47 Insisiva Dental Journal, Vol. 6 No.1 Bulan Mei Tahun 2017 Pertimbangan Penggunaan Implan Gigi pada Lansia Consideration for Treatment Planning of Dental Implant in Elderly Nissia Ananda1, Lilies Dwi Sulistyani1, Endang Winiati Bachtiar2 1 Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial 2 Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya no. 4, Jakarta Pusat Korepondensi: sissy3391@gmail.com Abstrak Saat ini terjadi perkembangan populasi lansia di Indonesia sehingga isu kesehatan lansia merupakan sesuatu yang esensial. Lansia adalah individu yang telah mengalami proses menua sehingga terjadi berbagai perubahan biologis pada tubuhnya, sehingga berpengaruh terhadap penurunan fungsi organ. Kehilangan gigi adalah salah satu masalah yang umum pada lansia sehingga kebutuhan untuk pemasangan gigi tiruan merupakan hal penting yang perlu diperhatikan masyarakat kelompok lansia. Implan gigi tiruan merupakan salah satu alternatif pengganti kehilangan gigi yang memiliki banyak keuntungan dibandingkan gigi tiruan lain. Namun perlu disadari bahwa penggunaan implan gigi memiliki pertimbangan-pertimbangan kondisi rongga mulut dan sistemik tertentu untuk menunjang keberhasilan perawatan. Pemahaman mengenai terjadinya proses menua dan hubungannya dengan pertimbangan penggunaan implan sangat penting untuk diperhatikan oleh klinisi sebelum merencanakan perawatan, terutama berkaitan dengan perubahan pada sistem pertahanan tubuh yang terjadi seiring proses menua. Kata Kunci: implan gigi; lansia; proses menua; sistem imun Abstract Nowadays we face the increasing numbers of elderly population in Indonesia, so the elderly’s health issue become essential. Elderly are individuals who have been experiencing aging process, this leads to biologic changes in the body including decreased of many organ functions. Tooth loss is a common incident in elderly, and this condition made dentures important. Dental implant is one of the alternative treatments with many advantages, but it requires certain conditions of the patient’s oral and systemic status. Clinician needs to understand the aging process and its relation to dental implant prior to the treatment planning, especially alteration of the immune system caused by aging process. Key Words: dental implant; elderly; aging process; immune system PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara berkembang, dikenal memiliki piramida penduduk berbentuk basis lebar atau bisa disebut fertilitas tinggi.1,2 Akan tetapi saat ini Indonesia menghadapi masa transisi demografi, yaitu struktur masyarakat berubah dari masyarakat/populasi “muda” (1971) menjadi populasi yang lebih “tua” pada tahun 2020. Berkembangnya populasi “tua” akan diikuti dengan terjadinya peningkatan 48 Nissia Ananda, Lilies Dwi Sulistyani, Endang Winiati Bachtiar | Pertimbangan Penggunaan Implan Gigi pada Lansia usia harapan hidup. Sebagai gambaran, usia harapan hidup pada tahun 1970 di Indonesia adalah 45 tahun untuk laki-laki dan 47 tahun untuk perempuan. Sedangkan pada tahun 1990, usia harapan hidup untuk laki-laki adalah 58.5 tahun dan perempuan 62 tahun. Diprediksi pada tahun 2050, usia harapan hidup laki-laki akan mencapai 74.9 tahun dan perempuan 78.9 tahun.3 Dengan meningkatnya usia harapan hidup maka terjadi pula peningkatan jumlah penduduk berusia di atas 60 tahun (lansia) di Indonesia.4 Pada tahun 1996 jumlah penduduk lansia sebesar 6,3% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Diprediksi dalam 30 tahun (1996-2025) terjadi peningkatan jumlah penduduk lansia menjadi dua kali lipat dan hal ini berdampak pada posisi