Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva, 8(2), November 2019 59 Case Report Penatalaksanaan Perforasi Korona pada Pulpektomi Gigi Decidui Corona Perforation Treatment in Primary Teeth Pulpectomy Nendika Dyah Ayu Murika Sari1,*, Sandy Christiono2 1Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jalan Kebangkitan Nasional No.101, Laweyan, Surakarta, Indonesia. 2Departemen Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Islam Sultan Agung, Jalan Raya Kaligawe Km.4 Semarang, Indonesia. Received date: August 31st, 2019; reviewed date: September 10th, 2019; revised date: October 26th, 2019 ; accepted date: October 31st, 2019 DOI : 10.18196/di.8209 Abstrak Perforasi iatrogenik merupakan salah satu resiko yang sering terjadi dalam perawatan endodontik yang disebabkan oleh kesalahan operator. Perforasi dapat terjadi pada apeks, lateral atau korona. Perawatan untuk perforasi dapat dilakukan dengan bedah atau non bedah. Prognosis dari perforasi endodonti dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah waktu terjadinya perforasi, lokasi perforasi dan besarnya perforasi. Tujuan laporan kasus ini untuk melaporkan perawatan perforasi korona pada pulpektomi gigi decidui. Kasus seorang anak laki-laki usia 6 tahun datang bersama ibunya dengan keluhan gigi bawah belakang kanan sering sakit tiba- tiba sejak tiga bulan yang lalu. Diagnosis pada gigi molar pertama kanan rahang bawah adalah karies profunda kelas I dengan pulpitis irreversible. Perawatan yang dilakukan adalah pulpektomi. Dalam proses perawatan terjadi perforasi korona di mesial yang disebabkan oleh trauma bur preparasi saat dilakukan pembukaan atap pulpa. Perawatan pulpektomi tetap dilanjutkan dengan menutup daerah perforasi dengan zinc phosphat cement dan diakhiri dengan tumpatan tetap stainless steel crown (SSC). Kesimpulan dari laporan kasus ini yaitu perawatan perforasi korona dengan non bedah pada pulpektomi gigi decidui mempunyai prognosis yang baik. Perawatan dilakukan dengan bahan tumpatan yang memiliki ketahanan terhadap saliva dan tidak mengiritasi pulpa ataupun gingiva. Kata Kunci: Perforasi endodontik; Perforasi korona; Pulpektomi decidui Abstract Perforation is one of the risks frequently occurring in endodontic treatment due to iatrogenic cause. Perforation may occur in apex, lateral, or corona. Perforation treatment can be conducted both surgically and non- surgically. The prognosis of endodontic perforation is influenced by several factors, including the timing of perforation, the location of the perforation, and perforation size. This study aims to report corona perforation treatment in the pulpectomy of primary teeth. A case a six-year-old boy visited the clinic accompanied by his mother with spontaneous pain in the mandibular posterior tooth since three months ago. Upon a clinical and radiological examination, it was diagnosed as a case of irreversible pulpitis due to a carious lesion in the mandibular right first primary molar. Pulpectomy treatment was carried out in this case. During the treatment process, corona perforation occurred in mesial due to the misaligned use of rotary burs in access preparation of the roof of the pulp chamber. Pulpectomy treatment remained to be continued by covering the perforation area with zinc phosphate cement and followed by permanent restoration with a stainless steel crown (SSC). It can be concluded that non-surgical corona perforation treatment in primary teeth pulpectomy