralistik. Memberi isi terhadap kebijakan yang muncul dalam sistem sentralistik. Seperti: kurikulum nasional dijabarkan oleh daerah yang memberi peluang luas utk improvisasi bagi kreativitas pengelolan di tingkat daerah dan ditingkat sekolah. Otonomi Daerah: Pemberian wewenang kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pemerintah pusat. Transformasi masyarakat yang terakselerasi: Pendidikan merupakan proses pembudayaan nilai-nilai nasional. Pendidikan yang dikelola dekat dengan masyarakat dan peranserta masyarakat mempercepat transformasi masyarakat ke arah nilai-nilai yang kita kehendaki bersama (nilai-nilai Ideologi Pancasila) C. Keefektifan Sekolah Keefektifan Sekolah : kapasitas dari sekolah untuk memaksimalkan fungsi sekolah atau sejauh mana sekolah dapat melakukan fungsi sekolah, ketika diberi jumlah tetap input sekolah (Cheng Yin Cheong1996:13). Lima tipe keefektifan sekolah: teknis/ekonomi; manusia/sosial; politik, budaya dan keefektifan pendidikan. 1. Kategori Keefektifan Sekolah Dari konsep fungsi sekolah, kita mungkin dapat mendefinisikan keefektifan sekolah sebagai kapasitas sekolah untuk memaksimalkan fungsi sekolah atau tingkatan yamg mana sekolah dapat menunjukkan fungsi sekolah, ketika memberikan sejumlah pasti input sekolah. Sejak itu lima tipe fungsi sekolah, keefektifan sekolah barangkali lebih lanjut duklasifikasikan dalam lima tipe: keefektifan teknik/ekonomi, keefektifan sosial/kemanusiaan, keefektifan politik, keefektifan budaya dan keefektifan pendidikan. Sebagai contoh; keefektifan teknik/ekonomi menggambarkan kapasitas sekolah untuk memaksimalkan fungsi teknik/ekonomi sekolah. Keefektifan fungsi sekolah barangkali diklasifikasikan ke dalam lima tingkat keefektifan sekolah pada tingkat individu, pada tingkat lembaga, pada tingkat komunitas, pada tingkat masyarakat, dan pada tingkat internasional. Dengan kombinasi ke lima tipe dan lima tingkat, ada dua puluh lima kategori keefektifan sekolah dalam tipe seperti ditunjukkan oleh tabel 2 di bawah Dari perspektif input-output, keefektifan sekolah sering dianggap sebagai kombinasi dari atau perbandingan antara apa yang dapat dihasilkan sekolah (hasil sekolah atau fungsi) dan apa yang telah ditempatkan ke di sekolah (input sekolah). Anggapan itu gagasan awal keefektifan sekolah adalah dapat diterima, kita menyesuaikan gagasan dengan organisasi sekolah dan menggunakannya pada perbedaan keefektifan sekolah dari efisiensi sekolah dalam cara berikut; a. Keefektifan sekolah; Jika pembicaraan yang berkenaan dengan input bukan uang atau proses (nomor buku pelajaran, organisasi kelas, latihan profesi guru, strategi mengajar, persiapan belajar, dsb) kemudian perbandingan fungsi output dengan input non uang (atau proses) ini disebut keefektifan sekolah b. Efisiensi sekolah; Jika sebagian besar pembicaraan yang berkenaan dengan input uang (contoh, Rp 1.000.000,00 input per siswa, biaya buku, gaji, biaya peluang, dsb) dan perbandingan antara fungsi output sekolah dan input uang ini disebut efisiensi sekolah. Dengan pertimbangan lima tipe fungsi sekolah pada lima tingkatan, efisiensi sekolah barangkali dengan cara yang sama diklasifikasikan dalam dua puluh lima kategori meliputi efisiensi teknik/ekonomi, efisiensi kemanusiaan/sosial, efisiensi politik, efisiensi budaya dan efifiensi pendidikan pada tingkat individu, lembaga, komunitas, masyarakat dan internasional. Tabel 2: Categories of School Effectiveness Level Technical/ Economic Effectiveness(TE) Human/Sosial Effectiveness (SE) Political Effectiveness (PE) Cultural Effectiveness (CE) Education Effectiveness (EE) School Effectiveness at Individual level TE at Individual SE at individual PE at individual CE at