Indonesia saat ini sebagai negara ke-7 di dunia dengan jumlah penduduk lansia terbanyak.4-6 Di dunia, WHO sedang mempublikasikan konsep active ageing yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan penduduk lansia secara holistik. Kesejahteraan ini di dapat dicapai jika adanya kualitas hidup yang baik dari para lansia sehingga dapat menjadi lansia yang tetap sehat dan aktif. Berbagai faktor berpengaruh dalam ketercapaian kualitas hidup yang baik bagi para lansia, dan kesehatan menjadi salah satu faktor yang besar pengaruhnya.7 Kesehatan pada lansia dipengaruhi oleh proses menua yang dialami secara fisiologis oleh setiap individu, dimana pada proses ini terjadi penurunan fungsi tubuh serta perubahan fisik.8,9 Penurunan fungsi dan perubahan fisik terjadi secara sistemik, sebagian besar sistem tubuh terpengaruh oleh proses menua. Sistem kardiovaskular, sistem eksresi, sistem digestif, sistem imun, dan lainnya.10,11 Kondisi kesehatan rongga mulut dan gigi geligi ikut terpengaruh oleh adanya proses menua,8,9 hal ini juga diperparah dengan jarangnya dilakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut secara berkala.12 Mulut kering, warna pucat pada mukosa mulut, penipisan mukosa, atrisi, dan kehilangan gigi merupakan contoh perubahan yang terjadi pada rongga mulut seiring proses menua.13,14 Survey yang dilakukan pada posbindu buah hati bunda, puskesmas Serpong 1 pada tahun 2014 memberikan hasil bahwa 100% peserta posbindu mengalami kehilangan gigi dengan rata-rata kehilangan gigi per orang adalah sebelas. Dapat disimpulkan bahwa setiap individu mengalami kehilangan 1/3 dari jumlah giginya, dan setiap lima tahun mengalami kehilangan satu gigi.15 Dengan fakta ini, kehilangan gigi tentu menjadi masalah kesehatan penting pada rongga mulut yang umum dialami lansia. Berbagai jenis perawatan dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kehilangan gigi, terutama untuk mengembalikan fungsi dari hilangnya gigi tersebut, yaitu fungsi mastikasi, fungsi bicara, dan memperbaiki estetika wajah secara keseluruhan. Opsi perawatan yang seringkali dipilih adalah penggunaan gigi tiruan, baik lepasan maupun cekat. Setiap jenis gigi tiruan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Keuntungan gigi tiruan lepasan dapat menggantikan kehilangan gigi dalam jumlah banyak, tidak mengorbankan gigi penyangga, dan mudah dibersihkan tetapi kerugiannya adalah banyak orang tidak nyaman dengan gigi tiruan yang dapat dilepas karena memungkinkan untuk hilang. Keuntungan 49 Insisiva Dental Journal, Vol. 6 No.1 Bulan Mei Tahun 2017 dari gigi tiruan gigi tiruan cekat adalah pasien tidak repot melepas dan membersihkan gigi tiruan dan estetis lebih baik tetapi kerugiannya adalah mengorbankan gigi penyangga untuk ikut di preparasi. Oleh karena itu, orang banyak mencari alternatif lain untuk menggantikan kehilangan gigi. Saat ini, salah satu alternatif perawatan yang dapat dilakukan adalah dengan implan gigi. Implan memiliki beberapa kelebihan yaitu memberikan penggantian pada gigi yang hilang dengan estetis baik, dapat menggantikan kehilangan gigi dengan jumlah banyak, tidak repot melepas dan membersihkan implan, serta tidak mengorbankan gigi tetangga untuk dijadikan penyangga. Di sisi lain, proses menua yang terjadi ternyata juga mempengaruhi sistem imun individu. Kemampuan sistem imun untuk mendeteksi antigen menurun sehingga menyebabkan banyak terjadi penyakit autoimun, selain itu jumlah sel darah putih yang dihasilkan untuk melawan infeksi juga menurun, serta melambatnya kerja sel-sel imun untuk menghadapi infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Makrofag mengalami penurunan fungsi, dimana fungsi makrofag adalah untuk menghancurkan bakteri, sel kanker, dan antigen lain. Hal ini menjelaskan mengapa kanker lebih umum terjadi pada lansia. 