has a good prognosis. The treatment is conducted using restoration material, which is resistant to saliva and does not irritate pulp or teeth. Keywords: Endodontic perforation; Corona perforation; Primary teeth pulpectomy * Corresponding author, e-mail: nendika.dyahayu@gmail.com Nendika Dyah Ayu Murika Sari, Sandy Cristiono | Penatalaksanaan Perforasi Korona pada Pulpektomi Gigi Decidui 60 PENDAHULUAN Perforasi merupakan salah satu resiko yang sering terjadi dalam perawatan endodontik.1 Perforasi ditandai dengan adanya hubungan antara gigi dengan jaringan pendukung gigi atau permukaan gigi eksternal.2 Secara umum perforasi dapat dibedakan berdasarkan proses terjadinya, yaitu perforasi iatrogenik dan perforasi patologi.2,3 Perforasi iatrogenik terjadi karena kesalahan operator, sedangkan perforasi patologi terjadi karena proses karies yang meluas dan adanya resorpsi.1-4 Perforasi akar oleh bur dan rimer yang digerakkan oleh mesin merupakan kegagalan yang sering terjadi.5 Faktor yang mempengaruhi terjadinya perforasi iatrogenik antara lain adalah posisi gigi yang salah seperti inklinasi gigi yang berubah, identifikasi bentuk dan letak saluran akar yang kurang tepat serta adanya restorasi yang mempersulit akses ke saluran akar.6-9 Perforasi akar berdasarkan letak terjadinya dibagi menjadi 3 yaitu perforasi apeks, perforasi lateral (ditengah-tengah akar) dan perforasi akar daerah korona. Perforasi apeks biasanya disebabkan karena instrumentasi saluran akar yang melewati konstriksi apeks.10 Perforasi apeks atau yang biasa juga dikenal dengan perforasi sepertiga apikal disebabkan karena pengukuran panjang kerja yang tidak benar atau tidak dapat mempertahankan panjang kerja sehingga menyebabkan perforasi pada foramen apikal.10,11 Penggunaan file yang terlalu agresif juga dinilai menjadi penyebab terjadinya perforasi ini.11 Perforasi lateral atau perforations of the middle third terjadi saat dilakukan preparasi saluran akar.11 Perforasi ini biasanya disebabkan karena operator kurang mampu mempertahankan file sesuai dengan kelengkungan akar saat melakukan preparasi,10,11 penggunaan file yang terlalu besar ataupun salah identifikasi bentuk lengkung saluran akar.11 Sedangkan perforasi akar dikorona atau perforations of the coronal third biasanya terjadi selama open akses ketika operator berupaya untuk mencari orifice.10,11 Kesalahan operator dalam mengidentifikasi atap pulpa dan adanya kalsifikasi pada ruang pulpa menjadi faktor penyebab terjadinya perforasi di korona.11 Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan hasil perawatan, perforasi akar dibedakan menjadi tujuh yaitu fresh perforation, old perforation, small perforation, large perforation, coronal perforation, crestal perforation dan apical perforation. Fresh perforation adalah perforasi yang langsung dilakukan perawatan setelah terjadi perforasi. Old perforation adalah perforasi yang tidak langsung dilakukan perawatan setelah terjadi perforasi. Dalam kasus ini kemungkinan telah terjadi infeksi bakteri. Small perforation adalah kerusakan mekanik pada jaringan masih minimal, lebih kecil dari file nomor 20. Sedangkan large perforation terjadi pada saat atau setelah preparasi dengan kerusakan signifikan pada jaringan dan kesulitan untuk isolasi saliva atau terjadi kebocoran korona pada restorasi sementara.12 Coronal perforation terjadi dari koronal sampai tulang crestal dan perlekatan epitel dengan minimal kerusakan yang mendukung jaringan dan