individual EE at individual School Effectiveness at institutional level TE at institutional SE at institutional PE at institutional CE at institutional EE at institutional School Effectiveness at community level TE at community SE at community PE at community CE at community EE at community School Effectiveness at society level TE at society SE at society PE at society CE at society EE at society School Effectiveness at international level TE at international SE at international PE at international CE at international EE at international Sumber: Cheng Yin Cheong.1996:12 Klasifikasi keefektifan sekolah di atas (efisiensi) ke dua puluh lima kategori dapat membantu kita menjelaskan macam apa keefektifan sekolah dalam pembicaraan. Beberapa pelajar tertarik keefektifan sosial sekolah tetapi yang lain tertarik pada keefektifan budaya atau keefektifan ekonomi. Ini penting untuk menunjukkan hubungan antara kelima tipe keefektifan sekolah, antara kelima tingkatan keefektifan sekolah, dan sama antara keefektifan dan efisiensi barangkali sangat kompleks/ruwet, dan tidak pasti diperlukan. Sekolah-sekolah yang tinggi keefektifan tekniknya pada tingkat individual tidak memerlukan harapan keefektifan teknik yang tinggi atau keefektifan sosial pada tingkat masyarakat, pikiran orang sering menganggap adanya hubungan positif. Contoh; keberhasilan beberapa latihan teknik di sekolah tidak termasuk produktivitas tinggi untuk masyarakat jika belajar ketrampilan di sekolah itu sudah ketinggalan jaman atau tak berguna bagi kehidupan karir siswa dikemudian hari. Untuk sebagian besar hubungan antara keefektifan teknik dan keefektifan sosial atau keefektifan budaya adalah sangat controversial dalam bidang sosiologi pendidikan. Juga hubungan antara keefektifan teknik dan efisiensi teknik cukup rumit. Ini sering menjadi topik hangat untuk dipelajari dalam bidang ekonomi pendidikan (Cheng Y.C. 1992e) Dalam pembicaraan tradisional, orang-orang biasanya sebagian besar menekankan keefektifan teknik/ekonomi atau keefektifan kemanusiaan/sosial dan menganggap tidak ada perbedaan besar dalam mengharapkan pengguna. Tradisional, orang-orang sering memusatkan pada memaksimalkan keefektifan sekolah atau efisiensi memisahkan tipe-tipe satu atau dua tingkatan diluar pertimbangan kategori yang lain dari keefektifan dan efisiensi. Mengambil keserba-ragaman keefektifan sekolah dalam pertimbangan, petunjuk sekarang untuk kebijakan dan manajemen bermaksud memaksimalisasi keefektifan sekolah dan efisiensi dalam berbagai tipe dan berbagai tingkatan. Tentu saja, bagaimana menjamin kesesuaian antara tipe-tipe, antara tingkatan, dan antara efektivitas dan efisiensi, bagaimana meningkatkan tidak hanya satu tetapi lima tipe semua keefektifan sekolah pada lima tingkatan, dan bagaimana memecahkan pilihan harapan yang perbedaan dari berbagai macam pengguna akan pertanyaan kritis sebagai pertimbangan dalam perubahan pembaharuan pendidikan saat ini. 2. Kriteria Sekolah Efektif Kebutuhan dan harapan masyarakat (community needs and wants) akan mutu pelayanan pendidikan yang baik, rupanya menjadi faktor pemicu utama inovasi manajemen pendidikan (Johne W.Burnham. 