16 Penggunaan implan sebagai pengganti gigi yang ditanamkan secara invasif ke dalam tulang alveolar rahang tentunya akan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi karena implan tersebut dianggap sebagai benda asing yang menginvasi tubuh. Dengan tingginya kebutuhan para lansia akan penggantian gigi yang hilang disertai kondisi sistem imun yang mengalami penurunan secara fisiologis, maka diperlukan kajian untuk mengetahui lebih dalam mengenai reaksi imunologi yang terjadi. Besar harapan tulisan ini dapat memberi pandangan bagi klinisi agar mampu memahami kondisi pasien sebelum menentukan rencana perawatan dan melakukan tindakan invasif. TINJAUAN TEORITIS Proses menua adalah proses fisiologis yang terjadi pada seluruh mahluk hidup termasuk manusia. Dalam tubuh, proses menua berlangsung dari sejak awal kehidupan dimana terjadi perubahan-perubahan pada sel yang tentunya mempengaruhi jaringan dan organ seiring bertambahnya usia. Oleh karena itu pula dapat dibagi penuaan kronologis yang ditentukan oleh usia individu, dan penuaan biologis yaitu perubahan yang diamati secara sel.17,18 Salah satu teori dalam teori-teori yang dikemukakan mengenai proses menua adalah teori imunitas. Teori imunitas menjelaskan adanya penurunan dalam sistem imun yang berkaitan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan tubuh terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan menurunnya fungsi sistem imun, terjadi juga peningkatan dalam respons autoimun tubuh dikarenakan menurunnya fungsi dari sel-sel imun untuk mengenali antigen. Banyak dari para lansia mengalami penyakit autoimun seperti artritis reumaoid dan alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan yang lain. Penganut teori ini sering mengaitkan peran kelenjar timus dengan teori imunitas. Berat dan ukuran kelenjar timus akan menurun seiring dengan bertambahnya usia, hal ini 50 Nissia Ananda, Lilies Dwi Sulistyani, Endang Winiati Bachtiar | Pertimbangan Penggunaan Implan Gigi pada Lansia berpengaruh kepada proses diferensiasi sel T. karena menurun atau hilangnya diferensiasi sel T, tubuh salah mengenali sel yang tua dan tidak beraturan sebagai benda asing dan menyerangnya.19-21 Selain itu, pada pembuluh darah, seiring dengan proses penuaan terjadi peningkatan jumlah kolagen dan menjadi kurang elastis, disertai pembuluh arteri menjadi kaku, tekanan darah sistolik dan denyut nadi cenderung meningkat. Kondisi arterosklerosis sering ditemukan.22 Dampak dari berkurangnya vaskularisasi yang dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi menyebabkan memburuknya nutrisi dan pemberian oksigen ke jaringan.23 Dengan terjadinya proses penuaan, secara umum akan diikuti oleh terjadinya kemunduran sejumlah organ seperti otak, hati, ginjal, kelenjar saliva, dan organ lainnya dimana semua perubahan ini dimulai dari sel atau jaringan.24 Perubahan juga terjadi pada jaringan keras seiring proses menua di rongga mulut, yaitu meliputi perubahan pada tulang alveolar dan gigi. Perubahan pada tulang alveolar berupa hilangnya mineral tulang melalui resorpsi matriks tulang. Proses ini dapat dipercepat oleh beberapa hal yaitu tanggalnya gigi, penyakit periodontal, protesa yang tidak adekuat, dan adanya keterlibatan penyakit sistemik.22 Pada gigi biasanya terjadi kehilangan gigi yang merupakan manifestasi dari terjadinya kehilangan tulang rahang terutama resorpsi tulang