akses yang mudah. Crestal perforation terjadi dari perlekatan epitel hingga tulang crestal. Sedangkan apical perforation adalah perforasi yang terjadi dari apikal sampai tulang cristal dan perlekatan epitel. Diantara ketujuh jenis perforasi yang mempunyai prognosis baik adalah fresh perforation, small perforation, coronal perforation dan apical perforation.12 Perforasi dapat didiagnosis melalui perdarahan langsung, perdarahan tidak langsung dengan paper point, foto rontgen, dan dengan apex locator.13 Apex locator menjadi alat yang dinilai mampu untuk mendeteksi adanya perforasi akar. Foto rontgen periapikal dibutuhkan untuk mengetahui lokasi terjadinya perforasi yang ditunjukkan adanya gambaran Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva, 8(2), November 2019 61 radiolusen antara gigi dengan jaringan periodontal.14 Foto rontgen ini akan mendapatkan hasil yang semakin pasti apabila didukung dengan cone-beam computed tomography (CBCT). Dengan CBCT, lokasi terjadinya perforasi dapat terlihat sangat jelas dan mampu menjadi pedoman kuat untuk menentukan diagnosis serta prognosis dari perforasi yang terjadi.15,16 Prognosis dari perforasi endodonti dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah waktu terjadinya perforasi, lokasi perforasi dan besarnya perforasi.14 Perforasi menjadi salah satu penyebab kegagalan perawatan endodonti. Sekitar 2-12% perforasi disebabkan oleh kesalahan operator.3 Perforasi harus didiagnosis secara cepat dan dilakukan perawatan secara tepat. Perforasi yang tidak dilakukan perawatan dengan tepat akan mengakibatkan infeksi lebih lanjut seperti inflamasi hingga terjadi abses.3,8 Perawatan non bedah dengan menumpat bagian perforasi menggunakan bahan yang tidak mudah terkikis saliva merupakan alternatif perawatan untuk perforasi korona.11,15 Tujuan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan perawatan perforasi korona pada pulpektomi gigi decidui. LAPORAN KASUS Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun datang ke Rumah Sakit Islam Gigi dan Mulut (RSIGM) Sultan Agung Semarang bersama ibunya untuk memeriksakan gigi belakang bawah kanan. Menurut ibunya anaknya sering mengeluh gigi sakit tiba-tiba sejak tiga bulan yang lalu. Sakit yang dirasakan mengganggu aktivitas anaknya. Anak menjadi susah makan karena saat makan gigi terasa lebih sakit. Sudah diberi obat namun sakit hilang timbul. Belum pernah diperiksakan ke dokter gigi sebelumnya. Ibu pasien ingin gigi anaknya dirawat agar tidak sakit lagi. Pemeriksaan objektif pada gigi 84 terdapat kavitas oklusal dengan kedalaman pulpa tertutup, sondasi (+), perkusi (-), palpasi (-), mobilitas (-), drag (-) dan vitalitas (+). Pemeriksaan radiografis terlihat adanya kavitas pada oklusal dengan kedalaman pulpa, tidak terlihat area radiolusen pada daerah periapikal. Diagnosis yang ditegakkan pada gigi 84 adalah karies profunda dengan pulpitis irreversible. Rencana perawatan adalah pulpektomi devital dengan tumpatan tetap stainless steel crown (SSC). Kunjungan pertama pada tanggal 23 Desember 2014 dilakukan pemeriksaan subjektif, objektif dan penunjang. Orang tua pasien diberi penjelasan tentang keadaan gigi anaknya, rencana perawatan yang meliputi prosedur perawatan serta waktu perawatan. Setelah orang tua pasien menyetujui seluruh prosedur perawatan, orang tua pasien menandatangani informed consent. Gigi dibersihkan dari jaringan nekrotik yang dilanjutkan dengan pembukaan akses kavitas dan pembukaan atap pulpa. Saat