1997). Kegiatan pengajaran dan pendidikan di sekolah hanya akan berjalan baik, jika ditunjang dengan manajemen pendidikan yang memadai. Yang menjadi pemikiran para ahli manajemen adalah bagaimana menyeimbangkan antara produk kerja inovasi manajemen pendidikan dan aplikasinya di sekolah-sekolah. Kriteria sekolah yang efektif, sebagai ukuran dasar dapat kita cermati dibawah ini. a. Mempunyai standar kerja yang tinggi dan jelas mengenai untuk apa setiap siswa harus mengetahui dan dapat mengerjakan sesuatu. b. Mendorong aktivitas, pemahaman multi budaya, kesetaraan gender, dan mengembangkan pembelajaran menurut standar potensi yang dimiliki siswa c. Siswa berperan dan bertanggung jawab dalam belajar dan berprilaku d. Mempunyai instrument evaluasi dan penilaian prestasi belajar siswa yang terkait dengan stsndar belajar (learner standards), menentukan umpan balik yang bermakna untuk siswa, keluarga, staf, dan lingkungan pembelajaran siswa. e. Menggunakan metoda pembelajaran yang berakar pada penelitian pendidikan dan suara praktik professional f. Mengorganisasikan sekolah dan kelas untuk mengkreasikan lingkungan yang bersifat member dukungan bagi kegiatan pembelajaran g. Pembuatan keputusan secara demokratis dan akuntabilitas untuk kesuksesan siswa dan kepuasan pengguna h. Menciptakan rasa aman, sifat saling menghargai, dan mengakomodasikan lingkungan secara aktif. i. Punya harapan yang tinggi kepada semua staf untuk menumbuhkan kemampuan professional dan meningatkan keterampilan praktisnya. j. Secara aktif melihat keluarga di dalam membantu siswa untuk mencapai sukses k. Bekerja sama dengan masyarakat/pihak lain untuk mendukung siswa dan keluarganya (Sudarwan Danim.2007:62) Desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan (MBS) menjadi tuntutan nyata pada abad millennium ini. Namun mengubah tradisi dari format kerja sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan (khususnya MBS) tidaklah mudah. Pada tahap awal, bahkan sampai beberapa tahun akan dirasakan kegamangan pengguna pendidikan. Apakah aplikasi MBS dapat mendongkrak kinerja sekolah, khususnya prestasi belajar siswa, perlu dilakukan evaluasi secara internal maupun eksternal. Dari sini dapat diketahui apakah manajemen sekolah mencerminkan kinerja pelaku (doing the right things) yang meningkatkan prestasi siswa. Bahkan capaian yang terjadi masih harus dinilai, dalam kaitannya dengan kemampuan memberikan umpan balik bagi peningkatan kinerja sekolah (school-site) dan dinas pendidikan sebagai unit pembuat keputusan. Sehingga sekolah, dinas pendidikan, dan pengguna lain, harus mampu bekerja secara kooperatif dan kolaboratif. Perubahan yang signifikan dari pengelolaan sekolah (school governance), praktik pembelajaran (instructional practice), peran staf (staf roles), dan keterlibatan masyarakat tentu tidak mungkin dapat dicapai pada satu event dalam satuan tahun. F. Model Sekolah Efektif 1. Model Tujuan (The Goal Model) Model tujuan adalah sangat sering digunakan dalam penilaian kinerja sekolah atau mempelajari keefektifan sekolah. Banyak orang percaya sasaran yang ditetapkan secara resmi akan menjadi keperluan dasar yang harus dipenuhi sekolah, oleh karena itu mereka akan biasa menilai keefektifan sekolah. Bekerjanya model itu ditetapkan dengan nyata dan tujuan diterima umum untuk mengukur keefektifan sekolah, dan sekolah itu efektif jika dapat mencapai tujuan yang ditetapkan dengan memberi input. Model ini digunakan penuh jika hasil sekolah nyata dan diterima umum. Indikator keefektifan sekolah sering dimasukkan dalam perencanaan sekolah dan perencanaan program, terutama itu dihubungkan dengan kualitas belajar dan lingkungan mengajar, dan prestasi akademik dalam Ujian Nasional dsb. Kegunaan model secara penuh sering dibatasi karena tergantung realita, data diukur, ada batas waktu, sering mustahil tujuan diterima semua. Contoh: Guru mungkin lebih gelisah dengan perkembangan karakter dan kepribadian siswa, tetapi orang tua lebih khawatir dengan prestasi ujian siswa. Menurut lima tipe fungsi sekolah pada lima tingkatan, sekolah ingin sukses dalam kerangka waktu yang berbeda. Dilihat setiap kategori tujuan sekolah, ini akan penting memasukkan seluruh tujuan sekolah dan objektif ketika model tujuan digunakan menilai keefektifan sekolah. Tetapi dengan sumber terbatas, ini sering sangat sulit bagi sekolah untuk mencapai tujuan yang beragam dalam jangka pendek. (Cameron KS. 1978) Yang tidak terelakkan, adalah pilihan dalam memaksimumkan keefektifan pada beragam tujuan dengan sumber yang terbatas. 