yang berfungsi untuk menyokong gigi. Karena adanya kehilangan gigi tersebut, banyak orang lanjut usia melaporkan perubahan pada fungsional mulutnya.25 Penggunaan implan gigi saat ini sudah menjadi pilihan yang bayak diminati untuk menggantikan kehilangan gigi, hal ini dikarenakan kelebihan penggunaan implan gigi dibandingkan gigi tiruan jenis lainnya. Implan gigi adalah suatu biomaterial bedah biologis atau alloplastik yang dimasukan ke dalam jaringan lunak dan/atau jaringan keras pada rongga mulut dengan tujuan fungsional atau kosmetik. Implan dapat dikatakan menjadi solusi bagi berbagai masalah kedokteran gigi yang dulunya sangat sulit diselesaikan, seperti pasien tak bergigi sama sekali, kehilangan abutment posterior, korban trauma dengan kehilangan gigi dan tulang, atau bahkan untuk kasus kehilangan 1 gigi.26 Beberapa hal perlu di perhatikan agar implan dapat beradaptasi dengan baik. Salah satunya adalah kondisi tulang alveolar yang akan menerima implant, yaitu: jarak antara puncak tulang alveolar dan gigi antagonisnya, jarak mesio-distal tulang (walaupun tergantung ukuran diameter implan, rata-rata 6-8 mm), dan lebar fasio-lingual tulang (umumnya minimal 6 mm).26,27 Respon imun terhadap pemasangan implan umum terjadi dan dapat termasuk dalam reaksi hipersensitivitas, 13% orang mengalami reaksi hipersensitif terhadap nikel, kobalt, atau kromium yang merupakan bahan implan.28-36 Reaksi hipersensitivitas tipe IV seringkali dikaitkan dengan pemasangan implan, dimana reaksi ini merupakan respon delayed mediated cell.37 Reaksi alergi terhadap logam terjadi akibat dari adanya ion hasil korosi implant yang masuk ke dalam tubuh melalui sistem pencernaan, kulit atau mukosa. Ion ini membentuk kompleks dengan protein dan kemudian bertindak sebagai alergen sehingga menyebabkan reaksi hipersensitivitas.38,39 51 Insisiva Dental Journal, Vol. 6 No.1 Bulan Mei Tahun 2017 ANALISA MASALAH Tingginya tingkat kehilangan gigi yang terjadi adalah alasan penggunaan implan saat ini umum ditemukan. Terlebih tidak hanya dokter spesialis yang memiliki kompetensi saja yang berani melakukan perawatan implan kepada pasien, tetapi juga dokter gigi umum yang sesungguhnya tidak memiliki kompetensi. Fakta ini memberikan gambaran bahwa tingkat permintaan masyarakat akan implan sangat tinggi. Pada lansia, seringkali ditemukan kehilangan gigi. Hal ini berhubungan erat dengan resorpsi tulang alveolar, dapat berupa sebab maupun akibat. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh resorpsi tulang alveolar yang berfungsi menyangga gigi sehingga memicu terjadinya kegoyangan gigi dan berakhir pada kehilangan gigi akibat tidak adanya lagi jaringan penyangga yang adekuat. Sedangkan kaitannya dengan akibat adalah kehilangan gigi akan diikuti dengan resorpsi tulang alveolar di bagian edentulous karena secara fungsional tulang tidak menerima penyaluran beban kunyah dari jaringan periodontal gigi. Terjadinya kehilangan gigi yang banyak akan berbanding lurus dengan resorpsi tulang yang terjadi. Penggunaan gigi tiruan sebagai pengganti kehilangan gigi berfungsi untuk mencegah atau memperlambat resorpsi tulang yang terjadi dengan cara menyalurkan beban kunyah ke tulang, di lain sisi penggunaan berbagai jenis gigi tiruan diindikasikan pada kondisi tulang tertentu. Sebagai contoh pada pemasangan implan, dibutuhkan ketebalan tulang tertentu untuk pemasangannya agar tercipta stabilitas yang baik. Oleh karena itu, penggunaan gigi tiruan sebaiknya dilakukan segera setelah terjadi kehilangan gigi agar dapat mencegah atau memperlambat terjadinya resorpsi tulang. Kehilangan tulang