dilakukaan pembukaan Gambar 1. Gambaran klinis kunjungan pertama Gambar 2. Gambaran radiografis kunjungan pertama Nendika Dyah Ayu Murika Sari, Sandy Cristiono | Penatalaksanaan Perforasi Korona pada Pulpektomi Gigi Decidui 62 atap pulpa terjadi bleeding, pembukaan atap pulpa dihentikan dan dilanjutkan dengan devital menggunakan bahan devital dan ditutup dengan tumpatan sementara cavit. Kunjungan kedua pada tanggal 30 Desember 2014 dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif kemudian dilanjutkan dengan pembukaan tumpatan sementara yang dilanjutkan dengan foto rontgen untuk menghitung panjang kerja. Setelah didapatkan panjang kerja masing masing saluran akar yaitu saluran akar distal dan saluran akar mesiobuccal, dilanjutkan dengan preparasi saluran akar, setiap pergantian file dilakukan irigasi dengan saline. Setelah preparasi, saluran akar dilakukan sterilisasi dengan chresophene dan ditutup dengan tumpatan sementara cavit. Kunjungan ketiga pada tanggal 7 Januari 2015 dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif kemudian dilanjutkan dengan pembukaan tumpatan sementara yang dilanjutkan dengan pencarian saluran akar mesiolingual. Setelah dilakukan pembuaan dengan bur kemudian terjadi bleeding , pembukaan atap pulpa dihentikan dan dilanjutkan dengan devital menggunakan bahan devital pada akar mesiolingual. Pada akar distal dan mesiobuccal dilakukan sterilisasi dengan paper point kemudian ditumpat dengan tumpatan sementara cavit. Kunjungan keempat pada tanggal 23 Februari 2015 dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif kemudian dilanjutkan dengan pembukaan tumpatan sementara. Pada saat dilakukan eksplorasi saluran akar mesiolingual terjadi bleeding, kemudian dilakukan foto rontgen. Dari gambaran rontgen terlihat adanya perforasi korona pada mesial gigi 84. Perawatan dilanjutkan dengan sterilisasi ChKM (Chlorophenol Kamfer Menthol) pada kedua saluran akar yaitu saluran akar distal dan mesial kemudian ditumpat dengan tumpatan sementara cavit serta memastikan daerah perforasi tertutup dengan baik. Gambar 3. Gambaran perforasi korona Kunjungan kelima pada tanggal 2 Maret 2015 dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif kemudian dilanjutkan dengan pembukaan tumpatan sementara. Perawatan dilanjutkan dengan obturasi saluran akar menggunakan zinc oxide eugenol formokresol menggunakan lentulo low speed dan saluran akar diisi sampai sebatas orifice. Kavitas selanjutnya ditumpat dengan zinc phospat cement dan dilanjutkan dengan foto rontgen untuk melihat hasil pengisian saluran akar serta daerah yang perforasi (Gambar 4). Kunjungan keenam pada tanggal 6 April 2015 untuk dilakukan penumpatan akhir yaitu dengan stainless steel crown (SSC). Pasien kontrol pada kunjungan ketujuh yaitu tanggal 18 April 2015 dilakukan pemeriksaan subjektif, objektif dan radiografis. Pemeriksaan radiografis tampak daerah perforasi pada daerah korona saluran akar mesial telah terpreparasi saat dilakukan preparasi tumpatan stainless steel crown (SSC). Gambar 4. Setelah obturasi dan penutupan perforasi dengan zinc phospat cement Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva, 8(2), November 2019 63 Gambar 5. Post restorasi stainless steel crown Gambar 6. Kontrol post SSC PEMBAHASAN Pada kasus ini, perforasi yang terjadi merupakan perforasi iatrogenik. Operator melakukan kesalahan yaitu pada saat pencarian orifice terlalu mengarah ke lateral sehingga bur mengikis gigi dan terjadi