2. Model Sumber Input (The Resources-Input Model) Sumber model input menganggap bahwa sumber-sumber input yang bernilai dan berharga dibutuhkan untuk sekolah supaya menjadi lebih efektif. Sekolah akan menjadi efektif jika sekolah mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan. Oleh karena itu, input dan pendapatan sumber menjadi kriteria penting pada keefektifan (Yuchtman dan Seashore 1967). Kualitas siswa yang diterima adalah fasilitas, sumber dan bantuan dana yang diperoleh dari kewenangan pendidikan pusat, alumni, orang tua, badan yang mensponsori atau agen-agen di luar yang merupakan indikator penting pada keefektifan. Model ini sangat berguna jika hubungan antara input dan output jelas (Cameron, 1984) dan sumber-sumber sangat dibatasi untuk sekolah guna mencapai tujuan. Di beberapa negara dan kota di Asia, contohnya Hongkong, input kualitas siswa sering diasumsikan sebagai indikator penting pada keberhasilan sekolah. Daya tarik pada input siswa berkualitas kiranya menjadi kondisi yang dibutuhkan untuk beberapa sekolah menjadi efektif atau mencapai kinerja akademik yang tinggi pada saat Ujian Nasional. Untuk beberapa tingkatan, model mengarah kembali ke pembatasan model tujuan, dengan meghubungkan keefektifan untuk konteks lingkungan dan sumber lain. Model ini mempunyai efek merusak, sebab banyaknya usaha pada perolehan input mungkin akan mengurangi usaha sekolah dalam menempatkan proses pendidikan output. Sumber-sumber yang diperoleh mungkin menjadi terbuang jika tidak dapat dipakai secara efisien untuk menjalankan fungsi sekolah. 3. Model Proses (The Process Model) Dari sistem perspektif, input sekolah dirubah ke dalam kinerja sekolah dan output melalui proses transformasional di sekolah. Sifat dan kualitas pada proses sekolah sering menentukan kualitas input dan tingkat di mana tujuan sekolah dapat dicapai. Terutama dalam bidang pendidikan, pengalaman dalam proses sekolah sering diambil sebagai bentuk tujuan dan hasil pendidikan. Oleh karena itu, model proses diasumsikan bahwa sekolah efektif jika fungsi internal sangat halus dan sehat. Aktivitas internal atau praktik-praktik di sekolah diambil sebagai kriteria penting pada keefektifan sekolah (Cheng.1990d). Kepemimpinan, saluran komunikasi, partisipasi, koordinasi, kemampuan beradaptasi, perencanaan, pembuatan keputusan, interaksi sosial, musim sekolah, metode pengajaran, manajemen kelas, dan strategi mengajar seringkali dipakai sebagai indikator keefektifan. Proses sekolah umumnya meliputi proses manajemen, proses mengajar, dan proses belajar. Dengan demikian pilihan indikator barangkali didasarkan pada proses ini, diklasifikasikan sebagai indikator keefektifan manajemen (kepemimpinan, pembuatan keputusan), indikstor keefektifan mengajar (kemanjuran dalam mengajar, metode mengajar), dan indikator keefektifan belajar (sikap belajar, tingkat kehadiran). Jika kita percaya bahwa proses manajemen demokratik dan proses mengajar demokratik di sekolah merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk implementasi demokrasi pendidikan (Cheng, 1997). Kenyataanya saat ini kepemimpinan dan kultur sekolah untuk keefektifan sekolah mungkin merefleksikan pentingnya model proses (Caldwell dan Spinks 1992). 