terjadi dengan adanya keterlibatan osteoklas, yaitu sel yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh. Pada lansia, terjadi penurunan fungsi sel, jaringan, serta organ secara fisiologis yang mempengaruhi kinerja sistem organ secara keseluruhan, termasuk di dalamnya sistem pertahanan tubuh. Namun perlu diingat bahwa bukan berarti sistem pertahanan tubuh menjadi menurun maka fungsi osteoklas semakin menurun pula sehingga resorpsi tulang yang terjadi minimal. Resorpsi tulang pada lansia cenderung meningkat dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah adanya defisiensi kalsium dan vitamin D yang umum ditemukan pada lansia.40 Kondisi lain yang sering ditemukan pada lansia terkait pertahanan tubuh adalah kurang mampunya menghasilkan limfosit untuk sistem pertahanan tubuh. Sel perlawanan infeksi yang dihasilkan kurang cepat bereaksi dan kurang efektif dibandingkan dengan sel sejenis yang ditemukan pada kelompok dewasa muda.41 Kondisi ini namun tidak bermanifestasi pada rendahnya tingkat penolakan implant pada tubuh. Hal ini disebabkan oleh sistem pertahanan tubuh lansia cenderung menghasilkan autoantibodi yaitu antibodi yang melawan antigennya sendiri dan mengarah pada penyakit autoimmune,42 padahal reaksi pertahanan tubuh yang terjadi pada pemasangan implant umumnya adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV yang merupakan bagian dari penyakit autoimmune.37 Komplikasi dari menurunnya fungsi organ secara keseluruhan juga dapat berpengaruh pada 52 Nissia Ananda, Lilies Dwi Sulistyani, Endang Winiati Bachtiar | Pertimbangan Penggunaan Implan Gigi pada Lansia terciptanya penyakit-penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi sistem pertahanan tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular akan berpengaruh pada sistem peredaran darah yang membawa sel- sel darah putih sebagai sel pertahanan tubuh. Contoh lain adalah terjadi gangguan pada hormon insulin yang berpengaruh pada kondisi gula darah sehingga memperburuk proses penyembuhan karena mengganggu koagulasi darah. Tentunya contoh-contoh tadi secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap p e m a s a n g a n i m p l a n t s e h i n g g a p e r l u dipertimbangkan bersama dengan persyaratan pemasangan implant lainnya. Kondisi yang perlu diperhatikan adalah tulang yang tersisa, baik densitas dan porositas dimana hal ini berpengaruh pada vaskularisasinya, selain itu pengukuran kuantitas tulang alveolar dalam berbagai dimensi juga penting diperhatikan untuk pertimbangan perlunya augmentasi tulang atau tidak. Pada implant, fulkrumnya terletak di alveolar crest oleh karena itu alveolar crest dari edentulous yang akan di pasangkan implant sebaiknya dalam kondisi yang baik untuk menahan beban kunyah yang didapatkan implant. Selanjutnya kondisi jaringan lunak di sekitar edentulous, ketebalan minimal mukosa berpengaruh pada pemilihan bahan dari abutment untuk memenuhi kebutuhan estetik dan mudahnya terjadi resesi jika dilakukan implant pada mukosa yang tipis. Untuk memaksimalkan fungsi implant sebagai pengganti gigi, maka sebelum penentuan rencana perawatan penting untuk menganalisa oklusi dan artikulasi yang dimiliki pasien, baik jenis oklusi dan artikulasi, beban kunyah, adanya parafunction, berbagai kurva dari gigi tersisa, dan hitung jarak dari insisal gigi lawan dengan alveolar crest di daerah edentulous untuk menentukan panjang abutment dan crown serta perlunya graft jaringan lunak atau tidak. KESIMPULAN DAN SARAN Lansia adalah kelompok masyarakat yang rentan mengalami kehilangan gigi sehingga umum menjadi pengguna perawatan implan gigi untuk menggantikan kehilangan tersebut. Kondisi-kondisi yang diakibatkan proses menua pada lansia banyak yang berpengaruh terhadap pertimbangan penggunaan implant gigi. Oleh karena itu operator sebaiknya berhati-hati dan teliti dalam menganalisa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan perawatan implant. DAFTAR PUSTAKA 1. Indonesia Overview. 