perforasi korona (Gambar 4). Perforasi korona terjadi dari korona sampai tulang crestal dan perlekatan epitel dengan minimal kerusakan yang mendukung jaringan dan akses yang mudah.19 Perforasi yang terjadi di korona paling sering disebabkan karena kesalahan operator saat melakukan pembukaan atap pulpa.10,11 Pemeriksaan radiografi sebelum dilakukan pembukaan atap pulpa mutlak menjadi syarat utama untuk mengetahui bentuk akar, kedalaman pulpa dan letak percabangan akar. Dalam sebuah penelitian mengatakan bahwa paling banyak anatomi saluran akar gigi molar sulung antara 2 hingga 4.19,20 Keberhasilan pulpektomi yang terjadi perforasi dipengarui oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain adalah waktu terjadinya perforasi, ukuran dan tempat terjadinya perforasi.12,21,22 Pemeriksaan radiografi harus segera dilakukan untuk mengetahui letak serta ukuran daerah perforasi. Foto rontgen bisa dengan periapikal atau jika menginginkan hasil yang pasti letak dan ukuran perforasi dapat menggunakan rontgen CBCT.14-16 Gambaran rontgen tersebut dapat dijadikan salah satu pedoman untuk menentukan perawatan dan prognosis.15,16 Keberhasilan manajemen perforasi dapat dicapai dengan perawatan segera dan sedini mungkin dengan bahan yang digunakan sesuai dengan lokasi dan ukuran dari perforasi tersebut.23 Penelitian pada anjing, perforasi akar yang dirawat segera akan menghasilkan hasil yang baik. Respon penyembuhan yang baik dibuktikan apabila langsung dilakukan perawatan pada tempat perforasi.24 Sedangkan penyembuhan periodontal pada monyet saat terjadi perforasi akar, disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan tinggi apabila di obturasi langsung dan dengan tehnik aseptik yang bagus. Untuk meminimalkan infeksi yang muncul akibat dari perforasi maka waktu terbaik untuk memperbaiki adalah sesaat setelah terjadi perforasi.25 Fresh perforations terjadi biasanya diikuti dengan perdarahan. Perdarahan harus dikontrol terlebih dahulu dengan memberikan tekanan pada daerah perdarahan atau diirigasi dengan isolasi yang memadai. Perdarahan dapat dikontrol dengan menggunakan hemostatic agent seperti memberikan kalsium hidroksida pada saturan akar dan didiamkan selama kurang lebih 4-5 menit, kemudian diirigasi dengan NaOCl, prosedur ini diulangi sebanyak 2-3 kali.23 Ukuran perforasi mempengaruhi dari hasil perawatan. Menurut penelitian pada gigi molar mandibula anjing, pada perforasi kecil menunjukkan respon penyembuhan yang lebih baik Nendika Dyah Ayu Murika Sari, Sandy Cristiono | Penatalaksanaan Perforasi Korona pada Pulpektomi Gigi Decidui 64 dibandingkan pada perforasi yang lebih besar.25 Perforasi yang besar dapat menyebabkan masalah yang lebih lanjut karena memungkinkan iritasi bakteri yang terus menerus pada daerah perforasi.25,26 Lokasi perforasi mempengaruhi prognosis dari perawatan selanjutnya. Perforasi yang berada dekat antara tulang crestal dan perlekatan epitel akan memungkinkan kontaminasi bakteri dari lingkungan mulut dengan sulkus gingiva. Perforasi pada apikal tulang crestal dan perlekatan epitel dianggap memiliki prognosis paling baik.12,21 Kecekatan dalam perawatan perforasi dalam kasus ini akan membuat resiko keterlibatan jaringan periodontal berkurang sehingga membuat prognosis baik.21 Perawatan untuk perforasi ada 2 macam yaitu perawatan secara non bedah dan perawatan secara bedah.6,17 Dalam perawatan non bedah bahan yang biasa digunakan adalah amalgam, cavit, indium foil, zinc-oxide