4. Model Kepuasan (The Satisfaction Model) Jika tujuan sekolah yang diharapkan tinggi dan beragam, hal ini menyulitkan sekolah untuk mencapainya, dan memenuhi kebutuhan serta harapan berbagai macam pengguna. Tetapi jika tujuan sekolah yang diharapkan rendah, ini akan sangat mudah bagi sekolah untuk mencapai dan memuaskan harapan pengguna, sehingga sekolah juga akan lebih mudah mencapai efektif. Ukuran yang objektif pada pencapaian tujuan seringkali secara teknik sulit dan secara konseptual kontroversial. Oleh karena itu kepuasan strategi para pengguna untuk beberapa kriteria objektif sering dipakai sebagai elemen penting untuk menentukan keefektifan sekolah. Konsep kualitas pada kenyataannya, sangat erat dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Dari pernyataan ini permintaan untuk kualitas pendidikan memperkuat penggunaan kepuasan para pengguna dalam menerangkan dan menentukan keefektifan sekolah. Model kepuasan mendefinisikan bahwa sekolah efektif jika semua strategi para pengguna paling tidak merasa puas. Hal ini berasumsi bahwa fungsi dan kelangsungan hidup sekolah ada di bawah pengaruh strategi para pengguna. Contohnya; para kepala sekolah, para guru, badan manajemen sekolah, kewenangan pendidikan, orang tua, siswa, umum, dan tindakan sekolah yang pada intinya reaktif untuk permintaan strategi para penggna. Oleh karena itu kepuasan pada permintaan ini sebagai dasar kriteria keefektifan sekolah. Model ini tidak tepat, jika permintaan para pengguna yang berpotensi mengalami konflik dan tidak dapat dipuaskan dalam waktu yang sama. 5. Model Legitimasi (The Legitimacy Model) Dalam beberapa dekade terakhir, lingkungan pendidikan berubah lamban dan tantangan eksternal untuk sekolah relatif semakin kecil. Tetapi sekarang dibawah pengaruh perubahan yang pesat dan perkembangan di masyarakat lokal begitu juga dalam konteks global, lingkungan pendidikan untuk sekolah menjadi lebih menantang dan kompetitif. Sekolah harus bersaing secara serius untuk sumber dan mengatasi hambatan internal/eksternal. Dengan maksud untuk mendapatkan legitimasi untuk sumber dan kelangsungan hidup, sekolah harus memberi kepuasan masyarakat dan memenangkan kepentingan para pengguna. Model legitimasi beranggapan bahwa sekolah adalah efefektif, jika sekolah dapat bertahan hidup sebagai hasil dari penggunaan legitimasi atau aktif dalam memasarkan. Hal diasumsikan bahwa sekolah berusaha untuk legitimasi dengan publik eksternal dengan tujuan meningkatkan usia dan menghindari memilih di luar (Cameron 1984:278). Indikator keefektifan seringkali dikaitkan dengan aktivitas dan prestasi public relation dan pemasaran, pertanggungjawaban, kesan umum sekolah, reputasi atau status dalam masyarakat, dsb. Diantara sekolah berisiko, hanya sekolah yang berusaha keras saja yang berhasil untuk legitimasi atau mempunyai hubungan umum yang baik dengan masyarakat, sehingga dapat bertahan hidup (efektif). 6. Model Tidak Efektif (The Ineffectiveness Model) Kesulitan dalam mengidentifikasi kriteria yang baik seringkali menjadi masalah paling penting dalam penelitian keefektifan sekolah. Hal yang paling mudah adalah mengidentifikasi kelemahan dan ketidaksempurnaan, misalnya indikator ketidakefektifan, daripada kekuatan suatu organisasi. Hal ini telah ditemukan bahwa perubahan organisasi dan perkembangan organisasi banyak sekali dimotivasi oleh pengetahuan masalah-masalah daripada oleh pengetahuan keberhasilan (Cameron.1984 :246). Cameron menganggap bahwa pendekatan untuk menentukan ketidakefektifan organisasional daripada keefektifan organisasional mungkin membantu memperluas pemahaman kita tentang susunan bentuk keefektifan organisasional. Model ketidak keefektifan menguraikan keefektifan sekolah dari sudut negatif dan mendefinisikan bahwa sekolah pada dasarnya efektif jika tidak ada sifat yang tidak efektif di sekolah. Model diasumsikan