2012 [sitasi 3 Desember 2015]; Diunduh dari: http:// www.worldbank.org/en/country/indonesia/ overview 2. D a r m o j o , R . B . , D e m o g r a f i D a n Epidemiologi Populasi Lanjut Usia, in Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Ed. Pranaka K, Martono H. 2009, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 35-55. 3. Vita Priantina Dewi, Elisabeth Schroder- Butterfill, Tengku Syawila Fithry, Philip Kreager, Old-Age Care Provision: Preferences and Practices in Two Indonesian Communities, dalam Ageing, Gender, Health, and Productivity, Ed. Rahardjo Tri Budi W., Kreager Philip, Vita 53 Insisiva Dental Journal, Vol. 6 No.1 Bulan Mei Tahun 2017 Priantina Dewi, Eef Hogervorst, Sabarinah B. Prasetyo, Dinni Agustin, Sri Lasmidjah. 2011, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. p. 85-102 4. United Nations Population Division, World Population Prospects: 2002 revision. 2003, New York: United Nation. 5. Wibowo, Indonesia’s elderly: Problem and Potential. 2004, Oxford: Oxford Institute of Aging. p.1837-1847. 6. Pranarka, K., Penerapan Geriatrik Kedokteran Menuju Usia Lanjut yang Sehat. Universa Medicina, 2006. 25: p. 187-197. 7. World Health Organization, Active Ageing: A Policy Framework, ed. Komisi Nasional Lanjut. Usia. 2002, Jakarta: Komisi Nasional Lanjut Usia. p. 6-34. 8. Mawi M. Proses menua sistem organ tubuh pada lanjut usia. Maj Ilmiah Ked Gigi. 2001;16:61. Indonesian. 9. Kotzer RD, Lawrence HP, Clovis JB, Matthews DC. Oral health related quality of life in an aging Canadian population. Health Qual Life Outcomes. 2012;10:50. 10. Aging: What to expect? [sitasi 3 Desember 2015]; Diunduh dari: http://www. mayoclinic.org/healthy-lifestyle/healthy- aging/in-depth/aging/art-20046070 11. The Immune System in the Elderly: A Fair Fight Against Diseases? [sitasi 3 Desember 2015]; Diunduh dari: http://www.medscape. com/viewarticle/780507_2 12. Amurwaningsih M, Nisaa’ U, Darjono A. Analisis hubungan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut (OHRQoL) dan status kecemasan dengan status nutrisi pada masyarakat. Maj Ilmiah Sultan Agung.[internet] 2010; 48. Available from: http://jurnal.unissula.ac.id/index. php/majalahilmiahsultanagung/article/ view/25/21. Indonesian. 13. Musacchio E, Perissinotto E, Binotto P, Sartori L, Silva-Netto F, Zambon S, et al. Tooth loss in the elderly and its association with nutritional status, socio-economic and lifestyle factors. Acta Odontol Scand. 2007;65:78-86. 14. Soemitro S. Kesehatan jaringan periodontal pada lanjut usia. JITEKGI. 2006;3:38-41. Indonesian. 15. Posbindu Buah Hati Bunda Serpong dan Gigi Tiruan. [sitasi 3 Desember 2015]; Diunduh dari: https://nissiaananda. wordpress.com/2014/05/12/posbindu- buah-hati-bunda-serpong-dan-gigi-tiruan/ 16. Effects of Aging on the Immune System. [sitasi 7 Desember 2015]; Diunduh dari: h t t p : / / w w w. m s d m a n u a l s . c o m / h o m e / immune-disorders/biology-of-the-immune- system/effects-of-aging-on-the-immune- system 17. Latar Belakang Menua. [sitasi 7 Desember 2015]; Diunduh dari: http://www.pps. unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud-29- 1931359856-bab%20i%20pendahuluan_ disertasi.pdf 18. Proses Menua. [sitasi 7 Desember 2015]; Diunduh dari: http://www.healthyenthusiast. com/proses-menua.html 19. Pringgoutumo, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi 1 (umum), Edisi 1. Jakarta. Sagung Seto. 20. Sutisna Hilawan (1992), Patologi. Jakarta, Bagian Patologi Anatomi FKUI. 21. Gunawan S, Nardho, Dr, MPH, 1995, 54 Nissia Ananda, Lilies Dwi Sulistyani, Endang Winiati Bachtiar | Pertimbangan Penggunaan Implan Gigi pada Lansia Upaya Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Dep Kes R.I. 22. 