cements, ethoxybenzoic acid cement, composites dan glass ionomers yang telah terbukti dapat bertahan hingga bertahun tahun.4,27 Ethoxybenzoic acid cement merupakan bahan semen gigi yang komponen utamanya adalah asam benzoat etoksi, dirancang untuk menghasilkan efek pengerasan dalam mulut. Semen ini terdiri dari bubuk dasar (seng oksida, alumunium oksida) dan cairan asam (asam benzoat etoksi) yang di campur. Fungsinya memiliki ketahanan terhadap saliva, tidak mengiritasi pulpa dan gingiva.27-29 Pilihan bahan ditentukan oleh letak serta besarnya perforasi. Untuk perforasi supracrestal diperlukan bahan yang tidak mudah terkisis oleh cairan mulut atau abrasi dan erosi oleh makanan, pasta gigi atau obat kumur. Bahan yang tahan terhadap abarasi dan erosi antara lain adalah amalgam, emas, komposit atau restorasi logam cor. Margin restorasi logam cor dapat diperluas sampai daerah perforasi.30-32 Pemilihan restorasi akhir pada kasus ini adalah stainless steel crown (SSC) karena SSC merupakan salah satu bahan yang tidak mudah terkikis oleh saliva sehingga tepat untuk menutup area perforasi agar tidak terkontaminasi bakteri. KESIMPULAN Perawatan perforasi korona dengan non bedah pada pulpektomi gigi decidui dilakukan dengan menutup daerah perforasi menggunakan zinc phospat cement dan dilanjutkan penumpatan akhir dengan stainless steel crown (SSC) memiliki prognosis baik karena stainless steel crown (SSC) memiliki ketahanan terhadap saliva dan tidak mengiritasi pulpa ataupun gingiva. DAFTAR PUSTAKA 1. Ree, M., & Schwartz, R. Management of perforations: four cases from two private practices with medium-to long-term recalls. J. Endod. 2012; 38(10): 1422-1427. 2. American Association of Endodontists. Glossary of Endodontic Terms. 9th ed. Chicago: American Association of Endodontists. 2016; 1- 50. 3. Estrela, C., Decurcio, D. D. A., Rossi- Fedele, G., Silva, J. A., Guedes, O. A., & Borges, Á. H. Root perforations: a review of diagnosis, prognosis and materials. Braz Oral Res. 2018; 32(e73): 133-146. 4. R, Krishna., SN, Ali., D, Pannu., ME, Peacock., DL, Bercowski. An Orderly Review of Dental Root Resorption. IJMDS. 2015; 4(1): 669-673. 5. Grossman, Louis I., Abyono, Rafiah., Rio, Carlos E Del., Oliet, Seymour., Ilmu Endodontik dalam Praktek Ed 11. Jakarta: EGC. 1995 6. Lanker, A., Fathey, W., Samar, S., Imranulla, M., & Pasha, S. Non- surgical management of iatrogenic lateral root perforation: a case report. J Res Med Sci. 2018; 6(5): 1804-1807. 7. Tsesis, I., & Fuss, Z. V. I. Diagnosis Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva, 8(2), November 2019 65 and treatment of accidental root perforations. Endod Topics. 2006; 13(1): 95-107. 8. Tabassum, S., & Khan, F. R. Failure of endodontic treatment: The usual suspects. Eur J Dent. 2016; 10(01): 144-147. 9. Hargreaves, Kenneth M., Cohen, Stephen., Berman, Louis H., Cohen’s Pathways of The Pulp 11th ed. St. Louis: Elservier. 2011; 324-86. 10. Walton, Richad E., Mahmoud, Torabinejad. Prinsip & Praktik Ilmu Endodontia Ed 3. Jakarta: EGC. 2008. 11. Saed, S. M., Ashley, M. P., & Darcey, J. Root perforations: aetiology, management strategies and outcomes. The hole truth. Br Dent J. 2016; 220(4): 171-180. 12. Fuss, Z., & Trope, M. Root perforations: classification and treatment choices based on prognostic factors. Dent Traumatol. 1996; 12(6): 255-264. 13. Fuss, Z., Tsesis, I., & Lin, S. Root resorption–diagnosis, classification and treatment choices based on stimulation factors. Dent Traumatol. 