bahwa hal ini sangat mudah untuk dikaitkan dengan para pengguna sekolah untuk mengidentifikasi dan setuju pada kriteria sekolah yang tidak efektif. Oleh karena itu model ini sangat berguna jika kriteria keefektifan sekolah tidak jelas tetapi strategi untuk penyempurnaan sekolah dibutuhkan. Indikator ketidakefektifan mungkin terdiri dari konflik, masalah, kesulitan, kerusakan, kelemahan dan kurangnya kinerja yang ada. 7. Model Organisasi (Organizational Model) Model organisasional diasumsikan bahwa pengaruh perubahan lingkungan dan adanya hambatan internal untuk fungsioning sekolah tidak dapat dielakkan. Oleh sebab itu sekolah menjadi efektif jika sekolah dapat belajar tentang bagaimana membuat penyempurnaan dan penyesuaian terhadap lingkungannya. Apakah sekolah dananggotanya (karyawan dan guru) dapat belajar dengan perubahan dan pengurangan hambatan internal, itu sangatlah penting (Louis, 1994). Untuk beberapa tingkatan model ini sama dengan model proses. Perbedaanya adalah bahwa model ini menekankan pada pentingnya sikap belajar untuk kinerja sekolah efektif, dan benar atau tidak proses internal tidak begitu penting. Model ini sangat berguna jika sekolah sedang berkembang atau dilibatkan dalam proses pendidikan terutama dalam mengubah lingkungan eksternal. Indikator keefektifan sekolah terdiri dari kesadaran pada kebutuhan dan perubahan para komunitas, monitoring proses internal, evaluasi program, analisis lingkungan dan rencana pengembangan dsb. Di negara-negara sedang berkembang, disitu ada beberapa sekolah baru yang diharuskan untuk memperluas pendidikan sekunder. 8. Model Manajemen Kualitas Total (Total Quality Matagement Model). Konsep dan praktik-praktik total quality management di sekolah diyakini menjadi alat kekuatan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menambah keefektifan sekolah. Untuk keberhasilan jangka panjang kualitas kinerja atau keefektifan, manajemen total di lingkungan internal dan proses untuk memenuhu kebutuhan customer (klien, strategi para pengguna) merupakan kunci. Elemen penting pada manajemen kualitas total di sekolah terdiri dari strategi para pengguna (orang tua, siswa) fokus, penyempurnaan proses selanjutnya dan keterlibata total dan kemampuan para anggota sekolah. Menurut model TQM (Total Quality Management) sekolah efektif jika sekolah dapat melibatkan dan memperkuat semua anggota dalam fungsi sekolah, melakukan penyempurnaan secara terus-menerus dalam aspek yang berbeda pada proses sekolah, dan memuaskan keperluan, dan harapan para pengguna sekolah secara eksternal dan internal dalam perubahan lingkungan. Dibandingkan dengan model-model lain, model TQM memberi perspektif yang luas atau holistik untuk memahami dan mengatur keefektifan sekolah. G. Kesimpulan Fungsi Sekolah yaitu menciptakan untuk reproduksi pelajar, pengetahuan, sikap, nilai, dan teknik yang memiliki budaya. Fungsi sekolah memiliki lima tipe: fungsi teknik/ekonomi, fungsi politik, fungsi manusia/sosial, fungsi budaya dan fungsi pendidikan. Setiap tipe fungsi sekolah memungkinkan pada lima tingkatan (individu, lembaga, komunitas, masyarakat, dan internasional). Keefektifan Sekolah : kapasitas dari sekolah untuk memaksimalkan fungsi sekolah atau sejauh mana sekolah dapat melakukan fungsi sekolah, ketika diberi jumlah tetap input sekolah (Cheng Yin Cheong1996:13). Jika pembicaraan yang berkenaan dengan input bukan uang atau proses) kemudian perbandingan fungsi output dengan input non uang (atau proses) ini disebut keefektifan sekolah. Keefektifan sekolah ada lima tipe: Keefektifan teknis/ekonomi; Keefektifan manusia/sosial; Keefektifan politik; Keefektifan budaya; Keefektifan pendidikan Dengan kombinasi ke lima tipe dan lima tingkat, ada dua puluh lima kategori keefektifan sekolah. Klasifikasi keefektifan sekolah di atas (efisiensi) ke dua puluh lima kategori dapat membantu kita menjelaskan macam apa keefektifan sekolah dalam pembicaraan. Keefektifan sekolah menunjukkan kinerja sekolah yang efektif dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Ada Delapan model keefektifan sekolah menempatkan penekanan masing-masing pada aspek yang berbeda untuk proses dinamis sekolah dalam memperjuangkan kelangsungan hidup dan keefektifan. 