33. Damayanti L. Respon jaringan terhadap gigi tiruan lengkap pada pasien usia lanjut. Makalah. Bandung, Universitas Padjajaran, 2009: 1 – 10. 23. Slamat T. Pasien prostodonssia lanjut usia: beberapa pertimbangan dalam perawatan in: Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam Bidang Prostodonsia pada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, 2005: 2 – 8. 24. Ertati. Proses menua pada jaringan lunak mulut. Skripsi. Fakultas Keodokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara, 2001: 8 – 17. 25. Melfi, Rudy C., Keith E.Alley. Permar’s Oral Embriology and Microscopic Anatomy. 10th edition. Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins; 2000. 26. Journal of Oral Implantology vol.XXII, no 1, 1996 27. Misch CE. Contemporary Implant Dentistry. St. Louis : Mosby-Year Book, 1993;2 28. Merritt K, Rodrigo JJ. Immune response to synthetic materials. Sensitization of patients receiving orthopaedic implants. Clin Orthop. 1996 May. (326):71-9. 29. Goh CL. Prevalence of contact allergy by sex, race and age. Contact Dermatitis. 1986 Apr. 14(4):237-40. 30. Kiec-Swierczynska M. Allergy to chromate, cobalt and nickel in Lodz 1977-1988. Contact Dermatitis. 1990 Apr. 22(4):229- 31. 31. Kimber I, Bentley AN, Hilton J. Contact sensitization of mice to nickel sulphate and potassium dichromate. Contact Dermatitis. 1990 Nov. 23(5):325-30. 32. Merritt K. Role of medical materials, both in implant and surface applications, in immune response and in resistance to infection. Biomaterials. 1984 Jan. 5(1):47- 53. 33. Moller H. Nickel dermatitis: problems solved and unsolved. Contact Dermatitis. 1990 Oct. 23(4):217-20. 34. Peltonen L. Nickel sensitivity in the general population. Contact Dermatitis. 1979 Jan. 5(1):27-32. 35. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopaedics. Norwalk, CT: Appleton & Lange; 1995: 31-5. 36. Sicilia A, Cuesta S, Coma G, Arregui I, Guisasola C, Ruiz E, et al. Titanium allergy in dental implant patients: a clinical study on 1500 consecutive patients. Clin Oral Implants Res. 2008 Aug. 19(8):823-35. 37. Williams DF. European Society for Biomaterials. Definitions in Biomaterials, Proceedings of a Consensus Conference of the European Society for Biomaterials, Chester, England, March 3–5, 1986. Amsterdamn: Elsevier; 1987. 38. Ahnlide I, Björkner B, Bruze M, Möller H. Exposure to metallic gold in patients with contact allergy to gold sodium thiosulfate. Contact Dermatitis. 2000;43 (6):344–350. 39. Hallab N, Merritt K, Jacobs JJ. Metal sensitivity in patients with orthopaedic implants. Journal of Bone and Joint Surgery – American. 2001;83 (A):428–436. 40. Demontiero O, Vidal C, Duque G. Aging and bone loss: new insights for the clinician. Therapeutic Advances in Musculoskeletal 55 Insisiva Dental Journal, Vol. 6 No.1 Bulan Mei Tahun 2017 Disease. 2012;4 (2):61-76. 41. Bell R, High K. Alterations of Immune Defense Mechanisms in The Elderly: the Role of Nutrition. Infect Med 1997; 14: 415-424. 41. Fatmah. Respons Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut: Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 47-53.