2003; 19(4): 175-182. 14. Mani, A., Shoba, K., Aman, S., & Abhilash, R. Non Surgical Endodontic Management of Calcified Maxillary Central Incisor Complicated By Iatrogenic Root Perforation. IOSR- JDMS. 2019; 18(5): 28-30. 15. Abella, F., Morales, K., Garrido, I., Pascual, J., Duran-Sindreu, F., & Roig, M. Endodontic applications of cone beam computed tomography: case series and literature review. G Ital Endod. 2015; 29(2): 38-50. 16. McClammy, T. V. Endodontic applications of cone beam computed tomography. Dent Clin North Am. 2014; 58(3): 545-559. 17. Kaushik, A., Talwar, S., Yadav, S., Chaudhary, S., & Nawal, R. R. Management of iatrogenic root perforation with pulp canal obliteration. Saudi Endod. J. 2014; 4(3): 141-144. 18. Ramaprabha Balasubramaniam, D., Krishnan, A., & Jayakumar, S. Restoring the dignity: Case reports of root perforation management. Int. J. Appl. Dent. Sci. 2017; 3(3): 171-174. 19. Mahesh, R., & Nivedhitha, M. S. Root canal morphology of primary mandibular second molar: A systematic review. Saudi Endod. J. 2020; 10(1): 1-6. 20. Lavanya, S., & Sujatha, S. Detection of MB2 Canal in Maxillary Primary Second Molar using Cone Beam Computerized Tomography (CBCT)- An In vitro study. Int. J. Pharm. Sci. Res. 2016; 8(4): 220-223. 21. Tsesis, I., & Fuss, Z. V. I. Diagnosis and treatment of accidental root perforations. Endod Topics. 2006; 13(1): 95-107. 22. Dotto, R. F., Barbosa, A. N., Dotto, S. R., & Hermes, C. R. Sealing of root perforation with glass ionomer cement: a case report. Stomatos. 2014; 20(38): 35-46. 23. Senthilkumar, V., & Subbarao, C. Management of root perforation: A review. J. Adv. Pharm. Educ. Res.. 2017; 7(2): 54-57. 24. Hegde, M., Varghese, L., & Malhotra, S. Tooth root perforation repair–A review. Oral Health Dent Manag. 2017; 16(2): 1-4. 25. Indurkar, M. S., & Maurya, A. S. Effective seal completes the deal: Periodontal management of an iatrogenic endodontic perforation. . Interdiscip. Dent. 2016; 6(2): 87-90. 26. Da Silva, G. F., Guerreiro‐Tanomaru, J. M., Sasso‐Cerri, E., Tanomaru‐ Filho, M., & Cerri, P. S. Histological Nendika Dyah Ayu Murika Sari, Sandy Cristiono | Penatalaksanaan Perforasi Korona pada Pulpektomi Gigi Decidui 66 and histomorphometrical evaluation of furcation perforations filled with MTA, CPM and ZOE. Int Endod J. 2011; 44(2): 100-110. 27. Mohammadi, Z., & Dummer, P. M. H. Properties and applications of calcium hydroxide in endodontics and dental traumatology. Int Endod J. 2011; 44(8): 697-730. 28. Sharma, S., Kumar, V., & Logani, A. Management of long-standing perforation with mineral trioxide aggregate using metronidazole- containing collagen as an internal matrix. Saudi Endod. J.. 2017; 7(2):123-127. 29. Aminov, L., Moscalu, M., Melian, A., Salceanu, M., Hamburda, T., & Vataman, M. Clinical-radiological study on the role of biostimulating materials in iatrogenic furcation lesions. Rev. Med. Chir. Soc. Med. Nat. Iasi. 2012; 116(3): 907-913. 30. Mohan, S. M., Gowda, E. M., & Shashidhar, M. P. Clinical evaluation of the fiber post and direct composite resin restoration for fixed single crowns on endodontically treated teeth. Med J. Armed Forces India. 2015; 71(3): 259-264. 31. Parveen, S., Hossain, M., Sheikh, M. A. H., & Abdin, M. J. Repair of iatrogenic furcal perforation with glass ionomer cement. Bangabandhu Sheikh Mujib Med. Univ. j.. 2018; 11(1), 70- 74. 32. Wycall, B. T. Root perforations. Gen. Dent. 2003; 51(3): 242-244.