1) Model tujuan: merefleksikan kepentingan dan prioritas tujuan beberapa para pengguna yang mampu dipuaskan. 2) Model sumber input: batasan sumber yang digunakan untuk sekolah dalam membatasi kemampuan memaksimalkan keefektifan pada berbagai macam tujuan. 3) Model proses: merefleksikan interaksi antara para pengguna internal dan juga pentingnya proses interaksi internal untuk keefektifan sekolah. 4) Model kepuasan: merefleksikan pengaruh kekuatan para pengguna pada proses dinamis memaksimalkan keefektifan, dengan mengukur pencapaian berbagai macam tujuan dalam batas kepuasan para pengguna. 5) Model legitimasi: menekankan pentingnya desakan lingkungan untuk kelangsungan hidup sekolah dalam batas legitimasi dengan masyarakat eksternal. 6) model yang tidak efektif: memberi pedoman sekolah dalam mengidentifikasi sistuasi yang tidak imbang dalam proses mencapai berbagai macam tujuan. 7) Model belajar organisasional: dalam proses dinamis kesadaran tekanan yang tidak imbang dari desakan lingkungan dan berbagai macam para pengguna serta penyesuaian dinamis untuk situasi yang tidak imbang (lingkungan). 8) Model TQM: merupakan perpaduan model-model di atas, terutama model belajar organisasional, model kepuasan dan model proses (menekankan perspektif holistik pada proses dinamis dalam perjuangan mencapai keefektifan sekolah. Dalam memaksimumkan fungsi sekolah, warga sekolah dapat mencapainya dengan memilih delapan alternatif model keefektifan sekolah, sesuai dengan kepentingan atau keperluan dan kondisi sekolah masing-masing. DAFTAR PUSTAKA Bolman, L.G. and Deal, T.E. 1991. Reforming Organization. CA-Jossey-Bass, Sanfransisco Caldwell, B.J. and Spinks. 1992. Leading The Self managing School. Palmer Press. London. Cameron. 1984. The Effectiveness of Ineffectiveness. Research in Organizational Behaviour. 6.PP 85-235 ------------. 1978. Measuring Organizational Effectiveness in Institution of Higher Education. Administrative Science Quarterly. 23 pp. 604-32. Cheng Yin Cheong. 1997. School Effectiveness & School-Based Management (A Nechanism For Development), The Falmer Press, London-Washington DC. -------------. 1992e. September. School Improvement and Schoo; Effectiveness Research in Hongkong. International Network News.2.3.pp.2-3. -------------. 1990 d. Management Strategy and School Improvement Looking Toward a New Decade. (in Chine) New Horizon. 31. 62-7. Glasser William, M.D.1992. The Quality School (Managing Students Without Coersion) Second Edition. Hurper Colins Publisher Inc., New York. John West Burnham.1997. Managing Quality in School (Effective Strategies for Quality Based School Improvement), Financial Times-Prentice Hall, New York. Margaret Preedy. 1992. Managing The Effective School. Paul Chapman Publishing Ltd, London. Louis, KS.1994. “Beyonnd Managed Change”. Rethingking How School improve School Effectiveness and School Improvement. Teachers College Press, New York Sudarwan Danim. 2007. Visi Baru Manajemen Sekolah (Dari Unit Birokrasi Ke Lembaga Akademik). Bumi Aksara, Jakarta. Yuchtman and Seashore. 1967. System Resources Approach To Organizational Effectiveness. American Sociological Review. 32 PP. 891-903